partai: Nasdem

  • Kemandirian Pangan Bagian Upaya Wujudkan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

    Kemandirian Pangan Bagian Upaya Wujudkan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

    Jakarta: Mewujudkan kemandirian pangan masyarakat merupakan bagian dari upaya menjalankan amanah Sila ke-5 Pancasila, mewujudkan Keadilan Sosial Bagi seluruh Rakyat Indonesia.

    “Krisis cuaca yang kita alami saat ini membutuhkan kemampuan adaptasi masyarakat dalam menghadapinya. Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah meningkatkan kemampuan masyarakat wujudkan kemandirian pangan,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam acara Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan MPR RI  di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, Jumat 19 Desember 2025.

    Hadir pada acara tersebut adalah masyarakat Jepara, para alumnus pelatihan pertanian di IBEKA (Inisiatif Bisnis Ekonomi Kerakyatan) Subang, Jawa Barat. 

    Pelatihan pertanian yang dilaksanakan secara periodik itu diinisiasi oleh Lestari Moerdijat dalam kapasitasnya sebagai legislator dari Dapil II Jawa Tengah. 

    Menurut Lestari, upaya meningkatkan daya adaptasi masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki untuk mengolah bumi dengan baik dan benar, harus dikedepankan dalam mengantisipasi berbagai ketidakpastian saat ini. 
     

    Rerie, sapaan akrab Lestari berpendapat, berbagai keterampilan bertani yang telah didapat dari pelatihan, harus segera diimplementasikan. 

    Karena, tegas Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI itu, ancaman terbesar di masa depan bukan lagi semata perang fisik, tetapi adalah kekurangan pangan yang dipicu krisis iklim. 

    Sehingga, tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, implementasi keterampilan pertanian yang telah dimiliki dapat segera berdampak pada pemenuhan kebutuhan masyarakat. 

    Rerie mendorong, para pemangku kepentingan dan masyarakat dapat bersama-sama membangun sistem ketahanan pangan yang berkelanjutan di wilayahnya masing-masing, sebagai bagian upaya menuju keadilan sosial bagi seluruh Indonesia.

    Jakarta: Mewujudkan kemandirian pangan masyarakat merupakan bagian dari upaya menjalankan amanah Sila ke-5 Pancasila, mewujudkan Keadilan Sosial Bagi seluruh Rakyat Indonesia.
     
    “Krisis cuaca yang kita alami saat ini membutuhkan kemampuan adaptasi masyarakat dalam menghadapinya. Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah meningkatkan kemampuan masyarakat wujudkan kemandirian pangan,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam acara Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan MPR RI  di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, Jumat 19 Desember 2025.
     
    Hadir pada acara tersebut adalah masyarakat Jepara, para alumnus pelatihan pertanian di IBEKA (Inisiatif Bisnis Ekonomi Kerakyatan) Subang, Jawa Barat. 

    Pelatihan pertanian yang dilaksanakan secara periodik itu diinisiasi oleh Lestari Moerdijat dalam kapasitasnya sebagai legislator dari Dapil II Jawa Tengah. 
     
    Menurut Lestari, upaya meningkatkan daya adaptasi masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki untuk mengolah bumi dengan baik dan benar, harus dikedepankan dalam mengantisipasi berbagai ketidakpastian saat ini. 
     

     
    Rerie, sapaan akrab Lestari berpendapat, berbagai keterampilan bertani yang telah didapat dari pelatihan, harus segera diimplementasikan. 
     
    Karena, tegas Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI itu, ancaman terbesar di masa depan bukan lagi semata perang fisik, tetapi adalah kekurangan pangan yang dipicu krisis iklim. 
     
    Sehingga, tegas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, implementasi keterampilan pertanian yang telah dimiliki dapat segera berdampak pada pemenuhan kebutuhan masyarakat. 
     
    Rerie mendorong, para pemangku kepentingan dan masyarakat dapat bersama-sama membangun sistem ketahanan pangan yang berkelanjutan di wilayahnya masing-masing, sebagai bagian upaya menuju keadilan sosial bagi seluruh Indonesia.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (RUL)

  • Presiden Didesak Copot Menteri Tak Cakap Urus Bencana

    Presiden Didesak Copot Menteri Tak Cakap Urus Bencana

    GELORA.CO -Desakan perombakan kabinet kembali menguat menyusul penanganan bencana di Sumatera yang dinilai tidak menunjukkan kinerja optimal. Pemerintah diminta melakukan evaluasi serius terhadap para menteri yang dianggap gagal menjalankan tugas dan tanggung jawabnya di lapangan.

    Direktur Eksekutif Nagara Institute, Akbar Faizal, secara tegas menyebut momen ini sebagai waktu yang tepat bagi Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan reshuffle kabinet berdasarkan kinerja, bukan semata pertimbangan politik.

    “Pak Presiden Prabowo, ini saat yang tepat untuk melakukan reshuffle kabinet atas alasan ketidakcakapan melakukan tugas dan tanggung jawab. Reshuffle bukan karena pertimbangan konfigurasi politik semata,” ujar Akbar Faizal lewat akun X miliknya, Kamis, 18 Desember 2025. 

    Menurut Akbar, lemahnya respons dan koordinasi dalam penanganan bencana di Sumatera menjadi cermin jelas ketidakmampuan sebagian menteri dalam bekerja secara cepat, tepat, dan terukur. 

    Kondisi tersebut, kata dia, tidak boleh terus dibiarkan karena menyangkut keselamatan dan pemulihan kehidupan masyarakat terdampak.

    “Kami menyaksikan dengan jelas semua ketidakcakapan itu dari cara mereka menangani bencana Sumatera,” tegasnya.

    Ia menilai penanganan bencana seharusnya menjadi ujian paling mendasar bagi kapasitas kepemimpinan dan manajerial para pembantu presiden. Ketika respons dinilai lamban dan tidak terkoordinasi, hal itu menunjukkan adanya masalah serius dalam tata kelola pemerintahan.

    Mantan politikus Partai Nasdem itu pun meminta Presiden Prabowo untuk tidak ragu mencari figur-figur yang benar-benar memahami cara kerja pemerintahan dan manajemen krisis.

    “Cari orang yang paham cara bekerja yang benar dan tepat, Pak. Please,” pungkas Akbar. 

