Surya Paloh Tak Setuju Usul Forum Purnawirawan Copot Wapres Gibran
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ketua Umum Partai
NasDem
,
Surya Paloh
, tidak setuju dengan usulan
Forum Purnawirawan TNI-Polri
kepada MPR untuk mencopot
Gibran Rakabuming
Raka dari jabatan Wakil Presiden.
“Meresolusi dengan memakzulkan menurut saya sebenarnya, izinkan saya harus menyatakan dengan segala penghormatan saya, kurang tepat ya,” kata Paloh di NasDem Tower, Jakarta, sebagaimana disiarkan YouTube
KOMPASTV
, Sabtu (26/4/2025).
Tanpa mengurangi rasa hormat kepada pihak pengusul, Paloh menyayangkan usulan semacam itu datang dari para purnawirawan.
“Ya sayang sekali, dengan seluruh penghormatan saya kepada para senior,” kata Paloh.
Menurut Paloh, tak ada skandal yang dapat menjadi dasar mencopot Gibran dari posisinya sebagai Wapres RI. Putra sulung Presiden ke-7 RI Jokowi itu juga menang Pilpres sebagai pendamping Presiden Prabowo Subianto.
“Karena tidak ada skandal menjadi suatu hal tuntutan agar pemakzulan kan,” kata dia.
“Terlepas apakah itu output kinerjanya lemah, setengah lemah, kuat, itu masalah lain,” ujarnya.
Forum Purnawirawan TNI-Polri telah mengusulkan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI untuk mencopot Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Selain itu, forum ini meminta reshuffle kabinet terhadap menteri-menteri yang diduga terlibat dalam kasus korupsi.
Tuntutan ini, yang turut mencakup perlunya tindakan tegas terhadap aparat negara yang dianggap masih loyal kepada Presiden ke-7, Joko Widodo, menjadi perhatian publik.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
partai: Nasdem
-
/data/photo/2025/01/20/678e0f68f3cb7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Surya Paloh Tak Setuju Usul Forum Purnawirawan Copot Wapres Gibran Nasional 26 April 2025
-

Di Hadapan Megawati, OSO: Hanura Dukung Presiden Konstitusional Prabowo Subianto – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO), menegaskan sikap partainya dalam mendukung pemerintahan Prabowo Subianto.
Ia menyebut dukungan Hanura berdasarkan prinsip konstitusionalitas, bukan kepentingan pribadi.
“Saudara-saudara sekalian, kita Partai Hanura mendukung presiden konstitusional. Siapa dia? Prabowo Subianto. Tidak ada presiden lainnya, karena kita berdasarkan konstitusional,” kata OSO dalam pidatonya saat pengukuhan pengurus baru di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Sabtu (26/4/2025).
OSO menekankan, dukungan ini bukan keputusan pribadi, melainkan kesadaran bersama seluruh kader Hanura.
Ia juga mengingatkan pentingnya menjaga amanah rakyat kecil, seperti petani, guru, nelayan, dan pedagang kecil.
“Di depan kita terbentang jalan panjang, mungkin terjal, mungkin sunyi. Tapi kita tidak boleh takut, karena kita membawa sesuatu yang lebih besar dari kepentingan pribadi. Harapan mereka adalah amanah kita,” jelasnya.
Di sisi lain, ia pun meminta para pengurus baru Hanura untuk tidak hanya aktif dalam rapat-rapat. Akan tetapi juga hadir di tengah rakyat dan memperjuangkan suara mereka secara nyata.
“Saudara mulai hari ini saya ingin melihat pengurus yang baru tidak hanya hadir dalam rapat, tapi hadir di tengah rakyat, mendengar suara mereka, dan berjuang bersama,” tegasnya.
Megawati Hingga Anies Hadir
Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri menghadiri acara pelantikan pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Hanura periode 2024-2029 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Sabtu (26/4/2025).
Megawati tiba di lokasi sekitar pukul 19.15 WIB. Kedatangannya langsung disambut oleh Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO) dan istrinya.
Dalam lawatannya ini, Megawati terlihat dikawal oleh sejumlah petinggi DPP PDIP. Mereka adalah Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Djarot Saiful Hidayat, Ahmad Basarah, Adian Napitupulu, dan Deddy Sitorus.
Kemudian, ada pula Yassona Laoly dan juga kandidat Pilpres 2024 dari PDIP, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD. Lalu, ada juga kandidat Pilpres 2024 dari koalisi perubahan, Anies Baswedan.
Selain itu, ada juga Gubernur Jakarta Pramono Anung, Menteri Hukum RI Supratman Andi Agtas dan Menteri Agama RI Nasaruddin Umar.
Lalu, ada juga perwakilan dari parpol lain. Yakni, Sekjen NasDem Hermawi Taslim dan Sekjen PAN Eko Patrio.
-

Paloh Ingatkan Elite Politik Jangan Mabuk Kekuasaan: Seharusnya Tahu Diri
Jakarta –
Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh menyinggung para pejabat dan elite politik saat ini untuk tidak mabuk kekuasaan dan mementingkan kepentingan pribadinya saja. Paloh menekankan pentingnya ilmu politik diajarkan kepada generasi muda.
Hal itu disampaikannya saat menutup Program Remaja Bernegara di NasDem Tower, Sabtu (26/4/2025). Surya Paloh berpendapat, generasi muda merupakan orang yang diharapkannya mampu mengubah paradigma tersebut.
“Kepada siapa kita boleh berharap di negeri ini? Sekali lagi saya katakan, bukan pada orang-orang generasi seperti model saya ini. Kita tidak punya harapan banyak pada usia-usia seperti ini. Seharusnya tahu diri, jangan terus-menerus mabuk dengan kekuasaan dan keinginan membangun interest pribadi dan kelompok,” kata Surya Paloh di hadapan para peserta.
