partai: PBB

  • Iran Ingin Hidupkan Kerja Sama dengan IAEA, tapi Inspeksi Situs Nuklir Dianggap Berbahaya

    Iran Ingin Hidupkan Kerja Sama dengan IAEA, tapi Inspeksi Situs Nuklir Dianggap Berbahaya

    JAKARTA – Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi mengatakan Iran berniat kembali menghidupkan kerja sama dengan badan pengawas nuklir PBB meskipun ada pembatasan yang diberlakukan oleh parlemennya.

    Tetapi Araghchi menekankan akses ke situs nuklirnya yang dibom menimbulkan masalah keamanan dan keselamatan.

    Undang-undang baru tersebut menetapkan setiap inspeksi di masa mendatang terhadap situs nuklir Iran oleh Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) memerlukan persetujuan dari Dewan Keamanan Nasional Tertinggi, badan keamanan tertinggi Iran.

    “Risiko penyebaran bahan radioaktif dan risiko meledaknya sisa amunisi sangat serius,” kata Araghchi dikutip media pemerintah sebagaimana dilansir Reuters, Sabtu, 12 Juli.

    “Bagi kami, pengawas IAEA yang mendekati lokasi nuklir memiliki aspek keamanan  dan keselamatan para pengawas itu sendiri merupakan hal yang harus diperiksa,” sambunga.

    Meskipun kerja sama Iran dengan badan pengawas nuklir belum berakhir, kerja sama tersebut akan mengambil bentuk baru dan akan dipandu serta dikelola melalui Dewan Keamanan Nasional Tertinggi.

  • Jawab Soal Presiden RI Absen di Sidang PBB, Anies: Indonesia Harus Ambil Peran Aktif

    Jawab Soal Presiden RI Absen di Sidang PBB, Anies: Indonesia Harus Ambil Peran Aktif

    Jawab Soal Presiden RI Absen di Sidang PBB, Anies: Indonesia Harus Ambil Peran Aktif
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mantan calon presiden (capres) pada Pilpres 2024,
    Anies Baswedan
    menyebutkan,
    Indonesia
    perlu mengambil peran aktif dalam merespons berbagai
    tantangan global
    yang tengah berkembang pesat saat ini.
    Hal ini disampaikan Anies usai ditanya soal pernyataannya yang menyebut Kepala Negara RI bertahun-tahun tidak muncul dalam Sidang Perserikatan Bangsa Bangsa (
    PBB
    ) dan hanya diwakili Menteri Luar Negeri.
    Anies mengatakan bahwa dunia saat ini menghadapi tantangan besar, terutama soal lingkungan hidup.
    “Jadi ada tantangan besar soal lingkungan hidup. Ini adalah masalah kemanusiaan dan Indonesia bisa ambil peran di situ. Lalu yang kedua, ketegangan-ketegangan akibat konflik yang bermunculan di beberapa wilayah. Akhir-akhir ini muncul di Timur Tengah,” kata Anies ditemui di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (13/7/2025).
    Ia menyinggung perlunya langkah konkret, terutama terkait posisi Indonesia terhadap perjuangan rakyat Palestina yang selama ini telah didukung secara politik dan diplomatik.
    “Yang ketiga adalah ketegangan akibat kebijakan ekonomi, perdagangan di dunia. Nah, kita di Indonesia bisa ikut ambil peran di situ,” ujar Anies.
    “Tentu pemerintah harus merumuskan, bisa ambil peran aktif,” sambung dia.
    Terkait isu perubahan iklim, Anies yang pernah menjabat sebagai Gubernur Jakarta menilai kota-kota besar di Indonesia, termasuk Jakarta, memegang peran penting dalam penanganan krisis iklim.
    Jakarta, kata dia, merupakan kota terbesar di belahan bumi selatan yang sudah mulai mengambil langkah-langkah konkret.
    “Jakarta adalah kota terbesar di belahan selatan bumi ini. Itu kota terbesar. Kemudian, tantangan perubahan iklim itu dirasakan di seluruh dunia. Termasuk diantara yang dirasakan di Jakarta. Karena itu kita harus ambil langkah-langkah yang real di Jakarta,” jelas Anies.
    Kontribusi Jakarta saat ini dalam menangani krisis iklim, menurut Anies, salah satunya melalui pengurangan emisi.
    Hal itu dilakukan lewat pengembangan transportasi umum, yakni konversi ke bus listrik.
    “Itu sudah dikerjakan, bagus diteruskan. Dan mudah-mudahan kota-kota lain di seluruh Indonesia melakukan hal yang sama. Karena begitu banyak problem cuaca yang kita alami sekarang itu mulainya dari wilayah urban, bukan dari wilayah pedesaan,” pungkasnya.
    Dalam Rapimnas
    Gerakan Rakyat
    pada Minggu (13/7/2025), Anies Baswedan menyoroti absennya kehadiran Presiden Republik Indonesia dalam pertemuan-pertemuan penting di tingkat global, termasuk
    Sidang Umum PBB
    dalam beberapa tahun terakhir.
    Menurut Anies, perwakilan Indonesia dalam forum global tersebut lebih sering diwakili oleh Menteri Luar Negeri, bukan oleh kepala negara.
    “Bapak ibu sekalian, bertahun-tahun Indonesia absen di pertemuan PBB. Kepala negara tidak muncul. Selalu Menteri Luar Negeri,” kata Anies saat berpidato dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) I Gerakan Rakyat.
    Anies menilai, sikap pasif di dunia internasional dapat merugikan posisi strategis Indonesia sebagai negara besar di kawasan Asia Tenggara dan dunia.
    “Kalau kita tidak aktif di dunia internasional. Itu seperti begini. Kita warga kampung. Ukuran kampungnya nomor 4 terbesar. Ukuran rumahnya nomor 4 terbesar di RT itu. Tapi kalau rapat kampung kita tidak pernah datang. Cuman kita bayar iuran jalan terus,” ujarnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Anies Singgung Presiden RI Kerap Absen di Pertemuan PBB, Selalu Diwakili Menlu

