partai: PBB

  • 31 Oktober Memperingati Hari Apa Saja? Simak Daftarnya Berikut Ini

    31 Oktober Memperingati Hari Apa Saja? Simak Daftarnya Berikut Ini

    Liputan6.com, Jakarta Tanggal 31 Oktober bukan hanya identik dengan perayaan Halloween, tetapi juga menjadi hari yang penuh dengan makna dan inspirasi di berbagai belahan dunia. Simak daftar peringatan dan perayaannya.

    Hari ini, Jumat (31/10/2025) merupakan hari akhir di bulan Oktober ini. Pada tanggal 31 Oktober ini terdapat beragam peringatan serta perayaan menarik di kalender dunia. Beragam momen ini umumnya memiliki makna historis maupun budaya yang penting bagi individu maupun negara.

    Salah satu peringatan yang paling terkenal pada hari ini tentu saja adalah Halloween di Amerika Serikat. Perayaan ini menjadi momentum yang selalu dinantikan setiap tahunnya karena merupakan tradisi menarik yang tidak terlepas dari budaya, sejarah, dan keseruan.

    Halloween juga menjadi tanda berakhirnya musim panen dan juga datangnya musim dingin. Masyarakat merayakan Halloween dengan pesta, berkumpul bersama keluarga dan teman, serta menggunakan kostum unik yang kerap terinspirasi dari karakter-karakter film atau tokoh menyeramkan.

    Selain Halloween, tanggal 31 Oktober juga diperingati sebagai Hari Menabung Sedunia (World Saving Day), yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya menabung dan mengelola keuangan dengan bijak. Di tingkat global, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga menetapkan tanggal ini sebagai Hari Kota Sedunia (World Cities Day), yang berfokus pada isu-isu mengenai pembangunan perkotaan berkelanjutan serta peningkatan kualitas hidup masyarakat di kota.

    Tanggal ini juga diperingati sebagai Magic Day oleh para penggemar sulap dan ilusi untuk menghargai seni dan kreativitas dalam dunia magis. Selain itu, tanggal 31 Oktober juga bertepatan dengan Hari Pendiri Pramuka Putri, sebagai bentuk penghargaan terhadap tokoh-tokoh perempuan yang berperan dalam lahirnya organisasi kepanduan putri.

    Berikut ulasan Tim News Liputan6.com terkait sederet peringatan yang jatuh pada tanggal 31 Oktober:

  • 132 Orang Tewas dalam Operasi Narkoba di Rio de Janeiro

    132 Orang Tewas dalam Operasi Narkoba di Rio de Janeiro

    Rio de Janeiro

    Operasi pemberantasan narkoba berskala besar terhadap sindikat kejahatan Comando Vermelho atau Red Command di Rio de Janeiro menyebabkan 132 tersangka tewas, 81 orang ditangkap, dan empat polisi gugur, menurut pejabat setempat pada Rabu (29/10).

    Gubernur Rio de Janeiro Claudio Castro mengatakan bahwa dalam operasi yang digelar pada Selasa (28/10), sedikitnya 64 orang tewas. Namun, warga di sekitar lokasi melaporkan jumlah korban yang lebih banyak, bahkan sempat membaringkan puluhan jenazah di jalan sebagai bentuk protes dan bukti bahwa korban sebenarnya lebih banyak dari data resmi.

    “Kami akan terus tegas menghadapi narkoterorisme,” tulis Castro di media sosial saat mengumumkan operasi tersebut.

    Ia menambahkan, sekitar 2.500 personel keamanan dikerahkan di wilayah kumuh padat penduduk di kompleks favela Alemao dan Penha, yang terletak di pinggiran kota Rio dekat bandara internasional.

    “Sayangnya, sejumlah anggota kepolisian juga menjadi korban jiwa,” ujar Gubernur Castro.

    Pihak kepolisian negara bagian menyebut, salah satu tersangka yang berhasil ditangkap merupakan orang kepercayaan dari salah satu pimpinan utama kelompok Comando Vermelho.

    Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia menyatakan “terkejut dan prihatin” atas operasi kepolisian yang masih berlangsung di Rio de Janeiro.

    Operasi besar menjelang KTT Iklim COP30

    Operasi yang dijuluki Operation Containment itu digelar hanya beberapa hari sebelum dua acara besar berlangsung di Rio de Janeiro menjelang KTT Iklim COP30 yang akan diadakan di kota Belem pada 10 November mendatang.

    Sebagai kota terbesar kedua di Brasil, Rio akan menjadi tuan rumah dua ajang pemanasan: KTT C40, yang mempertemukan lebih dari 100 wali kota dunia, serta Earthshot Prize milik Pangeran William yang setiap tahun memberikan penghargaan kepada lima inisiatif lingkungan terbaik. Acara tersebut juga akan dihadiri sejumlah selebritas, termasuk penyanyi Kylie Minogue dan juara dunia F1 asal Jerman, Sebastian Vettel.