  • NasDem Nilai RI Masih Mampu Tangani Bencana Aceh Tanpa Bantuan Asing

    NasDem Nilai RI Masih Mampu Tangani Bencana Aceh Tanpa Bantuan Asing

    Jakarta

    Kapoksi Komisi II Fraksi NasDem DPR RI, Ujang Bey, meyakini pemerintah masih mampu menangani dampak bencana alam di Aceh. Ujang menilai pemerintah telah menghitung segala kemampuannya dalam menangani bencana Aceh.

    “Saya kira pemerintah masih memiliki keyakinan untuk menangani permasalahan banjir di Aceh, dan ketika pemerintah masih belum memberikan lampu hijau terkait bantuan asing artinya sudah memiliki kemampuan untuk menakar segala permasalahannya,” kata Ujang, kepada wartawan, Rabu (17/12/2025).

    Menurutnya, surat Aceh ke dua lembaga PBB, tak perlu ditanggapi berlebihan. Ujang menekankan pemerintah sebaiknya fokus bergerak cepat agar keluhan masyarakat terdampak segera tertangani.

    “Terkait surat itu juga tidak perlu ditanggapi secara reaksioner, melainkan pemerintah harus fokus dan bergerak secara cepat, tepat, serta simultan agar keluhan-keluhan masyarakat terdampak banjir bisa tertangani sesegera mungkin,” ujarnya.

    Dia juga berharap Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dapat berkomunikasi dengan Pemerintah Aceh terkait surat tersebut. Hal itu, agar tidak menimbulkan persepsi yang berbeda di masyarakat.

    Prabowo Sebut RI Mampu Tangani Bencana

    Presiden Prabowo Subianto mengatakan dihubungi sejumlah kepala negara sahabat untuk tawaran bantuan bencana banjir-longsor di Sumatera. Prabowo mengapresiasi bantuan tersebut, tapi dia menegaskan Indonesia mampu menangani bencana di Sumatera.

    “Sehingga, saya ditelepon banyak pimpinan kepala negara ingin kirim bantuan. Saya bilang ‘Terima kasih concern Anda, kami mampu’. Indonesia mampu mengatasi ini,” kata Prabowo saat rapat kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/12).

    Prabowo kemudian menyinggung soal adanya desakan status bencana nasional di tiga provinsi tersebut. Prabowo menegaskan kondisi di lokasi dapat diatasi oleh pemerintah.

    Aceh Surati 2 Lembaga PBB

    Pemerintah Aceh resmi melayangkan surat kepada dua lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Surat itu terkait permintaan bantuan untuk penanganan bencana paska banjir dan longsor yang terjadi di Aceh.

    “Secara khusus Pemerintah Aceh secara resmi juga telah menyampaikan permintaan keterlibatan beberapa lembaga internasional atas pertimbangan pengalaman bencana tsunami 2004 seperti UNDP dan UNICEF,” kata Juru Bicara Pemerintah Aceh Muhammad MTA dilansir detikSumut, Senin (15/12)

    Muhammad mengatakan saat ini juga telah ada 77 lembaga beserta 1.960 relawan yang telah membantu penanganan bencana di Aceh. Mereka merupakan lembaga atau NGO lokal, nasional dan internasional serta keterlibatan relawan dam lembaga diperkirakan akan terus bertambah.

    (amw/jbr)

  • Aturan Baru Kapolri Picu Polemik Putusan MK Larangan Polisi Isi Jabatan Sipil

    Aturan Baru Kapolri Picu Polemik Putusan MK Larangan Polisi Isi Jabatan Sipil

    Bisnis.com, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi menutup celah hukum penempatan anggota Polri aktif di jabatan sipil melalui Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025, tetapi dalam penerapannya menuai perdebatan karena bersinggungan dengan aturan sektoral dan kebijakan internal Polri.

    Hasil dari ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta kembali menjadi panggung bagi satu perdebatan lama yang tak pernah benar-benar selesai sejak Reformasi 1998 sejauh mana batas antara polisi dan jabatan sipil dalam negara demokratis.

    Ketukan palu Ketua MK Suhartoyo menandai dibacakannya Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025, yang secara tegas menyatakan bahwa anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) tidak dapat menduduki jabatan di luar institusi kepolisian selama masih berstatus aktif.

    Frasa kunci yang dipersoalkan mengenai “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

    Putusan ini langsung mengguncang satu praktik yang selama bertahun-tahun berlangsung nyaris tanpa perdebatan serius penempatan perwira aktif Polri di kementerian dan lembaga sipil.

    Namun, sebagaimana banyak putusan MK lainnya, palu hakim tidak otomatis mengakhiri polemik. Dia justru membuka babak baru perdebatan tafsir, benturan regulasi, dan tarik-menarik kepentingan antara supremasi sipil dan kebutuhan koordinasi negara.

    Dalam pertimbangan hukumnya, Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menyebut keberadaan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” sebagai sumber ketidakpastian hukum.

    Norma tersebut, menurut MK, justru memperluas makna Pasal 28 ayat (3) yang sejatinya sudah tegas bahwa anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun.

    “Penambahan frasa tersebut memperluas makna norma dan berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum, baik bagi anggota Polri maupun bagi aparatur sipil negara di luar kepolisian,” ujar Ridwan dalam sidang pleno di Gedung MK, Jakarta, Kamis (13/11/2025).

    MK juga menilai frasa itu berpotensi melanggar prinsip persamaan di hadapan hukum sebagaimana dijamin Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Dengan satu kalimat penjelasan, seorang polisi aktif dapat menduduki jabatan yang tertutup bagi warga sipil lain.

    Putusan ini tidak bulat. Dua hakim Daniel Yusmic P. Foekh dan M. Guntur Hamzah menyampaikan dissenting opinion. Hakim Arsul Sani mengajukan concurring opinion. Namun, mayoritas hakim bersepakat bahwa norma penugasan Kapolri telah melampaui batas konstitusional.

    Gugatan Warga dan Bayang-bayang Dwifungsi

    Perkara ini diajukan oleh Syamsul Jahidin dan Christian Adrianus Sihite, dua warga negara yang memandang praktik penugasan polisi aktif di jabatan sipil sebagai ancaman serius bagi netralitas aparatur negara.

    Dalam permohonannya, mereka menyinggung sederet contoh: anggota Polri aktif yang menduduki posisi strategis di KPK, BNN, BNPT, BSSN, hingga Kementerian Kelautan dan Perikanan tanpa mengundurkan diri atau pensiun.

