partai: PBB

  • Perang Iran-AS Memanas, DPR Sarankan Hal Ini ke Pemerintah Prabowo

    Perang Iran-AS Memanas, DPR Sarankan Hal Ini ke Pemerintah Prabowo

    Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono sangat prihatin atas eskalasi konflik di Timur Tengah. Terlebih, Amerika Serikat (AS) melakukan serangan terbuka terhadap tiga situs nuklir utama Iran.

    Dia berpandangan, akibat serangan AS tersebut maka konflik yang tengah terjadi semakin meningkat signifikan, dengan potensi dampak geopolitik berskala global.

    “Sebagai Wakil Ketua Komisi I DPR RI, saya menekankan bahwa Indonesia harus memainkan peran aktif dalam mendorong resolusi damai melalui diplomasi multilateral, baik di PBB, OKI, maupun ASEAN,” ujarnya kepada wartawan, di Jakarta, dikutip Senin (23/6/2025).

    Dave berpendapat demikian lantaran menurutnya prinsip utama Indonesia adalah menegakkan perdamaian dunia dan menolak segala bentuk agresi militer yang dapat mengancam stabilitas kawasan.

    Sebab itu, dia mendorong agar semua pihak yang terlibat maupun tidak terlibat dapat menahan diri dan kembali ke meja perundingan.

    “Dunia tidak memerlukan konflik baru, apalagi perang global. Indonesia harus tampil sebagai kekuatan moral dan penyeimbang dalam dinamika internasional yang semakin kompleks,” ucap Dave.

    Di lain sisi, legislator Golkar ini menekankan bahwa perlindungan terhadap WNI di wilayah konflik harus terus menjadi prioritas pemerintah. Pemerintah perlu siap melakukan evakuasi dalan skenario darurat.

    “Saya percaya Pemerintah saat ini memantau situasi dengan cermat dan akan mengambil langkah strategis—termasuk pernyataan resmi penghentian kekerasan serta penguatan koordinasi dengan negara-negara nonblok untuk menekan eskalasi lebih lanjut,” tutupnya.

    Sebelumnya, pasukan militer Amerika Serikat (AS) telah menyerang tiga situs nuklir Iran, termasuk Fordow, Natanz, dan Esfahan, pada Sabtu (21/6/2025) malam.  

    Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa aksi tersebut merupakan serangan yang sangat sukses. Kini, seluruh awak pesawat yang membawa bom ke Iran telah berhasil keluar.  

    “Muatan penuh bom dijatuhkan di situs utama, Fordow. Semua pesawat dalam perjalanan pulang dengan selamat. Selamat kepada Prajurit Amerika kita yang hebat. Tidak ada militer lain di dunia yang bisa melakukan ini,” ujar Trump, dikutip dari akun resmi @WhiteHouse, Minggu (22/6/2025). 

    Sementara itu, Iran belum merealisasikan ancaman balasan utamanya—menargetkan pangkalan militer AS di kawasan atau memblokade Selat Hormuz, jalur vital pengiriman seperempat pasokan minyak dunia.

    Langkah ini dipandang sebagai bentuk kehati-hatian Teheran dalam menghindari perang terbuka dengan kekuatan global. 

    Menteri Luar Negeri Iran Abbas Aragchi, dalam pernyataan di media sosial mengatakan bahwa Teheran akan menggunakan seluruh opsi untuk membela kedaulatan, kepentingan, dan rakyatnya.

  • Was-was Perang Dunia Ketiga, Industri Otomotif Bisa Suram

    Was-was Perang Dunia Ketiga, Industri Otomotif Bisa Suram

    Jakarta

    Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) harap eskalasi konflik yang terjadi di Timur Tengah tidak meningkat menjadi perang dunia ketiga. Saat ini industri otomotif global dan Indonesia cukup struggling dalam menghadapi penurunan penjualan mobil akibat krisis yang terjadi sehubungan perang yang terjadi di beberapa negara.

    Konflik Israel vs Iran memasuki babak baru seiring bergabungnya Amerika Serikat yang mengebom tiga fasilitas nuklir di Iran pada Minggu (22/6) dini hari menggunakan pesawat pengebom B-2 Spirit. Bergabungnya AS dalam palagan perang Israel dan Iran dikhawatirkan memicu terjadinya perang dunia ketiga.

    Menurut Ketua Gaikindo Yohannes Nangoi, jika perang dunia ketiga terjadi, maka industri otomotif akan semakin suram, bahkan bisa mencapai titik nadir.