    Rio dikenal sering melakukan operasi keamanan berskala besar menjelang acara internasional. Aksi serupa pernah digelar menjelang Piala Dunia 2014, Olimpiade 2016, KTT G20 tahun lalu, dan KTT BRICS awal tahun ini.

    Pada Februari 2018, pemerintah pusat bahkan menempatkan polisi militer untuk memimpin keamanan di kota itu dengan alasan situasi yang terus memburuk.

    Awal bulan ini, organisasi hak asasi manusia Human Rights Watch (HRW) menyerukan kepada Gubernur Claudio Castro agar memveto rancangan undang-undang yang telah disetujui parlemen negara bagian. Aturan itu memberikan bonus besar bagi polisi yang berhasil “menetralisir” tersangka, sesuatu yang dinilai berpotensi meningkatkan jumlah pembunuhan oleh aparat.

    “Memberi imbalan kepada polisi karena membunuh bukan hanya tindakan brutal, tetapi juga melemahkan keamanan publik karena menciptakan insentif finansial untuk menembak alih-alih menangkap tersangka,” kata Cesar Munoz, Direktur HRW untuk Brasil.

    Operasi terbesar melawan sindikat Comando Vermelho

    Pemerintah negara bagian Rio menyebut operasi ini sebagai yang terbesar sepanjang sejarah dalam upaya memberantas kelompok Comando Vermelho. Aparat menargetkan 250 surat perintah penggeledahan dan penangkapan, dengan dukungan dua helikopter, 32 kendaraan lapis baja, serta 12 kendaraan penghancur untuk merobohkan barikade yang dibangun para pengedar narkoba.

    Gubernur Claudio Castro mengunggah video di media sosial yang menunjukkan sebuah drone melepaskan proyektil. Ia mengatakan video itu memperlihatkan betapa besarnya ancaman yang dihadapi aparat penegak hukum.

    “Beginilah cara polisi Rio diserang oleh para kriminal: dengan bom yang dijatuhkan dari drone. Inilah skala tantangan yang kami hadapi. Ini bukan kejahatan biasa, melainkan narkoterorisme,” ujarnya.

    Catatan redaksi: Jumlah korban dalam laporan ini telah diperbarui dari 20 menjadi 64 dan kini mencapai 132 orang tewas, sesuai data terakhir yang dirilis pihak berwenang.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Ausirio Sangga Ndolu

    Editor: Melisa Lolindu

    (nvc/nvc)

  • Bertambah, Korban Tewas Penggerebekan Geng Narkoba di Brasil Jadi 132 Orang

    Bertambah, Korban Tewas Penggerebekan Geng Narkoba di Brasil Jadi 132 Orang

    Rio de Janeiro

    Jumlah korban tewas dalam penggerebekan kepolisian paling berdarah di Brasil, yang menargetkan geng narkoba paling tua dan paling berpengaruh di Rio de Janeiro, kembali bertambah. Sedikitnya 132 orang tewas dalam perang kontroversial melawan geng narkoba yang mengakar di area miskin di negara tersebut.

    Penggerebekan berdarah itu mengungkap sisi gelap kota Rio de Janeiro yang penuh kekerasan, namun juga dicintai para wisatawan karena pantainya yang indah dan budayanya yang semarak.

    Kantor pembela umum negara bagian Rio de Janeiro, seperti dilansir AFP, Kamis (30/10/2025), melaporkan sedikitnya 132 orang tewas dalam penggerebekan paling mematikan dalam sejarah kota tersebut.

    Secara terpisah, Kepolisian negara bagian Rio de Janeiro mengumumkan bahwa jumlah korban tewas sementara mencapai 119 orang, yang disebut terdiri atas 115 tersangka kriminal dan empat personel kepolisian.

    Keluarga para korban tewas mengecam apa yang mereka gambarkan sebagai eksekusi oleh polisi. Sedangkan pemerintah negara bagian tersebut memuji operasi yang berhasil dalam melawan Comando Vermelho, geng pengedar narkoba tertua dan terkuat di Rio de Janeiro.

    Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva menyerukan tindakan terhadap kejahatan terorganisir yang tidak membahayakan polisi atau warga sipil, saat tantangan keamanan Brasilia terungkap hanya beberapa hari sebelum negara itu menjadi tuan rumah perundingan iklim PBB COP30 di Amazon.

    “Kita tidak dapat menerima bahwa kejahatan terorganisir terus menghancurkan keluarga-keluarga, menindak penduduk, dan menyebarkan narkoba serta kekerasan di seluruh kota,” tulis Lula da Silva dalam pernyataan via media sosial X.