    Anies Singgung Presiden RI Kerap Absen di Pertemuan PBB, Selalu Diwakili Menlu

    GELORA.CO  – Mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyinggung, selama bertahun-tahun Presiden Indonesia kerap absen dalam pertemuan-pertemuan penting Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Presiden sering diwakili Menteri Luar Negeri.

    “Bertahun-tahun Indonesia absen di pertemuan PBB. Kepala negara tidak muncul. Selalu Menteri Luar Negeri,” kata Anies dalam pidatonya di Rapimnas I Gerakan Rakyat di Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (13/7/2025).

    Dia menilai, sikap pasif kepala negara di kancah internasional dapat merugikan posisi strategis Indonesia sebagai negara besar di kawasan ASEAN dan dunia.

    “Kalau kita tidak aktif di dunia internasional. Itu seperti begini. Kita warga kampung. Ukuran kampungnya nomor 4 terbesar. Ukuran rumahnya nomor 4 terbesar di RT itu. Tapi kalau rapat kampung kita tidak pernah datang. Cuma kita bayar iuran jalan terus,” kelakarnya.

    Anies menegaskan, Indonesia memiliki posisi strategis di ASEAN yang relatif stabil dibanding kawasan Asia Timur dan Selatan yang kerap diwarnai ketegangan geopolitik.

    “Di Timur ada Tiongkok paling besar, Jepang, Korea Selatan, Korea Utara, Taiwan, ini semua wilayah yang suasananya tegang bukan yang suasananya teduh,” ucapnya.

    Menurut Anies, Indonesia memiliki peran besar dalam menjaga keteduhan di kawasan. Dia juga menyoroti pentingnya penyelesaian persoalan dalam negeri sebagai prasyarat untuk tampil di kancah global.

    “Ketika kita mengatakan kepada dunia, kita harus menjadi negara yang menghormati hak asasi manusia. Eh, you sudah beres dulu soal hak asasi manusia? Ketika kita mengatakan kepada dunia, bahwa kita harus menjunjung tinggi prinsip demokrasi. Ada demokrasi tidak di tempat Anda? Karena itulah. Mengapa kita harus bereskan persoalan-persoalan domestik juga,” katanya

  • Khamenei Kecam Israel Bunuh Warga Gaza Saat Cari Bantuan Makanan: Genosida!

    Khamenei Kecam Israel Bunuh Warga Gaza Saat Cari Bantuan Makanan: Genosida!

    Jakarta

    Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei mengecam keras tindakan tentara Israel yang membunuh warga Gaza saat mencari bantuan makanan di titik-titik distribusi di Gaza. Khamenei menyebut hal itu sebagai sebuah genosida.

    “Ini adalah bentuk genosida murahan yang dihitung dengan presisi Barat,” kata Khamenei lewat unggahan di Telegram dilansir Al-Jazeera, Minggu (13/7/2025).