Paloh menilai, anak muda saat ini dapat diandalkan bila diberi pendidikan politik dengan baik. Harapan itu, kata Paloh, termasuk dengan sikap generasi muda yang mau berjuang dan memiliki idealisme kuat.
“Tapi saya ingin menaruh harapan pada remaja bangsa ini, ada remaja yang masih mempunyai dedikasi, mempunyai cita-cita yang besar dan idealisme mereka. Di sana masih ada kejujuran, masih ada keberanian, dan masih ada keinginan untuk memperbaiki dan berjuang untuk suatu negeri hebat,” ungkapnya.
Meski begitu, Paloh meminta agar para generasi muda tetap menghormati senior sebagai pendahulu. Dia juga berpesan kepada para senior agar memberi kesempatan kaum muda untuk ambil bagian dalam politik dan membangun bangsa.
“Maka program remaja pernegara ini ialah ibarat keberadaan kita di satu oase di tengah-tengah padang pasir yang sulit untuk mendapatkan situasi kerimbunan dan mungkin setetes air, kita membawakan secangkir air,” sambungnya.
Lebih lanjut Paloh menegaskan singgungan jangan mabuk kekuasaan itu dia alamatkan kepada para elite politik. Hal itu juga menjadi pengingatnya untuk tetap mawas diri.
(ygs/ygs)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
-

Surya Paloh: Membangun bangsa bukan hanya soal kepintaran orasi elite
Jakarta (ANTARA) – Ketua Umum DPP Partai NasDem Surya Paloh mengatakan bahwa upaya membangun bangsa bukan hanya soal kepintaran orasi-orasi dari para pemimpin atau elite di negeri, tetapi juga harus dibangun melalui sikap mental.
Dalam acara Penutupan Sesi Pertama Program Remaja Bernegara Partai NasDem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu, Paloh mengajak para generasi muda untuk tidak terjebak pada perilaku kepura-puraan dan harus membangun sikap mental yang bebas.
“Lain di bibir, lain di hati, lain ucapan, lain tindakan. Itulah musuh kita bersama,” kata Paloh saat berpidato.
Ia mengatakan bahwa Indonesia sepantasnya bukan hanya sekadar duduk sama rendah berdiri sama tinggi dengan negara-negara lain, melainkan harus memiliki ambisi yang lebih hebat.
Ia yakin Indonesia bisa menjadi negara superpower jika pemimpinnya ingin memberdayakan dan membuktikan kekuatan bangsa Indonesia yang sesungguhnya.
Paloh menilai bahwa pemberdayaan mental merupakan hal yang paling penting dalam membangun negara, dibandingkan hanya mengandalkan sumber kekayaan alam dan jumlah penduduk yang begitu besar.
“Bahwasannya yang dimaksudkan dengan gerakan perubahan itu adalah perubahan mentalitas kita. Sikap dan perilaku kita. Itulah gerakan perubahan, itu yang dibutuhkan bangsa ini,” katanya.
Untuk itu, ia mengatakan bahwa harapan negeri ke depannya adalah generasi muda atau remaja bangsa yang masih mempunyai dedikasi, cita-cita, dan idealisme.
Harapan itu sudah tidak bisa diberikan ke orang-orang seusia dirinya yang dinilai terus-menerus mabuk kekuasaan dan keinginan membangun kepentingan pribadi dan kelompok.
“Di sana (generasi muda) masih ada kejujuran, masih ada keberanian, dan masih ada keinginan untuk memperbaiki dan berjuang untuk suatu negeri hebat,” katanya.
Agenda pendidikan politik kepada para pemuda yang bertajuk Teen Civic Mission “Remaja Bernegara” itu sudah digelar Partai NasDem sejak beberapa waktu lalu. Para pemuda yang mengikuti pendidikan itu terdiri dari siswa SMP dan SMA.
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2025 -

DPR: Pengusutan Kasus Eksploitasi Sirkus OCI Bakal Lemah karena Laporan Kadaluwarsa
Bisnis.com, JAKARTA — Anggota Komisi III DPR Rudianto Lallo menilai kasus dugaan eksploitasi dan penganiayaan mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) argumentasinya akan lemah bila kembali diusut secara pidana oleh aparat penegak hukum (APH).
Dia berpandangan demikian lantaran kasus ini kejadiannya sudah terjadi pada 28 tahun yang lalu atau tepatnya pada 1997 silam. Menurutnya, penuntutan kasus ini sudah kedaluwarsa di mata hukum.
“Misalkan mengakibatkan meninggal dunia pun, itu kedaluwarsanya 18 tahun. Jadi hampir pasti kalau bicara pidana, pasti argumentasi hukumnya lemah. Lain halnya kalau bicara soal pelanggaran HAM,” tuturnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (24/4/2025).
Yang dirinya tahu, pada 1997 lalu pun sudah keluar surat rekomendasi dari Komnas HAM dan dia memandang rekomendasi itu obskur atau tidak jelas hingga tidak tegas.
Lebih jauh, dia memandang bahwa kasus ini pun akan sulit diinvestigasi bika menggunakan UU tindak perdagangan anak, karena UU ini saja baru dibentuk pada 2002.
“Begini Undang-undang perdagangan anak itu lahir 2002. Ini [kasusnya] ‘97. Jadi harus bicara argumentatif, kalau saya orang hukum, jadi tahu,” jelasnya.
Maka demikian, legislator NasDem ini menekankan kasus ini lebih baik diselesaikan dengan cara kekeluargaan. Terlebih, korban meminta kepedulian dari OCI.
“Saya berharap hati pihak manajemen OCI ini bisa tergugah hatinya supaya bisa peka dan peduli kepada korban-korban yang sedang mencari keadilan ini,” pungkasnya.