    “Kita membutuhkan kerja sama terkoordinasi yang menyerang tulang punggung perdagangan narkoba tanpa membahayakan para polisi, anak-anak, dan keluarga yang tidak bersalah,” tegasnya.

    Para anggota geng narkoba ditangkap polisi Brasil dalam penggerebekan di Rio de Janeiro Foto: REUTERS/Aline Massuca Purchase Licensing Rights

    Lula da Silva mengutus Menteri Kehakiman Ricardo Lewandoswki ke Rio de Janeiro untuk bertemu dengan Gubernur Claudio Castro guna menawarkan kerja sama dari pemerintah federal. Lewandowski mengatakan dirinya menawarkan bantuan kepada Rio de Janeiro untuk “mengatasi krisis keamanan ini secepat mungkin”.

    Sementara itu, hakim Alexandre de Moraes memanggil Castro untuk menjelaskan aksi penggerebekan kepolisian tersebut.

    Penggerebekan itu melibatkan ratusan personel kepolisian yang didukung helikopter, kendaraan lapis baja, dan drone yang pada Selasa (28/10) waktu setempat, memasuki dua favela, atau pemukiman kumuh padat penduduk, yang menjadi basis Comando Vermelho.

    Baku tembak sengit terjadi antara polisi dan para anggota geng narkoba tersebut, dengan penduduk yang ketakutan berlarian mencari perlindungan.

    Saat penggerebekan berlangsung para anggota Comando Vermelho menyita puluhan bus dan menggunakannya untuk membarikade jalan raya utama, serta mengirim drone peledak untuk menyerang polisi.

    Gubernur Castro menggambarkan penggerebekan terhadap apa yang disebutnya sebagai “narkoterorisme itu sebagai “keberhasilan” dan mengatakan yang menjadi korban hanyalah para polisi yang tewas.

    Otoritas Rio de Janeiro menyebut sebanyak 113 orang telah ditahan dan 91 senapan disita, beserta sejumlah besar narkoba.

    Mengenai puluhan mayat yang bergelimpangan di area kumuh setempat, Sekretaris Kepolisian Sipil, Felipe Curi, dalam pernyataannya menyebut mayat-mayat tersebut “dipajang di jalanan” setelah para penduduk setempat melucuti “pakaian kamuflase, rompi dan senjata” yang mereka kenakan.

    Sekretaris Kepolisian Militer, Marcelo de Menezes, menambahkan bahwa pasukan khusus elite sengaja mendorong “para penjahat” ke area hutan yang berbatasan dengan dua favela tersebut untuk “melindungi para penduduk”. Pertempuran, sebut De Menezes, sebagian besar terjadi di dalam hutan tersebut.

    Lihat Video ‘Puluhan Mayat Tergeletak Setelah Polisi Brasil Serbu Markas Narkoba’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Kemenlu Ajak Mitra Strategis Internasional Perkuat Ekosistem Kreatif Banyuwangi

    Kemenlu Ajak Mitra Strategis Internasional Perkuat Ekosistem Kreatif Banyuwangi

    Banyuwangi (beritajatim.com) – Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Republik Indonesia menghubungkan Banyuwangi dengan jaringan industri kreatif dunia. Kemenlu melibatkan sejumlah mitra strategis internasional dari berbagai negara untuk memperkuat ekosistem kreatif yang terus berkembang di Banyuwangi.

    Dukungan Kemenlu merupakan bagian dari program Sekolah Staf Dinas Luar Negeri (Sesdilu) yang kali ini diikuti oleh 18 diplomat muda. Sesdilu adalah diklat fungsional diplomatik berjenjang untuk meningkatkan kompetensi para diplomat muda Indonesia, salah satunya melalui kunjungan lapangan ke daerah.

    “Biasanya lokus kunjungan kami di tingkat provinsi. Namun kali ini kami memilih Banyuwangi karena daerah ini memiliki banyak hal yang bisa dieksplorasi dan layak kami koneksikan dengan mitra internasional Kemenlu,” kata Direktur Sesdilu Kemenlu RI, Tubagus Edwin Suchranudin, saat bertemu Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, di Kantor Pemkab Banyuwangi, Selasa (28/10/2025).

    Turut hadir para diplomat senior, di antaranya Duta Besar Semuel Samson, Syahrir Rahardjo, dan Diar Nurbiantoro, yang juga menjadi mentor bagi peserta Sesdilu.

    Edwin menjelaskan bahwa Banyuwangi dipilih karena dinilai memiliki komitmen besar dalam mewujudkan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto melalui berbagai program daerah. “Kami bahkan menggunakan artificial intelligence (AI) untuk mencari daerah yang sesuai dengan kriteria Asta Cita Presiden. Hasilnya, Banyuwangi muncul paling atas — dan ternyata benar, setelah kami datang ke sini,” ujar Edwin.

