partai: PBB

  • 14 Orang Tewas dalam Serangan Bersenjata di Kamp Pengungsi Kongo

    14 Orang Tewas dalam Serangan Bersenjata di Kamp Pengungsi Kongo

    JAKARTA – 14 orang tewas dalam serangan milisi di kamp pengungsi di Provinsi Ituri, Republik Demokratik Kongo bagian timur, menurut media lokal.

    Serangan di wilayah Djugu terjadi pada pagi hari ketika para pengungsi dari lokasi Rhoo sedang menuju kebun mereka di desa-desa sekitarnya, menurut laporan tersebut.

    Radio PBB, mengutip para saksi mata, mengatakan para korban sebagian besar adalah petani dan mengaitkan serangan itu dengan kelompok milisi Koperasi untuk Pembangunan Kongo (CODECO).

    “Para saksi mata melaporkan bahwa para milisi menyergap, melepaskan tembakan, dan melukai beberapa korban dengan pisau. Jumlah korban masih sementara karena sulitnya mengakses area tersebut,” menurut laporan itu dilansir ANTARA dari Anadolu, Jumat, 3 Oktober.

    Belum ada komunikasi resmi mengenai insiden tersebut.

    Namun setelah serangan itu, kepanikan yang meluas melanda lokasi Rhoo, yang menampung ribuan pengungsi, kata laporan itu.

    Para pemimpin masyarakat sipil setempat menyerukan intervensi segera oleh tentara untuk mengamankan wilayah tersebut.

    Republik Demokratik Kongo mengalami salah satu konflik paling berlarut-larut dan kompleks dengan krisis kemanusiaan yang serius di dunia, mengakibatkan tujuh juta orang mengungsi, menurut PBB.

    Kelompok bersenjata meneror warga sipil di seluruh Kongo timur. PBB pada Juli mendokumentasikan serangan mematikan oleh pemberontak Pasukan Demokratik Sekutu (ADF), CODECO, dan milisi Raia Mutomboki/Wazalendo di Ituri, Kive Selatan, dan Kivu Utara.

  • Pasokan Air Kembali Masuk Gaza Tengah Usai Terputus 9 Bulan Diserang Israel

    Pasokan Air Kembali Masuk Gaza Tengah Usai Terputus 9 Bulan Diserang Israel

    Gaza

    Otoritas Air Palestina yang berbasis di Ramallah mengatakan bahwa air bersih akan kembali mengalir ke Gaza tengah. Kerusakan pada jalur pasokan air akibat serangan Israel di wilayah tersebut memutus akses selama lebih dari sembilan bulan.

    Dilansir AFP, Jumat (3/10/2025), otoritas tersebut mengatakan bahwa selama uji coba, timnya memulihkan aliran air ke komunitas yang terhubung ke saluran air utama, yang mencakup hampir satu juta orang yang tinggal atau mengungsi di Al-Maghazi, Al-Bureij, Nuseirat, dan Deir Al-Balah.

    Hampir semua warga Gaza telah mengungsi selama hampir dua tahun perang di wilayah Palestina. Ini meningkatkan kepadatan penduduk di Gaza tengah, yang tidak terlalu terdampak oleh serangan udara.

    Otoritas Air Palestina mengatakan perbaikan pipa air utama membutuhkan waktu, karena aktivitas militer dan kehadiran pasukan Israel. Perbaikan harus dilakukan dengan berkoordinasi dengan otoritas Israel.

    Berdasarkan Kantor statistik Palestina, saluran air tersebut dipasok oleh Mekorot, perusahaan milik negara Israel yang memasok 22 persen air di Gaza dan Tepi Barat. Sementara Otoritas Palestina yang berbasis di Ramallah menanggung biayanya.

    Otoritas Palestina, yang mengawasi Otoritas Air, masih beroperasi dalam urusan sipil tertentu di Jalur Gaza, meskipun kendali wilayah tersebut direbut oleh rivalnya, Hamas, pada tahun 2007.

    “Kami memperbaiki, tetapi kami tidak tahu kapan akan hancur lagi,” kata sumber itu.

    Memperbaiki pipa air utama di Gaza tengah tidak akan mengembalikan air ke seluruh wilayah, karena sumber-sumber kemanusiaan memperkirakan 80 persen jaringan distribusi rusak, dan kebocoran sering terjadi.

    Perang memperburuk krisis air yang sudah ada sebelumnya di Gaza, dengan air yang dipompa dari akuifer yang menyusut seringkali menjadi payau dan tidak aman untuk dikonsumsi manusia.

    WASH Cluster yang dipimpin PBB, sebuah kelompok organisasi kemanusiaan yang menangani masalah air dan kebersihan di Gaza, mengatakan bahwa sebagian besar pipa air telah rusak selama serangan militer. Banyak warga Gaza yang tinggal di bawah serangan udara atau di kamp-kamp pengungsian tidak memiliki tempat penyimpanan air.

    Bagi warga Gaza yang mengungsi yang tinggal di tempat penampungan dan kamp-kamp darurat di daerah dekat pantai Gaza, seringkali satu-satunya sumber air adalah lokasi distribusi sementara yang didirikan oleh kelompok-kelompok kemanusiaan, atau truk air.

    Serangan Israel di Gaza telah menewaskan setidaknya 66.288 warga Palestina, menurut data Kementerian Kesehatan di wilayah yang dikuasai Hamas tersebut, yang dianggap dapat diandalkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.

    (lir/idn)

  • Trump Ultimatum Hamas Sampai Minggu Sepakati Damai, Ancam Neraka Total

    Trump Ultimatum Hamas Sampai Minggu Sepakati Damai, Ancam Neraka Total

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memberikan Hamas waktu hingga Minggu (5/10) untuk menyetujui 20 poin rencana perdamaian di Gaza, Palestina. Ia mengancam akan memberikan ‘Neraka’ jika Hamas tidak setuju sampai batas waktu tersebut.