    Khamenei mengatakan Israel telah memberi warga Palestina di Gaza pilihan yang sulit. Warga Palestina dipaksa memilih mati di bawah reruntuhan kelaparan, atau ditembak saat mencoba mendapatkan paket makanan.

    “Sebuah bangsa yang pernah mati di bawah bom senilai ratusan ribu dolar kini mati di antrean makanan akibat peluru yang harganya hanya beberapa dolar,” ujar Khamenei.

    Diberitakan sebelumnya, 10 warga Palestina dilaporkan tewas ditembak pada hari Jumat (11/7) waktu setempat saat mencari bantuan makanan di titik-titik distribusi di Gaza. Ini menambah hampir 800 kematian serupa dalam enam minggu terakhir, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    Israel mulai melonggarkan blokade bantuan total yang telah berlangsung lebih dari dua bulan pada akhir Mei lalu. Sejak itu, sebuah organisasi baru yang didukung AS dan Israel, Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF), secara efektif telah menyingkirkan jaringan pengiriman bantuan yang dipimpin PBB.

    Sering dilaporkan bahwa pasukan Israel menembaki orang-orang yang mencari bantuan. Badan pertahanan sipil Gaza mengatakan 10 warga Palestina tewas ditembak pada hari Jumat saat menunggu di titik distribusi bantuan di dekat kota Rafah di Gaza selatan.

    “Ketika orang-orang mengantre untuk mendapatkan pasokan penting seperti makanan dan obat-obatan, dan ketika… mereka memiliki pilihan antara ditembak atau diberi makan, ini tidak dapat diterima,” kata juru bicara kantor hak asasi manusia PBB, Ravina Shamdasani, kepada para wartawan di Jenewa, Swiss, dilansir dari kantor berita AFP, Sabtu (12/7).

    (ygs/ygs)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Israel Siapkan 2.339 Permukiman Baru di Tepi Barat, Ancam Hak Warga Palestina

    Israel Siapkan 2.339 Permukiman Baru di Tepi Barat, Ancam Hak Warga Palestina

    Jakarta – Israel berencana mendirikan permukiman baru di wilayah Tepi Barat, Palestina. Ribuan permukiman baru akan dibangun dan mengancam hak tinggal warga Palestina.

    “Pemerintah Israel berencana membangun 2.339 unit permukiman ilegal di Tepi Barat yang diduduki,” tulis laporan Palestine Liberation Organization (PLO) dilansir Anadolu Agency, Minggu (13/7/2025).

    Laporan itu diterbitkan pada Sabtu (12/7). Dalam laporan tersebut termuat rencana Israel yang akan membangun ribuan permukiman baru di Tepi Barat hingga ratusan permukiman di Bethlehem.

    “Rencana Israel tersebut mencakup pembangunan 1.352 unit permukiman di Qalqilya, Tepi Barat utara, dan 430 unit di dua permukiman yang sudah ada di timur laut Ramallah dan barat laut Yerusalem,” tulis laporan PLO.

    Sebanyak 407 unit permukiman lagi direncanakan akan dibangun di Betlehem, Tepi Barat selatan, dan 150 unit lagi di barat Ramallah.

    PLO memperingatkan bahwa rencana Israel bertujuan untuk menciptakan kedekatan geografis antara permukiman khusus Yahudi di Qalqilya. Hal itu akan menyebabkan isolasi lebih lanjut desa-desa Palestina menjadi permukiman terasing yang dikelilingi oleh permukiman baru milik Israel.

    Laporan tersebut menunjukkan adanya “peran komplementer” antara Menteri Keuangan Israel sayap kanan Bezalel Smotrich, yang mendorong perluasan permukiman, dan Menteri Pertahanan Israel Katz, yang memberikan perlindungan bagi para pemukim ilegal dan serangan mereka.

    Pada hari Kamis (10/7), Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, mengumumkan pembentukan unit polisi yang terdiri dari para pemukim ilegal. Dia mengatakan pembentukan itu dipandang sebagai upaya untuk memperdalam aneksasi de facto Israel atas Tepi Barat.

    Komunitas internasional, termasuk PBB, menganggap permukiman Israel ilegal menurut hukum internasional. PBB telah berulang kali memperingatkan bahwa perluasan permukiman yang berkelanjutan mengancam kelangsungan solusi dua negara.

    Otoritas Palestina mendokumentasikan setidaknya 2.153 serangan pemukim ilegal di wilayah pendudukan tersebut hanya dalam paruh pertama tahun ini.