    Selama berada di Banyuwangi, peserta Sesdilu fokus pada empat sektor pendukung Asta Cita: ketahanan pangan, industri kreatif, energi terbarukan, dan hilirisasi industri.

    Kemenlu juga membawa sejumlah mitra internasional untuk dikoneksikan langsung dengan para pelaku usaha di Banyuwangi, di antaranya Epicenter Stockholm (Swedia), Opus Solution (Hongkong), dan ASEAN SME Academy (Filipina).

    Selain itu, juga hadir BNI Ventures, Pijar Foundation, serta perwakilan dari Kedutaan Besar Korea Selatan, JICA (Jepang), GIZ (Jerman), FAO (PBB), IRRI, ICCWA, Konjen RI di Sydney, dan Kemendag RI di Sydney. “Kami harap, dengan jejaring yang kami bawa, Banyuwangi bisa naik kelas. Kami siap membantu sesuai kebutuhan daerah,” tambah Edwin.

    Sementara itu, Bupati Ipuk Fiestiandani menyampaikan apresiasi atas dukungan Kemenlu. “Ini membuka ruang belajar dari praktik baik mitra internasional. Kami sangat berterima kasih karena Banyuwangi dibukakan akses jejaring global. Semoga ini dapat meningkatkan kapasitas pelaku industri kreatif melalui pembelajaran digital, literasi keuangan, dan promosi bisnis berbasis teknologi,” ujarnya. [kun]

  • Kabar Baik Soal Tanda Kiamat Makin Dekat

    Kabar Baik Soal Tanda Kiamat Makin Dekat

    Jakarta, CNBC Indonesia – Jadwal “kiamat” perubahan iklim dunia bisa mundur. Prediksi ini datang dari laporan terbaru Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    PBB memperkirakan emisi gas rumah kaca global dalam laju penurunan dalam beberapa dekade mendatang. Namun, penurunannya masih jauh dari cukup untuk mencegah dampak terburuk perubahan iklim.

    Dalam laporan yang dirilis Badan Iklim PBB (UNFCCC), emisi global diperkirakan turun sekitar 10% pada tahun 2035. Penurunan ini dihitung berdasarkan target iklim nasional (NDC) dari negara-negara yang menghasilkan hampir 60% emisi dunia.

    Namun, Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) menegaskan, dunia harus memangkas emisi hingga 60% dari level 2019 pada 2035 agar suhu global tidak melampaui ambang batas 1,5 derajat Celsius.

    “Sepuluh tahun setelah Perjanjian Paris diadopsi, kita bisa mengatakan bahwa perjanjian ini menghasilkan kemajuan nyata. Namun kemajuannya harus lebih cepat dan adil, dan percepatan itu harus dimulai sekarang,” ujar Sekretaris Eksekutif UNFCCC, Simon Stiell, dikutip dari Climate Change News, Kamis (30/10/2025)

    Peringatan itu datang setelah Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) melaporkan kadar karbon dioksida di atmosfer mencapai rekor tertinggi sepanjang masa pada 2024.

    Lonjakan ini dipicu oleh emisi besar dari kebakaran hutan di berbagai wilayah dunia, yang membuat pemanasan global akan terus meningkat untuk jangka panjang.

    Negara-negara akan membahas masalah lambatnya penurunan emisi ini pada KTT Iklim COP30 di Belém, Brasil, bulan depan. Namun hingga kini, sebagian besar negara, termasuk penghasil emisi terbesar, belum menyerahkan rencana iklim terbaru (NDC) meski sudah melewati tenggat terakhir pada September.

    UNFCCC mencatat, baru 64 negara yang menyumbang sekitar 30% dari total emisi global telah menyerahkan NDC secara resmi. Sisanya masih tertunda, termasuk Amerika Serikat, China, dan sejumlah negara lain.

    Sebagai pembanding, China sebelumnya berjanji menurunkan emisi 7-10% dari level puncaknya, sementara Uni Eropa menargetkan penurunan 66-72% dari level 1990.

    Simon Stiell menegaskan, negara yang lebih cepat mengambil aksi iklim akan mendapat keuntungan ekonomi besar dalam membentuk jutaan lapangan kerja baru dan triliunan investasi baru..

    “Kita masih dalam perlombaan,” kata Stiell. “Namun agar planet ini tetap layak huni bagi delapan miliar manusia, kita harus segera mempercepat langkah.”pungkasnya.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • KPP Pratama Laporkan Pendapatan Pajak di Tuban Capai 155 Miliar, Berikut Rinciannya

    KPP Pratama Laporkan Pendapatan Pajak di Tuban Capai 155 Miliar, Berikut Rinciannya

    Tuban (beritajatim.com) – Pendapatan dana transfer pemerintah pusat kepada Kabupaten Tuban yang sebagian bersumber dari pajak terhitung sejak 30 September 2025 realisasi penerimaan pajak di Kabupaten Tuban mencapai Rp 155,94 miliar dari target Rp 399,55 miliar atau 39,03%.

