partai: PBB

  • Hizbullah Tolak Letakkan Senjata, Lebanon di Ambang Perang Saudara?

    Hizbullah Tolak Letakkan Senjata, Lebanon di Ambang Perang Saudara?

    Beirut

    Sejak puluhan tahun Hizbullah dituntut meletakkan senjata, termasuk dalam sejumlah resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).

    Perlucutan senjata secara konkret juga tercantum dalam perjanjian yang dimediasi Amerika Serikat dan Prancis, yang disetujui Israel dan Lebanon pada November lalu, untuk mengakhiri serangan terhadap wilayah selatan Lebanon.

    Kabinet Lebanon pada awal bulan ini mulai membahas rancangan undang-undang, untuk menegakkan monopoli negara atas kepemilikan senjata hingga akhir tahun. Namun, milisi yang oleh banyak negara Barat digolongkan sebagai organisasi teroris itu menolak perlucutan senjata.

    Hizbullah menafsirkan seruan yang tertuang dalam perjanjian itu “hanya berlaku di Lebanon selatan”, demikian menurut analisis International Crisis Group pada awal Agustus.

    Pemimpin Hizbullah, Naim Kassim, pekan lalu kembali menegaskan penolakannya dengan kata-kata tajam. Menurutnya, perlucutan senjata hanya melayani kepentingan AS dan Israel dan akan menjerumuskan Lebanon ke dalam “krisis berat.”

    Jika pemerintah mencari konfrontasi dengan Hizbullah, “maka tidak akan ada kehidupan di Lebanon.”

    Kassim secara gamblang memperingatkan akan terjadi “perang saudara” – yang membuat Perdana Menteri Lebanon, Nawaf Salam, menyatakan ancaman itu setara dengan deklarasi perang. Di platform X dan dalam wawancara surat kabar berbahasa Arab, dia menegaskan “setiap ancaman atau upaya intimidasi terkait perang saudara benar-benar tidak dapat diterima.”

    Perjuangkan kelangsungan politik

    “Tidak ada yang tahu berapa banyak senjata yang masih dimiliki milisi itu. Misteri ini adalah satu-satunya kartu yang bisa mereka mainkan. Dengannya mereka bisa mencoba meningkatkan pengaruh politik. Karena pada akhirnya, segalanya adalah soal kelangsungan politik Hizbullah,” ujar Abbass.

    Namun, milisi Syiah yang disokong Iran itu telah banyak kehilangan kekuatan dan pengaruh usai digempur Israel tahun lalu. Serangan Israel bukan hanya menghancurkan gudang senjata, tapi jajaran kepemimpinan – terutama Hassan Nasrallah yang tewas dalam serangan udara Israel pada September 2024.

    Dukungan internasional bagi Hizbullah juga menurun, ketika misalnya pada Desember tahun lalu sekutu dekatnya Bashar Assad di Suriah tumbang. Bahkan Iran, sponsor utama Hizbullah selama puluhan tahun, kini tak lagi bisa leluasa menyuplai senjata karena terputusnya jalur darat melalui Suriah.

    Keterlibatan Iran?

    “Secara prinsip, perlucutan Hizbullah bukan hal mustahil, meski sulit secara politik,” kata analis politik Lebanon Ronnie Chatah kepada DW. Dia menyinggung contoh sukses di negara lain, seperti kelompok pemberontak IRA di Irlandia, FARC di Kolombia atau ETA di Spanyol.

    Menurut Chatah, syarat utama perlucutan senjata adalah perundingan internasional dengan melibatkan Iran sebagai pendukung utama Hizbullah. “Bisa dikatakan Iran kini memimpin Hizbullah. Karena itu Ali Larijani, kepala keamanan resmi Iran, baru saja mengunjungi Lebanon.”

    Kesepakatan dengan Iran adalah prasyarat perlucutan Hizbullah. Secara politik, hal itu sulit dibayangkan saat ini, namun Chatah tetap melihat peluang di masa depan, yakni “melalui keterlibatan AS, atau lewat pembukaan jalur lain,” ujarnya.

    “Mayoritas warga Lebanon sebenarnya mendukung perlucutan senjata Hizbullah,” kata Merin Abbass menambahkan. “Tapi dari sudut pandang sebagian besar warga, integritas teritorial Lebanon masih menjadi ancaman terbesar – terutama dari Israel. Tentara Israel sering melanggar kedaulatan nasional Lebanon.”

    Sejak gencatan senjata November lalu, Israel berkali-kali melanggar perjanjian, termasuk melancarkan banyak pembunuhan terarah. “Selain itu, Israel masih menduduki lima pos di dalam wilayah Lebanon, yang tentu memberi Hizbullah legitimasi besar,” kata Abbass.

    Israel bersikeras tumpas Hizbullah

    Walau begitu, pendapat warga Lebanon sendiri terbelah soal perlucutan senjata Hizbullah. Seorang perempuan, yang tak ingin disebutkan namanya, mengatakan dia menolak perlucutan, dengan alasan agresi militer Israel.

    “Karena itu saya menolak perlucutan Hizbullah. Tentara reguler Lebanon tidak punya cukup kemampuan untuk mempertahankan wilayah negara.”

    Warga lain menuntut hal yang lebih mendesak: “Negara ini bangkrut dan hancur. Perlucutan senjata harus dilakukan setelah rekonstruksi – bukan di awal.”

    Seorang warga Lebanon lainnya merujuk pada situasi di selatan, yang sejak puluhan tahun berada di bawah tekanan Israel. “Karena itu mereka merasa lebih aman jika Hizbullah masih bersenjata.”

    Namun dia pribadi mendukung perlucutan, karena “dengan begitu Israel tidak punya alasan lagi untuk memulai perang baru.”

    Israel sendiri menegaskan, operasi militer terhadap Hizbullah sejak musim gugur 2023 dipicu serangan roket Hizbullah. Tembakan salvo dari selatan Lebanon muncul sebagai reaksi atas perang yang dilancarkan Israel di Jalur Gaza. Setelah gencatan senjata pun, Hizbullah masih menyerang wilayah Israel.