    “Kemarin Pakistan dan India bersitegang. Nah ini terlalu dekat dengan Asia Tenggara. Sekarang di Timur Tengah Israel dengan Hamas mulai agak sedikit mereda, eh dengan Iran malah lebih besar lagi. Kemudian negara pendukung sudah saling menyatakan dukungannya. Dari G7 mereka bilang bahwa Israel punya hak untuk membela diri, kemudian yang namanya Inggris, Prancis, dan juga Amerika mendukung (Israel).Sementara dari China dan Rusia dukungan ke Iran. Jadi kita masih perlu tahu (ke depannya) mudah-mudahan nggak jadi perang yang lebih besar,” ungkap Nangoi di Jakarta (18/6/2025)

    “Karena kalau sampai terjadi perang itu (meluas) bisa-bisa perang dunia ketiga meletus. Kalau itu terjadi ya, selesai lah sebetulnya. Jadi kalau ditanya, kami nggak ada pengalaman (menghadapi situasi perang dunia). Perang dunia kedua itu saya belum lahir. Saya nggak tahu pada saat perang dunia kedua seperti apa kondisi ekonomi dunia. Tapi kalau saya lihat harusnya PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) masih berperan. Perdamaian masih bisa kita wujudkan,” sambung Nangoi.

    Indonesia Jauh dari Pusat Lokasi Konflik

    Di sisi lain, Nangoi pun mengatakan Indonesia beruntung karena jauh dari pusat konflik saat ini. Selain itu, Indonesia masih menjadi salah satu negara tujuan investasi bagi merek-merek otomotif global.

    “Yang membanggakan Indonesia agak jauh dari konflik-konflik tersebut. Ukraina dengan Rusia, Timur Tengah, India dengan Pakistan. Dan yang bikin bangga lagi bahwa kita masih menjadi tempat tujuan investasi, sehingga pabrik-pabrik baru dari teman-teman di sini, ada dari BYD, dari manapun juga masih terus dibangun, masih lagi berjalan, sehingga investasi kita dalam beberapa tahun terakhir mencapai angka Rp 150 triliun untuk otomotif. Jadi kalau ditanya masa depan (industri otomotif Indonesia) seperti apa?Ya bagus,cuma memang akan sedikit melambat,” terang Nangoi.

    Gaikindo sendiri menargetkan penjualan mobil di Indonesia tahun 2025 sebanyak 850 ribu unit. Angka tersebut tak jauh-jauh dari penjualan tahun 2024 lalu yang sukses mencatatkan angka 865.723 unit.

    (lua/dry)

  • Sinyal Waspada Ekonomi Global Imbas Serangan AS ke Iran

    Sinyal Waspada Ekonomi Global Imbas Serangan AS ke Iran

    Bisnis.com, JAKARTA – Serangan udara Amerika Serikat (AS) terhadap fasilitas nuklir Iran berisiko menimbulkan efek berantai yang dapat berdampak buruk terhadap perekonomian global.

    Hal ini diungkapkan oleh Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva yang mengingatkan bahwa serangan udara AS dapat memicu dampak lanjutan yang meluas, jauh melampaui sektor energi.

    “Ini kami lihat sebagai sumber ketidakpastian tambahan dalam lingkungan yang sudah sangat tidak stabil,” kata Georgieva seperti dilansir Bloomberg, Senin (23/6/2025).

    Ia menyebut gejolak terbesar sejauh ini tercermin pada lonjakan harga energi, yang kini tengah diawasi ketat oleh IMF. Namun, ia menambahkan bahwa bisa saja muncul dampak sekunder dan tersier dari lonjakan harga energi tersebut.

    ”Misalnya, jika turbulensi ini mulai memukul prospek pertumbuhan ekonomi besar, maka kita berhadapan dengan risiko revisi turun terhadap proyeksi pertumbuhan global,” lanjutnya.

    Harga acuan minyak dunia, Brent, sempat melesat hingga 5,7% ke US$81,40 per barel pada perdagangan pagi di Asia, sebelum terkoreksi sebagian akibat aksi jual intensif.

    IMF sendiri telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini pada April lalu, ketika memperingatkan bahwa upaya “reboot” perdagangan global yang dipimpin AS justru memperlambat laju pertumbuhan.

    Georgieva mengatakan, data kuartal pertama dan kedua menunjukkan tren tersebut masih berlangsung. Meskipun dunia diperkirakan terhindar dari resesi, lonjakan ketidakpastian terus menekan ruang pertumbuhan.

    Ketegangan geopolitik meningkat tajam setelah Presiden Donald Trump memerintahkan serangan dengan bom penembus bunker ke situs nuklir Iran. Langkah ini mendorong kawasan Timur Tengah ke wilayah risiko yang belum terpetakan, dan mengguncang sentimen global di saat perekonomian dunia masih belum pulih dari tekanan perang dagang.

    Secara spesifik, Georgieva menyatakan IMF kini tengah mencermati premi risiko energi — terutama di pasar minyak dan gas. Volume transaksi opsi meningkat tajam, sementara kurva kontrak berjangka mengalami pergeseran mencerminkan kekhawatiran terhadap potensi keketatan pasokan jangka pendek.