    Adapun rinciannya yakni berasal dari Pajak Penghasilan (PPh) sebesar Rp. 69,38 miliar dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar Rp 61,62 miliar. Sedangkan, penerimaan PBB sejumlah Rp 65.024.000 (enam puluh lima juta dua puluh empat ribu rupiah) dan pajak lainnya senilai Rp 24,86 Miliar.

    Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tuban, Hanis Purwanto saat melaporkan data tersebut ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) pada 29 Oktober 2025 menyampaikan bahwa realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak lainnya mencapai Rp 34,46 miliar.

    “Ini menunjukkan angka kenaikan sampai 291 persen dibanding sebelumnya,” ujar Hanis Purwanto.

    Sementara itu, untuk PBB ada kenaikan sebesar 108 persen dari tahun sebelumnya, dan untuk pajak lainnya ada kenaikkan 500 persen lebih. Sebab, dari yang ditargetkan 56.033 SPT di tahun 2025, baru terealisasi pelaporan SPT sebanyak 50.084 SPT.

    “Data tersebut terdapat angka kekurangan 7.436 SPT atau sekitar 13 persen dari target,” imbuhnya.

    Kemudian, untuk kekurangan yang ada, terdapat 4.000 SPT diatas PTKP dan sisanya pajak nihil atau dibawah PTKP. Sedangkan, sebanyak 5000 ASN di lingkup pemerintah Kabupaten Tuban sudah melaporkan SPT. “Hanya menyisakan sekitar 130 orang pegawai atau ASN yang masih belum melaporkan pajaknya sesuai jadwal,” kata Hanis sapanya.

    Akan tetapi pelaporan masih memiliki kesempatan hingga akhir periode tahun ini. Karena, selain fokus dalam pelaporan pajak penghasilan, pihaknya juga sedang memperkuat implementasi sistem Coretax.

    “Dari jumlah sekitar 310.000 wajib pajak Tuban belum mengaktifkan akun coretax, baru sekitar 88.670 yang sudah melakukan pengaktifan,” paparnya.

    Dari jumlah 310.000 tersebut terdiri dari 81.295 akun orang pribadi, 6.140 akun wajib pajak badan dan sisanya ada 1.235 akun dari instansi pemerintahan.

    “sekitar 220 ribu akun yang masih menjadi target kami dan kesadaran masyarakat Tuban untuk mengaktifkan aplikasi ini, sekarang aplikasinya sudah berbeda dengan sebelumnya. Dalan pengoperasiannya tidak lemot, karena selalu ada pembaharuan oleh ahli teknologinya,” tutup Hanis. [dya/aje]

     

  • Peru Tangkap Gembong Narkoba Kokain Brucelee, Bakal Ekstradisi ke AS

    Peru Tangkap Gembong Narkoba Kokain Brucelee, Bakal Ekstradisi ke AS

    Jakarta

    Polisi Peru menangkap seorang tersangka gembong narkoba yang dikenal menyelundupkan kokain dalam jumlah besar ke Amerika Utara dan Eropa. Gembong narkoba kokain itu menghadapi ekstradisi ke Amerika Serikat (AS).

    Dilansir AFP, Rabu (29/10/2025), tersangka berusia 42 tahun, yang dikenal dengan nama Brucelee Bermudo, ditangkap di Chiriaco, sebuah kota kecil di wilayah hutan utara Peru.

    “Bermudo memimpin jaringan kriminal yang mengekspor kokain hidroklorida dalam jumlah besar ke Eropa dan Amerika Serikat,” kata Direktorat Antinarkoba Peru dalam sebuah pernyataan.

    Brucelee Bermudo ditangkap dalam operasi pengawasan internasional yang melibatkan otoritas Peru dan AS.

    Bermudo dipindahkan ke ibu kota Lima dan ditahan di sana berdasarkan surat perintah penangkapan, sambil menunggu ekstradisinya ke AS, kata para pejabat. Namun, belum jelas kapan ia akan diekstradisi.

    Peru adalah produsen kokain terbesar kedua di dunia setelah Kolombia, menurut Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC).

    (rfs/ygs)

  • Akademisi dunia serukan tatanan baru dunia peringati 70 tahun KAA

    Akademisi dunia serukan tatanan baru dunia peringati 70 tahun KAA

    sepuluh Prinsip Bandung (Dasasila Bandung) tetap menjadi landasan etika bagi hidup berdampingan secara damai, saling menghormati, kesetaraan, tidak saling mencampuri urusan dalam negeri, dan kerja sama

    Jakarta (ANTARA) – Para akademisi dunia dari berbagai negara mengobarkan kembali Semangat Bandung sebagai landasan untuk menata kembali kerja sama global (tatanan baru) di tengah krisis geopolitik saat ini dalam rangka memperingati 70 Tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) 1955.