    Sejak dimulainya perang genosida Israel di Jalur Gaza, setidaknya 998 warga Palestina telah tewas dan lebih dari 7.000 orang terluka di Tepi Barat oleh pasukan Israel dan pemukim ilegal, menurut Kementerian Kesehatan Palestina.

    Dalam sebuah opini penting Juli lalu, Mahkamah Internasional menyatakan pendudukan Israel atas wilayah Palestina ilegal dan menyerukan evakuasi semua permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.

    (ygs/ygs)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Israel Kembali Serang Lebanon Meskipun Ada Gencatan Senjata

    Israel Kembali Serang Lebanon Meskipun Ada Gencatan Senjata

    Jakarta

    Israel kembali melancarkan serangan di Lebanon. Kementerian Kesehatan Lebanon mengatakan serangan Israel di Lebanon selatan pada hari Sabtu (12/7) menewaskan satu orang.

    Ini merupakan serangan terbaru Israel meskipun ada gencatan senjata antara Israel dan Hizbullah, kelompok militan di Lebanon yang didukung Iran.

    Dilansir dari kantor berita AFP, Sabtu (12/7/2025), dalam sebuah pernyataan, Kementerian Kesehatan Lebanon mengatakan bahwa “serangan musuh Israel” terhadap sebuah rumah di Wata al-Khiam menewaskan satu orang.

    Belum ada komentar langsung dari militer Israel terkait serangan tersebut.

    Israel telah berulang kali menggempur Lebanon meskipun ada gencatan senjata pada bulan November lalu, yang bertujuan untuk mengakhiri permusuhan selama lebih dari setahun antara Israel dan kelompok bersenjata Lebanon, Hizbullah.

    Berdasarkan kesepakatan gencatan senjata tersebut, Hizbullah harus menarik pasukannya ke utara Sungai Litani, sekitar 30 kilometer (20 mil) dari perbatasan dengan Israel, sehingga hanya tentara Lebanon dan pasukan penjaga perdamaian PBB yang boleh berada di wilayah tersebut.

    Israel pun diharuskan menarik pasukannya sepenuhnya dari Lebanon, tetapi tetap menempatkan pasukan mereka di lima titik perbatasan yang dianggap strategis.

    Pada hari Jumat (11/7) waktu setempat, Presiden Lebanon Joseph Aoun mengatakan bahwa meskipun ia terbuka untuk hubungan damai dengan Israel, tapi dia mengesampingkan kemungkinan normalisasi hubungan dengan Israel. Normalisasi hubungan “saat ini bukan bagian dari kebijakan luar negeri Lebanon,” ujar Aoun.

    Pernyataan Aoun ini merupakan reaksi resmi pertama terhadap pernyataan Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar pekan lalu, yang menyampaikan minat negaranya untuk menormalisasi hubungan dengan Lebanon dan Suriah.

    Lebanon dan Suriah secara teknis telah berperang dengan Israel sejak tahun 1948. Pemerintah Suriah pun mengatakan bahwa pembicaraan tentang normalisasi dengan Israel masih “prematur.”

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Efek Ngeri Kebijakan Trump Bisa Bikin Jutaan Orang Kena HIV/AIDS

    Efek Ngeri Kebijakan Trump Bisa Bikin Jutaan Orang Kena HIV/AIDS

    Jakarta

    Kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump terkait penghentian bantuan luar negeri bisa berdampak ngeri bagi penderita HIV/AIDS. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan kebijakan Trump berpotensi menyebabkan jutaan orang terkena HIV.

    Kebijakan AS ini diumumkan pada Januari 2025 . Pemerintahan AS memutuskan membekukan hampir semua bantuan luar negeri di seluruh dunia.

    Keputusan pembekuan bantuan ini disampaikan Menteri Luar Negeri Marco Rubio. Dia mengirimkan telegram ke semua pos diplomatik AS yang menguraikan langkah tersebut.

    Telegram tersebut menyerukan perintah penghentian kerja secepatnya pada bantuan asing yang ada dan menghentikan bantuan baru. Pesan itu mengatakan pada bulan mendatang, pemerintah akan mengembangkan standar untuk meninjau apakah bantuan tersebut selaras dengan agenda kebijakan luar negeri Presiden Trump.

    “Keputusan untuk melanjutkan, mengubah, atau menghentikan program akan dibuat setelah peninjauan ini,” demikian pernyataan telegram tersebut, yang mencatat bahwa peninjauan tersebut harus diselesaikan dalam waktu 85 hari seperti dilansir CNN, Sabtu (25/1).