    Dilansir AFP, Jumat (3/10/2025), Trump memastikan Hamas akan menerima ‘Neraka total’, jika tidak memberikan jawaban sampai waktu yang ditentukan.

    “Militan Palestina memiliki waktu hingga Minggu Malam pukul 18.00 waktu Washington, D.C,” tulis Trump di platform Truth Social miliknya.

    “Jika kesepakatan KESEMPATAN TERAKHIR ini tidak tercapai, NERAKA total, yang belum pernah terjadi sebelumnya, akan melanda Hamas,” lanjutnya.

    Trump memastikan pihaknya akan memburu dan membunuh pasukan Hamas jika kesepakatan tidak juga dijawab. Ia mengaku hanya tinggal memberikan perintah untuk melakukan itu.

    “Sebagian besar pejuang Hamas terkepung dan terperangkan secara milier, hanya menunggu saya memberi perintah, ‘pergi,’ agar nyawa mereka segera dihabisi. Sedangkan sisanya, kami tahu di mana dan siapa Anda, dan Anda akan diburu, dan dibunuh,” kata Trump.

    Dalam unggahannya, Trump juga mengatakan warga Palestina yang tidak bersalah harus mengungsi dari area yang tidak ditentukan untuk mengantisipasi potensi serangan terhadap pasukan Hamas yang tersisa.

    “Saya meminta agar semua warga Palestina yang tidak bersalah segera meninggalkan daerah yang berpotensi menjadi tempat kematian besar di masa depan ini dan menuju wilayah Gaza yang lebih aman. Semua orang akan dirawat dengan baik oleh mereka yang siap membantu. Untungnya bagi Hamas, mereka akan diberi satu kesempatan terakhir!” tutur Trump.

    Seperti diketahui, Trump mengeluarkan 20 poin rencana untuk mengakhiri perang di Gaza. Poin-poin tersebut menguraikan masa depan wilayah Palestina.

    Rencana perdamaian yang disampaikan Trump ini juga menuntut penggulingan Hamas, serta komitmen dari Hamas untuk melucuti senjatanya.

    Selain itu, ada tuntutan reformasi terhadap Otoritas Palestina, dan janji dari Israel untuk tidak melancarkan serangan lebih lanjut terhadap Qatar, yang telah berusaha berperan sebagai mediator dalam konflik tersebut.

    Dilansir DW, Selasa (30/9/2025), poin lainnya mencakup rencana ekonomi untuk pertumbuhan Gaza, jaminan keamanan untuk Gaza yang dijaga oleh AS dan negara-negara kawasan, kesempatan bagi warga yang telah meninggalkan Gaza untuk kembali, tanpa ada pemaksaan bagi siapa pun yang masih tinggal di sana untuk pergi.

    Gaza nantinya akan dikelola oleh pemerintahan transisi. Mantan anggota Hamas bisa memilih untuk tetap tinggal dan ikut serta dalam rencana baru ini, atau diberi jalan aman untuk pindah ke negara lain yang tidak disebutkan.

    Selain itu, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) harus segera menghentikan semua operasinya setelah kesepakatan dan menyerahkan wilayah yang telah direbut. Israel juga harus berjanji tidak akan menduduki atau mencaplok wilayah Gaza. Komisi Penyelidikan di bawah Dewan HAM PBB baru-baru ini menyatakan bahwa Israel telah melakukan genosida terhadap warga Palestina.

    Rencana ini juga mencakup jaminan bahwa bantuan dari lembaga internasional bisa masuk ke Gaza tanpa hambatan dari kedua pihak, meskipun tidak disebutkan soal Gaza Humanitarian Foundation (GHF) yang didukung oleh Israel dan AS.

    Lihat Video ‘Menteri Israel Kata-katai Aktivis Flotilla Teroris & Pendukung Pembunuh’:

    Halaman 2 dari 2

    (maa/idn)

  • Kecaman dari Mana-mana Usai Israel Cegat Kapal Global Sumud Flotilla

    Kecaman dari Mana-mana Usai Israel Cegat Kapal Global Sumud Flotilla

    Jakarta

    Israel mencegat armada Global Sumud Flotilla yang membawa bantuan kemanusiaan ke Gaza. Aksi penghadangan ini menuai kecaman keras dari berbagai negara.

    Dilansir AFP dan Al Arabiya, Jumat (3/10/2025), puluhan kapal dicegat oleh Israel. Termasuk kapal bernama Marinette, yang merupakan kapal terakhir dalam rombongan misi tersebut.

    “Marinette, kapal terakhir yang tersisa dari Global Sumud Flotilla, telah dicegat pada pukul 10.29 pagi waktu setempat (sekitar pukul 07.29 GMT), sekitar 42.5 mil laut dari Gaza,” demikian pernyataan Global Sumud Flotilla.

    Global Sumud Flotilla menyebut para penumpang kapal-kapal itu “diculik dengan cara yang melanggar hukum”.

    Misi Global Sumud Flotilla melibatkan lebih dari 40 kapal. Di mana, kapal-kapal itu membawa politisi dan aktivis dari berbagai negara. Akibat aksinya, Israel menuai kecaman internasional.

    Israel Dinilai Langgar Hukum Internasional

    Anggota Komisi I DPR RI, Syamsu Rizal, mengecam tindakan Israel mencegat sejumlah armada Global Sumud Flotilla yang membawa bantuan kemanusiaan untuk Gaza. Syamsu Rizal meminta Indonesia untuk mengajak negara-negara yang tergabung dalam BRICS hingga Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk memutus diplomasi dengan Israel sebagai langkah tegas.