    “Kita masih harus melihat bagaimana peristiwa ini akan berkembang,” ujarnya, seraya menyampaikan kekhawatiran akan kemungkinan terganggunya jalur distribusi energi atau meluasnya dampak ke negara-negara lain. “Saya hanya bisa berdoa agar itu tidak terjadi.”

    Mengenai kondisi ekonomi AS, Georgieva melihat tren disinflasi masih berjalan, namun The Fed belum berada dalam posisi untuk segera memangkas suku bunga.

    “Menjelang akhir tahun, kami memperkirakan The Fed mungkin akan menilai bahwa waktunya telah tiba untuk melakukan penyesuaian ke bawah pada suku bunga,” tuturnya. Ia menunjuk pada kekuatan pasar tenaga kerja dan pertumbuhan upah yang menopang daya beli rumah tangga sebagai faktor utama.

    Namun, Georgieva menegaskan bahwa semakin tinggi gejolak dan ketidakpastian, semakin besar pula tekanan yang dihadapi dunia usaha.

    “Dalam situasi tidak pasti, apa yang terjadi? Investor menunda investasi, konsumen menahan belanja, dan prospek pertumbuhan pun tertahan,” pungkasnya.

    Antisipasi Balasan Iran

    Sebagai langkah awal, Iran membalas dengan meluncurkan gelombang rudal ke wilayah Israel, menimbulkan puluhan korban luka dan meratakan sejumlah bangunan di Tel Aviv.

    Kendati belum ada aksi langsung terhadap pangkalan militer AS atau penutupan jalur minyak global, para pengamat menilai bahwa situasi dapat berubah sewaktu-waktu.

    Dalam pernyataannya di Istanbul, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi menegaskan bahwa segala opsi masih di atas meja. Jalur diplomasi, kata dia, hanya akan dibuka setelah Teheran memberikan respons militer.

    “Amerika telah menginjak-injak hukum internasional. Mereka hanya paham bahasa ancaman dan kekuatan,” ujar Araqchi, dikutip Reuters, Senin (23/6/2025).

    Penasihat Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, yakni Ali Shamkhani, menulis di platform X (dulu Twitter): “Kejutan akan terus berlanjut!”

    Di sisi lain, Departemen Luar Negeri AS memerintahkan evakuasi keluarga staf diplomatik dari Lebanon dan mengimbau warganya di Timur Tengah untuk membatasi mobilitas dan menjaga profil rendah. Peringatan keamanan domestik juga diperketat, dengan patroli dan pengamanan ditingkatkan di lokasi-lokasi strategis, keagamaan, dan diplomatik.

    Ancaman Penutupan Selat Hormuz

    Parlemen Iran telah menyetujui langkah awal untuk menutup Selat Hormuz—jalur strategis yang dilalui hampir 25% dari total perdagangan minyak dunia dan berbatasan langsung dengan Oman serta Uni Emirat Arab.

    Meski keputusan akhir masih berada di tangan Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran yang diketuai oleh pejabat pilihan Ayatollah Khamenei, upaya ini dipandang sebagai potensi pemicu gejolak besar di pasar minyak global.

    Penutupan jalur ini diperkirakan akan mengerek harga minyak secara drastis, mengguncang perekonomian dunia, dan meningkatkan risiko konfrontasi langsung dengan Armada Kelima Angkatan Laut AS yang ditugaskan menjaga kelancaran lalu lintas di kawasan Teluk.

    Analis keamanan juga memperingatkan bahwa bila Iran terdesak, mereka dapat beralih ke strategi tidak konvensional, termasuk serangan bom atau siber.

    Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio dalam wawancara dengan Sunday Morning Futures menegaskan bahwa jika Iran membalas, itu akan menjadi kesalahan terburuk yang pernah mereka buat.

    Dalam pernyataan terpisah kepada CBS, Rubio menambahkan bahwa meskipun tidak ada rencana operasi lanjutan saat ini, AS memiliki target lain yang siap diserang jika diperlukan.

    “Tidak ada rencana aksi militer tambahan terhadap Iran, kecuali mereka bertindak sembrono,” ujarnya.

    Sementara itu, Dewan Keamanan PBB dijadwalkan menggelar pertemuan darurat pada Minggu malam waktu New York atas permintaan Iran. Teheran menyerukan agar badan beranggotakan 15 negara itu mengecam tindakan AS yang dinilai sebagai agresi terang-terangan dan ilegal.

  • Beberapa Negara Siap Pasok Senjata Nuklir ke Iran setelah Diserang AS

    Beberapa Negara Siap Pasok Senjata Nuklir ke Iran setelah Diserang AS

    GELORA.CO –  Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia Dmitry Medvedev mengeklaim beberapa negara siap memasok senjata nuklir ke Iran setelah tiga situs nuklir milik negara Islam itu diserang Amerika Serikat (AS). Ajudan utama Presiden Vladimir Putin itu menanggap Presiden AS Donald Trump telah menjerumuskan Amerika ke dalam perang baru di Timur Tengah.