    “Itu terungkap dalam sesi pleno internasional bertajuk ‘Bandung di Usia 70: Membangun Kembali Dunia’ dalam rangka memperingati 70 tahun KAA 1955 di Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Kabupaten Sumedang, Jawa Barat (28/10),” kata akademisi dari Indonesia, Dr. Connie Rahakundini Bakrie, di Jakarta, Rabu.

    Ia menekankan bahwa warisan Bandung tetap vital dalam membentuk kembali tatanan dunia. “Visi Soekarno tentang Gerakan Non-Blok tetap kuat, sebuah semangat perubahan peradaban yang mendorong kita untuk membangun kesadaran kolektif, dimana BRICS menjadi kekuatan dan ASEAN menjadi pemikiran,” kata Connie.

    Menurut dia, sepuluh Prinsip Bandung (Dasasila Bandung) tetap menjadi landasan etika bagi hidup berdampingan secara damai, saling menghormati, kesetaraan, tidak saling mencampuri urusan dalam negeri, dan kerja sama.

    Sementara itu, Semangat Bandung mencerminkan lima cita-cita luhur, yakni perdamaian, kemerdekaan, kesetaraan, solidaritas, dan emansipasi.

    “Semangat Bandung bukanlah nostalgia, ia adalah kesadaran yang hidup. Ia mengingatkan umat manusia bahwa keadilan dan perdamaian tidak diwariskan, keduanya harus dibangun kembali dengan kebijaksanaan,” ucap Connie.

    Senada, Prof. Manoranjan Mohanty dari India mendesak hubungan internasional yang berpusat pada rakyat, dengan menyatakan bahwa dunia harus memperkuat PBB sebagai lembaga global yang demokratis dan mendukung BRICS serta inisiatif Selatan-Selatan.

    Sementara, dari perspektif Eurasia, Prof. Olga Volosyuk dari Rusia menarik garis sejarah langsung dari Konferensi Bandung ke aliansi BRICS, dengan mencatat bahwa moto kelompok tersebut “Membangun Dunia yang Lebih Baik Bersama” menggemakan impian Soekarno tentang keadilan dan kesetaraan antarbangsa.

    Mewakili Amerika Latin, Beatriz Bissio dari Brasil menggarisbawahi relevansi pesan anti-imperialis Bandung yang berkelanjutan, menyayangkan dampak Doktrin Monroe yang masih berlanjut di wilayahnya sambil mengadvokasi bentuk internasionalisme baru yang berbasis pada rakyat, bukan negara.

    Mewakili Afrika, Prof. Fulufhelo Netswera dari Afrika Selatan menekankan urgensi untuk mengubah kata-kata menjadi tindakan.

    “Kita, masyarakat di belahan bumi selatan, harus memastikan hari esok adalah dunia yang lebih baik daripada yang kita warisi dari para pendahulu kita di Bandung 1955,” tuturnya.

    Sementara itu, Qing Shi dari China menyerukan front persatuan untuk kerja sama Selatan-Selatan dan mendesak dunia untuk keluar dari kerangka pengetahuan kolonial dan membangun kembali.

    Dalam sambutan penutupnya, Prof. Darwis Khudori dari Université Le Havre Normandie Prancis menegaskan kembali bahwa Semangat Bandung bukan sekadar kenangan sejarah, melainkan filosofi hidup untuk keadilan global.

    Adapun, konferensi tersebut ditutup dengan peluncuran buku simbolis, “Membangun Kembali Dunia dalam Perspektif Global,” yang memperkuat komitmen IPDN untuk memupuk kolaborasi intelektual dan inovasi kebijakan di seluruh belahan bumi selatan.

    Pewarta: Benardy Ferdiansyah
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pertama Kalinya Terjadi Penurunan Emisi Global! Tapi Masih Jauh dari Cukup

    Pertama Kalinya Terjadi Penurunan Emisi Global! Tapi Masih Jauh dari Cukup

    Jakarta

    Janji-janji iklim terbaru dari pemerintah di berbagai negara akan membuat emisi gas rumah kaca global mulai menurun dalam 10 tahun ke depan. Namun penurunan itu masih jauh dari cukup untuk mencegah memburuknya perubahan iklim dan cuaca ekstrem, kata PBB pada hari Selasa.

    Analisis yang dilakukan oleh Sekretariat Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFCCC) menunjukkan bahwa jika rencana negara-negara untuk mengatasi perubahan iklim benar-benar dijalankan, jumlah emisi gas rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfer setiap tahunnya diperkirakan akan berkurang sekitar 10 persen pada tahun 2035 dibandingkan tingkat tahun 2019.