    “Apa yang dilakukan oleh Israel itu dengan memblokade, kemudian menghambat, bahkan menangkap aktivis internasional itu, pada dasarnya itu adalah pelanggaran hukum internasional. Karena Israel ini melanggar konvensi Jenewa, melanggar hukum humaniter internasional bahkan melanggar piagam PBB bahkan melanggar Surat Ketetapan Dewan Keamanan,” kata Syamsu Rizal saat dihubungi, Jumat (3/10).

    Syamsu Rizal mengatakan, jika negara-negara di dunia serempak memutus hubungan diplomatik dengan Israel maka sikap kesewenangan Israel bisa dihentikan. Ia menyebut tindakan yang dilakukan Israel mengganggu pola relasi internasional.

    “Sekarang tinggal seperti lembaga internasional seperti PBB dan beberapa lembaga lainnya itu bukan hanya sekadar mengecam, kalau kami secara pribadi atau di komisi ini mengecam. Pemerintah Republik Indonesia, harusnya mengecam,” ujar Legislator PKB ini.

    Anwar Ibrahim Desak Aktivis Malaysia Dibebaskan

    Perdana Menteri (PM) Malaysia Anwar Ibrahim juga turut mengecam tindakan Israel. Anwar menghubungi sejumlah pemimpin dunia. Hal ini dalam upaya menuntut pembebasan relawan dan aktivis Malaysia yang tergabung dalam kapal bantuan untuk Gaza, Global Sumud Flotilla.

    Pemimpin dunia yang dihubungi Anwar antara lain Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al Thani, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan hingga Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi.

    “Hingga sore ini, saya telah berdiskusi langsung dengan Perdana Menteri Qatar, Presiden Turki, dan Presiden Mesir untuk mendapatkan dukungan mereka dalam menuntut pembebasan segera para relawan dan aktivis Malaysia yang ditahan secara tidak adil,” kata Anwar Ibrahim dalam keterangannya di Kuala Lumpur, dilansir Antara, Jumat (3/10).

    Anwar bersama tim juga terus berkomunikasi erat dengan mitra-mitra kunci lainnya. Termasuk dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Marco Rubio, untuk mendesak intervensi segera tanpa penundaan.

    “Saya tegaskan kembali, dengan sekeras-kerasnya, bahwa kekejaman dan tindakan agresi yang dilakukan oleh rezim Israel harus segera dihentikan,” kata Anwar.

    Malaysia, kata Anwar, menuntut pembebasan segera dan tanpa syarat semua tahanan. Ia juga meminta agar bantuan kemanusiaan dapat menjangkau rakyat Gaza dengan cepat dan tanpa hambatan.

    Cucu Nelson Mandela Turut Ditahan

    Presiden Afrika Selatan (Afsel) Cyril Ramaphosa juga mendesak Israel untuk membebaskan para aktivis yang ditahan. Terdapat cucu mantan Presiden Nelson Mandela di antara para aktivis yang ditahan Israel.

    Ramaphosa mengecam pencegatan yang dilakukan pasukan Israel terhadap puluhan kapal itu sebagai pelanggaran hukum internasional.

    “Pencegatan Global Sumud Flotilla merupakan pelanggaran berat lainnya yang dilakukan oleh Israel terhadap solidaritas dan sentimen global yang bertujuan untuk meringankan penderitaan di Gaza dan memajukan perdamaian di kawasan tersebut,” kata Ramaphosa dalam pernyataannya pada Kamis (2/10).

    Afrika Selatan telah menggugat Israel ke Mahkamah Internasional (ICJ), menuduh negara Yahudi itu melakukan genosida atas perang yang menghancurkan di Jalur Gaza. Tuduhan itu telah dibantah keras oleh Israel.

    Turki Nilai Aksi Israel Bentuk Kejahatan

    Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyebut pencegatan kapal bantuan masuk Gaza oleh tentara Israel sebagai tindakan pembajakan. Dalam pidatonya di Turki, Erdogan mengatakan bahwa tindakan itu sebagai bukti bahwa Israel dalam kondisi yang sangat panik untuk menyembunyikan kejahatannya.

    “Pemerintah Netanyahu yang melakukan genosida tidak dapat menoleransi sekecil apa pun peluang perdamaian untuk terwujud,” kata Erdogan dilansir Al Jazeera, Kamis (2/10)

    Erdogan mengatakan tindakan itu menjadi contoh kesekian dalam kejahatan Israel di Gaza. Dia menyebut pencegatan kapal bantuan masuk ke Gaza sebagai wujud dari kebrutalan Israel.

    “Armada Sumud Global sekali lagi menunjukkan kepada dunia kebrutalan di Gaza dan wajah pembunuh Israel. Kami tidak akan meninggalkan saudara-saudari Palestina kami dan akan bekerja sekuat tenaga untuk mengamankan gencatan senjata dan memulihkan perdamaian,” tambahnya.

    Lihat Video ‘Israel Cegat Kapal Terakhir Flotilla yang Masih Berlayar ke Gaza’:

    Halaman 2 dari 5

    (amw/lir)

  • Pokja PBB untuk Bisnis dan HAM apresiasi Prisma Kementerian HAM RI

    Pokja PBB untuk Bisnis dan HAM apresiasi Prisma Kementerian HAM RI

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Bisnis dan Hak Asasi Manusia (HAM) Pichamon Yeophantong mengapresiasi sistem Penilaian Risiko Bisnis dan HAM (Prisma) yang digaungkan Kementerian HAM RI.

    “Menurut Ketua Pokja, penggunaan Prisma sangat mudah dipahami bagi pelaku usaha dan bermanfaat,” kata Wakil Menteri HAM Mugiyanto dalam keterangan diterima di Jakarta setelah pertemuan dengan Pichamon di Jenewa, Swiss, Jumat.

    Pertemuan dengan Pokja PBB untuk Bisnis dan HAM merupakan salah satu bagian dari aktivitas Kementerian HAM di Jenewa untuk mendorong penghormatan, perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan (P5) HAM.