    Medvedev menerbitkan reaksinya di Telegram, dengan menyatakan secara blak-blakan: “Trump, yang datang sebagai presiden pembawa damai, telah memulai perang baru untuk AS.”

    Mantan presiden Rusia tersebut juga mempertanyakan efektivitas pengeboman AS terhadap tiga situs nuklir Iran, yakni situs Natanz, Isfahan, dan Fordow dengan mengatakan bahwa operasi tersebut gagal mencapai tujuan militer yang substansial.

    “Infrastruktur penting dari siklus bahan bakar nuklir tampaknya tidak terpengaruh atau hanya mengalami kerusakan kecil,” tulisnya.

    “Pengayaan bahan nuklir-dan sekarang kita dapat mengatakannya secara langsung, produksi senjata nuklir di masa mendatang-akan terus berlanjut,” paparnya.

    “Sejumlah negara siap memasok hulu ledak nuklir mereka sendiri kepada Iran secara langsung,” imbuh Medvedev tanpa menyebutkan negara mana saja yang dimaksud.

    Medvedev lebih lanjut menyatakan bahwa penduduk Israel kini hidup dalam ancaman terus-menerus, dengan ledakan yang mengguncang beberapa bagian negara Zionis tersebut. “AS kini terjerat dalam konflik baru, dengan prospek operasi darat yang membayangi,” imbuhnya.

    Dia juga menyatakan bahwa serangan AS justru memperkuat Iran secara politis. “Rezim politik Iran telah bertahan-dan kemungkinan besar, telah menjadi lebih kuat. Rakyat bersatu di sekitar kepemimpinan spiritual negara tersebut, termasuk mereka yang sebelumnya acuh tak acuh atau menentangnya,” paparnya.

    Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi mengumumkan pada hari Minggu bahwa dia akan melakukan perjalanan ke Moskow untuk melakukan pembicaraan tingkat tinggi dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, setelah serangan udara AS semalam terhadap tiga fasilitas nuklir Iran.

    Berbicara pada konferensi pers di sela-sela pertemuan puncak Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Istanbul, Araghchi mengatakan konsultasi dengan Putin akan dilakukan pada Senin (23/6/2025) pagi.

    “Rusia adalah sahabat Iran, kami selalu berkonsultasi satu sama lain,” kata Araghchi kepada wartawan. “Saya akan ke Moskow sore ini untuk konsultasi serius dengan presiden Rusia besok pagi.”

    Serangan udara AS yang diperintahkan oleh Presiden Donald Trump tersebut dilakukan pada Sabtu malam atau Minggu dini hari WIB, sembilan hari setelah Israel melancarkan serangan udara yang menargetkan infrastruktur nuklir Iran. Para pejabat AS mengeklaim serangan tersebut difokuskan untuk menetralkan program senjata nuklir potensial Iran.

    Araghchi mengecam serangan tersebut sebagai pelanggaran berat terhadap hukum internasional, dan menambahkan bahwa serangan tersebut telah melewati batas yang sangat besar dengan menyerang fasilitas nuklir.

    Dia memperingatkan bahwa Teheran akan menggunakan haknya untuk membela diri berdasarkan Pasal 51 Piagam PBB. “Kita harus menanggapi,” katanya.

    Araghchi menepis anggapan bahwa Teheran akan bergabung kembali dalam perundingan diplomatik dalam kondisi saat ini. “Kami sedang dalam proses diplomasi. Kami sedang dalam proses perundingan dengan Amerika Serikat ketika Israel meledakkannya,” katanya.

    Dia menambahkan bahwa negosiasi dengan para mitra bicara Eropa sedang berlangsung di Jenewa hanya dua hari sebelum serangan AS.

    “Dan sekali lagi, kali ini, Amerika memutuskan untuk meledakkannya,” katanya. “Jadi bukan Iran, tetapi AS yang mengkhianati diplomasi. Mereka mengkhianati negosiasi,” paparnya.

    Diplomat tertinggi Iran menegaskan bahwa pemerintahan Trump secara efektif telah mendiskualifikasi dirinya sendiri dari inisiatif perdamaian di masa mendatang.

    “Mereka telah membuktikan bahwa mereka bukanlah orang yang pandai berdiplomasi, dan mereka hanya mengerti bahasa ancaman dan kekerasan. Dan ini sangat disayangkan,” kata Araghchi, seperti dikutip AFP.