    Sebulan setelahnya, Trump pada Kamis (27/2) memutuskan menyetop lebih dari 90 persen program Badan Pembangunan Internasional AS atau USAID, menurut dokumen pengadilan yang dirilis 25 Februari. Hal itu termasuk program penanganan HIV serta program kesehatan yang lebih luas.

    Program kesehatan utama PBB termasuk di antara yang mendapatkan pemberitahuan penghentian, adalah UNAIDS, Stop TB Partnership, dan Scaling Up Nutrition serta proyek-proyek yang membantu jutaan orang yang mengungsi secara paksa.

    Dana US$ 4 miliar yang dijanjikan AS untuk respons HIV global tahun 2025 lenyap di bulan Januari. Terlebih Trump juga memutuskan untuk menutup USAID.

    Pada Maret 2025, UNAIDS memperkirakan ada 2 ribu kasus baru HIV setiap hari di seluruh dunia dan peningkatan 10 kali kematian akibat penyakit tersebut buntut penarikan dan pembekuan dana oleh Amerika Serikat.

    Gangguan pendanaan ini berdampak pada layanan yang lebih luas dan buruk bagi orang yang hidup dengan HIV-AIDS (ODHA).

    “Penarikan dana AS yang tiba-tiba ini telah menutup banyak klinik, memberhentikan ribuan pekerja kesehatan … Semua ini berarti bahwa kita memperkirakan akan melihat peningkatan infeksi baru. UNAIDS memperkirakan bahwa kita bisa melihat 2.000 infeksi baru setiap hari,” kata Direktur Eksekutif UNAIDS Winnie Byanyima dikutip dari Reuters, Selasa (25/3).

    Byanyima mengatakan jika pendanaan dari USAID tidak dilanjutkan pada akhir jeda 90 hari, pada bulan April, atau tidak digantikan oleh pemerintah lain, akan ada, dalam empat tahun ke depan, tambahan 6,3 juta kematian akibat AIDS.

    PBB Ingatkan Dampak Kebijakan Trump

    Donald Trump. (DW News)

    Kini, PBB memperingatkan bahwa penghentian bantuan luar negeri oleh Trump dapat membalikkan ‘kemajuan puluhan tahun’ dalam penanggulangan HIV/AIDS. Seperti dilansir Al Jazeera dan Associated Press, Jumat (11/7), penarikan dana AS secara tiba-tiba dari Rencana Darurat Presiden AS untuk Penanggulangan AIDS (PEPFAR) dalam enam bulan terakhir telah menyebabkan ‘guncangan sistemik’.

    PEPFAR diluncurkan tahun 2003 oleh Presiden AS George W Bush, dan merupakan komitmen terbesar yang pernah dilakukan negara mana pun yang berfokus pada satu penyakit. UNAIDS menyebut program ini sebagai “penyelamat” bagi negara-negara dengan tingkat HIV yang tinggi.

    Para pejabat PBB pun memperingatkan jika pendanaan tersebut tidak diganti, maka hal itu dapat mengakibatkan enam juta infeksi HIV tambahan dan memicu empat juta kematian terkait AIDS pada tahun 2029 mendatang.

    Laporan AIDS Global 2025 yang dirilis pada Kamis (10/7) menyebut investasi yang dipimpin AS selama bertahun-tahun dalam program-program AIDS telah menurunkan jumlah orang yang meninggal akibat penyakit tersebut ke level terendah dalam lebih dari tiga dekade terakhir, dan menyediakan obat-obatan yang telah menyelamatkan nyawa bagi sebagian besar masyarakat paling rentan di dunia.

    “Program-program HIV di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah telah terguncang oleh gangguan keuangan besar yang tiba-tiba mengancam akan membalikkan kemajuan yang telah dicapai selama bertahun-tahun dalam penanggulangan HIV,” demikian bunyi laporan tahunan UNAIDS.

    “Perang dan konflik, kesenjangan ekonomi yang semakin melebar, pergeseran geopolitik, dan guncangan perubahan iklim — yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam penanggulangan HIV global — memicu ketidakstabilan dan membebani kerja sama multilateral,” sebut laporan tersebut.

    Menurut laporan tahunan UNAIDS, orang-orang yang tertular HIV dan mereka yang meninggal akibat penyebab terkait AIDS berada pada tingkat terendah dalam ‘lebih dari 30 tahun’. Namun, pada akhir tahun 2024, penurunan jumlah itu ‘tidak cukup’ untuk mengakhiri AIDS sebagai ancaman publik pada tahun 2030.