    Perhitungan ini menandai untuk pertama kalinya UNFCCC memperkirakan penurunan emisi global yang stabil, setelah selama ini terus meningkat sejak tahun 1990.

    Namun, proyeksi penurunan 10 persen itu masih sangat jauh dari penurunan 60 persen yang dibutuhkan pada tahun 2035 untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat Celsius di atas tingkat praindustri — ambang batas yang menurut para ilmuwan, jika terlampaui, akan memicu dampak yang jauh lebih parah.

    Kesenjangan itu menambah tekanan menjelang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) iklim COP30 bulan depan di Brasil, agar negara-negara meningkatkan upaya mereka — bahkan ketika Amerika Serikat justru mencabut berbagai kebijakan iklim di bawah pemerintahan Presiden AS Donald Trump.

    (Ed: Conference of the Parties ( COP) adalah pertemuan tahunan negara-negara yang menandatangani Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim, untuk menekan emisi gas rumah kaca, meninjau implementasi kesepakatan iklim global, dan menetapkan target baru. COP30 berarti pertemuan ke-30, yang dijadwalkan berlangsung di Brasil tahun depan).

    Kurva emisi mulai terbelokkan

    “Umat manusia kini dengan jelas sedang membelokkan kurva emisi ke arah penurunan untuk pertama kalinya, meskipun masih jauh dari kategori cukup cepat,” papar Kepala UNFCCC Simon Stiell.

    Banyak negara masih lamban dalam menyerahkan target iklim yang lebih ambisius, di tengah tantangan ekonomi dan geopolitik. UNFCCC juga merilis laporan rinci mengenai 64 negara yang memenuhi tenggat waktu bulan September untuk menyerahkan rencana iklim final mereka, namun jumlah itu hanya mencakup sekitar 30 persen dari total emisi global.

    Untuk memberikan penilaian yang lebih menyeluruh, UNFCCC menyatakan bahwa mereka menyusun analisis global yang juga mencakup target-target yang telah diumumkan tetapi belum diajukan secara resmi, termasuk dari Cina dan Uni Eropa.

    Namun, penilaian tersebut masih mengandung ketidakpastian. Misalnya, laporan itu mencakup janji pemotongan emisi AS tahun 2024 yang diperkirakan akan dibatalkan oleh Trump, sehingga membuat arah masa depan emisi Amerika Serikat menjadi tidak jelas.

    Janji manis Cina, bisa dipercaya?

    Cina, yang kini menghasilkan sekitar 29 persen dari total emisi global tahunan, berjanji bulan lalu akan menurunkan emisi sebesar 7 hingga 10 persen dari puncaknya pada tahun 2035. Namun tidak menyebutkan kapan puncak itu akan terjadi. Beberapa analis berpendapat Beijing bisa berbuat jauh lebih banyak.

    “Cina cenderung menetapkan komitmen yang rendah,” tandas Norah Zhang, analis kebijakan iklim di lembaga riset NewClimate Institute, seraya mencatat bahwa negara tersebut telah mencapai target tahun 2030 untuk memperluas energi angin dan surya enam tahun lebih cepat dari jadwal.

    *Editor: Rizki Nugraha


    (ita/ita)

  • Trump Berubah Haluan, Hapus Hukuman Tarif untuk Brasil

    Trump Berubah Haluan, Hapus Hukuman Tarif untuk Brasil

    Jakarta

    Krisis dagang antara Amerika Serikat dan Brasil mulai mereda, setelah pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden Brasil Luiz Incio Lula da Silva di sela-sela KTT ASEAN di Malaysia, Minggu (26/10). Washington sebabnya dinilai melunak, usai mengadopsi strategi baru dalam hubungan dagang dengan Brasil.

    Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mengatakan, “Kami percaya, dalam jangka panjang Brasil akan diuntungkan dengan menjadikan Amerika Serikat mitra dagang utama, bukan Cina,” dalam sebuah pernyataan resmi di Malaysia.

    Tentu saja masih ada beberapa masalah politik dengan Brasil, namun pemerintahan AS yakin hal itu dapat diatasi dan akan menguntungkan kedua belah pihak.

    Harus Bergerak Cepat

    Negosiasi untuk menormalisasi hubungan dagang kedua negara dimulai pada Minggu malam hingga hari Senin (27/10). Kepada harian Brasil O Globo, Menteri Luar Negeri Brasil Mauro Vieira mengatakan “telah menyusun jadwal pertemuan”, dan bahwa kesepakatan akan bisa dicapai dalam “beberapa minggu” ke depan.