  • Beberapa Negara Siap Pasok Senjata Nuklir ke Iran setelah Diserang AS

    Beberapa Negara Siap Pasok Senjata Nuklir ke Iran setelah Diserang AS

    GELORA.CO –  Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia Dmitry Medvedev mengeklaim beberapa negara siap memasok senjata nuklir ke Iran setelah tiga situs nuklir milik negara Islam itu diserang Amerika Serikat (AS). Ajudan utama Presiden Vladimir Putin itu menanggap Presiden AS Donald Trump telah menjerumuskan Amerika ke dalam perang baru di Timur Tengah.

    Medvedev menerbitkan reaksinya di Telegram, dengan menyatakan secara blak-blakan: “Trump, yang datang sebagai presiden pembawa damai, telah memulai perang baru untuk AS.”

    Mantan presiden Rusia tersebut juga mempertanyakan efektivitas pengeboman AS terhadap tiga situs nuklir Iran, yakni situs Natanz, Isfahan, dan Fordow dengan mengatakan bahwa operasi tersebut gagal mencapai tujuan militer yang substansial.

    “Infrastruktur penting dari siklus bahan bakar nuklir tampaknya tidak terpengaruh atau hanya mengalami kerusakan kecil,” tulisnya.

    “Pengayaan bahan nuklir-dan sekarang kita dapat mengatakannya secara langsung, produksi senjata nuklir di masa mendatang-akan terus berlanjut,” paparnya.

    “Sejumlah negara siap memasok hulu ledak nuklir mereka sendiri kepada Iran secara langsung,” imbuh Medvedev tanpa menyebutkan negara mana saja yang dimaksud.

    Medvedev lebih lanjut menyatakan bahwa penduduk Israel kini hidup dalam ancaman terus-menerus, dengan ledakan yang mengguncang beberapa bagian negara Zionis tersebut. “AS kini terjerat dalam konflik baru, dengan prospek operasi darat yang membayangi,” imbuhnya.

    Dia juga menyatakan bahwa serangan AS justru memperkuat Iran secara politis. “Rezim politik Iran telah bertahan-dan kemungkinan besar, telah menjadi lebih kuat. Rakyat bersatu di sekitar kepemimpinan spiritual negara tersebut, termasuk mereka yang sebelumnya acuh tak acuh atau menentangnya,” paparnya.

    Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi mengumumkan pada hari Minggu bahwa dia akan melakukan perjalanan ke Moskow untuk melakukan pembicaraan tingkat tinggi dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, setelah serangan udara AS semalam terhadap tiga fasilitas nuklir Iran.

    Berbicara pada konferensi pers di sela-sela pertemuan puncak Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Istanbul, Araghchi mengatakan konsultasi dengan Putin akan dilakukan pada Senin (23/6/2025) pagi.

    “Rusia adalah sahabat Iran, kami selalu berkonsultasi satu sama lain,” kata Araghchi kepada wartawan. “Saya akan ke Moskow sore ini untuk konsultasi serius dengan presiden Rusia besok pagi.”

    Serangan udara AS yang diperintahkan oleh Presiden Donald Trump tersebut dilakukan pada Sabtu malam atau Minggu dini hari WIB, sembilan hari setelah Israel melancarkan serangan udara yang menargetkan infrastruktur nuklir Iran. Para pejabat AS mengeklaim serangan tersebut difokuskan untuk menetralkan program senjata nuklir potensial Iran.

    Araghchi mengecam serangan tersebut sebagai pelanggaran berat terhadap hukum internasional, dan menambahkan bahwa serangan tersebut telah melewati batas yang sangat besar dengan menyerang fasilitas nuklir.

    Dia memperingatkan bahwa Teheran akan menggunakan haknya untuk membela diri berdasarkan Pasal 51 Piagam PBB. “Kita harus menanggapi,” katanya.

    Araghchi menepis anggapan bahwa Teheran akan bergabung kembali dalam perundingan diplomatik dalam kondisi saat ini. “Kami sedang dalam proses diplomasi. Kami sedang dalam proses perundingan dengan Amerika Serikat ketika Israel meledakkannya,” katanya.

    Dia menambahkan bahwa negosiasi dengan para mitra bicara Eropa sedang berlangsung di Jenewa hanya dua hari sebelum serangan AS.

    “Dan sekali lagi, kali ini, Amerika memutuskan untuk meledakkannya,” katanya. “Jadi bukan Iran, tetapi AS yang mengkhianati diplomasi. Mereka mengkhianati negosiasi,” paparnya.

    Diplomat tertinggi Iran menegaskan bahwa pemerintahan Trump secara efektif telah mendiskualifikasi dirinya sendiri dari inisiatif perdamaian di masa mendatang.

    “Mereka telah membuktikan bahwa mereka bukanlah orang yang pandai berdiplomasi, dan mereka hanya mengerti bahasa ancaman dan kekerasan. Dan ini sangat disayangkan,” kata Araghchi, seperti dikutip AFP.