    Pemotongan dana oleh Trump berdampak sangat besar, mengingat Washington merupakan donatur bantuan kemanusiaan terbesar di dunia.

    “Penarikan mendadak kontributor tunggal terbesar bagi respons HIV global ini mengganggu program pengobatan dan pencegahan di seluruh dunia,” demikian laporan UNAIDS tersebut.

    Menurut laporan UNAIDS, hilangnya dana bantuan AS itu telah “mengganggu rantai pasokan, menyebabkan penutupan fasilitas kesehatan, membuat ribuan klinik kesehatan kehilangan staf, menghambat program pencegahan, mengganggu upaya tes HIV, dan memaksa banyak organisasi masyarakat untuk mengurangi atau menghentikan kegiatan terkait HIV”.

    Halaman 2 dari 2

    (idn/rfs)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Trump Potong Bantuan, PBB Warning 6 Juta Orang di Dunia Berisiko Kena HIV

    Trump Potong Bantuan, PBB Warning 6 Juta Orang di Dunia Berisiko Kena HIV

    Jakarta

    Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) memberi peringatan kepada Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Pasalnya, kebijakan Trump bakal berakibat pada jutaan lebih kematian akibat HIV-AIDS pada tahun 2029. Ini dituangkan dalam Pembaruan AIDS Global PBB (UNAIDS) 2025.

    Dikutip dari Al Jazeera, kebijakan yang dimaksud adalah keputusan untuk Trump untuk memangkas Rencana Darurat Presiden AS untuk Penanggulangan AIDS (PEPFAR). Menurut laporan PBB, pemangkasan ini dapat mengakibatkan enam juta infeksi HIV tambahan dan empat juta kematian terkait AIDS pada tahun 2029.

    Sebagai informasi, PEPFAR diluncurkan pada tahun 2003 oleh Presiden AS George W. Bush, dan merupakan komitmen terbesar yang pernah dilakukan oleh negara manapun yang berfokus pada satu penyakit. UNAIDS menyebut program ini sebagai ‘jalur penyelamat’ bagi negara-negara dengan tingkat HIV yang tinggi.

    “Program HIV di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah telah terguncang oleh gangguan keuangan besar yang tiba-tiba dan mengancam akan membalikkan kemajuan yang telah dicapai selama bertahun-tahun dalam penanggulangan HIV,” bunyi laporan UNAIDS itu, dikutip detikcom, Jumat (11/7/2025).

    “Perang dan konflik, kesenjangan ekonomi yang semakin melebar, pergeseran geopolitik, dan goncangan perubahan iklim yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam penanggulangan HIV global memicu ketidakstabilan dan membebani kerja sama multilateral,” tambahnya.

    Jumlah orang yang tertular HIV dan mereka yang meninggal karena AIDS berada pada tingkat terendah selama lebih dari 30 tahun. Namun, pada akhir 2024, jumlah ini tidak cukup untuk mengakhiri AIDS sebagai ancaman publik di tahun 2030.

    Dalam kasus infeksi baru, terjadi penurunan sebesar 56 persen di Afrika sub-Sahara, yang merupakan rumah bagi separuh dari seluruh orang yang tertular HIV secara global pada tahun 2024.

    “Lima negara, sebagian besar dari Afrika sub-Sahara, berada di jalur yang tepat untuk mencapai penurunan infeksi baru sebesar 90 persen pada tahun 2030 dibandingkan dengan tahun 2010,” tutur laporan UNAIDS.

    Saat ini banyak negara yang masih memiliki cukup obat antiretroviral dan klinik yang membantu mengobati pengidap HIV/AIDS. Namun, pemangkasan dana dari Trump bisa menyebabkan fasilitas tersebut tutup dan pencegahan terhenti.

    Direktur Eksekutif UNAIDS Winnie Byanyima mengatakan bahwa pencegahan HIV-AIDS jauh lebih penting daripada pengobatan.

    “Populasi kunci adalah yang paling terdampak. Mereka bergantung pada layanan khusus dari para pemimpin komunitas, dan mereka adalah yang pertama terdampak,” kata Byanyima.

    Akan tetapi, bahkan sebelum Trump membuat keputusan untuk mengurangi dukungan segera setelah menjabat pada bulan Januari, para pendonor, terutama negara-negara Eropa, telah mengurangi bantuan pembangunan.