    Menurut para pemohon, praktik ini tidak hanya menciptakan ketimpangan kesempatan bagi warga sipil, tetapi juga membuka kembali bayang-bayang dwifungsi Polri sebuah konsep yang secara ideologis ingin dikubur pasca-Reformasi.

    Polisi, dalam kerangka negara demokratis, memang ditempatkan sebagai alat negara yang bersifat sipil. Namun, ketika seragam kepolisian tetap melekat di ruang-ruang birokrasi sipil, garis pembatas itu kembali kabur.

    Legislator: Hormati MK, Tapi Jangan Tergesa

    Di Senayan, putusan MK disambut dengan sikap hati-hati. Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Nasdem Rudianto Lallo menyatakan menghormati putusan MK, tetapi menilai implementasinya tidak bisa serta-merta dilakukan tanpa penyelarasan regulasi.

    “Putusan MK itu ya kita menghormati. Tapi tidak serta-merta diberlakukan begitu saja. Kita harus lihat dulu norma-norma yang ada di undang-undang lain,” ujarnya, Jumat (13/11/2025).

    Rudianto menyoroti bahwa UU Polri masih memberikan ruang penugasan perwira aktif, selama berkaitan dengan fungsi kepolisian dan dilakukan atas perintah Kapolri. Dengan pendekatan acontrario, dia menilai jabatan yang relevan dengan tugas kepolisian masih dimungkinkan diisi perwira aktif.

    Bagi Rudianto, penugasan lintas lembaga justru bagian dari penguatan sinergi antarinstitusi, sejalan dengan Pasal 30 ayat (4) UUD 1945 tentang fungsi keamanan negara.

    Namun, sikap ini juga menegaskan satu hal: putusan MK belum sepenuhnya menjadi titik temu, melainkan awal dari perdebatan legislasi baru.

    Polri dan Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2025

    Di tengah dinamika itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah lebih dulu menandatangani Peraturan Kepolisian Nomor 10 Tahun 2025 tentang anggota Polri yang melaksanakan tugas di luar struktur organisasi.

    Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, menegaskan bahwa peraturan tersebut masih sejalan dengan regulasi yang berlaku, bahkan setelah putusan MK.

    Menurut Trunoyudo, sejumlah aturan masih membuka ruang penugasan, antara lain mulai dari UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, khususnya Pasal 28 ayat (3); UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN, yang memungkinkan jabatan tertentu diisi anggota Polri; dan PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS.

    Berdasarkan regulasi tersebut, Polri mencatat 17 kementerian/lembaga yang dapat diisi anggota Polri, mulai dari Kemenko Polkam hingga lembaga strategis seperti BNN, BIN, BSSN, OJK, PPATK, dan KPK.

    Untuk mencegah rangkap jabatan, Polri melakukan mutasi struktural, menjadikan perwira tersebut sebagai pati atau pamen dalam penugasan khusus.

    Namun, di titik inilah polemik kembali mengeras apakah pengalihan jabatan administratif dapat menghapus status “polisi aktif”?

    Mantan Kapolri Badrodin Haiti melihat persoalan ini secara lebih lugas. Menurutnya, implementasi putusan MK sepenuhnya berada di tangan Kapolri.

    “Kalau secara hukum, sudah banyak pakar yang bicara. Bunyinya jelas dan harus dilaksanakan. Tapi dilaksanakan atau tidak, itu tergantung Kapolri,” ujarnya.

    Badrodin mengingatkan bahwa sejak pemisahan TNI dan Polri pada 2000, polisi secara formal sudah menjadi bagian dari sipil. Namun, dalam praktik, kultur kepolisian masih belum sepenuhnya mencerminkan civilian police.

    “Budaya militernya masih kental. Ini sering menjadi problem dalam pelayanan dan pengayoman kepada masyarakat,” katanya.

    Pandangan senada sebelumnya pernah disampaikan Mahfud MD, mantan Ketua MK dan mantan Menko Polhukam. Dalam berbagai kesempatan, Mahfud menegaskan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat, serta harus menjadi rujukan utama dalam penataan relasi sipil-militer-polisi.

    Menurut Mahfud, penempatan aparat bersenjata aktif di jabatan sipil berpotensi melahirkan konflik kepentingan dan distorsi tata kelola demokrasi.

    “Kalau mau jabatan sipil, ya lepaskan dulu status kepolisian. Itu prinsip negara hukum,” kata Mahfud.

    Data Mabes Polri menyebutkan sekitar 300 anggota Polri aktif saat ini menduduki jabatan manajerial di kementerian dan lembaga. Angka itu berasal dari total 4.132 personel yang ditugaskan di luar struktur Polri.

    Di ruang publik, sentimen masyarakat relatif jelas. Survei big data Continuum INDEF menunjukkan 83,96 persen publik mendukung putusan MK, sementara 16,04 persen bersikap kritis.

    Menariknya, publik juga menuntut prinsip yang sama diberlakukan pada institusi lain, terutama TNI.

    Polemik polisi aktif mengisi jabatan sipil sesungguhnya bukan sekadar soal tafsir hukum. Dia adalah cermin dari ketegangan lama dalam demokrasi Indonesia: antara kebutuhan koordinasi negara dan tuntutan supremasi sipil.

    Putusan MK telah memberi garis tegas di atas kertas. Namun, bagaimana garis itu ditegakkan dalam praktik, akan menentukan arah reformasi kepolisian ke depan.

    Apakah Indonesia akan melangkah menuju polisi sipil sepenuhnya, atau tetap membiarkan ruang abu-abu tempat seragam dan jabatan sipil saling bertukar? Jawaban itu, kini, bukan lagi di tangan hakim konstitusi melainkan di ruang kebijakan, kepemimpinan, dan keberanian menegakkan prinsip negara hukum.

  • Desak Status Bencana Nasional, Anggota DPRD Sumut Ingatkan Nias untuk Pisah dari Indonesia

    Desak Status Bencana Nasional, Anggota DPRD Sumut Ingatkan Nias untuk Pisah dari Indonesia

    GELORA.CO – Anggota DPRD Sumatera Utara dari Fraksi Partai NasDem, Berkat Kurniawan Laoli, menyatakan secara tegas bahwa Pulau Nias terancam mengambil sikap politik ekstrem, termasuk keluar dari Provinsi Sumatera Utara, apabila pemerintah pusat tidak segera menetapkan status bencana nasional atas rangkaian bencana yang melanda Sumut sejak akhir November 2025.