  • Video Iran Kutuk Keras Serangan AS: Pelanggaran Serius!

    Video Iran Kutuk Keras Serangan AS: Pelanggaran Serius!

    Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araqchi mengutuk keras pemboman situs nuklir Iran oleh Amerika Serikat. Ia menyebut AS melakukan pelanggaran yang serius terhadap prinsip-prinsip dasar Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan hukum internasional.

    Iran menegaskan akan terus mempertahankan wilayah, kedaulatan, keamanan, dan rakyatnya dengan segala cara yang diperlukan.

    Video lainnya di sini

  • Sekjen PBB Antonio Guterres  Sangat Khawatir  Atas Serangan Amerika Serikat ke Iran Akan Perparah Ketegangan

    Sekjen PBB Antonio Guterres  Sangat Khawatir  Atas Serangan Amerika Serikat ke Iran Akan Perparah Ketegangan

    JAKARTA –  Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres menyatakan “sangat khawatir” atas serangan militer Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklir Iran yang berpotensi memperparah ketegangan kawasan.

    “Hal tersebut merupakan eskalasi berbahaya di kawasan yang sudah semakin terancam — dan ancaman langsung terhadap perdamaian dan keamanan internasional,” ucap Sekjen PBB dalam media sosial X, dipantau Minggu, demikian dilansir Antara.

    Menurut dia, risiko bahwa konflik yang terjadi saat ini dapat semakin tak terkendali, sehingga menyebabkan “konsekuensi terburuk bagi rakyat sipil, kawasan, dan dunia”, semakin meningkat.

    Ia juga menyerukan supaya anggota-anggota PBB mengutamakan de-eskalasi dan memenuhi kewajiban mereka menurut Piagam PBB dan hukum internasional. “Di masa-masa yang genting seperti ini, penting bagi kita menghindar dari pusaran kekacauan,” ucap Guterres.

    “Tidak ada namanya solusi militer. Satu-satunya jalan ke depan adalah diplomasi. Satu-satunya harapan adalah perdamaian,” tambah Sekjen PBB.

    Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyatakan bahwa AS telah menyelesaikan “serangan yang sangat sukses” terhadap tiga titik fasilitas nuklir di Iran, Sabtu (21/6).

    Serangan tersebut dilancarkan setelah Israel dilaporkan meminta AS terlibat dalam serangan udara yang sudah dilakukannya duluan terhadap sejumlah titik di Iran.

    Israel juga telah menyerang beberapa fasilitas yang terkait dengan program pengembangan nuklir Teheran sejak mereka meluncurkan serangan rudal pada 13 Juni.

    Namun demikian, Pemerintah Iran sudah memprediksi serangan terhadap fasilitas nuklir Fordow, sehingga fasilitas itu telah dievakuasi, kata penasihat ketua parlemen Iran Mehdi Mohammadi.

    Menurutnya, berkat antisipasi tersebut maka tidak ada kerusakan di fasilitas nuklir Fordow yang tidak dapat dipulihkan.

    Keterlibatan AS dalam agresi Israel terhadap Iran, menentang peringatan Teheran supaya AS tidak ikut campur, diperkirakan akan menyebabkan pemburukan eskalasi yang tak terhindarkan di kawasan.

     

  • Serangan Israel ke Iran Termasuk Tindakan Agresi, Lembaga Internasional Harus Turun Tangan

    Serangan Israel ke Iran Termasuk Tindakan Agresi, Lembaga Internasional Harus Turun Tangan

    JAKARTA – Pakar Hukum Internasional Universitas Muhammadiyah Surabaya, Satria Unggul Wicaksana menilai serangan militer Israel ke wilayah yang disebut sebagai pangkalan Iran pada 13 Juni 2025 merupakan pelanggaran prinsip-prinsip dasar Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan kini memicu eskalasi konflik global.

    “Dalam Piagam PBB Pasal 2 Ayat 4 ditegaskan bahwa setiap negara anggota wajib menahan diri dari ancaman atau penggunaan kekuatan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik negara lain. Serangan ini jelas mencederai prinsip tersebut,” ujarnya, Minggu 22 Juni 2025.

    Menurut dia, meski Israel mengklaim serangan tersebut ditujukan untuk mencegah penguatan militer Iran di tengah proses perundingan antara Amerika Serikat dan Iran, tindakan sepihak semacam ini dapat menimbulkan ketegangan yang lebih luas.

    Terlebih, Israel bukan pertama kali melakukan serangan ke negara-negara lain, di mana sebelumnya mereka juga melakukan operasi militer ke Lebanon, Suriah, hingga Irak. “Serangan terbaru yang dinamai Rising Lion ini sangat berbahaya karena bisa memicu keterlibatan sekutu-sekutu besar seperti Rusia, Tiongkok, dan Korea Utara yang dikenal memiliki kedekatan dengan Iran,” tambah Satria.