    Pada pertemuan tersebut, Mugiyanto menjelaskan upaya pengarusutamaan nilai-nilai HAM oleh pemerintah Indonesia, seperti melalui Prisma, Strategi Nasional Bisnis dan HAM, dan penyiapan regulasi Uji Tuntas Bisnis dan HAM.

    Menurut Mugiyanto, Ketua Pokja Pichamon mengapresiasi perkembangan bisnis dan HAM di Indonesia, terutama terkait arah kebijakan dan regulasi yang dikembangkan dari bersifat sukarela (voluntary) menjadi kewajiban (mandatory).

    Selain itu, Pichamon disebut turut mengapresiasi kinerja pemerintah Indonesia dalam merespons berbagai pengaduan yang diterima Pokja PBB, seperti terkait isu pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika, Nusa Tenggara Barat; penambangan nikel di Sulawesi; serta Proyek Strategis Nasional di Merauke, Papua Selatan.

    “Ketua Pokja juga mengapresiasi rencana pemerintah Indonesia untuk hadir dan berpartisipasi secara aktif dalam UN Forum on Business and Human Rights pada 24–26 November 2025,” katanya.

    Partisipasi Indonesia diyakini dapat mengangkat komitmen regional Asia dalam mempromosikan praktik bisnis yang menghormati HAM.

    Adapun Prisma merupakan program aplikatif mandiri bagi perusahaan untuk menganalisis risiko pelanggaran HAM dari kegiatan bisnisnya di Indonesia. Program yang diprakarsai oleh Kementerian HAM ini hadir untuk mengisi kekosongan alat ukur bisnis dan HAM.

    Prisma memiliki 12 indikator meliputi kebijakan HAM, tenaga kerja, kondisi kerja, serikat pekerja, privasi, diskriminasi, lingkungan, agraria dan masyarakat adat, tanggung jawab sosial (CSR), mekanisme pengaduan, rantai pasok, serta dampak HAM bagi perusahaan.

    Perusahaan dapat mendaftar secara mandiri ke laman Prisma guna mengetahui risiko pelanggaran HAM untuk kemudian dianalisis oleh Kementerian HAM.

    Direktur Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan HAM Munafrizal Manan menjelaskan dari hasil analisis tersebut, akan ada pengategorian tingkat risiko, mulai dari merah, kuning, hingga hijau.

    “Nanti bisa masuk kategori merah, yang paling bawah, berarti kurang sekali itu, potensi [pelanggaran] HAM-nya tinggi. Ada yang kuning, sedang. Ada yang hijau, itu kategori baik,” kata Manan saat ditemui usai pemberian penghargaan kepada perusahaan yang mematuhi prinsip HAM di Jakarta Jumat (19/9).

    Pewarta: Fath Putra Mulya
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Prancis Bilang Hamas Harus Mau Menyerah Sesuai Rencana Damai Trump

    Prancis Bilang Hamas Harus Mau Menyerah Sesuai Rencana Damai Trump

    Jakarta

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Prancis Jean-Noel Barrot mengatakan bahwa kelompok Hamas telah kalah dalam pertempuran di Gaza. Dia menyebut Hamas harus menerima “penyerahan diri” berdasarkan rencana perdamaian yang diajukan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

    Kelompok militan Palestina tersebut saat ini sedang mempertimbangkan tanggapannya terhadap rencana Trump tersebut, yang telah disetujui secara terbuka oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

    “Hamas memikul tanggung jawab yang sangat berat atas bencana yang dialami oleh Palestina,” kata Barrot, dilansir kantor berita AFP, Jumat (3/10/2025) di Arab Saudi, tempat ia menghadiri pertemuan tentang masalah keamanan global.

    “Mereka telah kalah. Mereka harus menerima penyerahan diri mereka sendiri,” tambahnya, merujuk pada resolusi PBB baru-baru ini yang menyerukan agar Hamas dikeluarkan dari kepemimpinan negara Palestina di masa depan.

    Barrot menegaskan kembali dukungan Prancis terhadap rencana Trump tersebut pada hari Kamis (2/10) waktu setempat. Dia mengatakan bahwa pihaknya siap untuk “mengerjakan implementasinya untuk mengakhiri perang, kelaparan, dan penderitaan di Gaza”.

    Ia menolak berspekulasi tentang apa yang mungkin terjadi jika Hamas menolak kesepakatan tersebut.

    Rencana damai Trump di Gaza menyerukan gencatan senjata, pembebasan sandera dalam 72 jam, perlucutan senjata Hamas, dan penarikan pasukan Israel secara bertahap dari Gaza.

    Hamas belum membuat keputusan akhir terkait proposal tersebut, menurut sumber Palestina yang dekat dengan para pemimpin kelompok tersebut.

    Barrot juga membela keputusan Prancis untuk melanjutkan dialog dengan pemerintah Iran mengenai program nuklirnya, meskipun sanksi PBB dan Eropa baru-baru ini diberlakukan kembali.

    “Prancis akan melakukan upaya terbaiknya menuju solusi yang dinegosiasikan,” ujarnya.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Kenapa Global Flotilla Kirim Bantuan Lewat Laut Meski Israel Tutup Akses?

    Kenapa Global Flotilla Kirim Bantuan Lewat Laut Meski Israel Tutup Akses?

    Jakarta

    Angkatan Laut Israel mencegat sejumlah kapal bagian dari Global Sumud Flotilla (GSF) yang membawa bantuan ke Gaza dan menahan para aktivis di dalamnya, termasuk aktivis iklim Swedia Greta Thunberg.

    Pihak berwenang Israel mengatakan para aktivis tersebut dipindahkan ke pelabuhan Israel, tempat proses deportasi mereka akan dimulai.

    Para aktivis yang terlibat dalam pengiriman bantuan kemanusiaan itu mengatakan mereka berada di perairan internasional saat terjadi penangkapan.