    Laoli menilai, kondisi pascabencana di Nias sudah berada pada titik kritis dan tidak lagi mampu ditangani oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, baik dari sisi anggaran maupun kapasitas penanganan.

    “Kondisi di Nias sudah darurat. Jika pemerintah pusat terus lamban dan status bencana nasional tidak segera ditetapkan, maka kami akan mendorong Nias untuk pisah dari Provinsi Sumut, bahkan dari Indonesia,” tegas Laoly kepada Waspada.id, Minggu (14/12).

    Pernyataan tersebut sekaligus menegaskan sikap Laoli atas video pernyataannya yang beredar luas di media sosial, yang memuat ancaman politik sebagai bentuk tekanan agar pemerintah pusat segera bertindak.

    Laoli mengungkapkan, bencana banjir dan banjir bandang yang terjadi pada akhir November 2025 telah berdampak luas di 18 kabupaten/kota di Sumatera Utara, termasuk seluruh wilayah Pulau Nias. Kerusakan meliputi infrastruktur jalan, jembatan, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, serta permukiman warga.

    Namun hingga pertengahan Desember 2025, penanganan masih didominasi oleh penyaluran bantuan darurat, bukan rekonstruksi menyeluruh.

    “Seharusnya sekarang sudah masuk tahap rekonstruksi. Tapi yang terjadi, masyarakat masih bergantung pada bantuan. Ini menandakan negara belum hadir secara maksimal,” ujar Laoli.

    Ia menegaskan, keterbatasan anggaran Pemprovsu menjadi kendala utama. Dana yang tersedia dinilai tidak sebanding dengan skala kerusakan dan luas wilayah terdampak.

    Laoli juga menyoroti buruknya sistem distribusi logistik ke Pulau Nias. Saat ini, pengiriman logistik harus melalui jalur Medan–Padang terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan ke Nias melalui jalur laut.

    “Pengiriman barang ke Nias hanya bisa dilakukan sekitar satu kali dalam seminggu. Akibatnya, pasokan terbatas dan harga kebutuhan pokok melonjak drastis,” katanya.

    Kondisi tersebut, menurut Laoli, menjadi bukti bahwa penanganan bencana berskala besar seperti ini tidak bisa hanya dibebankan kepada pemerintah daerah, melainkan harus diambil alih oleh pemerintah pusat melalui penetapan status bencana nasional.

    Soroti Anggaran BTT

    Desakan serupa sebelumnya juga disuarakan oleh Aliansi Masyarakat Sumut Bersatu Peduli Bencana dalam aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Sumatera Utara, Jalan Imam Bonjol, Medan, Jumat (12/12).

    Koordinator aksi yang juga Ketua Umum Horas Bangso Batak (HBB), Lamsiang Sitompul, SH, MH, menyatakan bahwa penanganan banjir belum maksimal karena keterbatasan dana.

    Ia menyinggung data Bantuan Tak Terduga (BTT) Pemprovsu yang sebelumnya disebut mencapai Rp843 miliar, namun kini tersisa sekitar Rp123 miliar.

    “Ke mana sisa dana Rp843 miliar itu? Ini harus diusut. Di sisi lain, pemerintah daerah jelas tidak lagi punya anggaran memadai,” tegas Lamsiang.

    Ia juga mendesak DPRD Sumut agar secara resmi meminta Presiden Prabowo Subianto segera menetapkan status bencana nasional di Sumatera Utara.

    “Korban meninggal sudah ribuan dan masih ada yang hilang. Tapi belum ada sikap tegas dari pemerintah pusat. Ini tidak bisa dibiarkan,” katanya, didampingi Koordinator Lapangan, Johan Merdeka.

    Laoli menegaskan kembali, ancaman pemisahan wilayah bukanlah tujuan utama, melainkan peringatan keras agar pemerintah pusat segera bertindak cepat, terkoordinasi, dan menyeluruh.

    “Jika negara terus abai, maka jangan salahkan masyarakat Nias jika mengambil sikap politik yang lebih keras,” pungkasnya.

  • Perlu Kebijakan Inklusif untuk Wujudkan Keadilan Sosial

    Perlu Kebijakan Inklusif untuk Wujudkan Keadilan Sosial

    Jakarta: Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat menekankan pentingnya kolaborasi yang kuat antarpara pemangku kepentingan untuk mempersempit kesenjangan antara kebijakan yang inklusif dan pelaksanaannya di lapangan, demi mewujudkan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. 

    Pernyataan itu disampaikan Lestari dalam Podcast Ruang Disabilitas di RRI Makassar pro 1 bertema Peran MPR RI Mengawal Indonesia Menuju Inklusi 2030 dalam rangka Hari Disabilitas Internasional yang diperingati setiap 3 Desember. 

    “Melalui Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan kami terus berupaya menanamkan pemahaman kepada masyarakat dan pemangku kepentingan bahwa mewujudkan kebijakan yang inklusif itu penting,” kata Rerie, sapaan akrab Lestari dikutip Minggu, 14 Desember 2025.

    Menurut Rerie, Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, merupakan amanah Pancasila, agar sikap dan kebijakan yang lahir dalam rangka mengisi kemerdekaan harus memberi manfaat bagi setiap warga negara, termasuk penyandang disabilitas. 
     

    Rerie berpendapat, meski kebijakan di beberapa daerah sudah ramah bagi para penyandang disabilitas, tetapi masih banyak lagi daerah yang mengelola pembangunan dengan mengabaikan kebutuhan kelompok masyarakat difabel. 

    Sebagai contoh, ujar Rerie, masih banyak fasilitas trotoar dan gedung sarana umum di sejumlah kota di tanah air yang tidak ramah bagi disabilitas. 

    Pemahaman para pemangku kebijakan dan masyarakat terkait pentingnya melibatkan semua elemen masyarakat dalam proses pembangunan, tegas Rerie, yang juga anggota Komisi X DPR RI itu, harus terus ditingkatkan. 

    Pemahaman bahwa hadirnya kelompok masyarakat difabel merupakan bagian dari keberagaman yang dimiliki bangsa ini, menurut Rerie yang merupakan legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, harus ditanamkan sejak di bangku sekolah. 

    Pemanfaatan kearifan lokal sebagai bagian materi sosialisasi, ujar Rerie, merupakan langkah strategis agar pesan yang disampaikan lebih mudah dipahami masyarakat. 

    Menurut Rerie, setiap anak bangsa memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk menjadi bagian dalam proses pembangunan. 

    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong diwujudkannya kolaborasi yang kuat semua pihak terkait agar mampu berperan aktif dalam mewujudkan Indonesia yang inklusi pada 2030.

    Jakarta: Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat menekankan pentingnya kolaborasi yang kuat antarpara pemangku kepentingan untuk mempersempit kesenjangan antara kebijakan yang inklusif dan pelaksanaannya di lapangan, demi mewujudkan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. 
     
    Pernyataan itu disampaikan Lestari dalam Podcast Ruang Disabilitas di RRI Makassar pro 1 bertema Peran MPR RI Mengawal Indonesia Menuju Inklusi 2030 dalam rangka Hari Disabilitas Internasional yang diperingati setiap 3 Desember. 
     
    “Melalui Sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan kami terus berupaya menanamkan pemahaman kepada masyarakat dan pemangku kepentingan bahwa mewujudkan kebijakan yang inklusif itu penting,” kata Rerie, sapaan akrab Lestari dikutip Minggu, 14 Desember 2025.

    Menurut Rerie, Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, merupakan amanah Pancasila, agar sikap dan kebijakan yang lahir dalam rangka mengisi kemerdekaan harus memberi manfaat bagi setiap warga negara, termasuk penyandang disabilitas. 
     

     
    Rerie berpendapat, meski kebijakan di beberapa daerah sudah ramah bagi para penyandang disabilitas, tetapi masih banyak lagi daerah yang mengelola pembangunan dengan mengabaikan kebutuhan kelompok masyarakat difabel. 
     
    Sebagai contoh, ujar Rerie, masih banyak fasilitas trotoar dan gedung sarana umum di sejumlah kota di tanah air yang tidak ramah bagi disabilitas. 
     
    Pemahaman para pemangku kebijakan dan masyarakat terkait pentingnya melibatkan semua elemen masyarakat dalam proses pembangunan, tegas Rerie, yang juga anggota Komisi X DPR RI itu, harus terus ditingkatkan. 
     
    Pemahaman bahwa hadirnya kelompok masyarakat difabel merupakan bagian dari keberagaman yang dimiliki bangsa ini, menurut Rerie yang merupakan legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, harus ditanamkan sejak di bangku sekolah. 
     
    Pemanfaatan kearifan lokal sebagai bagian materi sosialisasi, ujar Rerie, merupakan langkah strategis agar pesan yang disampaikan lebih mudah dipahami masyarakat. 
     
    Menurut Rerie, setiap anak bangsa memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk menjadi bagian dalam proses pembangunan. 
     
    Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong diwujudkannya kolaborasi yang kuat semua pihak terkait agar mampu berperan aktif dalam mewujudkan Indonesia yang inklusi pada 2030.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (PRI)

  • Solidaritas BK DPRD DKI Serahkan Rp 359,6 Juta untuk Sumatera dan Penghargaan
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        14 Desember 2025

    Solidaritas BK DPRD DKI Serahkan Rp 359,6 Juta untuk Sumatera dan Penghargaan Megapolitan 14 Desember 2025

    Solidaritas BK DPRD DKI Serahkan Rp 359,6 Juta untuk Sumatera dan Penghargaan
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Malam puncak BK Award 2025 di Ruang Rapat Paripurna DPRD Jakarta, Sabtu (13/12/2025), menjadi potret dua wajah parlemen daerah yakni menilai kinerja internal sekaligus menunjukkan kepedulian kemanusiaan.
    Dalam rangkaian acara tersebut, Badan Kehormatan (BK)
    DPRD DKI Jakarta
    menggalang donasi untuk membantu korban bencana alam di sejumlah wilayah Sumatra, meliputi Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat.
    Hingga Sabtu malam, pukul 21.20 WIB, total dana yang berhasil dihimpun mencapai Rp 359.681.648 dan masih berpotensi bertambah.
    Ketua DPRD DKI Jakarta Khoirudin mengatakan, seluruh dana akan disalurkan melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta agar bantuan dapat disesuaikan dengan kebutuhan di daerah terdampak.
    “Seluruh dana yang terkumpul akan diserahkan secara tunai kepada BPBD DKI Jakarta untuk kemudian disalurkan dan dibelanjakan sesuai kebutuhan di daerah terdampak bencana,” ujar Khoirudin.
    Menurut dia, penggalangan donasi ini merupakan bentuk solidaritas DPRD DKI Jakarta terhadap masyarakat yang terdampak bencana di berbagai wilayah Sumatra.
    BPBD DKI Jakarta ditunjuk untuk memastikan proses distribusi berjalan tepat sasaran.
    Di sisi lain, malam tersebut juga menjadi panggung pemberian BK Award 2025, ajang apresiasi bagi anggota dewan dan tenaga pendukung yang dinilai memiliki kinerja serta integritas terbaik sepanjang tahun.
    Ketua Badan Kehormatan DPRD DKI Jakarta Yudha Permana menjelaskan, BK Award digelar sebagai wujud pertanggungjawaban kinerja lembaga legislatif kepada masyarakat dan direncanakan menjadi agenda rutin tahunan.
    “Terkait BK Award, ke depan kegiatan ini akan kami laksanakan secara rutin setiap tahun. Kami berharap ini menjadi budaya baik sekaligus bentuk pertanggungjawaban kinerja DPRD kepada warga Jakarta,” kata Yudha.
    Ia menambahkan, pelaksanaan BK Award 2025 menjadi yang pertama dengan membuka ruang partisipasi publik secara luas.
    “Kegiatan ini menjadi yang pertama dilakukan DPRD DKI Jakarta, dengan membuka pintu selebar-lebarnya bagi warga, pelajar, dan mahasiswa untuk bertemu serta berdiskusi langsung dengan anggota dewan,” ujarnya.
    Penilaian BK Award 2025 dilakukan sejak Januari 2025 dengan tujuh kategori penghargaan.
    Proses penilaian didasarkan pada indikator objektif, antara lain tingkat kehadiran rapat, kinerja legislasi, laporan pertanggungjawaban, pelayanan publik, serta upaya memperjuangkan aspirasi masyarakat.
    Salah satu penerima penghargaan adalah Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai NasDem, Riano P Ahmad, yang meraih kategori Anggota Dewan dengan Tingkat Kehadiran Terbaik.
    Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta itu tercatat sebagai salah satu dewan paling rajin menghadiri rapat, khususnya agenda Komisi A, sepanjang setahun terakhir.
    Menanggapi penghargaan tersebut, Riano menilai kehadiran dalam rapat sebagai kewajiban dasar anggota dewan, mengingat setiap keputusan yang dibahas berdampak langsung pada warga.
    “Bahkan, sejak saya pertama kali jadi dewan di periode 2014-2009 lalu, saya terus berusaha menjalankan tugas-tugas dewan dengan baik. Sehingga saya selalu menghadiri rapat-rapat di dewan karena itu menyangkut kebijakan publik yang berdampak langsung pada warga yang saya wakili,” kata Riano.
    Riano juga mengapresiasi kepercayaan warga, khususnya di Daerah Pemilihan Jakarta Pusat 1, yang telah memilihnya hingga tiga periode.
    Ia mengaku tidak pernah menargetkan penghargaan tersebut dan memilih fokus menjalankan tugas kedewanan.
    “Jadi, yang saya lakukan adalah bersungguh-sungguh dalam mendengarkan aspirasi warga dan meneruskannya ke meja dewan. Kemudian disampaikan ke eksekutif di Pemprov DKI, itu saja,” katanya.
    Selain kategori kehadiran terbaik, BK Award 2025 juga memberikan penghargaan di berbagai kategori lainnya. Berikut daftar lengkap penerima BK Award 2025:
    Anggota Dewan Kinerja Terbaik
    Anggota Dewan Pendatang Baru Terbaik
    Anggota Dewan Terpopuler
    Anggota Dewan Terinspiratif
    Apresiasi Kinerja Pimpinan Dewan
    Tenaga Pendukung Anggota Dewan Terbaik
    Melalui penggalangan donasi dan penyelenggaraan BK Award 2025, DPRD Jakarta berupaya menampilkan wajah parlemen yang tidak hanya dinilai dari kinerja, tapi juga kepedulian.
    (Reporter: Ruby Rachmadina : Editor: Nawir Arsyad Akbar)
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Anggota DPR Nilai Peraturan Kapolri Perjelas Batas Polisi Aktif Menjabat di 17 Lembaga

    Anggota DPR Nilai Peraturan Kapolri Perjelas Batas Polisi Aktif Menjabat di 17 Lembaga

    Anggota DPR Nilai Peraturan Kapolri Perjelas Batas Polisi Aktif Menjabat di 17 Lembaga
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Anggota Komisi III DPR Fraksi Nasdem Rudianto Lallo mengatakan, dengan adanya Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025, batasan kementerian/lembaga yang bisa dijabat oleh polisi aktif menjadi jelas.
    Sebab, dalam aturan baru tersebut, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membolehkan polisi aktif menduduki jabatan di 17 kementerian/lembaga.
    “Jika sebelum lahirnya Perkap (Peraturan Kapolri) ini, ketidakjelasan batasan dan cakupan kementerian dan/atau lembaga apa saja yang dapat diemban melahirkan
    confusing of norm
    atau
    vague norm
    , dengan Perkap baru ini menjadi jelas dan terang batasan kementerian atau lembaga mana yang relevan dengan tugas dan fungsi kepolisian sebagaimana amanah Pasal 30 Ayat (4) UUD 1945,” ujar Rudianto kepada Kompas.com, Minggu (14/12/2025).
    “Sekaligus melahirkan
    kepastian hukum
    dan konstitusi bagi peran anggota kepolisian di luar institusi kepolisian,” sambungnya.
    Rudianto menyampaikan, secara konstitusionalisme,
    policy rules
    terbaru yang dikeluarkan oleh Kapolri memperhatikan prinsip dan kaidah konstitusi.
    Menurutnya, hal ini dapat dilihat dari spirit dan filosofi hukum dari Perkap tersebut, yang melahirkan sekaligus memberikan kepastian hukum terkait batasan dan cakupan kelembagaan apa saja yang dapat diemban oleh polisi di luar Polri.
    “Sebab, salah satu Ratio Decidendi atau argumentasi hukum MK membatalkan ketentuan frasa Pasal 28 Ayat (3) UU Polri, karena tidak adanya kepastian hukum dan kejelasan rumusan yang dimaksud. Dengan hadirnya Perkap ini sebagai bentuk penerjemahan spirit dan mandat substansi putusan MK tersebut agar hadir jaminan dan kepastian hukum,” imbuhnya.
    Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo meneken
    Peraturan Polri
    Nomor 10 Tahun 2025 tentang Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang Melaksanakan Tugas di Luar Struktur Organisasi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
    Beleid ini mengatur bahwa polisi aktif dapat menduduki jabatan di 17 kementerian/lembaga sipil di luar institusi Polri.
    “Pelaksanaan Tugas Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia di Luar Struktur Organisasi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Pelaksanaan Tugas Anggota Polri adalah penugasan anggota Polri pada jabatan di luar struktur organisasi Polri yang dengan melepaskan jabatan di lingkungan Polri,” demikian bunyi Pasal 1 Ayat (1) peraturan tersebut.
    Kemudian, Pasal 2 mengatur bahwa anggota Polri dapat melaksanakan tugas di dalam maupun luar negeri.
    Selanjutnya, pada Pasal 3 Ayat (1) disebutkan, pelaksanaan tugas anggota Polri pada jabatan di dalam negeri dapat dilaksanakan pada kementerian/lembaga/badan/komisi dan organisasi internasional atau kantor perwakilan negara asing yang berkedudukan di Indonesia.
    Daftar kementerian/lembaga yang dapat diduduki oleh anggota Polri itu diatur dalam Pasal 3 Ayat (2), yakni Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Hukum, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Lembaga Ketahanan Nasional, Otoritas Jasa Keuangan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Badan Narkotika Nasional, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Badan Intelijen Negara, Badan Siber Sandi Negara, dan Komisi Pemberantasan Korupsi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Wujudkan Kemudahan Akses Lapangan Kerja Bagi Penyandang Disabilitas

    Wujudkan Kemudahan Akses Lapangan Kerja Bagi Penyandang Disabilitas

    Jakarta: Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mendorong peningkatan pemenuhan kewajiban mempekerjakan penyandang disabilitas, dalam upaya merealisasikan amanah Undang-Undang Nomor 8 / 2016 tentang Penyandang Disabilitas. 

    “Tantangan besar yang dihadapi penyandang disabilitas saat ini, selain sulitnya mengakses layanan dasar, juga sulit mengakses lapangan kerja,” kata Lestari dalam keterangan tertulisnya, Jumat 12 Desember 2025.

    Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 mencatat terdapat sekitar 22,97 juta penyandang disabilitas di Indonesia dengan 17 juta berada pada usia produktif. 

    Dari penyandang disabilitas usia produktif itu hanya 45% yang bekerja dan mayoritas (83%) terserap di sektor non-formal. 

    Padahal, melalui Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 /2016 tentang Penyandang Disabilitas (UU PD), pemerintah, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) diwajibkan mempekerjakan penyandang disabilitas minimal 2% dari total pekerja. 

    Sedangkan, pada ayat (2) undang-undang yang sama mengatur kewajiban perusahaan swasta untuk menyerap minimal 1% tenaga kerja penyandang disabilitas. 

    Menurut Lestari, dengan beragam keterbatasan yang dimiliki, penyandang disabilitas selayaknya mendapatkan perhatian yang lebih sebagai warga negara, agar mampu menjalani keseharian sebagaimana anak bangsa lainnya. 

    Dengan keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan dan lapangan kerja, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, penyandang disabilitas di Indonesia hidup dalam kondisi rentan dalam keseharian mereka. 

    Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI itu berpendapat, stigma, penolakan akses terhadap layanan kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan partisipasi dalam masyarakat menyebabkan penyandang disabilitas akan terus hidup dalam kemiskinan.
     

    Karena itu, Rerie mendorong, berbagai upaya untuk mempermudah akses layanan kesehatan dan pekerjaan bagi penyandang disabilitas harus segera direalisasikan. 

    Selain itu, tambah Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, data kependudukan terpilah yang lebih rinci harus segera diwujudkan, agar setiap kebijakan yang ditujukan bagi penyandang disabilitas bisa tepat sasaran. 

    Rerie sangat berharap, semua pihak terkait mampu membangun kolaborasi yang kuat dalam membangun akses layanan kesehatan dan lapangan kerja bagi setiap warga negara, termasuk para penyandang disabilitas di tanah air

    Jakarta: Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mendorong peningkatan pemenuhan kewajiban mempekerjakan penyandang disabilitas, dalam upaya merealisasikan amanah Undang-Undang Nomor 8 / 2016 tentang Penyandang Disabilitas. 
     
    “Tantangan besar yang dihadapi penyandang disabilitas saat ini, selain sulitnya mengakses layanan dasar, juga sulit mengakses lapangan kerja,” kata Lestari dalam keterangan tertulisnya, Jumat 12 Desember 2025.
     
    Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 mencatat terdapat sekitar 22,97 juta penyandang disabilitas di Indonesia dengan 17 juta berada pada usia produktif. 

    Dari penyandang disabilitas usia produktif itu hanya 45% yang bekerja dan mayoritas (83%) terserap di sektor non-formal. 
     
    Padahal, melalui Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 /2016 tentang Penyandang Disabilitas (UU PD), pemerintah, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) diwajibkan mempekerjakan penyandang disabilitas minimal 2% dari total pekerja. 
     
    Sedangkan, pada ayat (2) undang-undang yang sama mengatur kewajiban perusahaan swasta untuk menyerap minimal 1% tenaga kerja penyandang disabilitas. 
     
    Menurut Lestari, dengan beragam keterbatasan yang dimiliki, penyandang disabilitas selayaknya mendapatkan perhatian yang lebih sebagai warga negara, agar mampu menjalani keseharian sebagaimana anak bangsa lainnya. 
     
    Dengan keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan dan lapangan kerja, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, penyandang disabilitas di Indonesia hidup dalam kondisi rentan dalam keseharian mereka. 
     
    Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI itu berpendapat, stigma, penolakan akses terhadap layanan kesehatan, pendidikan, pekerjaan, dan partisipasi dalam masyarakat menyebabkan penyandang disabilitas akan terus hidup dalam kemiskinan.
     

     
    Karena itu, Rerie mendorong, berbagai upaya untuk mempermudah akses layanan kesehatan dan pekerjaan bagi penyandang disabilitas harus segera direalisasikan. 
     
    Selain itu, tambah Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, data kependudukan terpilah yang lebih rinci harus segera diwujudkan, agar setiap kebijakan yang ditujukan bagi penyandang disabilitas bisa tepat sasaran. 
     
    Rerie sangat berharap, semua pihak terkait mampu membangun kolaborasi yang kuat dalam membangun akses layanan kesehatan dan lapangan kerja bagi setiap warga negara, termasuk para penyandang disabilitas di tanah air

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (RUL)

  • Politik-Hukum Terkini: Integritas Kepala Daerah Disorot

    Politik-Hukum Terkini: Integritas Kepala Daerah Disorot

    Jakarta, Beritasatu.com – Isu politik dan hukum nasional kembali diwarnai oleh serangkaian peristiwa yang menyoroti integritas pejabat publik dan landasan konstitusi organisasi besar. Dari internal Nahdlatul Ulama (NU) hingga ke daerah-daerah yang dilanda operasi tangkap tangan (OTT), isu krusial ini menggarisbawahi urgensi penegakan hukum dan revisi sistem kenegaraan.

    Wakil Presiden ke-13 RI KH Ma’ruf Amin dengan tegas angkat bicara mengenai polemik kepemimpinan di PBNU. Ia mengingatkan, upaya pemakzulan Ketua Umum yang dilakukan melalui jalur nonkonstitusional adalah tindakan yang melanggar Anggaran Dasar, menegaskan bahwa Muktamar Luar Biasa adalah satu-satunya mekanisme sah.

    Pada saat yang sama, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar praktik korupsi yang menyentuh inti demokrasi lokal, terkait dana suap dan gratifikasi Bupati Lampung Tengah yang digunakan untuk melunasi utang kampanye Pilkada senilai Rp 5,25 miliar. Peristiwa ini memicu peringatan keras dari Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang sangat menyayangkan kian maraknya kepala daerah yang terjerat korupsi meskipun telah mendapat pembekalan integritas.

    Sementara perhatian terbelah pada integritas pejabat, parlemen melalui Komisi II DPR tengah bergerak maju untuk memperkuat sistem administrasi kependudukan demi keamanan nasional dan efisiensi layanan publik, dengan merevisi UU Adminduk untuk menerapkan nomor identitas tunggal (single ID number).