    Dia mengungkapkan, kemungkinan Iran akan menggunakan hak untuk membela diri sebagaimana diatur dalam Pasal 51 Piagam PBB, yang mengizinkan negara melakukan pertahanan diri atau retaliasi jika diserang terlebih dahulu. Dalam konteks ini, langkah Israel bisa dianggap sebagai agresi militer yang sah untuk direspons menurut hukum internasional.

    Dia menambahkan, konflik yang dibiarkan tanpa penyelesaian objektif oleh lembaga internasional seperti Dewan Keamanan PBB berisiko berkembang menjadi perang berskala global. “Bila negara-negara yang seharusnya berperan sebagai mediator justru tidak mampu menengahi atau bersikap objektif, maka potensi meletusnya Perang Dunia Ketiga menjadi sangat nyata. Kita harus dudukkan persoalan ini secara jernih, siapa yang melakukan serangan lebih dulu, dialah yang bertanggung jawab secara hukum internasional,” tukasnya.

    Satria menegaskan, serangan Israel ke wilayah Iran bisa dikategorikan sebagai agresi berdasarkan Resolusi Majelis Umum PBB Tahun 1974 tentang Definisi Agresi, Pasal 5 Ayat 1. “Jika konflik ini bisa diselesaikan melalui jalur damai, seperti melalui Mahkamah Internasional, tentu akan lebih baik. Namun jika tidak, kita sedang berdiri di ambang krisis global yang bisa berkembang menjadi bencana besar,” tutupnya.

  • Ketegangan AS-Iran, Indonesia Diminta Aktif Dorong Perdamaian lewat Diplomasi Global
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        22 Juni 2025

    Ketegangan AS-Iran, Indonesia Diminta Aktif Dorong Perdamaian lewat Diplomasi Global Nasional 22 Juni 2025

    Ketegangan AS-Iran, Indonesia Diminta Aktif Dorong Perdamaian lewat Diplomasi Global
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Ketua Komisi I DPR RI,
    Dave Laksono
     menekankan pentingnya peran aktif
    Indonesia
    dalam mendorong penyelesaian damai melalui jalur diplomasi multilateral, menyusul serangan terbuka Amerika Serikat (
    AS
    ) terhadap
    Iran
    .
    Dia mencontohkan, melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) ataupun Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN).
    “Sebagai Wakil Ketua Komisi I DPR RI, saya menekankan bahwa Indonesia harus memainkan peran aktif dalam mendorong resolusi damai melalui diplomasi multilateral, baik di PBB, OKI, maupun ASEAN,” ujar Dave, Minggu (22/6/2025).
    “Prinsip utama kita adalah menegakkan perdamaian dunia dan menolak segala bentuk agresi militer yang mengancam stabilitas kawasan,” katanya lagi.
    Dave lantas menyatakan keprihatinannya atas meningkatnya ketegangan di Timur Tengah, menyusul serangan terbuka Amerika terhadap tiga situs nuklir utama milik Iran.
    Menurut Dave, serangan tersebut berpotensi menimbulkan dampak besar terhadap stabilitas kawasan maupun dinamika geopolitik global secara keseluruhan.
    “Saya sangat prihatin atas eskalasi terbaru di Timur Tengah, menyusul serangan terbuka Amerika Serikat terhadap tiga situs nuklir utama Iran. Ini merupakan peningkatan konflik yang signifikan, dengan potensi dampak geopolitik berskala global,” ujarnya.
    Politikus Partai Golkar ini juga menyerukan kepada seluruh pihak yang terlibat agar menahan diri dan kembali ke jalur diplomasi.
    Dave pun menekankan, perlindungan terhadap warga negara Indonesia (WNI) di wilayah konflik juga harus menjadi prioritas Pemerintah, termasuk kesiapan evakuasi dalam skenario darurat
    Dia meyakini bahwa pemerintah Indonesia telah mencermati perkembangan dan akan mengambil langkah strategis sesuai perkembangan situasi.
    “Saya percaya Pemerintah saat ini memantau situasi dengan cermat dan akan mengambil langkah strategis termasuk pernyataan resmi penghentian kekerasan serta penguatan koordinasi dengan negara-negara nonblok untuk menekan eskalasi lebih lanjut,” ujar Dave.
    Dave mengingatkan bahwa dunia tidak membutuhkan konflik baru, apalagi perang berskala global.
    “Indonesia harus tampil sebagai kekuatan moral dan penyeimbang dalam dinamika internasional yang semakin kompleks,” katanya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Situs Nuklir Diserang AS, Menlu Iran: Tak Ada Lagi Diplomasi!

    Situs Nuklir Diserang AS, Menlu Iran: Tak Ada Lagi Diplomasi!