    Penguatan struktur negara

    “Dalam situasi saat ini, Lebanon harus memperkuat kewenangan negara di semua lini,” kata Merin Abbass. “Strategi kedaulatan yang kredibel harus dimulai dari titik terlemah Lebanon: legitimasi dan kapasitas. Hal ini mencakup reformasi politik menuju sistem sekuler, pemulihan kedaulatan fiskal dan berkurangnya ketergantungan pada pendanaan asing, serta pemulihan peran negara sebagai penyedia utama layanan dasar.”

    Namun, Abbass mewanti-wanti terhadap sulitnya situasi, khususnya pada aspek militer. Hingga kini, tentara Lebanon dinilai masih lebih lemah dibandingkan Hizbullah.

    “Karena itu kehadiran pasukan pengamat PBB (UNIFIL) di Lebanon selatan tetap sangat penting,” katanya, merujuk pada pembahasan tentang perpanjangan mandat UNIFIL. “Tentara Lebanon tidak akan mampu menjalankan tugas itu sendirian. Mereka akan kewalahan.”

    Hal itu bisa membuat Israel sewaktu-waktu kembali masuk ke Lebanon selatan jika merasa kepentingannya terancam oleh aktivitas Hizbullah.

    Di sisi lain, Hizbullah sendiri sudah menegaskan belum siap untuk meletakkan senjata.

    “Lebanon memiliki masalah mendasar,” kata analis Ronnie Chatah, yakni perpecahan sektarian yang kuat, disertai pola pikir berbasis kelompok. “Masalah ini akan terus berlangsung. Dan akan terus melemahkan negara.”

    Meski begitu, Hizbullah harus berkembang menjadi partai politik murni, lanjutnya. Jika tidak, risiko serangan Israel maupun perpecahan baru di masyarakat akan tetap ada – “dengan kualitas yang belum pernah kita kenal sebelumnya.”

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Jerman
    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
    Editor: Agus Setiawan

    Lihat juga Video ‘Hizbullah Ancam Bakal Serang Israel Jika Perang Lebanon Berlanjut’:

    (nvc/nvc)

  • Israel Umumkan Operasi Rebut Kota Gaza Telah Dimulai

    Israel Umumkan Operasi Rebut Kota Gaza Telah Dimulai

    Gaza City

    Militer Israel pada Rabu (20/8) mengumumkan dimulainya langkah awal operasi untuk mencaplok Kota Gaza. Pemerintah sekaligus memanggil puluhan ribu pasukan cadangan, sembari mempertimbangkan proposal gencatan senjata baru, guna menghentikan perang yang telah berlangsung hampir dua tahun.

    “Kami telah memulai operasi pendahuluan dan tahap awal serangan di Kota Gaza, dan saat ini pasukan Israel sudah menguasai wilayah pinggiran kota,” kata juru bicara militer Brigadir Jenderal Effie Defrin kepada wartawan.

    Seorang pejabat militer sebelumnya mengatakan, pasukan cadangan baru akan bertugas pada bulan September. Tenggat tersebut memberi waktu tambahan bagi mediator untuk menjembatani perbedaan antara Hamas dan Israel terkait syarat gencatan senjata.

    Namun setelah bentrokan terbaru antara pasukan Israel dan militan Hamas pada Rabu, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mempercepat rencana merebut Kota Gaza.

    Dia menegaskan Israel tetap melanjutkan rencana merebut kota terbesar di Jalur Gaza itu.

    Hamas “babak belur”

    Operasi pendudukan Kota Gaza ramai mendulang kecaman dunia internasional, dan berpotensi memaksa semakin banyak warga Palestina mengungsi.

    Jubir militer Israel Defrin mengatakan, Hamas kini hanyalah “kekuatan milisi yang sudah babak belur”.

    Israel juga memanggil puluhan ribu pasukan cadangan untuk mempersiapkan serangan, sementara kabinet menimbang proposal gencatan senjata baru.

    Dalam pernyataan di Telegram, Hamas menuduh Netanyahu menghalangi kesepakatan damai demi melanjutkan “perang brutal terhadap warga sipil tak berdosa di Gaza.”

    “Pengabaian Netanyahu terhadap usulan mediator … membuktikan bahwa dialah penghalang utama dari tercapainya kesepakatan,” tulis Hamas.

    Bulan ini, kabinet keamanan Israel yang dipimpin Netanyahu telah menyetujui rencana perluasan operasi untuk merebut Kota Gaza, lokasi pertempuran sengit melawan Hamas di awal perang. Saat ini Israel menguasai sekitar 75% wilayah Jalur Gaza.

    Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Tekanan dari sekutu dekat

    Sejumlah sekutu terdekat Israel sebenarnya telah mendesak agar rencana pendudukan Kota Gaza ditinjau ulang. Namun koalisi partai-partai ultrakanan di pemerintahan Netanyahu menolak gencatan senjata, memilih kelanjutan perang dan mendorong aneksasi wilayah.

    Menteri Keuangan Bezalel Smotrich pada Rabu bahkan mengumumkan persetujuan final atas proyek permukiman baru di Tepi Barat. Perluasan wilayah enclave Israel di tepi Yerusalem itu dikecam luas karena dianggap memupus prospek negara Palestina.

    Perang di Gaza dimulai 7 Oktober 2023 ketika militan Hamas menyerang komunitas di selatan Israel. Serangan itu mencatatkan sekitar 1.200 korban jiwa, yang mayoritasnya warga sipil, dengan 251 orang sandera yang dibawa Hamas, termasuk anak-anak, menurut data Israel.

    Sejak itu, lebih dari 62.000 warga Palestina tewas akibat serangan militer Israel, menurut pejabat kesehatan Gaza, yang menyebut mayoritas korban adalah perempuan dan anak-anak.

    Hamas sejatinya telah menerima proposal mediator Arab untuk gencatan senjata 60 hari, mencakup pembebasan sebagian sandera dan pertukaran tahanan Palestina di Israel.

    Namun Israel menegaskan semua 50 sandera yang tersisa harus dibebaskan sekaligus. Otoritas Israel memperkirakan hanya sekitar 20 orang yang masih hidup.