Sebelumnya, dalam audiensi antara Komisi XIII DPR RI dengan mantan pemain OCI kemarin, Rabu (23/4/2025), Komisi XIII DPR mendorong kasus ini untuk dibuka kembali oleh Mabes Polri.
Pihaknya sepakat bahwa tahun berapapun kejadian tindak kejahatannya, tidak boleh didiamkan karena Indonesia merupakan negara yang berbasis hukum.
“Kita akan sama-sama menguatkan ke Mabes Polri untuk membuka kembali kasus ini dengan runtutan-runtutan kejahatan yang sudah ada,” pungkasnya.
-

Butuh Dukungan semua Pihak untuk Wujudkan Cita-Cita RA Kartini
Medcom • 23 April 2025 19:27
Jakarta: Butuh dukungan semua pihak untuk menjawab berbagai tantangan dalam mewujudkan emansipasi perempuan di tanah air.
“Saya pribadi menilai perempuan Indonesia belum merdeka, sebagaimana yang dicita-citakan RA Kartini. Masih banyak persoalan mendasar yang harus dihadapi perempuan, seperti bagaimana menekan angka kematian ibu melahirkan yang terus meningkat di tanah air,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulis pada diskusi daring bertema Hari Kartini 2025: Feminis Nusantara dari Masa ke Masa yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (23/4).
Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Veronica Tan (Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak /PPPA), Prof. Dr. Ing Wardiman Djojonegoro (Penulis Buku Trilogi R.A. Kartini – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Periode 1993-1998), dan Julia Suryakusuma (Feminis Pancasila – Penulis) sebagai nara sumber.
Selain itu hadir pula Nancy Natalia Raweyai (Anggota DPRD Provinsi Papua Tengah dari Fraksi Partai NasDem), sebagai penanggap.
Menurut Lestari, tulisan pada surat-surat RA Kartini menunjukkan beragam gagasan atau pemikiran untuk memperjuangkan kesetaraan gender, kemudahan akses pendidikan bagi perempuan, kebebasan berpikir, dan mengingatkan bahwa perempuan memiliki otonomi di tengah fenomena adat yang berlaku.
Rerie, sapaan akrab Lestari, menegaskan, kutipan pada surat-surat RA Kartini banyak menyuarakan bagaimana perempuan menjadi manusia yang utuh dan lengkap. “Bukan hanya menjadi pendamping,” ujar Rerie.
Selain itu, ungkap Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, RA Kartini juga secara tegas menyatakan bahwa perempuan memiliki potensi dan intelektual yang sama dengan laki-laki.
Karenanya, tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, perempuan berhak mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki.
Rerie menegaskan, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan untuk mewujudkan cita-cita RA Kartini. “Mari kita bersama menuntaskan pekerjaan rumah itu,” pungkas Rerie.
Penulis Buku Trilogi R.A. Kartini – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Periode 1993-1998, Wardiman Djojonegoro, mengungkapkan, tujuannya menulis buku Trilogi RA Kartini antara lain untuk meningkatkan kepedulian terhadap kesetaraan gender bagi para aktivis-aktivis muda.
Menurut Wardiman, sejumlah tantangan masih dihadapi perempuan saat ini.
(Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat mengatakan, “Masih banyak persoalan mendasar yang harus dihadapi perempuan, seperti bagaimana menekan angka kematian ibu melahirkan yang terus meningkat di tanah air.” Foto: Dok. Istimewa)
Dengan populasi perempuan yang hampir separuh dari populasi penduduk Indonesia, ujar dia, hanya 50% perempuan yang bekerja. Sementara itu, jumlah laki-laki yang bekerja mencapai 90% dari populasi yang ada.
Surat-surat Kartini yang dihimpun dalam buku Trilogi RA Kartini, menurut Wardiman, mengungkapkan bahwa semangat dan ide-ide RA Kartini dalam memperjuangkan emansipasi ditempuh dan disampaikan dengan berbagai cara.
Bahkan, ungkap Wardiman, perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia sangat terbantu oleh paguyuban-paguyuban perempuan yang ada pada waktu itu.
Feminis Pancasila dan Penulis, Julia Suryakusuma berpendapat, moto Bhinneka Tunggal Ika tidak tercermin dalam menyikapi kepahlawanan perempuan.
Saat ini, ujar Julia, pemahaman kebanyakan orang pahlawan perempuan itu hanya RA Kartini.
Padahal, tambah dia, Inggit Gunarsih, istri Presiden RI pertama Ir. Soekarno, juga memiliki nilai-nilai perjuangan yang penting dalam mendorong dan mendukung Bung Karno dalam merebut dan mengisi kemerdekaan.
Menurut Julia, upaya untuk menulis perjuangan perempuan Indonesia dalam merebut dan mengisi kemerdekaan harus terus dilakukan.
Julia berpendapat, sepak terjang Bu Inggit dalam keseharian mendampingi Bung Karno dalam mengambil keputusan bisa dijadikan tauladan.
Wakil Menteri PPPA, Veronica Tan mengungkapkan, sampai hari ini partisipasi perempuan dalam politik dan perencanaan pembangunan masih terbilang rendah.
Padahal, menurut Veronica, selain urusan rumah tangga, perempuan juga sudah banyak terlibat di sektor pertanian, kehutanan, dan kelautan.
Namun, ujar dia, pada proses perencanaan pembangunan, perempuan jarang dilibatkan. Sejumlah kendala, jelas Veronica, dari sisi budaya patriaki dan stigma yang berkembang di masyarakat, menghadirkan beban ganda terhadap perempuan.
Lestari Moerdijat: Wujudkan Kesetaraan bagi setiap Warga Negara
Veronica berpendapat, partisipasi 30% perempuan dalam politik harus menjadi bagian dari sistem sehingga ada kewajiban untuk melibatkan perempuan dalam perencanaan pembangunan.
Veronica mendorong agar stigma terhadap perempuan yang berkembang bisa segera disudahi. Karena, tegas dia, sejatinya perempuan memiliki kemampuan secara mandiri dalam mewujudkan cita-citanya.
Sejumlah langkah untuk memberdayakan perempuan, ungkap Veronica, coba diinisiasi pemerintah melalui program care economy.
Kehadiran Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan, tambah dia, memberikan perlindungan bagi perempuan.
Selain itu, jelas Veronica, standarisasi kerja perempuan sedang dipersiapkan dalam upaya mewujudkan perlindungan yang menyeluruh.
Veronica mendorong agar dapat dibangun sebuah sistem yang melibatkan dan memfasilitasi perempuan, sehingga menumbuhkan kemampuan bagi perempuan untuk mewujudkan cita-citanya.
Anggota DPRD Provinsi Papua Tengah dari Fraksi Partai NasDem, Nancy Natalia Raweyai mengungkapkan, tindak kekerasan masih menjadi penghambat utama bagi perempuan di Papua.
Dalam konteks Papua, ujar Nancy, perempuan masih terbelenggu oleh hukum adat, yang hingga saat ini belum menemukan titik terang untuk keluar dari belenggu itu.
“Bagaimana kita menggerakkan generasi muda untuk menegakkan emansipasi, bila kepala suku bisa memiliki 20 istri?” ujar Nancy.
Nancy berharap, segera ada langkah konkret bersama untuk mengatasi kondisi tersebut.Butuh dukungan semua pihak untuk menjawab berbagai tantangan dalam mewujudkan emansipasi perempuan di tanah air.
“Saya pribadi menilai perempuan Indonesia belum merdeka, sebagaimana yang dicita-citakan RA Kartini. Masih banyak persoalan mendasar yang harus dihadapi perempuan, seperti bagaimana menekan angka kematian ibu melahirkan yang terus meningkat di tanah air,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulis pada diskusi daring bertema Hari Kartini 2025: Feminis Nusantara dari Masa ke Masa yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (23/4).
Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Veronica Tan (Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak /PPPA), Prof. Dr. Ing Wardiman Djojonegoro (Penulis Buku Trilogi R.A. Kartini – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Periode 1993-1998), dan Julia Suryakusuma (Feminis Pancasila – Penulis) sebagai nara sumber.
Selain itu hadir pula Nancy Natalia Raweyai (Anggota DPRD Provinsi Papua Tengah dari Fraksi Partai NasDem), sebagai penanggap.
Menurut Lestari, tulisan pada surat-surat RA Kartini menunjukkan beragam gagasan atau pemikiran untuk memperjuangkan kesetaraan gender, kemudahan akses pendidikan bagi perempuan, kebebasan berpikir, dan mengingatkan bahwa perempuan memiliki otonomi di tengah fenomena adat yang berlaku.
Rerie, sapaan akrab Lestari, menegaskan, kutipan pada surat-surat RA Kartini banyak menyuarakan bagaimana perempuan menjadi manusia yang utuh dan lengkap. “Bukan hanya menjadi pendamping,” ujar Rerie.
Selain itu, ungkap Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, RA Kartini juga secara tegas menyatakan bahwa perempuan memiliki potensi dan intelektual yang sama dengan laki-laki.
Karenanya, tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, perempuan berhak mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki.
Rerie menegaskan, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan untuk mewujudkan cita-cita RA Kartini. “Mari kita bersama menuntaskan pekerjaan rumah itu,” pungkas Rerie.
Penulis Buku Trilogi R.A. Kartini – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Periode 1993-1998, Wardiman Djojonegoro, mengungkapkan, tujuannya menulis buku Trilogi RA Kartini antara lain untuk meningkatkan kepedulian terhadap kesetaraan gender bagi para aktivis-aktivis muda.
Menurut Wardiman, sejumlah tantangan masih dihadapi perempuan saat ini.
Dengan populasi perempuan yang hampir separuh dari populasi penduduk Indonesia, ujar dia, hanya 50% perempuan yang bekerja. Sementara itu, jumlah laki-laki yang bekerja mencapai 90% dari populasi yang ada.
Baca juga: Lestari Moerdijat: Perjuangan RA Kartini Harus terus Hidup untuk Menjawab Tantangan Emansipasi di Masa Depan
Surat-surat Kartini yang dihimpun dalam buku Trilogi RA Kartini, menurut Wardiman, mengungkapkan bahwa semangat dan ide-ide RA Kartini dalam memperjuangkan emansipasi ditempuh dan disampaikan dengan berbagai cara.
Bahkan, ungkap Wardiman, perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia sangat terbantu oleh paguyuban-paguyuban perempuan yang ada pada waktu itu.
Feminis Pancasila dan Penulis, Julia Suryakusuma berpendapat, moto Bhinneka Tunggal Ika tidak tercermin dalam menyikapi kepahlawanan perempuan.
Saat ini, ujar Julia, pemahaman kebanyakan orang pahlawan perempuan itu hanya RA Kartini.
Padahal, tambah dia, Inggit Gunarsih, istri Presiden RI pertama Ir. Soekarno, juga memiliki nilai-nilai perjuangan yang penting dalam mendorong dan mendukung Bung Karno dalam merebut dan mengisi kemerdekaan.
Menurut Julia, upaya untuk menulis perjuangan perempuan Indonesia dalam merebut dan mengisi kemerdekaan harus terus dilakukan.
Julia berpendapat, sepak terjang Bu Inggit dalam keseharian mendampingi Bung Karno dalam mengambil keputusan bisa dijadikan tauladan.
Wakil Menteri PPPA, Veronica Tan mengungkapkan, sampai hari ini partisipasi perempuan dalam politik dan perencanaan pembangunan masih terbilang rendah.
Padahal, menurut Veronica, selain urusan rumah tangga, perempuan juga sudah banyak terlibat di sektor pertanian, kehutanan, dan kelautan.
Namun, ujar dia, pada proses perencanaan pembangunan, perempuan jarang dilibatkan. Sejumlah kendala, jelas Veronica, dari sisi budaya patriaki dan stigma yang berkembang di masyarakat, menghadirkan beban ganda terhadap perempuan.
Veronica berpendapat, partisipasi 30% perempuan dalam politik harus menjadi bagian dari sistem sehingga ada kewajiban untuk melibatkan perempuan dalam perencanaan pembangunan.
Veronica mendorong agar stigma terhadap perempuan yang berkembang bisa segera disudahi. Karena, tegas dia, sejatinya perempuan memiliki kemampuan secara mandiri dalam mewujudkan cita-citanya.
Sejumlah langkah untuk memberdayakan perempuan, ungkap Veronica, coba diinisiasi pemerintah melalui program care economy.
Kehadiran Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan, tambah dia, memberikan perlindungan bagi perempuan.
Selain itu, jelas Veronica, standarisasi kerja perempuan sedang dipersiapkan dalam upaya mewujudkan perlindungan yang menyeluruh.
Veronica mendorong agar dapat dibangun sebuah sistem yang melibatkan dan memfasilitasi perempuan, sehingga menumbuhkan kemampuan bagi perempuan untuk mewujudkan cita-citanya.
Anggota DPRD Provinsi Papua Tengah dari Fraksi Partai NasDem, Nancy Natalia Raweyai mengungkapkan, tindak kekerasan masih menjadi penghambat utama bagi perempuan di Papua.
Dalam konteks Papua, ujar Nancy, perempuan masih terbelenggu oleh hukum adat, yang hingga saat ini belum menemukan titik terang untuk keluar dari belenggu itu.
“Bagaimana kita menggerakkan generasi muda untuk menegakkan emansipasi, bila kepala suku bisa memiliki 20 istri?” ujar Nancy.
Nancy berharap, segera ada langkah konkret bersama untuk mengatasi kondisi tersebut.
Jakarta: Butuh dukungan semua pihak untuk menjawab berbagai tantangan dalam mewujudkan emansipasi perempuan di tanah air.
“Saya pribadi menilai perempuan Indonesia belum merdeka, sebagaimana yang dicita-citakan RA Kartini. Masih banyak persoalan mendasar yang harus dihadapi perempuan, seperti bagaimana menekan angka kematian ibu melahirkan yang terus meningkat di tanah air,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulis pada diskusi daring bertema Hari Kartini 2025: Feminis Nusantara dari Masa ke Masa yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (23/4).
Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Veronica Tan (Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak /PPPA), Prof. Dr. Ing Wardiman Djojonegoro (Penulis Buku Trilogi R.A. Kartini – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Periode 1993-1998), dan Julia Suryakusuma (Feminis Pancasila – Penulis) sebagai nara sumber.Selain itu hadir pula Nancy Natalia Raweyai (Anggota DPRD Provinsi Papua Tengah dari Fraksi Partai NasDem), sebagai penanggap.
Menurut Lestari, tulisan pada surat-surat RA Kartini menunjukkan beragam gagasan atau pemikiran untuk memperjuangkan kesetaraan gender, kemudahan akses pendidikan bagi perempuan, kebebasan berpikir, dan mengingatkan bahwa perempuan memiliki otonomi di tengah fenomena adat yang berlaku.
Rerie, sapaan akrab Lestari, menegaskan, kutipan pada surat-surat RA Kartini banyak menyuarakan bagaimana perempuan menjadi manusia yang utuh dan lengkap. “Bukan hanya menjadi pendamping,” ujar Rerie.
Selain itu, ungkap Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, RA Kartini juga secara tegas menyatakan bahwa perempuan memiliki potensi dan intelektual yang sama dengan laki-laki.
Karenanya, tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, perempuan berhak mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki.
Rerie menegaskan, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan untuk mewujudkan cita-cita RA Kartini. “Mari kita bersama menuntaskan pekerjaan rumah itu,” pungkas Rerie.
Penulis Buku Trilogi R.A. Kartini – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Periode 1993-1998, Wardiman Djojonegoro, mengungkapkan, tujuannya menulis buku Trilogi RA Kartini antara lain untuk meningkatkan kepedulian terhadap kesetaraan gender bagi para aktivis-aktivis muda.
Menurut Wardiman, sejumlah tantangan masih dihadapi perempuan saat ini.
(Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat mengatakan, “Masih banyak persoalan mendasar yang harus dihadapi perempuan, seperti bagaimana menekan angka kematian ibu melahirkan yang terus meningkat di tanah air.” Foto: Dok. Istimewa)
Dengan populasi perempuan yang hampir separuh dari populasi penduduk Indonesia, ujar dia, hanya 50% perempuan yang bekerja. Sementara itu, jumlah laki-laki yang bekerja mencapai 90% dari populasi yang ada.
Surat-surat Kartini yang dihimpun dalam buku Trilogi RA Kartini, menurut Wardiman, mengungkapkan bahwa semangat dan ide-ide RA Kartini dalam memperjuangkan emansipasi ditempuh dan disampaikan dengan berbagai cara.
Bahkan, ungkap Wardiman, perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia sangat terbantu oleh paguyuban-paguyuban perempuan yang ada pada waktu itu.
Feminis Pancasila dan Penulis, Julia Suryakusuma berpendapat, moto Bhinneka Tunggal Ika tidak tercermin dalam menyikapi kepahlawanan perempuan.
Saat ini, ujar Julia, pemahaman kebanyakan orang pahlawan perempuan itu hanya RA Kartini.
Padahal, tambah dia, Inggit Gunarsih, istri Presiden RI pertama Ir. Soekarno, juga memiliki nilai-nilai perjuangan yang penting dalam mendorong dan mendukung Bung Karno dalam merebut dan mengisi kemerdekaan.
Menurut Julia, upaya untuk menulis perjuangan perempuan Indonesia dalam merebut dan mengisi kemerdekaan harus terus dilakukan.
Julia berpendapat, sepak terjang Bu Inggit dalam keseharian mendampingi Bung Karno dalam mengambil keputusan bisa dijadikan tauladan.
Wakil Menteri PPPA, Veronica Tan mengungkapkan, sampai hari ini partisipasi perempuan dalam politik dan perencanaan pembangunan masih terbilang rendah.
Padahal, menurut Veronica, selain urusan rumah tangga, perempuan juga sudah banyak terlibat di sektor pertanian, kehutanan, dan kelautan.
Namun, ujar dia, pada proses perencanaan pembangunan, perempuan jarang dilibatkan. Sejumlah kendala, jelas Veronica, dari sisi budaya patriaki dan stigma yang berkembang di masyarakat, menghadirkan beban ganda terhadap perempuan.
Lestari Moerdijat: Wujudkan Kesetaraan bagi setiap Warga Negara
Veronica berpendapat, partisipasi 30% perempuan dalam politik harus menjadi bagian dari sistem sehingga ada kewajiban untuk melibatkan perempuan dalam perencanaan pembangunan.
Veronica mendorong agar stigma terhadap perempuan yang berkembang bisa segera disudahi. Karena, tegas dia, sejatinya perempuan memiliki kemampuan secara mandiri dalam mewujudkan cita-citanya.
Sejumlah langkah untuk memberdayakan perempuan, ungkap Veronica, coba diinisiasi pemerintah melalui program care economy.
Kehadiran Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan, tambah dia, memberikan perlindungan bagi perempuan.
Selain itu, jelas Veronica, standarisasi kerja perempuan sedang dipersiapkan dalam upaya mewujudkan perlindungan yang menyeluruh.
Veronica mendorong agar dapat dibangun sebuah sistem yang melibatkan dan memfasilitasi perempuan, sehingga menumbuhkan kemampuan bagi perempuan untuk mewujudkan cita-citanya.
Anggota DPRD Provinsi Papua Tengah dari Fraksi Partai NasDem, Nancy Natalia Raweyai mengungkapkan, tindak kekerasan masih menjadi penghambat utama bagi perempuan di Papua.
Dalam konteks Papua, ujar Nancy, perempuan masih terbelenggu oleh hukum adat, yang hingga saat ini belum menemukan titik terang untuk keluar dari belenggu itu.
“Bagaimana kita menggerakkan generasi muda untuk menegakkan emansipasi, bila kepala suku bisa memiliki 20 istri?” ujar Nancy.
Nancy berharap, segera ada langkah konkret bersama untuk mengatasi kondisi tersebut.Butuh dukungan semua pihak untuk menjawab berbagai tantangan dalam mewujudkan emansipasi perempuan di tanah air.
“Saya pribadi menilai perempuan Indonesia belum merdeka, sebagaimana yang dicita-citakan RA Kartini. Masih banyak persoalan mendasar yang harus dihadapi perempuan, seperti bagaimana menekan angka kematian ibu melahirkan yang terus meningkat di tanah air,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulis pada diskusi daring bertema Hari Kartini 2025: Feminis Nusantara dari Masa ke Masa yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (23/4).
Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Veronica Tan (Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak /PPPA), Prof. Dr. Ing Wardiman Djojonegoro (Penulis Buku Trilogi R.A. Kartini – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Periode 1993-1998), dan Julia Suryakusuma (Feminis Pancasila – Penulis) sebagai nara sumber.
Selain itu hadir pula Nancy Natalia Raweyai (Anggota DPRD Provinsi Papua Tengah dari Fraksi Partai NasDem), sebagai penanggap.
Menurut Lestari, tulisan pada surat-surat RA Kartini menunjukkan beragam gagasan atau pemikiran untuk memperjuangkan kesetaraan gender, kemudahan akses pendidikan bagi perempuan, kebebasan berpikir, dan mengingatkan bahwa perempuan memiliki otonomi di tengah fenomena adat yang berlaku.
Rerie, sapaan akrab Lestari, menegaskan, kutipan pada surat-surat RA Kartini banyak menyuarakan bagaimana perempuan menjadi manusia yang utuh dan lengkap. “Bukan hanya menjadi pendamping,” ujar Rerie.
Selain itu, ungkap Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu, RA Kartini juga secara tegas menyatakan bahwa perempuan memiliki potensi dan intelektual yang sama dengan laki-laki.
Karenanya, tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, perempuan berhak mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki.
Rerie menegaskan, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan untuk mewujudkan cita-cita RA Kartini. “Mari kita bersama menuntaskan pekerjaan rumah itu,” pungkas Rerie.
Penulis Buku Trilogi R.A. Kartini – Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Periode 1993-1998, Wardiman Djojonegoro, mengungkapkan, tujuannya menulis buku Trilogi RA Kartini antara lain untuk meningkatkan kepedulian terhadap kesetaraan gender bagi para aktivis-aktivis muda.
Menurut Wardiman, sejumlah tantangan masih dihadapi perempuan saat ini.
Dengan populasi perempuan yang hampir separuh dari populasi penduduk Indonesia, ujar dia, hanya 50% perempuan yang bekerja. Sementara itu, jumlah laki-laki yang bekerja mencapai 90% dari populasi yang ada.
Baca juga: Lestari Moerdijat: Perjuangan RA Kartini Harus terus Hidup untuk Menjawab Tantangan Emansipasi di Masa Depan
Surat-surat Kartini yang dihimpun dalam buku Trilogi RA Kartini, menurut Wardiman, mengungkapkan bahwa semangat dan ide-ide RA Kartini dalam memperjuangkan emansipasi ditempuh dan disampaikan dengan berbagai cara.
Bahkan, ungkap Wardiman, perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia sangat terbantu oleh paguyuban-paguyuban perempuan yang ada pada waktu itu.
Feminis Pancasila dan Penulis, Julia Suryakusuma berpendapat, moto Bhinneka Tunggal Ika tidak tercermin dalam menyikapi kepahlawanan perempuan.
Saat ini, ujar Julia, pemahaman kebanyakan orang pahlawan perempuan itu hanya RA Kartini.
Padahal, tambah dia, Inggit Gunarsih, istri Presiden RI pertama Ir. Soekarno, juga memiliki nilai-nilai perjuangan yang penting dalam mendorong dan mendukung Bung Karno dalam merebut dan mengisi kemerdekaan.
Menurut Julia, upaya untuk menulis perjuangan perempuan Indonesia dalam merebut dan mengisi kemerdekaan harus terus dilakukan.
Julia berpendapat, sepak terjang Bu Inggit dalam keseharian mendampingi Bung Karno dalam mengambil keputusan bisa dijadikan tauladan.
Wakil Menteri PPPA, Veronica Tan mengungkapkan, sampai hari ini partisipasi perempuan dalam politik dan perencanaan pembangunan masih terbilang rendah.
Padahal, menurut Veronica, selain urusan rumah tangga, perempuan juga sudah banyak terlibat di sektor pertanian, kehutanan, dan kelautan.
Namun, ujar dia, pada proses perencanaan pembangunan, perempuan jarang dilibatkan. Sejumlah kendala, jelas Veronica, dari sisi budaya patriaki dan stigma yang berkembang di masyarakat, menghadirkan beban ganda terhadap perempuan.
Veronica berpendapat, partisipasi 30% perempuan dalam politik harus menjadi bagian dari sistem sehingga ada kewajiban untuk melibatkan perempuan dalam perencanaan pembangunan.
Veronica mendorong agar stigma terhadap perempuan yang berkembang bisa segera disudahi. Karena, tegas dia, sejatinya perempuan memiliki kemampuan secara mandiri dalam mewujudkan cita-citanya.
Sejumlah langkah untuk memberdayakan perempuan, ungkap Veronica, coba diinisiasi pemerintah melalui program care economy.
Kehadiran Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan, tambah dia, memberikan perlindungan bagi perempuan.
Selain itu, jelas Veronica, standarisasi kerja perempuan sedang dipersiapkan dalam upaya mewujudkan perlindungan yang menyeluruh.
Veronica mendorong agar dapat dibangun sebuah sistem yang melibatkan dan memfasilitasi perempuan, sehingga menumbuhkan kemampuan bagi perempuan untuk mewujudkan cita-citanya.
Anggota DPRD Provinsi Papua Tengah dari Fraksi Partai NasDem, Nancy Natalia Raweyai mengungkapkan, tindak kekerasan masih menjadi penghambat utama bagi perempuan di Papua.
Dalam konteks Papua, ujar Nancy, perempuan masih terbelenggu oleh hukum adat, yang hingga saat ini belum menemukan titik terang untuk keluar dari belenggu itu.
“Bagaimana kita menggerakkan generasi muda untuk menegakkan emansipasi, bila kepala suku bisa memiliki 20 istri?” ujar Nancy.
Nancy berharap, segera ada langkah konkret bersama untuk mengatasi kondisi tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
dan follow Channel WhatsApp Medcom.id(TIN)
-
/data/photo/2025/03/12/67d129187c7bc.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
9 Demokrat: Muatan Politik atau Tidak, Mas Wapres yang Tahu Nasional
Demokrat: Muatan Politik atau Tidak, Mas Wapres yang Tahu
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat
Syahrial Nasution
mengatakan, yang tahu apakah ada unsur politik dari Wapres
Gibran Rakabuming Raka
yang tiba-tiba muncul dengan
video monolog
hanyalah Gibran itu sendiri.
Meski begitu, Syahrial berpandangan terlalu dini jika menyimpulkan aksi Gibran itu demi membangun citra menuju
Pilpres 2029
.
“Soal apakah kegiatan tersebut punya muatan politik, hanya Mas Gibran yang tahu pasti. Tidak ada larangan juga jika politisi atau pengamat menilai sebagai upaya mempersiapkan diri membangun citra menuju Pilpres 2029. Meskipun masih terlalu dini analisanya,” ujar Syahrial kepada
Kompas.com
, Rabu (23/4/2025).
Syahrial mengatakan, apa yang dilakukan oleh Gibran melalui video monolog itu adalah upaya menyampaikan pandangan dan harapan terciptanya generasi emas pada 2045 mendatang.
Menurut Syahrial, sebagai sebuah pandangan, apalagi dengan posisi Wapres, maka Gibran berhak memanfaatkan berbagai saluran informasi agar dapat dijangkau oleh publik.
“Termasuk dengan gayanya yang monolog. Artinya gagasan tersebut disampaikan satu arah. Konsekuensinya, karena memanfaatkan ruang publik, maka bisa saja terjadi pro-kontra. Dan sebaiknya hal itu dipandang sebagai dinamika demokrasi,” imbuhnya.
Sebelumnya, Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka menjadi perbincangan publik setelah mengunggah video monolog yang membahas isu kekinian lewat akun media sosial YouTube pribadinya.
Dilihat dari akun YouTube @GibranTV, setidaknya Gibran sudah dua kali membuat video monolog.
Video pertama membahas soal bonus demografi dan tantangan Indonesia dalam memanfaatkan potensi generasi muda serta menyinggung keberhasilan film Jumbo karya anak bangsa.
Dalam video yang diunggah pada Sabtu (19/4/2025) itu, Gibran berpandangan bahwa Indonesia saat ini berada dalam momen yang sangat menentukan di tengah tantangan global, baik itu perang dagang, geopolitik, hingga perubahan iklim.
Dia juga menyinggung, lebih dari separuh atau sebanyak 208 juta penduduk Indonesia pada kurun 2030-2045 akan berada pada usia produktif.
Menurut Gibran, ini merupakan peluang besar dan kesempatan emas untuk mengelola bonus demografi.
“Teman-teman, tantangan ini memang ada. Bahkan begitu besar, tapi yakinlah peluang kita juga jauh lebih besar,” kata Gibran dalam video tersebut.
Tiga hari berselang, pada Selasa (22/4/2025), Gibran mengunggah video monolog keduanya yang mengangkat soal kebanggaan atas pencapaian Timnas Indonesia yang berhasil lolos Piala Dunia U17.
Langkah Gibran yang tiba-tiba membuat dua video dengan tema populis lantas mengundang pertanyaan, terlebih Gibran merupakan sosok yang jarang tampil dan berbicara di muka publik meski sudah 6 bulan menjabat wakil presiden.
Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah Adi Prayitno berpandangan, video monolog yang dibuat Gibran ini merupakan salah satu alat agar Gibran tetap eksis di panggung politik, khususnya dalam menghadapi Pemilihan Presiden 2029.
“Tentu ini sebagai upaya dari Gibran supaya tetap berada di spotlight yang selalu menjadi arus utama pembicaraan bahwa dia itu adalah seorang pemimpin yang memang sangat layak untuk diperhitungkan, terutama untuk di 2029,” kata Adi saat dihubungi, Selasa (2/4/2025).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Yayasan Bentukan Satori dan Heri Gunawan Terima Dana CSR BI, KPK Dalami Penggunaan Uangnya
PIKIRAN RAKYAT – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan korupsi terkait dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari Bank Indonesia (BI). Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan pemeriksaan anggota DPR dari Fraksi NasDem Satori lebih ditekankan pada penggunaan dana CSR.
“Jadi, yang bersangkutan itu dipanggil, kita konfirmasi lagi terkait dengan penggunaan dari dana CSR,” kata Asep kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 22 April 2025.
Asep menjelaskan, dana CSR BI disalurkan ke sebuah yayasan. Menurut Asep, yayasan tersebut diajukan langsung oleh Satori dan menjadi penerima dana CSR.
“Beliau (Satori) salah satu penerima dan pengguna. Sebetulnya penerimanya itu adalah Yayasan, tapi Yayasan itu diajukan oleh bersangkutan,” tutur Asep.
KPK mendalami soal penggunaan dana CSR yang diduga tidak sesuai peruntukan. Misalnya, dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan sosial seperti pembangunan rumah, penyediaan ambulans, atau beasiswa, diduga tidak sepenuhnya direalisasikan sesuai laporan.
“Pada kenyataan yang kita temukan itu. Tidak semuanya 50 (rumah) dibangun. Tapi hanya misalkan 8 atau 10. Terus yang 40-nya kemana? Yang 40-nya dalam bentuk uangnya tidak dibangunkan rumah. Akhirnya dibelikan properti, yang baru ketahuan baru seperti itu,” tutur Asep.
Dimana Dana CSR Disalurkan?
KPK menyebut adanya dua yayasan berbeda yang diajukan oleh Satori (S) dan anggota DPR Fraksi Gerindra, Heri Gunawan (HG). Dana CSR kemudian disalurkan ke yayasan sesuai daerah pemilihan (dapil) masing-masing anggota legislatif tersebut.
“Jadi kita hari ini misalkan memanggil Bapak S, kita mendalami CSR yang digunakan oleh Pak S. Artinya digunakan oleh yayasan yang dibentuk oleh Pak S. Nanti kita akan memanggil Bapak HG untuk CSR yang digunakan oleh Pak HG,” ujar Asep.
Menanggapi isu pilih kasih dalam penanganan perkara karena ada dugaan keterlibatan Heri Gunawan selaku legislator dari Partai Gerindra, Asep menegaskan bahwa proses hukum berjalan sesuai fakta.
“Biasalah kalau dugaan-dugaan gitu. Kita concern, jadi masing-masing orang ini kan berbeda. Berbeda antara Pak S dengan Pak HG,” ujarnya.
KPK Geledah Rumah Heri Gunawan
Dalam proses penyidikan kasus dugaan suap atau gratifikasi terkait dana CSR BI, penyidik KPK melakukan penggeledahan di rumah anggota DPR dari Fraksi Gerindra, Heri Gunawan (HG) yang berlokasi di Ciputat Timur, Tangerang Selatan, pada Rabu, 5 Februari 2025.
“Kegiatan ini dilaksanakan di rumah di daerah Ciputat Timur, Tangerang Selatan milik saudara HG. Kegiatan berlangsung dari pukul 21.00-01.30 WIB dini hari,” kata Tessa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis, 6 Februari 2025.
Dari penggeledahan tersebut, kata Tessa, penyidik menyita dokumen dan barang bukti elektronik. Kuat dugaan barang bukti tersebut ada kaitannya dengan kasus CSR BI yang tengah diusut KPK.
KPK masih terus mengusut kasus dugaan korupsi dana CSR BI. Dalam proses penyidikan lembaga antirasuah sudah memeriksa sejumlah saksi dan menyita barang bukti, meskipun hingga saat ini belum ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka.***
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