    (dpy/kna)

  • PBB Ingatkan Kebijakan Trump Bisa Bikin 6 Juta Orang Kena HIV/AIDS

    PBB Ingatkan Kebijakan Trump Bisa Bikin 6 Juta Orang Kena HIV/AIDS

    Washington DC

    Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan bahwa penghentian bantuan luar negeri oleh pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dapat membalikkan “kemajuan puluhan tahun” dalam penanggulangan HIV/AIDS.

    Disebutkan oleh PBB dalam laporan tahunannya soal HIV/AIDS, seperti dilansir Al Jazeera dan Associated Press, Jumat (11/7/2025), bahwa penarikan dana AS secara tiba-tiba dari Rencana Darurat Presiden AS untuk Penanggulangan AIDS (PEPFAR) dalam enam bulan terakhir telah menyebabkan “guncangan sistemik”.

    PEPFAR diluncurkan tahun 2003 oleh Presiden AS George W Bush, dan merupakan komitmen terbesar yang pernah dilakukan negara mana pun yang berfokus pada satu penyakit. UNAIDS menyebut program ini sebagai “penyelamat” bagi negara-negara dengan tingkat HIV yang tinggi.

    Para pejabat PBB pun memperingatkan jika pendanaan tersebut tidak diganti, maka hal itu dapat mengakibatkan enam juta infeksi HIV tambahan dan memicu empat juta kematian terkait AIDS pada tahun 2029 mendatang.

    Laporan AIDS Global 2025 yang dirilis pada Kamis (10/7) menyebut bahwa investasi yang dipimpin AS selama bertahun-tahun dalam program-program AIDS telah menurunkan jumlah orang yang meninggal akibat penyakit tersebut ke level terendah dalam lebih dari tiga dekade terakhir, dan menyediakan obat-obatan yang telah menyelamatkan nyawa bagi sebagian besar masyarakat paling rentan di dunia.

    “Program-program HIV di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah telah terguncang oleh gangguan keuangan besar yang tiba-tiba mengancam akan membalikkan kemajuan yang telah dicapai selama bertahun-tahun dalam penanggulangan HIV,” demikian bunyi laporan tahunan UNAIDS.

    “Perang dan konflik, kesenjangan ekonomi yang semakin melebar, pergeseran geopolitik, dan guncangan perubahan iklim — yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam penanggulangan HIV global — memicu ketidakstabilan dan membebani kerja sama multilateral,” sebut laporan tersebut.

    Menurut laporan tahunan UNAIDS, orang-orang yang tertular HIV dan mereka yang meninggal akibat penyebab terkait AIDS berada pada tingkat terendah dalam “lebih dari 30 tahun”. Namun, pada akhir tahun 2024, penurunan jumlah itu “tidak cukup” untuk mengakhiri AIDS sebagai ancaman publik pada tahun 2030.

    Lihat juga Video Kala Selebritas di Cannes Berdonasi Setelah Dana AIDS Dipotong Trump

    Dana US$ 4 miliar yang dijanjikan AS untuk respons HIV global tahun 2025 lenyap begitu saja di bulan Januari lalu, ketika Trump memerintahkan penangguhan semua bantuan asing dan memutuskan untuk menutup USAID.

    Pemotongan dana oleh Trump berdampak sangat besar, mengingat Washington merupakan donatur bantuan kemanusiaan terbesar di dunia.

    “Penarikan mendadak kontributor tunggal terbesar bagi respons HIV global ini mengganggu program pengobatan dan pencegahan di seluruh dunia,” demikian laporan UNAIDS tersebut.

    Menurut laporan UNAIDS, hilangnya dana bantuan AS itu telah “mengganggu rantai pasokan, menyebabkan penutupan fasilitas kesehatan, membuat ribuan klinik kesehatan kehilangan staf, menghambat program pencegahan, mengganggu upaya tes HIV, dan memaksa banyak organisasi masyarakat untuk mengurangi atau menghentikan kegiatan terkait HIV”.

    Lihat juga Video Kala Selebritas di Cannes Berdonasi Setelah Dana AIDS Dipotong Trump

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Pulau-pulau Kecil Tak Sebatas Bernilai Geografis

    Pulau-pulau Kecil Tak Sebatas Bernilai Geografis

    Jakarta

    Isu penjualan pulau-pulau kecil di Indonesia kembali menjadi sorotan. Sejumlah situs internasional seperti privateislandsonline.com menampilkan pulau-pulau di Indonesia seolah-olah bisa dibeli secara bebas. Pulau Ayam di Maluku, Pulau Gili Trawangan, hingga pulau-pulau di Kepulauan Seribu menjadi contoh kasus yang memicu keresahan publik.

