partai: Golkar

  • Anggota DPR Tunggu Kebijakan Out of The Box Menkeu Baru

    Anggota DPR Tunggu Kebijakan Out of The Box Menkeu Baru

    Jakarta

    Anggota Komisi XI DPR RI menyampaikan sejumlah pesan dan harapan kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang baru menjabat. Salah satunya, Purbaya diharapkan bisa menghasilkan kebijakan yang inovatif atau out of the box.

    Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Golkar Melchias Marcus Mekeng menyoroti target pemerintah dalam menyasar pertumbuhan ekonomi tinggi, mencapai 8%. Lebih dari sekadar angka, menurutnya pemerintah juga harus memastikan bahwa kualitas pertumbuhan ekonomi terasa bagi masyarakat.

    Menurutnya, masyarakat Indonesia membutuhkan kebijakan yang langsung berdampak nyata. Selaras dengan hal ini, ia berharap Purbaya dapat menciptakan suatu kebijakan yang inovatif dalam menyelesaikan permasalahan yang ada saat ini.

    “Menurut hemat saya, di hatinya Pak Prabowo dia mau rakyatnya sejahtera. Jadi, saya harap Pak Menteri yang baru duduk, sekarang hari ketiga, buatlah kejutan. Jangan kejutan yang kayak kemarin itu bikin pusing, (tapi) kebijakan. Kalau bisa kebijakannya out of the box. Jadi, kalau bisa programnya itu menohok untuk mengangkat kehidupan mereka kesejahteraan mereka itu baru APBN yang berkualitas,” kata Mekeng dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi XI DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (10/9/2025).

    Mekeng berharap, Purbaya dapat menciptakan kebijakan yang berkualitas, bukan hanya sekadar target pertumbuhan stabil di 5% hingga target penurunan angka kemiskinan. Menurutnya target-target kuantitatif tersebut belum tentu dapat menggambarkan realitas di lapangan.

    “Kalau yang tadi disampaikan itu, itu kebijakan saya sudah dengar 25 tahun, selama saya di Komisi XI dengarnya kayak gitu mulu. Jadi kalau bisa rapat-rapat berikutnya nggak perlu terlalu panjang, nggak perlu pakai baca-baca begitu kan Pak Menteri PhD. Kasih outline-nya, jelasin saja supaya lebih enak masuk di otak kita, nggak perlu baca-baca kayak tadi,” ujarnya.

    Sekuritisasi Aset buat Bayar Utang

    Sebagai contoh dari kebijakan yang out of the box, ia menyinggung asset backed securities yang dicanangkan oleh Almarhum Rizal Ramli yang sempat menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. Menurutnya, kebijakan serupa dapat diadopsi untuk pemerintahan saat ini.

    “Kita membuat sekuritisasi terhadap aset kita, kita dapat uang sekarang di depan, baru kita lunaskan itu pinjaman-pinjaman supaya APBN-nya agak ringan. Kalau cuma ngandelin generik dari pajak, PNBP, sampai kita sudah di dunia lain pun nggak akan terjadi perubahan. Nggak nguber kebutuhan dengan pendapatan, harus ada out of the box. Nah, saya tunggu out of the box dari pak menteri,” kata Mekeng.

    Senada, Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PAN Ahmad Rizki Sadig juga menyoroti tentang target ambisius pemerintah untuk mengejar pertumbuhan tinggi. Ia menyinggung pemerintahan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) yang dalam 10 tahun mengejar pertumbuhan hingga 7%, namun tidak pernah tercapai.

    “Tentu kita ingin semuanya bisa tercapai. Tapi tentu ini punya sebuah skenario, kita punya pengalaman-pengalaman masa lalu yang agak mengkhawatirkan. Mudah-mudahan ada terobosan-terobosan yang bisa kita pegang bersama-sama bahwa pencapaian itu tentu akan diukur dalam perjalanan pak menteri,” ujar dia.

    (shc/ara)

  • Menerka Calon Menko Polkam dan Menpora Pilihan Prabowo

    Menerka Calon Menko Polkam dan Menpora Pilihan Prabowo

    Bisnis.com, JAKARTA – Pengocokan ulang atau reshuffle kabinet Merah Putih yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto pada Senin (8/9/2025) menyisakan dua tempat kosong di pemerintahan.

    Pasalnya, dalam reshuffle tersebut Prabowo telah memberhentikan dengan hormat di antaranya Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan dan Menteri Pemuda dan Olahraga.

    Sebelumnya posisi tersebut diisi oleh Budi Gunawan sebagai Menkopolkam dan Dito Ariotedjo sebagai Menpora. Saat ini jabatan Menko Polkam dijabat interim oleh Menhan Sjafrie Sjamsoedin, sedangkan posisi Menpora masih kosong.

    Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menjelaskan untuk posisi Menko Polkam, Presiden ke-8 RI belum menunjuk sosok definitif.

    “Untuk sementara waktu beliau akan menunjuk ad interim untuk menjabat sebagai Menko Polkam. Nanti akan diumumkan,” ujar Prasetyo usai pelantikan di Istana Kepresidenan, Senin (8/9/2025). 

    Adapun kursi Menpora yang ditinggalkan Dito Ariotedjo, kata Prasetyo, akan diisi kemudian lantaran pejabat yang ditunjuk sedang berada di luar kota.

    “Pengganti Menteri Pemuda dan Olahraga kebetulan posisinya sedang di luar kota, sehingga tidak bisa mengikuti pelantikan pada sore hari ini. Akan dijadwalkan kembali di prosesi berikutnya,” jelasnya.

    Pengganti Menpora

    Dilansir dari Antara, Ario Bimo Nandito Ariotedjo atau Dito Ariotedjo menanggapi kabar yang menyebut nama Puteri Anetta Komarudin sebagai calon penggantinya di kursi Menpora setelah perombakan kabinet, Senin.

    Dito mengaku belum mengetahui siapa yang akan ditunjuk Presiden Prabowo Subianto sebagai Menpora baru, termasuk terkait isu Puteri Anetta Komarudin.

    “Saya tidak tahu,” kata Dito.

    Politikus Partai Golkar itu juga belum bisa memastikan apakah jabatan Menpora tetap akan diisi kader partainya, mengingat Golkar mendapat kursi menteri pada reshuffle kali ini.

    “Apakah tetap dari Golkar atau tidak, saya juga belum tahu. Karena tadi Golkar sudah ada Pak Mukhtarudin di Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia/BP2MI. Jadi, kami menunggu saja. Harapannya menteri baru nanti bisa melanjutkan program yang sudah kami jalankan,” ujarnya.

    Dito mengakui pencopotannya berlangsung cukup mendadak karena baru menerima informasi pada Senin pagi terkait rencana pelantikan menteri baru. Namun, khusus untuk pos Menpora, pelantikan ditunda karena kandidat pengganti belum ditentukan.

    “Tadi diinfo pagi hari untuk diagendakan sore untuk pelantikan. Harusnya Menpora baru dilantik tadi, tapi masih menunggu kandidatnya,” kata Dito.

    Sementara itu, Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia, menanggapi pertanyaan mengenai posisi Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) dalam kabinet Presiden Prabowo Subianto.

    Saat ditanya apakah kursi tersebut akan diisi kembali oleh kader Golkar, Bahlil menegaskan hal itu sepenuhnya menjadi kewenangan Presiden.

    “Itu hak prerogatif bapak presiden,” kata Bahlil kepada wartawan, Selasa (9/9/2025).

    Pengganti Menko Polkam

    Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin resmi merangkap jabatan sebagai Menkopolkam Ad Interim. Dia berjanji akan meningkatkan kinerja sebagai Menkopolkam Ad Interim, meski mengemban dua jabatan sekaligus.

    Dia mengatakan sudah terbiasa menduduki berbagai posisi seperti menjadi Ketua Harian Dewan Pertahanan Nasional dan Ketua Tim Pengarahan Penertiban Kawasan Hutan.

    “Saya menggarisbawahi bahwa peran, tugas, dan fungsi para deputi kementerian koordinator akan saya tingkatkan dan para deputilah yang akan menjalankan tugasnya sehari-hari baik di dalam menjalankan tugas koordinasi dan juga menjalankan tugas sinkronisasi dengan kementerian dan lembaga yang mempunyai hal-hal permasalahan yang bisa diselesaikan,” katanya dikutip akun YouTube Kemenko Polkam, Selasa (9/9/2025).

     PDI Perjuangan (PDIP) menyatakan untuk menghormati Presiden Prabowo Subianto yang telah mencopot Budi Gunawan dari jabatan Menkopolkam.

    Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi PDIP, Aria Bima menyatakan pengangkatan maupun pencopotan menteri di kabinet merah putih itu sepenuhnya hak prerogatif presiden.

    “Itu hak prerogatif presiden harus kita hormati,” ujarnya di kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (9/9/2025).

    Dia juga tidak memungkiri Budi Gunawan alias BG merupakan sosok yang dikenal dekat dengan PDIP. Bahkan, Aria mengakui bahwa partai telah menaruh hormat terhadap eks Kepala BIN itu.

    Namun, hal tersebut tidak memengaruhi sikap PDIP untuk tidak masuk dalam lingkaran eksekutif pemerintahan Prabowo.