    Penyerbuan Kota Gaza dikhawatirkan akan menimbulkan korban besar. Namun Israel berjanji akan membantu warga sipil keluar dari zona pertempuran sebelum operasi dimulai.

    Pertempuran di Khan Younis

    Militer Israel pada Rabu (20/8) mengatakan, pasukannya terlibat kontak senjata dengan lebih dari 15 milisi Hamas di dekat Khan Younis. Para milisi itu dilaporkan muncul dari terowongan rahasia, dan menyerang menggunakan senapan serbu serta rudal anti-tank. Seorang serdadu mengalami luka parah, sementara dua lain luka ringan.

    Sayap militer Hamas, Brigade Al-Qassam, membenarkan pihaknya melakukan serangan jarak dekat terhadap pasukan Israel di tenggara Khan Younis. Seorang milisi disebut meledakkan diri di antara tentara, menyebabkan korban jiwa, dalam pertempuran yang berlangsung beberapa jam itu.

    Sejauh ini, serangan Israel telah menghancurkan sebagian besar infrastruktur Gaza, yang berpenduduk 2,3 juta orang sebelum perang. Rumah, sekolah, hingga masjid luluh lantak. Israel menuduh Hamas menggunakan fasilitas sipil sebagai basis militer, klaim yang dibantah Hamas.

    Otoritas Israel mengatakan, warga Kota Gaza akan menerima perintah evakuasi sebelum operasi besar dimulai.

    Warga sipil diminta hengkang

    Patriarkat Latin Yerusalem, otoritas tertinggi gereja Katolik di Gaza, melaporkan kawasan di sekitar parokinya di Kota Gaza sudah mulai mendapat pengumuman evakuasi.

    Hamas, yang telah memerintah Gaza hampir dua dekade, disebut semakin melemah akibat perang. Mereka menegaskan siap membebaskan seluruh sandera dengan syarat perang diakhiri, tuntutan yang ditolak Israel karena menghendaki Hamas melucuti senjata.

    Survei menunjukkan, publik Israel mendukung penghentian perang demi menyelamatkan sandera. Baru-baru ini, ratusan ribu orang berunjuk rasa di Tel Aviv menuntut pemerintahan Netanyahu agar menanggapi tawaran gencatan senjata.

    Sementara itu, jajak pendapat Reuters/Ipsos di AS menunjukkan 58% responden berpendapat semua negara anggota PBB seharusnya mengakui Palestina sebagai negara.

    Editor: Agus Setiawan

    Lihat Video ‘Militer Israel Mulai Bergerak untuk Rencana Ambil Alih Gaza’:

    (nvc/nvc)

  • Israel Setujui Rencana Permukiman Kontroversial di Tepi Barat

    Israel Setujui Rencana Permukiman Kontroversial di Tepi Barat

    Tepi Barat

    Sebuah komite perencanaan Israel memberikan persetujuan akhir soal rencana kontroversial pembangunan permukiman baru di wilayah Tepi Barat.

    Persetujuan itu diumumkan pada Rabu (20/08) kemarin. Rencana itu mencakup pengembangan lahan terbuka di sebelah timur Yerusalem, yang dikenal dengan istilah E1. Pemerintah Israel akan membangun sekitar 3.500 unit apartemen baru demi memperluas permukiman Maale Adumin, yang berdekatan dengan E1.

    “Dengan bangga saya umumkan bahwa beberapa saat lalu, administrasi sipil telah menyetujui perencanaan pembangunan kawasan E1,” kata Wali Kota Maale Adumin, Guy Yifrach, dalam sebuah pernyataan.

    Permukiman Tepi Barat memperumit proses damai

    Rencana pembangunan Israel di wilayah Tepi Barat ini sejatinya banyak dikecam dan dianggap sebagai hal ilegal menurut hukum internasional. PBB dan pegiat HAM Palestina memperingatkan bahwa proyek ini akan memecah wilayah Palestina dan membuat solusi dua negara menjadi tidak memungkinkan.

    Israel nantinya akan menggarap area seluas 12 kilometer persegi. Namun, karena lokasinya, perluasan ini akan membuat mustahil terbentuknya negara Palestina yang terhubung secara geografis dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

    Kepada DW, seorang peneliti dari organisasi Ir Amim, Aviv Tatarsky, mengatakan kalau rencana ini membuat negara Palestina “tidak mungkin terwujud.” Dia menentang rencana perluasan permukiman tersebut.

    “Rencana ini memecah wilayah Tepi Barat menjadi bagian utara dan selatan,” jelasnya.

    Dalam sebuah kunjungan politik ke Indonesia pada Rabu (20/08), Menteri Luar Negeri Jerman Johann Wadephul mengatakan bahwa “rencana seperti ini, jika dilaksanakan, akan bertentangan dengan hukum internasional dan akan membuat solusi dua negara menjadi mustahil.”

    Pada pekan lalu, Kementerian Luar Negeri Jerman juga telah mendesak Israel untuk “menghentikan pembangunan permukiman,” dan menegaskan bahwa Jerman hanya akan mengakui perubahan batas wilayah 4 Juni 1967. Batas ini telah disepakati oleh kedua pihak yang tengah berkonflik.

    “Pembangunan permukiman melanggar hukum internasional dan resolusi relevan dari Dewan Keamanan PBB,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Jerman. “Hal tersebut memperumit solusi dua negara yang sedang dibahas dan mengakhiri pendudukan Israel di Tepi Barat, seperti yang diminta oleh Mahkamah Internasional atau International Court of Justice.”

    Sayap kanan Israel beri dukungan

    Menteri Keuangan Israel dari kelompok sayap kanan, Bezalel Smotrich, yang mengumumkan rencana tersebut pekan lalu, mengatakan persetujuan yang dilakukan pada Rabu (20/08) itu menjadi momen “bersejarah” dan menyebutnya sebagai teguran terhadap negara-negara Barat seperti Prancis dan Inggris, yang belakangan ini berencana untuk mengakui negara Palestina pada September 2025 mendatang.

    “Negara Palestina sedang dihapus dari meja, bukan dengan slogan tetapi dengan tindakan,” kata Bezalel Smotrich, Rabu (20/08).

    Sebelumnya lewat sebuah pernyataan, Kementerian Keuangan Israel mengatakan bahwa rencana permukiman baru itu “mengubur ide akan negara Palestina.”

    Israel telah mengkritik negara-negara yang berkomitmen untuk mengakui Palestina sebagai negara. Mereka menyebut pengakuan itu sebagai “hadiah untuk Hamas” menyusul serangan teror 7 Oktober 2023.

    Tulisan ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh: Muhammad Hanafi

    Editor: Rahka Susanto dan Hani Anggraini

    Lihat Video ‘Militer Israel Mulai Bergerak untuk Rencana Ambil Alih Gaza’:

    (nvc/nvc)

  • Kecaman Hujani Israel yang Mulai Operasi Caplok Kota Gaza

    Kecaman Hujani Israel yang Mulai Operasi Caplok Kota Gaza

    Paris

    Kecaman menghujani Israel yang baru saja mengumumkan dimulainya operasi militer untuk mengambil alih kendali Kota Gaza, kota terbesar di Jalur Gaza. Presiden Prancis Emmanuel Macron menyebut langkah Tel Aviv itu hanya akan semakin memicu “bencana” dan membawa wilayah itu ke “perang permanen”.

    Macron dalam pernyataannya via media sosial, seperti dilansir AFP dan Reuters, Kamis (21/8/2025), mengatakan bahwa “serangan militer” Israel untuk menaklukkan Kota Gaza “hanya akan menyebabkan bencana total bagi kedua bangsa”.

    Disebutkan oleh Macron bahwa rencana Israel itu “akan menyeret kawasan tersebut ke dalam perang permanen”. Dia juga menegaskan kembali seruannya untuk “misi stabilisasi internasional”.

    Pernyataan Macron itu disampaikan setelah Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, pada Rabu (20/8) menyetujui rencana militer untuk menaklukkan Kota Gaza. Dia mengizinkan pemanggilan sekitar 60.000 tentara cadangan Israel.

    Setelah mendapatkan persetujuan Katz tersebut, militer Israel mengumumkan bahwa langkah pertama operasi untuk merebut Kota Gaza telah dimulai. Tel Aviv mengklaim saat ini pasukannya telah menguasai pinggiran Kota Gaza, dengan para petempur Hamas disebut telah menjadi pasukan gerilya yang “babak belur”.

    Namun di sisi lain, operasi militer Israel terhadap Kota Gaza itu memaksa ribuan orang mengungsi.

    Kecaman juga disampaikan oleh Jerman, yang menyatakan “penolakan eskalasi” dari operasi militer Israel di Kota Gaza.

    Juru bicara pemerintah Berlin Steffen Meyer mengatakan kepada wartawan bahwa Jerman merasa “semakin sulit untuk memahami bagaimana tindakan ini akan mengarah pada pembebasan semua sandera, atau gencatan senjata” di Jalur Gaza.

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Yordania, Ayman Safadi, mengatakan dalam kunjungan ke Moskow bahwa operasi militer Israel yang semakin meluas di Jalur Gaza telah “mematikan semua prospek” perdamaian di Timur Tengah. Dia juga menyebut serangan Tel Aviv menyebabkan “pembantaian dan kelaparan” di Jalur Gaza.

    Berbicara kepada Menlu Rusia Sergei Lavrov dalam kunjungan itu, Safadi mengatakan dirinya berharap dapat membahas “upaya untuk mengakhiri agresi di Gaza, serta pembantaian dan kelaparan yang ditimbulkannya”.

    Dia menyebut hal itu semakin menambah “tindakan ilegal yang terus merusak solusi dua negara dan mematikan semua prospek perdamaian di kawasan”.

    “Kami menghargai posisi Anda yang jelas terhadap perang dan tuntutan Anda untuk mencapai gencatan senjata permanen,” ujar Safadi.

    Reaksi keras lainnya disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres, yang menyerukan gencatan senjata segera di Jalur Gaza setelah Israel mengumumkan dimulainya langkah pertama operasi untuk merebut Kota Gaza.

    “Sangat penting untuk segera mencapai gencatan senjata di Gaza,” tegasnya, sembari mengingatkan bahwa gencatan senjata diperlukan “untuk menghindari kematian dan kehancuran yang tidak terelakkan akibat operasi militer terhadap Kota Gaza”.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Iran Hukum Gantung Terpidana Pembunuhan di TKP, Ditonton Publik

    Iran Hukum Gantung Terpidana Pembunuhan di TKP, Ditonton Publik

    Teheran

    Iran kembali melakukan eksekusi mati di depan umum, dengan menghukum gantung seorang terpidana kasus pembunuhan di lokasi kejahatannya, atau di tempat kejadian perkara (TKP), pada Kamis (21/8) waktu setempat. Eksekusi mati ini dilaksanakan dua hari setelah eksekusi serupa yang juga dilakukan di depan umum.

    Sebagian besar eksekusi mati di Iran dilaksanakan di dalam kompleks penjara. Eksekusi mati di depan umum biasanya dilakukan untuk pelanggaran hukum yang memicu kemarahan publik.

    Kepala pengadilan setempat, Heidar Asiabi, seperti dilansir AFP, Kamis (21/8/2025), mengatakan bahwa hukuman gantung terbaru telah dilaksanakan pada Kamis (21/8) dini hari di kota Kordkuy.

    “Dilakukan di tempat kejadian perkara dan di depan umum,” kata Asiabi dalam pernyataan kepada situs berita Mizan Online yang dikelola otoritas peradilan Iran.

    Mizan Online melaporkan bahwa terpidana yang dihukum gantung, berjenis kelamin laki-laki namun tidak disebut identitasnya, dijatuhi hukuman mati karena membunuh “sepasang suami-istri dan seorang perempuan muda dengan senapan berburu” pada akhir tahun lalu.

    Eksekusi mati itu dilakukan setelah otoritas Iran, pada Selasa (19/8), menghukum gantung seorang terpidana pria di depan umum di wilayah Provinsi Fars, Iran bagian selatan. Terpidana itu dinyatakan bersalah telah membunuh seorang ibu dan ketiga anaknya dalam sebuah perampokan.

    Istri dari terpidana pria itu juga dijatuhi hukuman mati, dan akan dieksekusi di kompleks penjara tempatnya ditahan pada tanggal yang belum ditentukan.

    Menurut kelompok hak asasi manusia (HAM) Amnesty International, Iran telah mengeksekusi mati lebih banyak orang daripada negara-negara lainnya di dunia, kecuali China.

    Kantor HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), bulan lalu, mendesak Teheran untuk menghentikan pemberlakuan hukuman mati, dengan alasan “peningkatan eksekusi mati yang mengkhawatirkan”, dengan laporan PBB menyebut sedikitnya 612 orang telah dieksekusi mati pada paruh pertama tahun ini.

    Iran, dalam tanggapannya, menegaskan mereka membatasi penggunaan hukuman mati hanya untuk “kejahatan yang paling berat”.

    Tindak pembunuhan, pemerkosaan, perzinahan, dan beberapa kejahatan narkoba merupakan pelanggaran pidana yang memiliki ancaman hukuman mati di Iran. Pelanggaran hukum lainnya yang dikategorikan sebagai “permusuhan terhadap Tuhan” dan “korupsi di Bumi” juga dapat dihukum mati.

    Lihat juga Video ‘Bus Migran Kecelakaan dan Terbakar di Afghanistan, 79 Orang Tewas’:

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Israel Setujui Permukiman Kontroversial di Tepi Barat, Palestina Berang!

    Israel Setujui Permukiman Kontroversial di Tepi Barat, Palestina Berang!

    Ramallah

    Otoritas Palestina mengecam keras persetujuan Israel untuk pembangunan permukiman Yahudi kontroversial di wilayah Tepi Barat yang diduduki. Otoritas Palestina menilai pembangunan permukiman kontroversial, yang disebut sebagai “proyek E1” itu, merusak peluang untuk tercapainya solusi dua negara.

    “Ini merusak peluang untuk penerapan solusi dua negara, pembentukan negara Palestina di lapangan, dan memecah belah kesatuan geografis dan demografisnya,” kata Kementerian Luar Negeri Otoritas Palestina dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP, Kamis (21/8/2025).

    Kementerian Luar Negeri Otoritas Palestina menyebut pelaksanaan “proyek E1” itu akan semakin mengokohkan “pembagian Tepi Barat yang diduduki menjadi area-area terisolasi dan bagian-bagian yang terpisah satu sama lain”.

    “Mengubahnya menjadi sesuatu yang mirip dengan penjara sungguhan, di mana pergerakan hanya dimungkinkan melalui pos-pos pemeriksaan Israel dan di bawah teror milisi pemukim bersenjata,” kritik Kementerian Luar Negeri Otoritas Palestina.

    Pembangunan permukiman dalam “proyek E1” itu telah menjadi ambisi Israel sejak lama, di mana Tel Aviv ingin membangun permukiman di lahan seluas kurang dari 12 kilometer persegi, yang dikenal sebagai E1 di Yerusalem bagian timur.

    Rencana itu terhenti selama bertahun-tahun karena ditentang oleh komunitas internasional, yang menilai proyek tersebut mengancam kelangsungan negara Palestina di masa depan.

    Permukiman “proyek E1” itu mencakup pembangunan sebanyak 3.401 unit rumah di area permukiman Ma’ale Adumim, yang ada di Yerusalem Timur, dan pembangunan 3.515 unit rumah lainnya di area sekitarnya.

    Proyek tersebut dinilai bertujuan untuk membagi Tepi Barat menjadi dua bagian, memutus koneksi antara kota-kota di area utara dan selatan, serta mengisolasi Yerusalem Timur.

    Persetujuan untuk “proyek E1” diumumkan pekan lalu oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Israel Bezalel Smotrich, dan mendapatkan persetujuan akhir dari komisi perencanaan Kementerian Pertahanan pada Rabu (20/8) waktu setempat. Smotrich memberikan pujian untuk persetujuan akhir yang diberikan otoritas Israel.

    “Dengan E1, kita akhirnya mewujudkan apa yang telah dijanjikan selama bertahun-tahun. Negara Palestina sedang dihapus, bukan dengan slogan-slogan tetapi dengan tindakan,” ucap Smotrich dalam pernyataan terbarunya menyusul persetujuan akhir tersebut, seperti dilansir Reuters.

    Kecaman dilontarkan oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres, yang menyerukan kepada Israel untuk “segera menghentikan semua aktivitas permukiman”. Guterres memperingatkan bahwa proyek permukiman itu menjadi “ancaman nyata bagi solusi dua negara”.

    Semua permukiman Israel di Tepi Barat, yang diduduki sejak tahun 1967 silam, dianggap ilegal menurut hukum internasional, terlepas apakah pembangunannya mendapatkan izin dari otoritas Tel Aviv.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Negara Ini Jadi Opsi Pertemuan Putin-Zelensky

    Negara Ini Jadi Opsi Pertemuan Putin-Zelensky

    Berlin

    Para pemimpin Eropa terlihat lega karena upaya intensif mereka untuk memastikan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mendapat tempat dalam pembicaraan masa depan Ukraina akhirnya membuahkan hasil. Hanya saja, tantangan diplomatik yang sesungguhnya justru baru akan dimulai.

    Pertanyaannya, di mana lokasi yang benar-benar bisa mempertemukan Zelenskyy dan Presiden Rusia Vladimir Putin?

    “Di Eropa Ada Banyak Tempat Layak”

    Kepada DW, Menteri Luar Negeri (Menlu) Jerman Johann Wadephul mengatakan bahwa ada “banyak tempat layak di Eropa” untuk melakukan negosiasi. Berlin, kata dia, tidak berniat menjadi tuan rumah dan menyebut Swiss sebagai lokasi yang “selalu layak dari dulu”.

    Namun, menemukan “lokasi netral” dalam artian harfiah, antara Amerika Serikat, Rusia, Ukraina, dan mungkin negara-negara Eropa lainnya bukan hal mudah. Secara hukum, hal itu juga cukup rumit.

    Vladimir Putin saat ini menjadi buronan internasional. Dia didakwa oleh Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) dalam kasus dugaan kejahatan perang, termasuk pemindahan anak-anak secara ilegal dari wilayah Ukraina yang diduduki ke Rusia. Tuduhan ini, dibantah oleh Putin.

    Oleh karena itu, dakwaan ICC tersebut membuat perjalanan internasional Putin menjadi rumit. Secara teknis, 125 negara yang menjadi anggota ICC wajib menangkap siapa pun yang menjadi subjek surat perintah ICC jika memasuki wilayah mereka.

    Baik Rusia maupun AS tidak mengakui yurisdiksi ICC, sehingga muncul perdebatan hukum soal kekebalan yang dimiliki Putin. Pada hari Rabu (20/08), Washington meningkatkan tekanan diplomatik terhadap ICC dengan menjatuhkan sanksi terhadap sejumlah hakim.

    Jerman dan Prancis Andalkan Swiss

    Menlu Swiss Ignazio Cassis mengatakan negaranya “lebih dari siap” untuk menjadi tuan rumah pertemuan tersebut. Pihak Prancis juga menyetujui hal tersebut dan mengatakan Jenewa adalah lokasi ideal untuk negosiasi perdamaian.

    Meskipun Swiss adalah anggota ICC, tapi pemerintahnya mengatakan Putin akan diberikan “kekebalan” untuk pembicaraan.

    Hanya saja, dosen hukum pidana Internasional dari University of Amsterdam Mathhias Holvoet mengatakan bahwa hal tersebut cukup lemah dari kaca mata hukum. Kepada DW dia mengatakan, dalam sistem demokrasi liberal, pihak yudikatif yang independen nonpemerintah, harusnya mengambil keputusan soal penangkapan tersebut.

    “Pada kenyataannya, saya menduga akan ada semacam kesepakatan antara eksekutif dan yudikatif untuk tidak mengeksekusi surat perintah penangkapan ini,” papar Holvoet, sambil mencatat bahwa ada sedikit konsekuensi untuk mengabaikan aturan ICC.

    Swiss memiliki sejarah panjang dalam hal netralitas. Mereka menjadi markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hingga menjaga jarak dengan Uni Eropa dan aliansi militer NATO. Namun, Swiss telah memberlakukan sanksi terhadap Rusia atas invasi ke Ukraina.

    Pemerintah Swiss mengatakan mereka telah terlibat dalam 30 proses perdamaian, termasuk pembicaraan tentang Armenia, Siprus, Mozambik, dan Sudan. Pada tahun 2021, Jenewa menjadi tuan rumah pembicaraan antara Putin dan mantan presiden AS Joe Biden.

    Wilayah Uni Eropa, di Luar NATO: Austria

    Kanselir Austria juga menawarkan ibu kota negaranya, Wina, sebagai calon tempat yang potensial. Austria adalah anggota Uni Eropa, tetapi telah netral secara militer sejak tahun 1950-an dan tetap berada di luar NATO.

    “Austria membayangkan dirinya sebagai jembatan antara timur dan barat,” kata Reinhard Heinisch, seorang profesor ilmu politik di University of Salzburg, kepada DW.

    Dia menyoroti rekam jejak Austria dalam hal diplomatik. Mulai dari pembicaraan AS-Rusia saat era Perang Dingin, hingga negosiasi tentang program nuklir Iran dalam dekade ini.

    Sebagai anggota ICC, Austria menghadapi dilema hukum yang sama dengan Swiss. Hanya saja, kata Heinisch, “Austria terkenal dengan komprominya,” dan menambahkan bahwa banyak hal dalam hukum Austria yang “masih bisa ditafsirkan.”

    Profesor hukum Holvoet menyebut penundaan surat perintah bisa dilakukan lewat kesepakatan dengan pihak Dewan Keamanan PBB. Hanya saja opsi itu, kata dia, secara politik tidak realistis.

    Kenangan Buruk di Budapest

    Pihak Paman SAM dikabarkan mempertimbangkan Hungaria sebagai lokasi. Negara Eropa Tengah tersebut mundur dari ICC awal 2025, setelah pengadilan mengeluarkan dakwaan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang merupakan sekutu dekat pemimpin Hungaria Viktor Orban.

    Secara hukum internasional, opsi ini mungkin lebih mudah, tapi secara politik, Budapest tidak disukai banyak negara Eropa. Perdana Menteri Polandia Donald Tusk bahkan mengingatkan bahwa Ukraina pernah mendapat jaminan keamanan yang gagal di Budapest pada 1994. Saat itu Ukraina menyerahkan senjata nuklirnya, sebagai imbalannya Ukraina mendapat jaminan dari AS, Rusia, dan Inggris.

    “Mungkin saya agak percaya dengan takhayul, tapi kali ini saya akan mencari tempat lain,” tulis Tusk di akun X resminya.

    Hungaria, juga dikenal sebagai pihak bermasalah utama di Uni Eropa. Mereka sering kali memblokir atau meringankan sanksi Uni Eropa terhadap Rusia.

    “Banyak pihak Uni Eropa melihat Orban sebagai semacam ‘kuda troya’ bagi kepentingan Rusia,” papar Heinisch. Namun, dia menambahkan, Eropa mungkin kesulitan menolak jika Trump dan Putin sepakat memilih Budapest, ibu lota Hungaria, sebagai lokasi pertemuan.

    Turki: Anggota NATO, Tapi di Luar ICC

    Media Turki mulai berspekulasi soal pertemuan Zelenskyy dan Putin di negara tersebut. Hal itu menyusul komunikasi antara Presiden Recep Tayyip Erdogan dengan Putin pada Rabu (20/08).

    Kementerian Luar Negeri Rusia menyebut Putin berterima kasih atas “upaya Erdogan memfasilitasi pembicaraan Rusia-Ukraina di Istanbul.”

    Turki telah menjadi tuan rumah beberapa putaran pembicaraan tingkat rendah antara Kyiv dan Moskow tahun 2025 ini, termasuk pertukaran tahanan.

    Secara geografis, Turki berada di persimpangan Eropa dan Asia, dan seperti Rusia dan Ukraina, mereka memiliki garis pantai di Laut Hitam.

    Turki adalah anggota NATO, tapi bukan bagian dari Uni Eropa dan tidak menandatangani Statuta ICC. Meski telah memasok senjata ke Ukraina, Turki tetap menjaga hubungan baik dengan Moskow.

    Potensi Kawasan Teluk

    Kemungkinan pertemuan dilakukan di luar kawasan Eropa juga disebut-sebut, mulai dari Arab Saudi hingga Qatar. Keduanya memiliki rekam jejak sebagai mediator internasional dan bukan anggota ICC.

    Awal 2025, pejabat dari Ukraina, AS, dan Rusia mengadakan pembicaraan di Kota Jeddah, Arab Saudi. Pertemuan itu berakhir dengan keputusan Washington untuk kembali berbagi informasi intelijen kepada Kyiv.

    Qatar, tetangga Saudi, juga telah memediasi pembicaraan yang menghasilkan kesepakatan antara Rusia dan Ukraina untuk memulangkan sejumlah anak.

    Uni Eropa sebelumnya telah mendorong negara-negara Teluk agar lebih kritis terhadap Moskow, memperketat pengawasan terhadap pelanggaran sanksi, dan memberikan dukungan lebih besar kepada Ukraina.

    Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh: Muhammad Hanafi

    Editor: Rahka Susanto

    (nvc/nvc)

  • Israel Setujui Permukiman Kontroversial di Tepi Barat, PBB Ingatkan Hal Ini

    Israel Setujui Permukiman Kontroversial di Tepi Barat, PBB Ingatkan Hal Ini

    Tepi Barat

    Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan Israel bahwa keputusan menyetujui pembangunan permukiman Yahudi kontroversial, yang disebut sebagai “proyek E1”, di Tepi Barat akan memiliki “dampak kemanusiaan yang menghancurkan” bagi warga Palestina.

    Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, seperti dilansir AFP dan Anadolu Agency, Kamis (21/8/2025), mengecam keras keputusan Israel tersebut dan secara tegas menyerukan kepada Tel Aviv untuk “segera menghentikan semua aktivitas permukiman”.

    “Sekretaris Jenderal mengecam keputusan Komite Perencanaan Tinggi yang memberikan persetujuan untuk lebih dari 3.400 unit perumahan di area E1 di Tepi Barat yang diduduki,” demikian pernyataan yang disampaikan oleh juru bicara Guterres, Stephane Dujarric, seperti dikutip dari situs resmi PBB.

    “Permukiman Israel di Tepi Barat yang diduduki, termasuk Yerusalem Timur, merupakan pelanggaran hukum internasional dan bertentangan langsung dengan resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa,” imbuh pernyataan tersebut.

    “Kemajuan proyek ini merupakan ancaman nyata bagi solusi dua negara. Proyek ini akan memisahkan wilayah Tepi Barat bagian utara dan bagian selatan, serta memiliki konsekuensi serius bagi kedaulatan wilayah Palestina yang diduduki,” tegas Guterres dalam pernyataannya.

    Dujarric menambahkan bahwa: “Sekretaris Jenderal menegaskan kembali seruannya kepada pemerintah Israel untuk segera menghentikan semua aktivitas permukiman dan untuk sepenuhnya mematuhi kewajibannya berdasarkan hukum internasional.”

    Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), dalam pernyataan terpisah, menyebut proyek E1 tersebut mengancam pergerakan dan akses warga Palestina karena “secara efektif akan memisahkan Tepi Barat utara dan tengah dari area selatan”.

    “Rencana tersebut akan memiliki dampak kemanusiaan yang menghancurkan, pertama dan yang terutama bagi warga Palestina di wilayah tersebut, tetapi juga bagi wilayah Palestina yang diduduki secara lebih luas,” sebut OCHA dalam peringatannya.

    “Rencana tersebut secara khusus menempatkan 18 komunitas Bedouin Palestina dalam risiko pengungsian yang lebih tinggi,” tambahnya.

    Perluasan permukiman Yahudi dalam “proyek E1” itu akan mencakup pembangunan jalan pintas yang mengalihkan lalu lintas warga Palestina dari jalanan utama Yerusalem-Yerikho.

    “Ruas jalanan tersebut merusak keutuhan wilayah, meningkatkan waktu tempuh, dan berdampak negatif terhadap mata pencaharian serta akses masyarakat terhadap layanan,” sebut OCHA memperingatkan.

    Menkeu Israel Puji Persetujuan Permukiman, Sebut ‘Palestina Dihapus’

    Persetujuan untuk “proyek E1” diumumkan pekan lalu oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Israel Bezalel Smotrich, dan mendapatkan persetujuan akhir dari komisi perencanaan Kementerian Pertahanan pada Rabu (20/8) waktu setempat.

    Smotrich memberikan pujian untuk persetujuan akhir yang diberikan otoritas Israel.

    “Dengan E1, kita akhirnya mewujudkan apa yang telah dijanjikan selama bertahun-tahun. Negara Palestina sedang dihapus, bukan dengan slogan-slogan tetapi dengan tindakan,” ucap Smotrich dalam pernyataan terbarunya menyusul persetujuan akhir tersebut, seperti dilansir Reuters.

    Israel sejak lama berambisi membangun permukiman di lahan seluas kurang dari 12 kilometer persegi, yang dikenal sebagai E1 di Yerusalem Timur. Rencana itu terhenti selama bertahun-tahun karena ditentang komunitas internasional, yang menilainya mengancam kelangsungan negara Palestina di masa depan.

    Semua permukiman Israel di Tepi Barat, yang diduduki sejak tahun 1967 silam, dianggap ilegal menurut hukum internasional, terlepas apakah pembangunannya mendapatkan izin dari otoritas Tel Aviv.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/idh)

  • Puluhan Orang Teluka Dalam Demo Ricuh di Bone, Begini Reaksi Gubernur Sulsel

    Puluhan Orang Teluka Dalam Demo Ricuh di Bone, Begini Reaksi Gubernur Sulsel

    Sebagai informasi, aksi unjuk rasa massa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bone Bersatu awalnya berlangsung aman dan damai di depan Kantor Bupati Bone, Selasa (19/8/2025).