    GSF mengatakan beberapa kapal masih dicegat pada Kamis (02/09) pagi.

    Kementerian Luar Negeri Israel mengatakan telah mencegat semua kapal kecuali satu. Israel mengatakan satu kapal masih “berada di kejauhan”, tapi akan dicegat jika mendekat.

    BBCComplete the translations here: https://tinyurl.com/wj6kfa77Fill-in the commissioning form https://bit.ly/ws_design_form with this title in English: Gaza flotilla tracker map – 1245 BST – 2025100104

    Sebelumnya, pada pekan lalu, para aktivis melaporkan dugaan serangan terhadap armada tersebut.

    “[Pesawat tak berawak] itu mendarat tepat di luar perahu dan mengenai wajah saya, menyebabkan iritasi selama 30 detik, tapi saya berhasil membersihkannya dengan air bersih dan baik-baik saja.”

    Kapal yang ia tumpangi, Yulara, adalah bagian dari GSF, armada yang terdiri dari sekitar 50 kapal dengan 300 aktivis.

    GSF mengatakan sejumlah kapal melaporkan ledakan setelah benda tak dikenal dijatuhkan di dek mereka saat berada di laut selatan Pulau Kreta, Yunani.

    Suara pesawat tanpa awak terdengar di atas kepala dan komunikasi terputus, kata GSF, menuduh Israel melakukan “eskalasi berbahaya”.

    Rekaman video belum diverifikasi yang diberikan kepada BBC oleh seorang peserta GSF tampaknya menunjukkan ledakan di salah satu kapal armada di laut (Yasemin Acar)

    Militer Israel belum memerikan pernyataan tentang serangan terhadap armada ini, tetapi pejabat Kementerian Luar Negeri Israel, Eden Bar Tal, bilang bahwa “Israel tidak akan mengizinkan kapal mana pun memasuki zona pertempuran aktif”.

    “Tujuan sebenarnya dari armada ini adalah provokasi dan melayani Hamas, tentu saja bukan upaya kemanusiaan,” kata Bar Tal.

    Dalam langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya dari pemerintah Eropa, Italia dan Spanyol mengirim kapal angkatan laut untuk membantu armada bantuan internasional dalam perjalanan ke Gaza.

    Baik pihak Italia maupun Spanyol menyatakan kapal-kapal mereka tidak akan berlayar mendekat hingga jarak kurang dari 278 km dari wilayah Israel/Gaza.

    Apa itu Global Sumud Flotilla?

    Dinamakan berdasarkan kata Arab Sumudberarti kegigihan atau ketahanan Global Sumud Flotilla (GSF) adalah koalisi kapal yang memuat pasokan bantuan kemanusiaan dan membawa aktivis dari puluhan negara.

    GSF menyatakan bahwa tujuannya adalah untuk “mematahkan pengepungan ilegal di Gaza melalui laut, membuka koridor kemanusiaan, dan mengakhiri genosida yang sedang berlangsung terhadap rakyat Palestina”.

    Kapal-kapal tersebut berlayar dari pelabuhan di Spanyol, Italia, Yunani, dan Tunisia setelah para ahli dari Klasifikasi Fase Keamanan Pangan Terpadu (IPC) yang didukung PBB mengonfirmasi bahwa terjadi kelaparan di Kota Gaza dan memperingatkan bahwa bencana itu dapat menyebar ke Gaza tengah dan selatan dalam beberapa pekan.

    Peserta GSF di atas kapal Alma, salah satu dari sekitar 50 kapal di armada tersebut. (Yasemin Acar)

    GSF adalah armada ke-38 yang berlayar menuju Gaza dengan tujuan mematahkan blokade maritim, yang telah berlangsung jauh sebelum perang di Gaza.

    Ini merupakan upaya terbesar hingga saat ini dalam upaya yang dimulai pada2008.

    Armada tersebut merupakan upaya gabungan dari Freedom Flotilla Coalition, the Gaza Free Movement, the Maghreb Sumud Flotilla, konvoi yang dipimpin rakyat dari negara-negara Afrika Utara dan Sumud Nusantara, yang diorganisir oleh Malaysia dan sembilan negara lainnya.

    Apa saja upaya sebelumnya untuk mencapai Gaza?

    Pada 2008, setidaknya satu kapal berhasil mencapai Gaza tetapi sejak itu semua misi armada serupa tidak berhasil.

    Pada 2010, pasukan komando Israel mendarat di kapal Mavi Marmara milik Turki, salah satu dari enam kapal yang berjarak sekitar 130 km dari pantai Israel.

    Pasukan komando tersebut melepaskan tembakan dengan peluru tajam mereka mengaku diserang terlebih dahulu dengan pentungan, pisau, dan senjata api yang menewaskan 10 aktivis Turki.

    Ide untuk misi GSF ini lahir pada pertengahan Juli setelah tiga kapal yang tergabung dalam Freedom Flotilla Coalition Conscience, Madleen dan Handala telah mencoba berlayar ke Gaza antara Mei dan Juli tahun ini.

    Nur Photo via Getty ImagesBerbagai kapal dalam armada berlayar dari Barcelona pada 31 Agustus silam.

    Kapal pertama, Conscience, diduga diserang oleh pesawat tak berawak pada Mei di lepas pantai Malta.

    Pemerintah Malta mengonfirmasi bahwa kebakaran di atas kapal telah “dipadamkan semalam”.

    Madleen berlayar pada Juni dengan membawa 12 orang di dalamnya, termasuk Greta Thunberg, dan menjadi sorotan internasional.

    Saat itu, Kementerian Luar Negeri Israel menyebutnya sebagai “kapal pesiar swafoto” yang membawa “kurang dari satu truk penuh bantuan”.

    Kapal pesiar itu dicegat pada dini hari oleh pasukan Israel, sekitar 185 km di sebelah barat Gaza, dan dibawa ke pelabuhan Ashdod di Israel. Thunberg dan yang lainnya kemudian dideportasi.

    Pada Juli, kapal lain, Handala, berangkat dengan 21 orang di dalamnya, tetapi pasukan Israel mencegat dan menaiki kapal tersebut sekitar 75 km dari Gaza.

    Mereka yang berada di kapal mengeluh bahwa mereka berada di perairan internasional pada saat itu, tetapi Kementerian Luar Negeri Israel mengatakan angkatan laut negara itu menghentikan kapal tersebut “dari memasuki zona maritim pantai Gaza secara ilegal” dan melanggar blokade di sana.

    BBCComplete the translations here: https://tinyurl.com/33uxnr74Fill-in the commissioning form https://bit.ly/ws_design_form with this title in English: Gaza flotilla tracker – map – 2025100103

    Serangan pada Rabu (01/10) bukanlah yang pertama terhadap armada saat ini, menurut GSF, yang mengatakan bahwa kapal mereka juga diserang saat berada di pelabuhan di Tunisia.

    Tindakan pencegahan ekstra kini diberlakukan menyusul serangan minggu ini terhadap armada.

    Abdel Rahman Ghazal, peserta asal Kuwait di atas kapal Spectre, mengatakan kepada BBC dia hanya berjarak setengah meter dari sebuah perangkat yang dijatuhkan oleh pesawat tak berawak meledak pada Rabu lalu.

    “Kami terkena tiga bom. Bom ketiga jatuh di tepi atas kapal lalu jatuh ke laut. Saya berada di koridor antara tempat bom menghantam tepi dan air. Ada gas yang sangat bau. Baunya sangat menyesakkan dan saya hampir tidak bisa bernapas selama beberapa menit.”

    Ia mengatakan ia bereaksi cepat dan secara naluriah menyiramkan air laut ke zat yang dijatuhkan.

    Ghazal dan rekan-rekan relawannya kini mengikuti protokol keselamatan yang lebih ketat di atas kapal.

    Mereka tidak lagi tidur di area terbuka dan selalu membawa rompi pelampung saat beristirahat.

    Kelompok itu mengadakan konferensi pers pada Kamis (02/10), di mana mereka mengatakan mereka memiliki “informasi intelijen yang kredibel” tentang upaya Israel untuk menghentikan armada tersebut dalam 48 jam ke depan.

    “Kami sedang menyelidiki sumber informasi ini – Israel telah mengatakan selama berminggu-minggu bahwa mereka akan melakukan segala yang mereka bisa untuk menghentikan misi ini,” kata juru bicara GSF.

    Dia menambahkan semua peserta telah diancam dengan tuntutan hukum berdasarkan undang-undang antiterorisme dan hukuman penjara yang panjang.

    Siapa saja yang ada di dalam armada itu?

    Aktivis iklim Swedia Greta Thunberg, terlihat di sini bersama Youssef Samour di atas kapal Yulara, sedang melakukan upaya kedua untuk mencapai Gaza (Youssef Samour)

    Dari politisi hingga selebritas, GSF dikelola oleh relawan dari puluhan negara.

    Cucu Nelson Mandela, Mandla Mandela, aktris Amerika Susan Sarandon, aktris Prancis Adele Haenel bersama pejabat terpilih seperti Anggota Parlemen Eropa La France Insoumise Emma Fourreau dan mantan Wali Kota Barcelona Ada Colau semuanya turut ambil bagian.

    GSF mengatakan setiap kapal mewakili “sebuah komunitas dan penolakan untuk tetap diam dalam menghadapi genosida.”

    Thunberg juga ikut serta dalam armada kali ini. Dalam siaran langsung bersama Francesca Albanese, pelapor khusus PBB untuk wilayah Palestina, Thunberg menyebut serangan itu sebagai “taktik menakut-nakuti”.

    “Kami menyadari risiko serangan semacam ini, jadi itu bukan sesuatu yang akan menghentikan kami,” ujarnya.

    “Kami sangat, sangat bertekad untuk melanjutkan misi kami.”

    Laporan tambahan oleh Jasmin Dyer dan Mark Shea dari BBC World Service Global Journalism.

    (ita/ita)

  • Dari Asia ke Amerika Latin, Gen Z Bangkit Melawan Ketidakadilan

    Dari Asia ke Amerika Latin, Gen Z Bangkit Melawan Ketidakadilan

    Jakarta – Madagaskar: Tidak Takut Melawan Presiden

    Bagi Herizo Andriamanantena, juru bicara kelompok Generasi Z (generasi kelahiran 1997 hingga 2012) Madagaskar, hal ini cukup jelas: “Kami berkewajiban mengubah segalanya. Yang kami harapkan adalah pemakzulan dan pengunduran diri (presiden). Intinya adalah presiden mengundurkan diri.” katanya kepada DW.

    Gelombang protes global Gen Z kini sampai ke Madagaskar. “Mengubah segalanya” bagi para demonstran berarti: hentikan tata kelola pemerintahan yang buruk dan korupsi. Mereka menuntut Presiden Andry Rajoelina mundur, karena penggantian menteri kabinet dinilai tidak cukup.

    Aksi protes tersebut awalnya dipicu oleh pemadaman listrik dan krisis air minum itu, menurut PBB setidaknya 22 orang tewas dan 100 orang terluka sejak gelombang protes simulai pada (25/9) lalu.

    Mobilisasi anak-anak muda berpendidikan dengan usia 18–28 tahun terus berlanjut meski ada ancaman dan intimidasi, jelas Andriamanantena. Kaum muda Madagaskar merasa sebagai mayoritas karena lebih dari separuh dari 32 juta populasi Madagaskar berusia di bawah 30 tahun. Panutan mereka adalah Nepal.

    Nepal: Generasi Z Menggulingkan Pemerintah

    Pemerintah Nepal memblokir 26 platform media sosial seperti Facebook dan TikTok, dengan alasan melindungi keamanan nasional. Generasi Z pun turun ke jalan, puluhan ribu berdemonstrasi.

    Dengan tagar #NepoBabies (sebutan bagi mereka yang duduk di pemerintahan karena nepotisme dan orang tua berpengaruh), mereka mengekspos korupsi dan persengkongkolan keluarga pejabat. Meski memakan korban puluhan jiwa, mereka berhasil menggulingkan pemerintahan Perdana Menteri Khadga Prasad Sharma. Dalam pemungutan suara yang digelar secara daring, mereka mendukung Sushila Karki – mantan Ketua Mahkamah Agung Nepal dan pejuang antikorupsi – sebagai penggantinya.

    “Kami mengharapkan kebangkitan politik yang berkelanjutan, dipimpin Generasi Z,” kata Rajat Das Shrestha, salah satu tokoh utama gerakan Gen Z di Nepal, kepada DW. “Pemerintah bisa ditumbangkan bila kaum muda bangkit melawan.”

    Jika para penguasa “terus mengabaikan mimpi dan frustrasi anak muda, maka peristiwa serupa akan terjadi di banyak negara lain di kawasan,” ujar Shrestha.

    Sebelumnya gelombang demonstrasi memprotes ketidakadilan pemerintah terjadi di Indonesia pada akhir Agustus 2025 lalu.

    Setelah Nepal kini giliran kaum muda Filipina yang beranjak turun ke jalan – melawan tindakan korupsi serta ketidakadilan pemerintah.

    Serbia: Pemberontakan Gen Z setelah Runtuhnya Stasiun

    Tak hanya di Asia, di Eropa pun Generasi Z turun ke jalan. “Itu adalah tetesan yang membuat isi gelas meluap,” kata Jelena Popadic, salah satu juru bicara gerakan protes kepada DW. Yang dia sebutkan itu adalah upaya pemerintah Serbia menutupi-nutupi penyebab dibalik runtuhnya atap stasiun utama di Kota Novi Sad 1 November 2024 lalu, yang menewaskan 16 orang. Runtuhnya atap stasiun diduga karena malpraktik konstruksi dan korupsi.

    Sejak itu, hampir setahun penuh Gen Z mencoba melumpuhkan kehidupan di negara berpenduduk 7 juta jiwa tersebut lewat gerakan perlawanan di kampus-kampus, demonstrasi mingguan, pemblokiran jalan, hingga penyerangan kantor Partai Progresif Presiden Aleksandar Vucic. Fokusnya jelas memprotes pemerintahan otoriter sang presiden.

    Slogan mereka: “Pumpaj”, yang kira-kira berarti “Lebih keras” atau “Lebih kencang lagi.” Vucic mencoba menekan aksi dengan kekerasan tapi tidak membuahkan hasil.

    “Mahasiswa tidak takut, dan mereka telah menularkan sikap itu ke seluruh rakyat,” kata mantan jenderal polisi Bogoljub Zivkovic kepada DW. Zivkovic dipensiunkan dini oleh Vucic setelah 30 tahun pengabdian, karena putranya – mahasiswa hukum – ikut berdemonstrasi menuntut diakhirinya korupsi.

    Dari Maghreb Sampai ke Amerika Latin

    Tidak kalah berani, gerakan pemuda anonim di Maroko menggencarkan aksi mereka. Menurut kantor berita dpa, dalam protes yang terjadi pada Rabu malam (1/10) sedikitnya 280 orang terluka dan lebih dari 400 ditangkap.

    Isu utamanya adalah korupsi. Namun mereka juga menolak pembangunan stadion untuk Piala Dunia 2030 (yang akan diselenggarakan bersama Spanyol dan Portugal). Sementara kelompok “Gen Z 212” menuntut dana pembangunan stadion dialihkan untuk rumah sakit. 212 diambil dari kode telepon internasional Maroko – untuk menggambarkan identitas gerakan nasionalnya. Seruan protes menyebar melalui TikTok, Instagram, dan platform gim Discord.

    Gelombang aksi Gen Z serupa juga muncul di Paraguay dan Peru. Generasi muda sudah muak dengan nepotisme dan janji kosong politik. Di Asunción, ibukota Paraguay, akhir pekan lalu, mereka berdemo dengan slogan: “Kami 99,9 persen dan kami tidak mau korupsi.”

    Di Peru, kaum muda berdemo di ibukota Lima dengan menabuh genderang kencang menolak korupsi, menuntut Presiden Dina Boluarte mundur, serta menolak rencana reformasi pensiun.

    Di Peru – seperti juga di semua aksi Gen Z di dunia – selalu terlihat bendera bajak laut bergambar tengkorak dengan topi jerami dari animasi legendaris “One Piece.”

    Tokoh utama film animasi itu, Monkey D. Ruffy, yang berjuang demi kebebasan dan keadilan. Salah satu kutipannya yang terkenal jadi keyakinan bersama para demonstran muda: “Aku ingin menciptakan dunia di mana semua temanku bisa makan sepuasnya!”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman

    Diadaptasi oleh Sorta Caroline

    Editor: Agus Setiawan

    (ita/ita)

  • Puluhan Kapal Dicegat Israel, 1 Kapal Global Sumud Tetap Menuju Gaza

    Puluhan Kapal Dicegat Israel, 1 Kapal Global Sumud Tetap Menuju Gaza

    Jakarta

    Israel mencegat sejumlah armada Global Sumud yang membawa bantuan kemanusiaan untuk Gaza. Saat ini, hanya satu kapal yang masih berlayar menuju Gaza.