    GELORA.CO – Menteri Luar Negeri Iran mengatakan Israel dan AS telah “meledakkan” diplomasi dengan serangan udara mereka dalam beberapa pekan terakhir. Ia menegaskan, Iran tak bisa lagi dirayu kembali ke perundingan karena bukan mereka yang meninggalkan meja perundingan itu.

    Hal ini disampaikan Abbas Araghchi menanggapi seruan dari Inggris dan Uni Eropa agar Iran kembali ke meja perundingan. Dalam postingannya di X, dia berkata: “Pekan lalu, kami melakukan negosiasi dengan AS ketika Israel memutuskan untuk menghentikan diplomasi tersebut.”

    “Pekan ini, kami mengadakan pembicaraan dengan E3/EU ketika AS memutuskan untuk menghentikan diplomasi tersebut. Kesimpulan apa yang akan Anda ambil?” Ia tak habis pikir, bagi Inggris dan Perwakilan Tinggi UE, Iranlah yang harus ‘kembali’ ke meja perundingan. “Tapi bagaimana Iran bisa kembali ke diplomasi yang tidak pernah ia tinggalkan, apalagi diledakkannya?”

    Ketika ditanya apakah masih ada ruang untuk diplomasi setelah serangan AS, Araghchi menekankan “tidak sekarang”. “Pintu diplomasi harus selalu terbuka, namun hal tersebut tidak terjadi saat ini,” kata Menteri Luar Negeri Iran. 

    “Negara saya sedang diserang, di bawah agresi, dan kami harus merespons berdasarkan hak sah kami untuk membela diri.” Serangan AS terhadap fasilitas nuklir Iran, katanya, “merupakan pelanggaran hukum internasional yang tidak dapat dimaafkan”.

    Menteri luar negeri Iran mengatakan pemerintahan AS yang “menghasut perang dan melanggar hukum” akan “bertanggung jawab sepenuhnya atas konsekuensi berbahaya dan dampak penerapan tindakan agresinya”.

    “Serangan militer AS terhadap integritas teritorial dan kedaulatan nasional negara anggota PBB yang dilakukan dengan berkolusi dengan rezim genosida [Israel], sekali lagi mengungkapkan sejauh mana permusuhan Amerika Serikat terhadap rakyat Iran yang mencari perdamaian,” tambahnya.

    Hassan Ahmadian, asisten profesor di Universitas Teheran, mengatakan sistem berbasis aturan internasional “berantakan” ketika Amerika ikut serta dalam serangan Israel terhadap Iran. “Sebelumnya, Israel menyerang fasilitas nuklir Iran dan jelas melanggar piagam IAEA. Kini Amerika Serikat melakukan hal yang sama. Satu-satunya perbedaan adalah bahwa mereka pada dasarnya melanggar Piagam PBB,” kata Ahmadian kepada Aljazirah. 

    “Jadi semuanya berantakan jika menyangkut tanggung jawab hukum komunitas internasional.” Ketika ditanya bagaimana tanggapan Iran, Ahmadian mengatakan ia memperkirakan Iran akan melancarkan serangan terhadap pangkalan dan aset AS di wilayah tersebut, namun pihaknya akan mencoba untuk “mengkoreografikan” tindakan militer dengan cara yang tidak akan menimbulkan korban atau eskalasi. 

    “Ada 50 pangkalan di sekitar Iran yang digunakan AS…. Kita tahu bahwa masing-masing pangkalan tersebut memiliki batasan dalam kapasitas operasionalnya, dan mereka harus meminta izin untuk melancarkan serangan terhadap pihak ketiga dari wilayah mereka,” kata Ahmadian. “Hubungan baik dengan Qatar, dengan banyak negara anggota GCC, tentu saja diperhitungkan. Namun pada saat yang sama, Iran telah menegaskan kepada negara-negara ini bahwa jika kami diserang, kami akan membalas sumber serangan tersebut.”

    Mehran Kamrava, seorang profesor pemerintahan di Universitas Georgetown di Qatar, mengatakan tidak jelas bagaimana reaksi Iran setelah serangan AS semalam. “Wilayah ini penuh dengan pangkalan Amerika; terdapat lebih dari 40.000 tentara Amerika. Saya pernah mendengar seorang komandan Iran berkata, ‘itu berarti ada 40.000 target yang dapat kita serang’,” kata Kamrava kepada Aljazirah. 

    Jadi apakah Iran akan menyerang pangkalan AS di Timur Tengah? Dan jika demikian, apakah mereka akan melakukannya dengan cara yang “terukur”, seperti serangan balasan sebagai tanggapan atas pembunuhan Jenderal Iran Qassem Soleimani pada tahun 2020, tanyanya. “Saya pikir semuanya masih harus dilihat, namun demikian, Iran harus membalas. Secara politis, mereka tidak bisa hanya duduk diam dan menerima apa yang Trump inginkan,” kata Kamrava.