    Tak lama berselang, sejumlah massa kemudian menjebol pagar utama kantor bupati yang telah dipasang kawat berduri. Massa pun perlahan meringsek masuk ke halaman kantor bupati.

    Melihat keadaan itu, sejumlah pejabat Pemkab Bone akhirnya menemui massa yang terus melakukan orasi. Kedua belah pihak kemudian duduk bersila bersama sambil berdiskusi mengenai kenaikan PBB di Bone.

    Sayangnya, diskusi tersebut berlangsung alot dan tidak membuahkan hasil. Demonstran tidak menerima penjelasan para pejabat Pemkab Bone hingga petang tiba.

    Setelah malam menjelang, para pejabat Pemkab Bone beranjak meninggalkan lokasi. Demonstran memutuskan untuk tetap berada di halaman Kantor Bupati dan menuntut Bupati Bone Andi Asman Sulaiman serta Wakil Bupati Bone Andi Akmal Pasaluddin untuk hadir menemui massa.

    Melihat kondisi yang semakin tidak kondusif, Kepolisian pun memerintahkan para demonstran untuk mundur dan pulang ke rumah masing-masing. Namun, peringatan itu tidak diindahkan sehingga aparat melakukan upaya paksa dengan menggunakan mobil water cannon dan tembakan gas air mata.

    Kericuhan pun tidak terelakkan. Massa yang terdiri dari berbagai organisasi dan warga Kabupaten Bone membalas tembakan gas air mata dengan lemparan batu.

    Kericuhan itu baru mereda sekitar pukul 01.00 Wita, tak lama setelah pihak Pemkab Bone mengumumkan penundaan kenaikan PBB-P2 yang dinilai menyengsarakan masyarakat.

  • DPD: Penurunan TKD jadi momentum pemda kreatif tingkatkan PAD

    DPD: Penurunan TKD jadi momentum pemda kreatif tingkatkan PAD

    penurunan alokasi pemerintah Rp650 triliun untuk TKD dalam RAPBN 2026, atau turun 24,7 persen dibandingkan dengan proyeksi realisasi 2025 sebesar Rp864,1 triliun

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komite I DPD RI Irman Gusman menilai penurunan alokasi dana transfer ke daerah (TKD) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 harus menjadi momentum bagi pemerintah daerah (pemda) untuk lebih kreatif dan inovatif dalam meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).

    Hal itu disampaikannya untuk merespons penurunan alokasi pemerintah Rp650 triliun untuk TKD dalam RAPBN 2026, atau turun 24,7 persen dibandingkan dengan proyeksi realisasi 2025 sebesar Rp864,1 triliun.

    “Pengurangan transfer pusat memang memberatkan pemda, tapi justru di sinilah tantangan bagi daerah untuk menggali potensi fiskal secara kreatif dan inovatif,” kata Irman dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.

    Dia menegaskan jangan sampai penurunan anggaran pusat ke daerah ditutup dengan cara instan, seperti menaikkan pajak dan retribusi yang bisa membebani rakyat kecil.

    “Kuncinya tidak harus selalu menaikkan pajak, melainkan bisa dengan cara mengoptimalkan BUMD, memanfaatkan aset daerah, memperluas kerjasama investasi, dan membuka sektor wisata serta ekonomi kreatif,” ujarnya.

    Menurut dia, jika pemerintah daerah hendak menyesuaikan tarif pajak bumi dan bangunan (PBB) maka langkah tersebut harus melalui diskusi dengan semua pemangku kepentingan.

    “Harus ada musyawarah agar kebijakan fiskal tidak menimbulkan keresahan. Jangan sampai rakyat terbebani karena itu harus menimbang kemampuan masyarakat itu sendiri,” katanya.

    Dia pun menyoroti kasus kenaikan PBB-P2 yang memicu protes warga karena dianggap memberatkan, sebagaimana terjadi di sejumlah daerah seperti Pati, Cirebon, dan Bone, di mana

    “Kasus ini memberi pelajaran penting bahwa kebijakan pajak tanpa komunikasi publik yang baik bisa menimbulkan gejolak sosial. Itu yang harus dihindari,” tuturnya.

    Lebih jauh, dia mengingatkan pemerintah pusat agar tetap menjaga keadilan fiskal di tengah kondisi anggaran yang tertekan.

    Dia menambahkan pemerintah juga harus memberi perhatian khusus kepada daerah yang selama ini memang masih sangat bergantung pada TKD.

    “Di wilayah seperti itu, sektor jasa dan sumber PAD lain belum berkembang. Kalau transfer pusat dikurangi tanpa kompensasi, maka pembangunan bisa terhambat dan rakyat yang paling merasakan dampaknya,” ucapnya.

    Sebelumnya, Jumat (15/8), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan anggaran transfer ke daerah (TKD) yang mengalami penurunan pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 disebabkan oleh peralihan anggaran ke belanja pemerintah pusat.

    Dalam RAPBN 2026, anggaran TKD ditetapkan sebesar Rp650 triliun, terkoreksi sebesar 24,8 persen dari proyeksi TKD 2025 sebesar Rp864,1 triliun.

    “Kalau TKD mengalami penurunan, kenaikan dari belanja pemerintah pusat di daerah itu naiknya jauh lebih besar,” kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers RAPBN dan Nota Keuangan 2026 di Jakarta.

    Menurut dia, manfaat dari program belanja pemerintah pusat juga dirasakan oleh masyarakat di daerah.

    Sebagai contoh, program perlindungan sosial Program Keluarga Harapan (PKH) dan Kartu Sembako, program pendidikan Sekolah Rakyat dan Sekolah Unggul Garuda, Makan Bergizi Gratis (MBG), subsidi energi dan non-energi, hingga program ketahanan pangan seperti lumbung pangan dan cadangan pangan oleh Bulog.

    Menkeu menyebut program-program itu, dan program lain yang manfaatnya langsung dirasakan masyarakat, memakan alokasi sebesar Rp1.376,9 triliun dari belanja pemerintah pusat dalam RAPBN 2026.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.