    Persoalan yang menjadi pertanyaan mendasar ialah benarkah pulau bisa dijual? Jawabannya jelas tidak. Secara hukum, Pasal 1 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria menyebutkan bahwa bumi, air, dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara.

    Artinya, pulau tidak bisa menjadi objek jual beli. Negara hanya dapat memberikan hak pengelolaan atau hak guna tertentu dalam batasan ketat, bukan hak milik absolut.

    Hal ini diperkuat dalam UU No. 27 Tahun 2007 jo. UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang menyatakan bahwa pulau-pulau kecil hanya bisa dikelola oleh pihak swasta melalui izin resmi, bukan dimiliki. Apalagi jika pulau tersebut berada di wilayah strategis atau perbatasan negara.

    Namun dalam praktiknya, banyak pulau “dijual” melalui mekanisme investasi properti jangka panjang, seolah-olah pembeli dapat memilikinya seutuhnya. Tentu ini jelas menyimpang dari hukum agraria nasional dan berpotensi merusak fondasi kedaulatan negara.

    Ancaman Nyata Geopolitik

    Pulau bukan hanya aset geografis, tetapi juga alat strategis dalam geopolitik. Seperti ditegaskan Prof. Hasjim Djalal (2009), posisi pulau-pulau kecil berperan penting dalam menetapkan batas laut Indonesia berdasarkan UNCLOS 1982 atau Konvensi Hukum Laut PBB.

    Jika pulau-pulau dikuasai oleh asing, bukan tidak mungkin Indonesia akan kehilangan klaim atas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di sekitar wilayah tersebut. Hal ini bisa membuka konflik wilayah seperti yang terjadi antara Indonesia dan Malaysia di Ambalat atau kasus Sipadan dan Ligitan, yang berujung pada lepasnya dua pulau ke tangan negara tetangga.

    Masalah ini juga membuka potensi rawan penyusupan, aktivitas intelijen, dan pelanggaran keamanan laut. Sebuah pulau yang dikuasai pihak asing, walaupun hanya dalam bentuk pengelolaan hotel mewah atau resort, bisa menjadi titik rawan pertahanan maritim nasional.

    Pulau Kecil, Harga Diri Bangsa

    Friedrich Ratzel (1897), menyebutkan bahwa wilayah merupakan organ vital dari eksistensi sebuah negara. Kehilangan satu bagian, sekecil apapun, berarti mengancam keberlangsungan tubuh negara tersebut.

    Sementara Simon Dalby (2003) dalam teori critical geopolitics menekankan bahwa kedaulatan tidak hanya soal teritori, tapi juga identitas dan legitimasi. Maka, ketika pulau-pulau dijadikan komoditas komersial, bangsa ini sedang menegosiasikan identitasnya sendiri di hadapan pasar global.

    Sayangnya, laporan BPK RI tahun 2021 menyebutkan bahwa sekitar 83% dari lebih 17.000 pulau di Indonesia belum terdokumentasi secara administratif secara menyeluruh. Hal ini membuka celah bagi spekulasi pihak asing dan bahkan klaim yang tidak sah.

    Presiden Prabowo Subianto dalam pidatonya pada Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2025 dengan tegas menyatakan bahwa “Kita tidak boleh kehilangan sejengkal pun dari tanah air kita. Pulau-pulau kecil adalah benteng terakhir kedaulatan kita di lautan”.

    Pernyataan Presiden Prabowo Subianto tersebut menegaskan komitmen kuat terhadap keutuhan wilayah dan kedaulatan nasional, khususnya dalam menjaga pulau-pulau kecil yang menjadi garda terdepan pertahanan maritim Indonesia.

    Ungkapan “tidak boleh kehilangan sejengkal pun dari tanah air” merefleksikan semangat nasionalisme dan urgensi untuk melindungi setiap titik terluar wilayah NKRI dari ancaman geopolitik, eksploitasi asing, dan potensi pelanggaran kedaulatan.

    Sehingga, dalam konteks ini, pulau-pulau kecil tidak hanya memiliki nilai geografis, tetapi juga strategis dan simbolik sebagai penjaga eksistensi Indonesia di percaturan global.

    Rasminto, Dosen Geografi Politik Unisma dan Direktur Eksekutif Human Studies Institute (HSI).

    (imk/imk)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini