partai: Nasdem

  • 1
                    
                        Nasdem Minta DPR Setop Gaji hingga Tunjangan bagi Sahroni-Nafa Urbach 
                        Nasional

    1 Nasdem Minta DPR Setop Gaji hingga Tunjangan bagi Sahroni-Nafa Urbach Nasional

    Nasdem Minta DPR Setop Gaji hingga Tunjangan bagi Sahroni-Nafa Urbach
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Fraksi Partai Nasdem meminta DPR RI menghentikan pemberian gaji, tunjangan, dan seluruh fasilitas lain yang melekat pada Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach selama mereka menjadi anggota legislatif.
    Ketua Fraksi Partai Nasdem DPR RI Viktor Bungtilu Laiskodat mengatakan bahwa penghentian tersebut dilakukan seiring dengan penonaktifan kedua kader tersebut oleh partai dari keanggotaan di DPR RI.
    “Fraksi Partai Nasdem DPR RI meminta penghentian sementara gaji, tunjangan, dan seluruh fasilitas bagi yang bersangkutan, yang kini berstatus nonaktif, sebagai bagian dari penegakan mekanisme dan integritas partai,” ujar Viktor dalam siaran pers yang diterima dari
    Kompas.com
    , Selasa (2/9/2025).
    Selain itu, Viktor menjelaskan bahwa saat ini penonaktifan Sahroni dan Nafa Urbach dari DPR RI juga sedang ditindaklanjuti oleh Mahkamah Partai.
    Keputusan Mahkamah Partai akan menjadi dasar bagi Nasdem untuk mengambil langkah selanjutnya setelah penonaktifan keduanya dari DPR RI.
    “Seluruh langkah yang diambil Fraksi Partai NasDem merupakan bagian dari upaya memastikan mekanisme internal partai dijalankan secara transparan dan akuntabel,” ucap Viktor.
    Viktor menambahkan, Nasdem mengajak seluruh pihak untuk selalu mengedepankan dialog dalam menyelesaikan persoalan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
    “Mari bersama merajut persatuan dan menguatkan spirit restorasi demi membangun masa depan Indonesia yang lebih baik,” pungkasnya.
    Diberitakan sebelumnya, lima anggota DPR RI periode 2024–2029 resmi dinonaktifkan oleh partainya masing-masing, yakni Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, Uya Kuya, dan Adies Kadir.
    Keputusan ini diambil setelah pernyataan dan sikap mereka dianggap melukai hati rakyat serta memicu gelombang kecaman publik hingga aksi demonstrasi di berbagai daerah.
    Anggota DPR yang dinonaktifkan tidak serta-merta kehilangan status sebagai wakil rakyat.
    Sebab, status nonaktif berarti mereka untuk sementara waktu tidak menjalankan tugas dan kewenangan hingga ada keputusan lebih lanjut.
    Status nonaktif bisa disamakan dengan pemberhentian sementara.
    Artinya, meski aktivitas mereka di parlemen dibatasi, secara administratif status keanggotaan masih melekat.
    Meski berstatus nonaktif, kelima anggota DPR di atas tetap berhak menerima gaji dan tunjangan.
    Hal ini diatur dalam Pasal 19 ayat 4 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib, yang menyebutkan bahwa anggota DPR yang diberhentikan sementara tetap memperoleh hak keuangan sesuai ketentuan perundang-undangan.
    Hak tersebut mencakup gaji pokok dan berbagai tunjangan, mulai dari tunjangan keluarga, jabatan, komunikasi, hingga tunjangan beras.
    Dengan demikian, meskipun tidak aktif bekerja di parlemen, secara finansial mereka masih mendapat hak penuh sebagai anggota dewan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ini Resep Mengembalikan Kepercayaan Publik kepada DPR dan Pemerintah

    Ini Resep Mengembalikan Kepercayaan Publik kepada DPR dan Pemerintah

    Jember (beritajatim.com) – Kepercayaan publik kepada pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia tengah anjlok. Namun ada resep untuk mengembalikan kepercayaan tersebut.

    “Situasi krisis seperti sekarang adalah akumulasi dari krisis kepercayaan akibat seluruh kebijakan pemerintah yang ternyata lebih banyak menjadi beban,” kata Muhammad Iqbal, doktor ilmu komunikasi ;politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember, di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Selasa (2/9/2025).

    “Ditambah tingkah polah wakil rakyat yang flexing atau pamer kemewahan dan ditampilkan dengan sangat arogan. Ketika dikritik justru malah makin menghina, makin menista, dan malah menantang akumulasi kemarahan dan kemuakan ini. Sehingga situasi-situasi yang penuh kekacauan tak terhindarkan lagi,” kata Iqbal.

    Partai Nasional Demokrat dan Partai Amanat Nasional memutuskan untuk menonaktifkan legislator masing-masing yang dianggap bermasalah oleh masyarakat, antara lain Sahroni, Eko Patrio, dan Uya Kuya.

    “Bahasa lugasnya adalah memecat sebetulnya. Itu bagus dan itu sudah satu bentuk keteladanan, sikap politik yang sudah seharusnya. Namun dari kacamata rakyat ini tidak cukup, karena dianggap sebagai sebuah gimick dalam jangka waktu yang sangat sementara dan instan,” kata Iqbal.

    Mengembalikan kepercayaan publik terhadap parlemen, menurut Iqbal, justru bisa dilakukan melalui pelaksanaan fungsi legislasi, penganggaran, dan pengawasan.

    “Dalam hal legislasi, sudah seharusnya seluruh produk undang-undang yang memang pro kepentingan publik disegerakan. Publik butuh keadilan, publik butuh supremasi hukum, publik butuh kepastian bahwa pemberantasan korupsi itu sudah harus sampai ke akarnya. Maka RUU Perampasan Aset harus segera disahkan,” kata Iqbal.

    Muhammad Balya Firjaun Barlaman, Wakil Bupati Jember 2021-2025 dan pengasuh Pondok Pesantren As-Siddiqi Putra, juga berpendapat, proses pengesahan Undang-Undang Perampasan Aset harus dimulai. “Walaupun belum bisa langsung sempurna, tetapi sudah ada niatan dan semangat untuk menegakkan hukum,” katanya.

    “Hukum itu buta. Tidak melihat siapa-siapa, karena itu kan simbolnya mata ditutup. Tidak tahu siapa yang salah pokoknya hukum tetap harus tegak. Saya kira semua orang menerima konsep ini,” kata Firjaun.

    Selain itu, lanjut Iqbal, parlemen dan pemerintah harus memastikan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana menjamin kebebasan berekspresi dan melakukan kritik. “Tidak boleh lagi ada pasal yang menyudutkan, mendiskriminasi, dan mengkriminalisasi rakyat,” katanya.

    Menurut Iqbal, resep berikutnya adalah memastikan alokasi 20 persen anggaran pendidikan dilaksanakan dengan konsisten dan benar.

    “Transparansi dan akuntabilitas roda pembangunan pemerintahan Prabowo harus dikawal, seperti berbagai macam kebijakan yang menentang atau membelokkan prinsip desentralisasi. Misalnya soal pengurangan dana transfer ke daerah yang membuat pemerintah daerah kelimpungan dan babak belur,” kata Iqbal.

    Iqbal mengingatkan, kemarahan rakyat saat ini juga tak lepas dari kondisi daerah masing-masing. “Jalan rusak, sekolah ambruk, jembatan ambrol, lalu tidak ada lagi dana infrastruktur atas nama politik pemangkasan anggaran atau efisiensi di pusat. Parlemennya diam dan malah ditampilkan ‘joget-joget dan arogan’,” katanya.

    Seharusnya, kata Iqbal, seluruh proses penganggaran harus dilakukan secara partisipatif, deliberatif, dan melalui tanggap saran publik. “Selama ini nyaris menara gading untuk bisa disentuh oleh kelompok-kelompok masyarakat, kelompok-kelompok akademisi, para ahli, sehingga semuanya tidak dipertimbangkan,” katanya.

    Sementara itu untuk pemerintah, Iqbal menyarankan, dilakukannya rekalibrasi tujuan kemerdekaan dan agenda reformasi total. “Apa reformasi total yang dimaksud? Yang pertama tentu adalah dwifungsi militer harus dicabut. Yang terjadi hari ini justru multifungsi dan bahkan cenderung mengarah kepada timokrasi,” katanya.

    Agenda kedua, kata Iqbal, adalah pemberian otonomi daerah atau desentralisasi yang seluas-luasnya. “Yang terjadi sekarang malah sentralisasi, terutama sejak 1 Januari 2025 saat ada pemangkasan anggaran,” kata Iqbal.

    Iqbal melihat pemerintah pusat dengan tenang mengurangi porsi desentralisasi karena tidak ada protes dari kepala-kepala daerah. “Dianggap kepala daerah tunduk, kepala daerah enggak protes, berarti bisa dilanjutkan,” katanya.

    “Normalisasi pelanggaran prinsip-prinsip konstitusi dan agenda reformasi ini sangat tidak bagus. Rakyat saya kira sudah sangat cerdas untuk mengetahui hal ini. Sama sekali keliru total kalau ada pihak-pihak yang mengatakan amarah, amuk frustrasi sosial ini ada yang menunggangi, ada yang mendalangi,” kata Iqbal.

    “Rakyat sudah sangat tahu bahwa ini semua akibat kebijakan pemerintah pusat sendiri. Jangan mengamputasi prinsip-prinsip keotonomian daerah, kembalikan ke arah agenda reformasi total,” kata Iqbal.

    Langkah jangka pendek yang harus dilakukan Presiden Prabowo Subianto, menurut Iqbal, adalah memberhentikan Kepala Kepolisian RI Sigit Lisyto Prabowo dan Penglima TNI Agus Subiyanto, serta mendukung Undang-Undang Perampasan Aset.

    “Kalau tiga itu dilakukan, rakyat saya kira akan bisa ditenangkan, dalam kapasitas untuk menginginkan kepemimpinan yang bisa dipercaya. Kalau itu tidak dilakukan, saya yakin rakyat masih susah untuk percaya,” kata Iqbal. [wir]

  • Nasdem dan PAN Harus Lebih Selektif Rekrut Kader

    Nasdem dan PAN Harus Lebih Selektif Rekrut Kader

  • Kaesang Sebut Ada yang Ingin Adu Domba Prabowo dan Jokowi

    Kaesang Sebut Ada yang Ingin Adu Domba Prabowo dan Jokowi

    Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Umum PSI, Kaesang Pangarep, mengatakan jika ada yang mencoba mengadu domba antara Presiden Prabowo dan Jokowi.

    Hal tersebut disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Partai Solidaritas Indonesia (Sekjen PSI) Raja Juli Antoni yang datang ke istana mewakili Kaesang.

    “Mas Kaesang membuat rilis bahwa di tengah hiruk pikuk dan masalah yang kita hadapi ini, ada medsos yang cukup dibanjiri oleh banyak pihak yang mencoba mengadu domba antara Pak Prabowo dengan Pak Jokowi, termasuk Mas Gibran dan PSI,” kata Raja Juli saat memberikan keterangan kepada awak media di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin.

    Raja Juli yang juga menjabat Menteri Kehutanan itu mengatakan bahwa kedatangannya untuk mewakili Kaesang yang saat ini masih dirawat di rumah sakit.

    Ia pun mengungkapkan telah berkomunikasi intensif dengan tim Presiden Prabowo untuk meluruskan terkait video yang beredar di media sosial.

    Video tersebut, kata Raja Juli, berisi narasi yang berbeda dan seakan mengindikasikan Jokowi dan Gibran menggalang pertemuan hingga aksi unjuk rasa di Gedung DPR/MPR yang berakhir ricuh setelah tewasnya pengemudi ojek online (ojol) di tengah aksi tersebut.

    Kaesang, melalui Raja Juli, pun menegaskan bahwa video tersebut merupakan kabar bohong (hoaks). PSI menyatakan setia dengan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, seperti yang dideklarasikan pada Kongres PSI di Solo pada Juli lalu.

    “Jadi Mas Kaesang sudah sampaikan bahwa itu adalah hoaks. PSI seperti kongres di Solo yang lalu, Partai Gajah, setia dengan Pak Prabowo Subianto.

    Kedatangan Raja Juli ke Istana pada Senin ini untuk memenuhi undangan Presiden Prabowo yang mengumpulkan para ketua umum partai politik.

    “Mendukung beliau melaksanakan terus program-program kerakyatan, program-program anti korupsi,” kata Raja Juli.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo telah mengumpulkan pimpinan partai politik di Istana Merdeka, Jakarta, pada Minggu (31/8), yakni Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri, Wakil Ketua Umum Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), Sekjen PKS Muhammad Khalid, Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, dan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh.

  • Apa Itu Black Mamba? Benda Viral yang Jadi Sorotan Usai Penjarahan di Rumah Ahmad Sahroni

    Apa Itu Black Mamba? Benda Viral yang Jadi Sorotan Usai Penjarahan di Rumah Ahmad Sahroni

    FAJAR.CO.ID — Istilah “Black Mamba” ramai menjadi perbincangan di media sosial setelah beredarnya foto sebuah benda berwarna hitam pasca penjarahan di rumah politikus Partai Nasdem, Ahmad Sahroni.

    Istilah “Black Mamba” dan potongan gambar tersebar luas melalui unggahan media sosial. Benda itu disebut-sebut ditemukan di kediaman Ahmad Sahroni setelah aksi penjarahan di rumah anggota DPR RI itu pada Sabtu (30/8/2025) lalu.

    Spekulasi liar pun beredar di kalangan warganet terkait penemuan benda yang disebut dengan istilah “Black Mamba” itu.

    Ada yang menanggapinya dengan satire, namun tak sedikit pula yang mempercayainya seolah-olah kabar itu benar.

    Situasi inilah yang membuat nama Ahmad Sahroni, mantan Wakil Ketua Komisi III DPR RI, kembali jadi bahan perbincangan hangat.

    Klarifikasi: Hoaks Benda Black Mamba di Rumah Sahroni

    Di tengah ramainya isu tersebut, muncul klarifikasi dari akun X (Twitter) bernama @KPHYudi.

    Dalam unggahannya, ia menegaskan bahwa kabar soal penemuan benda berbentuk dildo di rumah Sahroni adalah hoaks.

    “Tidak ada fakta yang mendukung kabar itu. Isu ini jelas sengaja digoreng untuk memperkeruh opini publik,” tulisnya.

    Ia pun mengingatkan masyarakat agar tidak mudah percaya pada informasi yang sumbernya tidak jelas.

    Apa Itu Black Mamba?

    Secara umum, Black Mamba dikenal sebagai nama salah satu spesies ular paling berbahaya di Afrika.

    Ular ini terkenal dengan bisa yang sangat mematikan.

    Karena sifatnya yang mematikan, istilah Black Mamba kerap digunakan secara kiasan untuk menggambarkan sesuatu yang menakutkan, misterius, atau berisiko tinggi.

  • Sorotan soal Gaji Usai Anggota DPR Dinonaktifkan

    Sorotan soal Gaji Usai Anggota DPR Dinonaktifkan

    Jakarta

    Anggota DPR yang dinonaktifkan karena kontroversial hingga melukai hati rakyat kini mendapat sorotan publik. Pasalnya, mereka masih menerima gaji meski berstatus nonaktif.

    Adapun mereka yang dinonaktifkan itu yakni yakni Ahmad Sahroni, Nafa Urbach dari fraksi NasDem, Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio), Surya Utama (Uya Kuya) dari fraksi PAN dan Adies Kadir dari fraksi Golkar. Apa sebenarnya makna status anggota DPR nonaktif?

    Tak Terima Tunjangan Fasilitas

    Ketua MKD DPR RI, Nazaruddin Dek Gam, menegaskan penonaktifan anggota DPR bermasalah penting dilakukan untuk menjaga marwah lembaga legislatif.

    “Kami minta ketua umum parpol untuk menonaktifkan anggota DPR yang bermasalah. Kalau sudah dinonaktifkan, artinya mereka tidak bisa lagi beraktivitas sebagai anggota DPR,” kata Nazaruddin kepada wartawan, Minggu (31/8/2025).

    Menurutnya, status nonaktif bukan sekadar simbolik. Dia mengatakan para anggota yang dinonaktifkan tak akan mendapat fasilitas lagi.

    “Dengan dinonaktifkan, otomatis mereka juga tidak bisa mendapatkan fasilitas ataupun tunjangan sebagai anggota DPR RI,” ujarnya.

    Nazaruddin menegaskan MKD akan terus mendorong ketua umum parpol mengambil sikap tegas demi menjaga integritas DPR.

    “Kalau tidak ada langkah dari parpol, masyarakat bisa menilai DPR ini lembaga yang tidak serius menjaga kehormatannya,” tutupnya.

    Masih Terima Gaji

    Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah buka suara mengenai persoalan tersebut. Said mengatakan secara teknis anggota DPR RI yang dinonaktifkan tersebut masih menerima gaji.

    “Kalau dari sisi aspek itu (teknis) ya terima gaji,” kata Said di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/9/2025).

    Namun, Said menjelaskan dalam UU MD3 dan Tata Tertib DPR RI, tak ada istilah nonaktif. Meski begitu, dia menghormati sikap PAN, NasDem dan Golkar.

    “Baik tatib maupun Undang-undang MD3, memang tidak mengenal istilah nonaktif,” ujarnya.

    “Namun saya menghormati keputusan yang diambil oleh NasDem, PAN, Golkar, dan seharusnya pertanyaan itu dikembalikan kepada ketiga partai tersebut, supaya moralitas saya tidak melangkahi itu, dan tidak boleh lah ya,” sambung dia.

    Publik lantas menyorot anggota DPR yang masih menerima gaji meski berstatus nonaktif. Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai jika penonaktifan itu hanya untuk menyembunyikan anggota DPR bermasalah untuk sementara.

    “Fraksi atau partai nampak tak ingin kehilangan 5 anggota mereka hanya karena dituntut publik. Mereka hanya ‘disembunyikan’ sementara waktu sambil menunggu perkembangan selanjutnya. Kalau situasi sudah tenang beberapa waktu kemudian, kelima anggota ini akan diaktifkan lagi,” kata Lucius kepada wartawan, Selasa (2/9/2025).

    Lucius menyebut pemilihan diksi menonaktifkan 5 anggota DPR nampaknya lebih untuk menunjukkan respons cepat partai politik atas banyaknya tuntutan yang muncul dari publik. Menurutnya, diksi nonaktif tak ditemukan dalam UU MD3 sebagai dasar melakukan pergantian antara waktu (PAW) anggota DPR.

    “Karena itu bisa dikatakan penonaktifan 5 anggota itu bermakna bahwa kelimanya hanya tak perlu beraktivitas dalam kegiatan-kegiatan DPR untuk sementara waktu tanpa mencabut hak-hak anggota sebagaimana yang lain,” ucap Lucius.

    “Anggota-anggota non aktif ini akan tetap mendapatkan hak-hak sebagai anggota walau tak perlu bekerja,” tambahnya.

    Dia menyebut nonaktif dari jabatan adalah istilah untuk meliburkan anggota DPR dari kegiatan pokoknya dengan tetap mendapatkan jatah anggaran dari DPR. Atas hal itu, Lucius tak melihat ada sanksi dari partai kepada anggotanya yang dituntut publik untuk bertanggungjawab atas perkataan dan perbuatannya.

    “Dengan demikian fraksi atau partai tak mengakui bahwa apa yang dituntut publik terhadap anggota-anggota itu sesuatu yang salah menurut partai atau fraksi. Putusan menonaktifkan adalah pernyataan pembelaan parpol atas kader mereka dengan sedikit upaya untuk menyenangkan publik sesaat saja,” ujarnya.

    Lucius mengatakan jika partai mengakui kesalahan kadernya yang membuat publik marah, seharusnya mengambil langkah pemberhentian. Menurutnya, dengan pemberhentian maka partai memaknai penolakan publik sebagai penarikan mandat atas kader yang dianggap tidak bisa dipercaya lagi mewakili rakyat.

    “Dengan pemberhentian, maka akan ada proses PAW, sekaligus memastikan kelima orang itu tidak punya tanggungjawab secara moral dan politis untuk menjadi wakil rakyat,” tegasnya.

    Lihat juga Video ‘Kata Bahlil soal Anggota DPR Nonaktif Masih Terima Gaji’:

    Halaman 2 dari 2

    (eva/wnv)

  • Penonaktifan Sahroni dkk: Parpol Serius atau Setengah Hati?
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        2 September 2025

    Penonaktifan Sahroni dkk: Parpol Serius atau Setengah Hati? Nasional 2 September 2025

    Penonaktifan Sahroni dkk: Parpol Serius atau Setengah Hati?
    Sejak 2006 berkecimpung di dunia broadcast journalism, dari Liputan6 SCTV, ANTV dan Beritasatu TV. Terakhir menjadi produser eksekutif untuk program Indepth, NewsBuzz, Green Talk dan Fakta Data
    DI PENGUJUNG
    Agustus 2025, Presiden Prabowo Subianto mengundang ketua umum dari delapan partai politik yang mendukung pemerintahannya ke Istana Merdeka, Jakarta.
    Bersama mereka hadir pula tiga pemimpin lembaga negara, yakni ketua DPR, DPD dan MPR. Di antara delapan ketua umum partai, cuma ketum Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera yang tidak bisa hadir karena sedang berada di luar negeri dan luar kota. Keduanya diwakili pentolan dari kedua partai tersebut.
    Saya mencatat, ini adalah pertemuan terlengkap di mana pemimpin eksekutif duduk bareng dengan legislatif di Istana.
    Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berasal dari delapan partai politik sehingga seluruh ketua umumnya diundang, tidak terkecuali Megawati Soekarnoputri yang belum lama ini didapuk kembali menjadi Ketua Umum PDI Perjuangan.
    Kehadiran Mega di Istana bersama ketua umum dari parpol yang menyokong Prabowo adalah yang pertama, tak ayal menerbitkan analisis dan spekulasi.
    Mereka berkumpul tatkala negeri kita sedang berduka akibat demonstrasi luas di sejumlah kota yang dipicu kematian pengemudi ojek online, Affan Kurniawan.
    Pemuda ini ditabrak dan dilindas kendaraan taktis Brigade Mobil Polri di Pejompongan, Jakarta. Skala kemarahan rakyat mengingatkan peristiwa Mei 1998.
    Kini amuk massa dan penjarahan menjangkau rumah anggota DPR serta menteri keuangan yang dianggap tidak peduli dengan nasib rakyat serta menyulut kemarahan publik–terutama di media sosial.
    Dalam beberapa saat, kita pun bertanya menyangkut kesanggupan negara dalam menjamin rasa aman dan ketertiban umum.
    Dengan latar belakang Indonesia yang sedang menangis itulah para pemimpin berkumpul. Presiden Prabowo tampak benar ingin selalu menjaga persatuan dengan elite partai politik serta lembaga negara.
    Prabowo ingin langkah-langkahnya memulihkan keadaan disokong penuh oleh tetamunya yang hadir–entitas yang menentukan politik nasional.
    Pesannya elite nasional bersatu, sudah seharusnya rakyat juga bersatu–meredakan amarah dan melanjutkan kegiatan seperti sediakala atau normal. Pendek kata “Indonesia harus reset” untuk menapaki sejarah panjang menuju adil dan makmur.
    Dari sekian banyak yang dipaparkan oleh presiden, apakah hal itu dapat “menyembuhkan luka” rakyat? Ini yang kita ingin dengar dari presiden dan karena itu membetot perhatian khalayak luas.
    Sekurang-kurangnya dua hal yang berkaitan dengan DPR. Pertama, ketua umum partai politik telah memberi sanksi kepada anggota DPR dari partainya yang dianggap menciderai perasaan rakyat.
    Partai Nasdem menon-aktifkan Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach. Begitu juga PAN melakukan hal yang sama kepada Eko Patrio dan Uya Kuya. Partai Golkar pun menon-aktif Adies Kadir sebagai anggota DPR per 1 September 2025.
    Kedua, mencabut tunjangan rumah untuk anggota DPR serta moratorium kunjungan kerja anggota DPR ke luar negeri.
    Dua hal ini memiliki tali-temali atau setidaknya berkontribusi atas mencuatnya demonstrasi 25 Agustus 2025 dan diikuti demo lanjutan hingga berkulminasi pada tragedi Pejompongan.
    Kedua hal ini perlu diperjelas agar tidak multitafsir. Istilah non-aktif yang diberlakukan oleh Nasdem, PAN dan Golkar untuk menindak wakil mereka di DPR agak problematis.
    Apakah itu berarti Sahroni, Nafa, Eko, Uya dan Adies dicopot dari keanggotaannya di DPR? Atau ini sekadar “dinon-aktifkan”, lalu ketika situasinya berlangsung normal mereka akan diaktifkan lagi?
    Keputusan “non-aktif” itu berlaku di intern partai politik atau menyangkut lembaga DPR? Non-aktif bisa saja diterjemahkan posisi Sahroni dan lain-lain itu dikosongkan oleh partainya: Nasdem, PAN dan Golkar.
    Bila sanksi kepada lima anggota DPR itu cuma sanksi internal partai, kita ragu dan khawatir kejadian di akhir Agustus 2025, bakal memberi pelajaran kepada anggota DPR dan partai politik.
    Pakar pemilu Titi Anggraini menyatakan istilah non-aktif diatur dalam UU 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3).
    Namun, istilah itu spesifik untuk pemimpin atau anggota Mahkamah Kehormatan Dewan yang sedang diadukan. Mekanisme non-aktif bukan untuk anggota DPR secara umum, tegas pengajar di Fakultas Hukim UI ini (
    Hukumonline.com
    , 1/9/2024).
    Lumayan tidak lumrah jika partai politik menggunakan istilah non-aktif untuk memberi sanksi anggotanya itu. Padahal keadaan negeri sedang “gelap” dan sensitif.
    Jika partai politik mendengar dan terkoneksi dengan aspirasi rakyat–terutama mereka yang mau melawan terik matahari saat demonstrasi–seharusnya tiga partai politik itu melakukan Penggantian Antarwaktu (PAW).
    Ini lebih jelas, tegas dan tidak setengah-setengah. Toh, intensi dan tujuan dari tiga partai politik itu adalah memberi sanksi.
    Jika kita cermat, partai politik memberi “sanksi” kepada anggotanya dengan “wait and see”.
    Tengok saja Ahmad Sahroni. Pada 29 Agustus 2025, ia dicopot dari posisinya sebagai wakil ketua Komisi III DPR. Ia lalu dipindah menjadi anggota Komisi I DPR. Dua hari kemudian, Nasdem menon-aktifkan Sahroni bersama Nafa Urbach.
    “Dengan ini DPP Partai NasDem menyatakan terhitung sejak hari Senin, 1 September 2025, DPP Partai NasDem menonaktifkan saudara Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach sebagai Anggota DPR RI dari Fraksi Partai NasDem,” kata Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Hermawi Taslim, dalam keterangan resminya, Minggu (
    Kompas.com
    , 31/8/2025).
    Lebih afdol ditempuh PAW. Ini adalah proses pergantian antarwaktu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota yang berhenti antarwaktu untuk digantikan oleh pengganti antarwaktu yang diambil dari daftar calon pengganti.
    Yang bisa menggantikan pun tidak sembarangan, tidak bisa suka-suka partai politik. PAW diatur mengikuti prinsip adil dan berbasis daerah pemilihan (distrik).
    Kita masih ingat PAW anggota DPR dari PDI Perjuangan pernah menerbitkan skandal ketika ada uang suap ke anggota KPU tahun 2020.
    Hingga kini, Harun Masiku yang diplot menggantikan anggota DPR terpilih dari dapil 1 Sumatera Selatan masih buron dan tidak sanggup ditangkap oleh KPK.
    Adapun Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto yang terbukti terlibat dalam praktik suap ini di pengadilan Tipikor akhirnya bebas karena diberi amnesti oleh presiden.
    Jika tiga partai politik tadi serius, sebaiknya mekanisme PAW diberlakukan. Ganti lima anggota DPR tadi dengan pengganti dari daerah pemilihan mereka berasal. Ini lebih representatif, lebih mewakili rakyat di dapil tersebut.
    Beda halnya jika sanksi untuk lima anggota DPR sekadar “membaca arah angin”. Lebih sensitif lagi jika sanksi lewat penonaktifan itu tidak menghentikan gaji serta fasilitas yang melekat pada anggota DPR.
    Alih-alih menyembuhkan “luka” rakyat, mekanisme non-aktif justru dapat memperkeruh suasana.
    Pokok soal lainnya, yakni pencabutan tunjangan rumah buat anggota DPR. Dalam catatan saya, ini juga tidak terlalu maju. Ini sekadar perulangan dari pernyataan wakil ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad dan fraksi PDI Perjuangan di DPR.
    Awalnya cuma berlaku sampai Oktober 2025. Lalu PDI-P menyatakan setuju untuk menghentikan, kemudian Presiden Prabowo menyatakan tunjangan itu akan dicabut oleh DPR.
    Pertanyaannya dicabut mulai kapan? Lalu, apa pengganti fasilitas rumah di DPR? Apakah kembali ke rumah jabatan anggota (RJA) di Kalibata dan Ulujami, Jakarta?
    Padahal RJA ini disebut telah rusak dan tidak layak huni. Publik bertanya-tanya, apakah pencabutan tunjangan rumah senilai Rp 50 juta itu tidak dikompensasi?
    Jika iya, tidak dikompensasi apapun, berarti anggota DPR terutama yang berasal dari luar Jakarta harus menggunakan sebagian dari penghasilannya untuk mengontrak rumah.
    Ini pesan yang baik, meskipun publik terus meraba-raba karena ketua DPR Puan Maharani tidak menjelaskan poin-poin detail atas keputusan “mencabut” tunjangan rumah untuk anggota DPR ini.
    Dan inilah keunikan DPR periode ini. Komunikasi yang super penting untuk meredam spekulasi di luar, tidak dilakukan dengan baik.
    Seusai demo 25 Agustus 2025, yang bicara ke publik justru Sufmi Dasco Ahmad, bukan Puan Maharani sebagai nakhoda DPR.
    Saat ini adalah momentum yang baik untuk menunjukkan kepemimpinan di masa krisis. Toh Puan sebagai ketua DPR yang hadir di Istana Merdeka bersama ketua MPR, DPD dan ketua umum parpol pemilik kursi di DPR.
    Di masa krisis, seorang pemimpin tidak bisa bertindak biasa-biasa saja. Pemimpin dituntut proaktif.
    Kepemimpinan krisis mencakup eksplorasi skenario potensial dan pengembangan rencana komunikasi serta respons.
    Namun, lebih dari itu pemimpin di masa krisis juga perlu berpikir strategis dan mengambil keputusan cepat untuk meminimalkan dampak. Hari-hari ini kita butuh pemimpin yang seperti itu.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Akun Instagram Nafa Urbach dengan 4 Juta Pengikut Lenyap