    Melengkapi gambaran penegakan hukum, ranah kesehatan dan keamanan masyarakat juga mengalami perkembangan signifikan. Zat anestesi Etomidate yang disalahgunakan dalam liquid vape, kini resmi masuk daftar narkotika golongan II melalui peraturan menteri kesehatan terbaru, memberikan landasan hukum yang jelas bagi penegak hukum untuk menindak tegas baik produsen maupun pengedar.

    Berikut lima isu politik-hukum terkini:

    KH Ma’ruf Amin yang menjabat sebagai mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sekaligus mantan Wakil Presiden Republik Indonesia ke-13, akhirnya memberikan klarifikasi tegas mengenai dinamika kepemimpinan yang tengah bergejolak di tubuh organisasi tersebut.

    Menurut pandangan Ma’ruf Amin, upaya untuk melengserkan Ketua Umum PBNU melalui forum Syuriyah adalah tindakan yang bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) organisasi.

    Ia menekankan, jika rais aam atau ketua umum dinilai telah melakukan pelanggaran serius terhadap konstitusi organisasi, penyelesaiannya sudah diatur secara baku. Mekanisme yang sah dan tidak dapat digantikan oleh forum lain adalah melalui Muktamar Luar Biasa (MLB).

    “Apabila rais aam atau ketua umum menurut konstitusi itu dianggap melakukan pelanggaran berat terhadap anggaran dasar, maka dilakukan muktamar luar biasa,” ujar Ma’ruf Amin, dikutip dari kanal YouTube Vibrasi, Kamis (11/12/2025).

    Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menegaskan, penangkapan Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus dijadikan momentum refleksi serius bagi seluruh pimpinan daerah di Indonesia. Penangkapan melalui operasi tangkap tangan (OTT) tersebut, menurutnya, alarm tentang pentingnya menjaga integritas moral dalam menjalankan tugas.

    “Saya rasa operasi tangkap tangan ini sekali lagi menjadi peringatan keras bagi rekan-rekan kepala daerah,” ujar Tito saat berbincang dengan awak media di Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, pada hari Kamis (11/12/2025).

    Tito juga mengungkapkan rasa keprihatinan mendalam atas fenomena berkelanjutan ini. Ia menyoroti bahwa masih saja ditemukan kepala daerah yang terjerat kasus korupsi oleh lembaga penegak hukum, meskipun sebelumnya mereka telah menerima pembekalan intensif melalui kegiatan retret kepala daerah.

    “Saya mencermati, baru berjalan satu tahun, sudah berapa banyak yang terkena OTT? Bahkan ada yang posisinya seorang gubernur. Padahal, mereka sudah mengikuti retret, di mana kita tanamkan wawasan kebangsaan dan nilai-nilai antikorupsi,” tegasnya, sebagaimana dikutip oleh Antara.

    Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat ini sedang mempersiapkan rancangan perubahan terhadap Undang-Undang tentang Sistem Administrasi Kependudukan (Adminduk).

    Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda menjelaskan, inisiatif revisi ini bertujuan utama untuk mengimplementasikan sistem nomor identitas tunggal (single ID number) bagi setiap warga negara.

    “Sistem ini merupakan aset paling berharga yang dimiliki oleh negara, dan ini juga memiliki implikasi signifikan terhadap keamanan nasional,” tutur Rifqinizamy kepada wartawan pada hari Kamis (11/12/2025).

    Politisi dari Partai Nasdem ini mengemukakan, penerapan nomor identitas tunggal oleh pemerintah akan membawa berbagai manfaat esensial. Salah satunya adalah memperlancar dan menyederhanakan proses pelayanan publik, baik yang diselenggarakan oleh sektor pemerintah maupun swasta.

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah membeberkan detail praktik rasuah yang dilakukan oleh Bupati Lampung Tengah, Ardito Wijaya. Terungkap bahwa dana yang diperoleh dari suap dan gratifikasi, yang berasal dari proyek pengadaan barang dan jasa, digunakan oleh Ardito untuk melunasi kewajiban utang terkait kampanye pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2024.

    Pelaksana Harian (Plh) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Mungky Hadipratikto menjelaskan, sebagian besar uang hasil tindak pidana korupsi tersebut dialokasikan untuk kepentingan personal Ardito, termasuk menyelesaikan beban biaya politiknya.

    “Diduga kuat dana ini dipakai untuk pelunasan pinjaman bank yang sebelumnya digunakan guna membiayai kebutuhan kampanye tahun 2024, dengan total nilai mencapai Rp 5,25 miliar,” ungkap Mungky dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada hari Kamis (11/12/2025).

    Lebih lanjut, KPK merinci bahwa total penerimaan suap dan gratifikasi yang diterima Ardito selama periode Februari hingga November 2025 mencapai Rp 5,75 miliar. Selain dialokasikan untuk melunasi utang Pilkada, sisa dari dana tersebut diduga juga digunakan untuk mendukung kebutuhan operasional sang bupati.

    “Terdapat pula alokasi untuk dana operasional bupati sebesar Rp 500 juta,” jelas Mungky.

    Direktorat Tindak Pidana Narkoba (Dittipidnarkoba) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mengonfirmasi, zat etomidate kini secara resmi diklasifikasikan sebagai narkotika golongan II. Penetapan status baru ini termaktub dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2025 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika yang telah mulai efektif berlaku sejak tanggal 21 November 2025.

    Etomidate yang sebelumnya lazim dikenal sebagai obat anestesi, belakangan marak disalahgunakan, terutama dengan dicampur ke dalam cairan rokok elektrik (liquid vape).

    Dalam regulasi terbaru ini, disebutkan narkotika golongan II adalah narkotika yang memiliki khasiat untuk pengobatan yang hanya dapat digunakan sebagai alternatif terakhir dan dapat dimanfaatkan dalam konteks terapi dan/atau untuk kepentingan riset ilmu pengetahuan, serta memiliki potensi ketergantungan yang tinggi.

    Dengan dimasukkannya etomidate ke dalam daftar narkotika, otoritas penegak hukum kini memiliki dasar hukum yang kuat untuk melakukan tindakan represif. Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Pol Eko Hadi Santoso menjelaskan, sebelumnya etomidate belum tergolong narkotika, sehingga ruang lingkup penindakannya sangat terbatas.

    “Jadi, sebelumnya penindakan hanya mengacu pada Undang-Undang 17/2023 tentang Kesehatan, di mana sanksi hanya bisa dikenakan kepada pihak distributor atau produsen, sementara pengguna tidak dapat dijerat oleh UU Kesehatan,” papar Eko.