    Namun, niat AS untuk kembali menjadi mitra dagang terpenting Brasil masih jauh dari kenyataan. Menurut data resmi, volume perdagangan antara kedua negara tahun lalu hanya mencapai 84 miliar dolar AS (Rp 1,328 triliun).

    Cina geser AS

    Sebagai perbandingan: nilai perdagangan antara Cina dan Brasil pada tahun 2024 mencapai 151 miliar dolar AS (Rp 2,500 triliun). Sejak tahun 2009, Cina telah ‘menyalip AS’ sebagai mitra dagang terbesar Brasil.

    Sejak saat itu, volume perdagangan antara kedua negara meningkat hampir tiga kali lipat, dari 56 miliar menjadi 151 miliar dolar AS. Sedangkan, perdagangan AS dengan Brasil naik dua kali lipat dari 42 miliar dolar AS (2009) menjadi 84 miliar dolar AS (2024).

    “Perburuan penyihir terhadap Bolsonaro”

    Sementara itu, ekspor AS ke Brasil stabil di kisaran 4,3 miliar dolar AS (Rp 71 triliun) pada bulan Juli dan September 2025. Akibatnya, defisit perdagangan jangka panjang Brasil terhadap AS, yang telah berlangsung sejak 2015 semakin besar.

    Alasan tarif hukuman AS terhadap Brasil bukan disebabkan defisit perdagangan yang merugikan AS. Sebaliknya, langkah tersebut digunakan Presiden Trump untuk mengekspresikan ketidaksetujuannya atas vonis mantan Presiden Brasil Jair Bolsonaro oleh Mahkamah Agung Brasil.

    Dalam sebuah unggahan di jejaring sosialnya, Truth Social, Trump pada bulan Juli menyebut putusan tersebut sebagai “Perburuan penyihir terhadap mantan presiden dan keluarganya” (AS menggunakan istilah perburuan penyihir untuk menggambarkan perburuan terhadap orang atau kelompok yang dianggap bersalah tanpa bukti yang kuat). Namun, di Malaysia, Trump bersikap lebih tenang. Ia mengatakan dalam konferensi pers bahwa dirinya “selalu menyukai Bolsonaro.”

    Lula: “Pertemuan berjalan sangat baik”

    Namun, Trump tampaknya juga mulai menyukai Presiden Brasil Lula, meskipun pandangan ideologis keduanya saling bertolak belakang. Dua politisi yang hampir sebaya ini, Lula berusia 80 tahun dan Trump 79 tahun, pertama kali bertemu di Sidang Majelis Umum PBB, September lalu.

    Setelah pertemuan singkat itu, Trump mengatakan bahwa ia merasa Lula sebagai sosok yang simpatik, dan mengaku terkesan dengan perjalanan hidup tokoh sosialis tersebut. Selama percakapan telepon menjelang pertemuan di Kuala Lumpur, hubungan kedua pemimpin dikabarkan kian erat.

    Lula turut memberi tanggapan positif, “Saya mengakui bahwa pertemuan dengan Trump berlangsung dengan sangat baik,” katanya kepada media internasional. Turut menambahkan bahwa dirinya dan Trump berkomitmen memastikan “hubungan 200 tahun antara Brasil dan Amerika Serikat tetap terjaga.”

    Setelah pertemuan antara Trump dan Lula, Menteri Keuangan AS Scott Bessent juga mengumumkan bahwa persiapan perjanjian dagang dengan Cina sudah berada pada tahap lanjutan. Rencananya, Trump dan Xi Jinping akan menyelesaikan negosiasi dalam pertemuan 30 Oktober mendatang di Korea Selatan.

    Menurut Bessent, perjanjian mencakup penangguhan tarif tambahan sebesar 100 persen atas impor Cina yang sebelumnya dijadwalkan berlaku pada 1 November mendatang. Selain itu perjanjian juga akan mencakup pencabutan sebagian pembatasan ekspor terhadap Cina.

    Sebagai balasannya, Beijing dapat mencabut pembatasan ekspor atas logam tanah jarang dan kembali mengimpor kedelai dari AS.

    Sejak Mei tahun ini, menurut Departemen Pertanian AS, Cina sama sekali tidak membeli kedelai dari AS. Sedangkan tahun lalu, impor kedelai Cina dari AS mencapai hampir 13 miliar dolar AS (Rp 215 triliun). Sebagai gantinya, Beijing membeli kedelainya dari Brasil dan Argentina.

    Para petani kedelai di AS menyambut dengan lega ‘perubahan haluan’ Trump ini sama halnya dengan industri agrikultur Brasil. Dewan Ekspor Kopi Brasil (Cecafe) menyatakan bahwa mereka menyambut baik dialog antara Trump dan Lula dan menantikan “hasil konkretnya.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman

    Diadaptasi oleh Sorta Caroline

    Editor: Rizki Nugraha

    (ita/ita)