    Akun Instagram Nafa Urbach dengan 4 Juta Pengikut Lenyap

    GELORA.CO – Akun instagram milik aktris sekaligus anggota nonaktif DPR RI Nafa Urbach, menghilang, Senin (1/9/2025). 

    Hilangnya akun Instagram politisi Partai Nasdem itu terjadi setelah rumahnya kawasan Bintaro, Tangerang Selatan dijarah massa pada Sabtu (30/8/2025) malam.

    Ketika ditelusuri di Google sesuai alamat akunnya @nafaurbach dengan lebih dari 4 juta pengikut, muncul kalimat: “Sorry, this page isn’t available.”

    “The link you followed may be broken, or the page may have been removed.”

    Bahkan nama akun tersebut juga tak bisa ditelusuri di pencarian Instagram.

    Belum diketahui penyebab hilangnya akun Nafa Urbach. Apakah ia sengaja menonaktifkan akun Instagramnya, atau ada faktor lain.

    Yang jelas, akunnya menghilang setelah rumahnya dijarah dan statusnya sebagai anggota DPR dinonaktifkan.

    Sebelumnya, Nafa Urbach menyampaikan permohonan maaf terbuka terkait pernyataannya soal tunjangan rumah anggota dewan.

    Pernyataannya memicu kontroversi di tengah kondisi ekonomi masyarakat.

    Ia menyebut, tunjangan rumah Rp 50 juta adalah hal yang wajar lantaran sekarang anggota dewan tidak mendapat rumah dinas. 

    Dikatakannya pula, banyak anggota dewan yang berasal dari luar kota harus mengontrak di daerah Senayan.

    Bahkan ia mengeluh harus menempuh macet untuk menuju kantor DPR, lantaran tinggal di Bintaro.

    “Anggota dewan itu nggak dapat rumah jabatan, dikarenakan banyak sekali anggota dewan yang berasal dari luar kota, maka dari itu banyak sekali anggota dewan yang ngontrak di daerah Senayan. Supaya memudahkan mereka untuk ke kantor DPR, saya aja yang tinggalnya di Bintaro macetnya luar biasa ini udah setengah jam di perjalanan masih macet,” terangnya.

    Pernyataannya sebagai anggota dewan memicu kemarahan rakyat.

    Setelah unjuk rasa diwarnai kericuhan di berbagai wilayah Indonesia, sekelompok orang tak dikenal mendatangi rumah Nafa Urbach dan menjarah isinya.

    Kondisi terkini rumah Nafa Urbach

    Rumah Nafa Urbach di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan, tampak kosong usai digeruduk dan dijarah massa, Sabtu (30/8/2025) malam.

    Sebetulnya rumah tersebut bukan milik Nafa Urbach. Melainkan milik mantan suaminya, Zack Lee.

    Nafa diketahui beberapa kali menempatinya ketika menjenguk anak mereka.

    Petugas keamanan setempat, Syamsul, mengungkapkan massa membawa sejumlah barang dari rumah tersebut, mulai dari elektronik hingga perlengkapan pribadi.

    “Barang yang dibawa itu televisi ya, sepatu, rak sepatu, koper nggak tahu isinya apa, baju atau apalah. Terus baju, bantal tuh ada juga yang dibawa. Semua yang ada di situ,” kata Syamsul kepada awak media, Senin (1/9/2025).

    Tak hanya barang-barang mewah, makanan yang tersimpan di dalam kulkas juga ikut raib.

    “Sampai isi kulkas saya lihat tuh dibawa juga,” lanjutnya.

    Meski begitu, masih ada sejumlah barang yang tersisa, seperti alat gym, buku-buku, lemari besar, dan kasur.

    Sebagai info, aksi penjarahan terjadi dua kali, yakni Sabtu malam hari dan minggu dini hari.

    Menurut Syamsul, sebagian besar pelaku adalah anak muda.

    Ditanya keberadaan Nafa, diakui Syamsul tidak mengetahuinya

  • CBA Desak Prabowo Lakukan Reshuffle, Singgung Peran Dasco yang Hilang

    CBA Desak Prabowo Lakukan Reshuffle, Singgung Peran Dasco yang Hilang

    GELORA.CO –  Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, menilai langkah sejumlah partai politik menonaktifkan kadernya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) harus segera diikuti dengan tindakan tegas dari Presiden Prabowo Subianto.

    Menurut Uchok, publik menunggu keberanian Presiden untuk melakukan “pembersihan” atau pencopotan sejumlah pejabat di kabinet merah putih.

    “Hal ini perlu dilakukan karena banyak permintaan publik untuk segera mencopot Kapolri Listyo Sigit Prabowo, Tito Karnavian, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Kalau Prabowo tidak melakukan bersih-bersih berarti Prabowo bukan dambaan publik,” tegas Uchok, Senin (1/9).

    Uchok juga menyoroti sikap politisi Partai Gerindra, Dasco, yang dinilai tidak seperti biasanya. Ia menilai Dasco, yang biasanya vokal dalam merespons dinamika politik, kali ini tampak diam seribu bahasa di tengah gelombang demonstrasi. “Biasa Dasco bernyanyi merdu bisa menyelesaikan persoalan bangsa dalam hitungan jam. Kok tiba-tiba menghilang ditelan hiruk pikuk isu kemarahan rakyat kepada DPR,” ujarnya.

    Sementara itu, sejumlah partai politik resmi menonaktifkan beberapa kadernya dari keanggotaan DPR RI. Partai NasDem melalui Ketua Umumnya, Surya Paloh, memutuskan menonaktifkan Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach dari Fraksi NasDem DPR RI, berlaku efektif mulai Senin ini.

    Langkah serupa diambil Partai Amanat Nasional (PAN). Melalui Dewan Pimpinan Pusat (DPP), PAN menonaktifkan Eko Hendro Purnomo (Eko Patrio) dan Surya Utama (Uya Kuya) dari Fraksi PAN DPR RI.

    Adapun Partai Golkar melalui Sekretaris Jenderal (Sekjen) Sarmuji juga mengumumkan penonaktifan Adies Kadir dari Fraksi Golkar DPR RI dengan alasan penegakan disiplin dan etika anggota dewan.

  • Penonaktifan Sahroni dkk: Parpol Serius atau Setengah Hati?
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        2 September 2025

    Formappi Sebut Status Nonaktif Hanya untuk "Sembunyikan" Sahroni-Uya Kuya Nasional 1 September 2025

    Formappi Sebut Status Nonaktif Hanya untuk “Sembunyikan” Sahroni-Uya Kuya
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai, tindakan sejumlah partai politik menonaktifkan kadernya di DPR RI hanya untuk “menyembunyikan” mereka selama beberapa waktu.
    Adapun sejumlah anggota DPR RI itu adalah Ahmad Sahroni (Nasdem), Nafa Urbach (Nasdem), Adies Kadir (Golkar), Eko Patrio (PAN), dan Uya Kuya (PAN) yang pernyataan atau tindakannya membuat publik marah.
    “Mereka hanya ‘disembunyikan’ sementara waktu sambil menunggu perkembangan selanjutnya,” kata Lucius saat dihubungi
    Kompas.com
    , Senin (1/9/2025).
    Menurut Lucius, dalam Undang-Undang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3), tidak ada ada istilah nonaktif untuk anggota DPR.
    Ia menduga, keputusan partai politik yakni, PAN, Nasdem, dan Golkar itu hanya menjadi respons cepat untuk menanggapi tuntutan publik.
    Dengan menonaktifkan kelima orang tersebut, kata Lucius, mereka tidak perlu bekerja namun tetap menerima gaji dan fasilitas anggota dewan.
    “Jadi tidak terlihat ada sanksi yang diberikan oleh partai kepada anggota yang dituntut publik bertanggung jawab atas perkataan dan perbuatan mereka,” ujar Lucius.
    Lebih lanjut, Lucius melihat keputusan partai menonaktifkan Sahroni dan kawan-kawan hanya menyenangkan publik untuk sesaat.
    Menurutnya, pimpinan partai politik mestinya memberhentikan mereka jika mendengar kemarahan rakyat.
    “Dengan pemberhentian maka partai atau fraksi memaknai penolakan publik sebagai penarikan mandat atas kader-kader karena dianggap tidak bisa dipercaya lagi mewakili rakyat,” kata Lucius.
    Sebelumnya, sejumlah anggota DPR RI dinonaktifkan oleh partainya setelah menyampaikan pernyataan yang membuat publik marah.
    Mereka adalah Sahroni dan Nafa Urbach yang dinonaktifkan oleh Partai Nasdem, Eko Patrio dan Uya Kuya yang dinonaktifkan PAN, dan Adies Kadir yang dinonaktifkan Golkar.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.