    Dilansir Aljazeera, Jumat (3/10/2025), kapal itu adalah kapal terakhir dan satu-satunya yang berlayar menuju Gaza. Global Sumud Flotilla (GSF) mengatakan kapal Marinette itu masih berlayar hingga saat ini meskipun Israel mencegat kapal-kapal lainnya.

    “Dan dia menolak untuk kembali,” kata penyelenggara.

    GSF mengatakan orang-orang yang berada di kapal itu punya tekad kuat. GSF mengatakan bahwa “Gaza tidak sendirian”.

    “Ini bukan sekedar kapal. Marinette adalah sumud – keteguhan dalam menghadapi ketakutan, blokade, dan kebrutalan. Palestina tidak dilupakan. Kami tidak akan ke mana-mana,” katanya.

    Sebelumnya, Angkatan laut Israel mencegat armada Global Sumud Flotilla yang membawa bantuan ke Gaza. Pencegatan armada tersebut mengakhiri upaya kapal-kapal internasional menembus blokade Israel atas wilayah Palestina yang dilanda perang.

    Armada Global Sumud melibatkan sekitar 45 kapal yang membawa politisi dan aktivis, termasuk aktivis iklim Swedia Greta Thunberg. Armada Global Sumud meninggalkan Spanyol bulan lalu, dengan tujuan untuk mematahkan blokade Israel atas wilayah Palestina, tempat PBB menyatakan kelaparan telah melanda.

    Kementerian Luar Negeri Israel mengunggah rekaman video perempuan berusia 22 tahun itu yang sedang mengambil barang-barangnya.

    “Sekitar pukul 20.30 waktu Gaza (17.30 GMT), beberapa kapal Armada Global Sumud, termasuk Alma, Sirius, dan Adara, dicegat dan dinaiki secara ilegal oleh pasukan pendudukan Israel di perairan internasional,” kata armada tersebut.

    Selain armada dicegat, siaran langsung dan komunikasi dengan beberapa kapal lain juga terputus. Mereka yang ditahan dipindahkan ke pelabuhan Israel.

    Halaman 2 dari 2

    (zap/haf)

  • PBB Harusnya Dilibatkan Awasi Masa Depan Gaza

    PBB Harusnya Dilibatkan Awasi Masa Depan Gaza

    JAKARTA – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ditegaskan sebagai lembaga yang memiliki legitimasi internasional untuk mengawasi rencana masa depan Jalur Gaza, wilayah Palestina yang masih terkepung.

    Pernyataan itu disampaikan Profesor Ben Saul, Pelapor Khusus PBB untuk hak asasi manusia (HAM) dan kontra-terorisme, saat menjawab pertanyaan di National Press Club of Australia terkait kenegaraan Palestina dan rencana gencatan senjata Presiden AS Donald Trump untuk Gaza.

    Dalam rencana itu, mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair akan memegang peran penting.

    Namun, Saul mengkritik rekam jejak Blair yang sebelumnya terlibat dalam proses Quartet, forum yang dibentuk tahun 2002 oleh Uni Eropa, Rusia, PBB, dan Amerika Serikat untuk memfasilitasi perdamaian di Timur Tengah, namun dinilai gagal membawa hasil.

    “Jika ingin pengawasan internasional yang sah terhadap masa depan Gaza, gunakan PBB. Itulah fungsi yang seharusnya dijalankan sejak awal,” ujarnya dilansir ANTARA, Kamis, 2 Oktober.

    Ia juga menyampaikan kekecewaan mendalam terhadap sikap Australia atas perang Israel di Gaza.

    Menurut dia, pengakuan resmi Australia terhadap Palestina baru terwujud bulan lalu setelah 100 ribu warga berunjuk rasa di Jembatan Sydney Harbour dan menekan para politikus agar bersikap tegas.

    Bulan lalu pada Sidang Umum PBB ke-80, Australia mengakui Palestina sebagai negara merdeka.

    PBB memiliki “legitimasi karena melibatkan semua pihak, dan tidak bergantung pada kehendak Donald Trump, seperti halnya dewan tersebut,” ujarnya.

    Rencana Trump berisi 20 poin yang diumumkan di Gedung Putih bersama pemimpin otoritas Israel Benjamin Netanyahu. Isinya mencakup penghentian permusuhan, pembebasan sandera, serta pembentukan otoritas transisi untuk mengelola Gaza.

    Rencana itu menekankan pembentukan “komite teknokrat Palestina non-politis” yang diawasi lembaga baru bernama Board of Peace (Dewan Perdamaian), dipimpin langsung Trump dengan melibatkan tokoh internasional termasuk Blair.

    Menurut Saul, legitimasi PBB terletak pada keterlibatan semua negara anggota, berbeda dengan rencana Trump yang dianggap bergantung pada kehendak pribadi.

    Sementara itu, Pakar hukum HAM internasional asal Australia, Chris Sidoti, menyebut perang Israel di Gaza sebagai konflik yang paling berbeda dari konflik lainnya karena warga Palestina di wilayah itu tidak memiliki jalur untuk melarikan diri.

    Ia menyoroti sejak 7 Oktober 2023, serangan Israel telah menewaskan lebih dari 66 ribu warga Gaza, mayoritas perempuan dan anak-anak.

    Kondisi itu, menurut Sidoti, berbeda dengan perang di Ukraina atau konflik Sudan, di mana warga sipil masih bisa menyeberang perbatasan untuk menyelamatkan diri.

    “Di Gaza, dua juta orang terjebak di wilayah yang luasnya hanya separuh Canberra. Mereka tidak bisa lari dari serangan udara, kelaparan, kekurangan obat-obatan, akses rumah sakit, hingga pendidikan anak-anak. Itu membuat situasi ini benar-benar berbeda,” ujarnya.

    Sidoti menegaskan sejak hari pertama, Israel menjalankan operasi penghancuran total terhadap Gaza, sehingga jutaan warga sipil hidup dalam kondisi terperangkap tanpa jalan keluar.