    “Ya, secara personal ya [Budi Gunawan dekat dengan PDIP], tapi organisasi kan Ibu [Megawati] sudah jelas. Bahwa PDIP ada di luar pemerintahan,” pungkasnya.

     

  • Tuntutan 17+8 dan Tantangan Legitimasi Perwakilan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        10 September 2025

    Tuntutan 17+8 dan Tantangan Legitimasi Perwakilan Nasional 10 September 2025

    Tuntutan 17+8 dan Tantangan Legitimasi Perwakilan
    Guru Besar Ilmu Politik Universitas Nasional, Jakarta. Anggota DPR/ MPR RI 1997-2002. Sekretaris Anggota Dewan Pertimbangan Presiden RI 2019-2024, Staf Khusus Menko Kesra RI 2009-2014, Staf Khusus Ketua DPR RI 2004-2009, Ketua Bidang Sosial PA Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia dan Wakil Ketua Balitbang Partai Golkar.
    GERAKAN
    yang populer disebut 17+8 Tuntutan Rakyat muncul sebagai upaya menyatukan gejolak sosial yang membara sejak gelombang demonstrasi awal tahun 2025—dari protes ekonomi berlabel Indonesia Gelap hingga penolakan atas revisi UU TNI dan reaksi keras terhadap tindakan kepolisian.
    Dokumen tuntutan ini dirumuskan oleh sejumlah figur publik dan aktivis melalui kanal media sosial pada akhir Agustus 2025, sebagai rangkuman 25 tuntutan: 17 tuntutan jangka pendek yang harus dipenuhi dalam satu minggu dan delapan tuntutan struktur jangka panjang yang harus direalisasikan dalam setahun.
    Formulasi dan penyebarannya sangat bergantung pada jaringan daring dan figur-figur populer yang menjadi juru bicara moral gerakan.
    Isi tuntutan menumpuk pada beberapa klaim pokok: pembekuan dan pembatalan kenaikan tunjangan anggota DPR, pembatalan fasilitas perumahan, penyelidikan independen atas kasus-kasus kekerasan polisi terhadap demonstran, penarikan anggota TNI dari ranah penegakan hukum sipil, jaminan perlindungan hak buruh dan langkah darurat menahan pemutusan hubungan kerja massal, serta audit besar-besaran terhadap DPR dan partai politik.
    Dokumen itu memberi tenggat waktu yang tegas—misalnya, penyelesaian 17 tuntutan dalam jangka seminggu (dengan batas waktu awal disebut 5 September 2025) dan penyelesaian delapan tuntutan jangka panjang pada 31 Agustus 2026—yang sedari semula dimaksudkan memberi tekanan politik dan naratif kepada institusi negara.
    Mengapa tuntutan ini muncul sekarang? Kombinasi beberapa faktor struktur dan pemicu: ketidakpuasan luas atas biaya hidup yang meningkat, kemarahan publik terhadap parlemen yang tampak menaikkan remunerasi dan fasilitas di saat banyak warga mengalami kesulitan ekonomi, serta rasa sakit kolektif atas praktik represif aparat terhadap aksi protes—sebuah momentum yang diperparah oleh polemik revisi UU TNI yang dipersepsikan mengembalikan peran militer ke ranah sipil.
    Tekanan ini bukan semata emosi spontan: ia berakar pada klaim legitimasi—bahwa perwakilan rakyat telah kehilangan sentuhan dengan kesejahteraan publik.
    Respons DPR cepat dan bersifat mitigatif: pada 5 September, pimpinan DPR mengumumkan paket keputusan yang menjawab beberapa tuntutan populer—termasuk penghentian tunjangan perumahan bagi anggota DPR terhitung 31 Agustus 2025.
    Selain itu, moratorium kunjungan kerja luar negeri kecuali undangan kenegaraan, serta rencana evaluasi pemangkasan tunjangan dan fasilitas lain.
    Keputusan ini menunjukkan DPR bereaksi pada tekanan publik yang mampu menggeser agenda institusional dalam tempo singkat.
    Namun, keputusan-keputusan tersebut bersifat administratif dan temporer; banyak poin substantif yang menjadi inti tuntutan—misalnya, pembentukan komisi penyelidikan independen yang benar-benar bebas dan reformasi struktural DPR—masih memerlukan proses hukum dan politik yang jauh lebih panjang.
    Secara yuridis, tuntutan rakyat ini menuntut DPR untuk menepati prinsip dasar konstitusional: kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar (Pasal 1 ayat 2 UUD 1945).
    Pernyataan ini bukan sekadar retorika; ia menegaskan bahwa legitimasi lembaga perwakilan bergantung pada kemampuan institusi itu merespons aspirasi rakyat, bukan menjauh atau menutup diri di balik prosedur birokratis.
     
    Namun, praktik menjalankan kedaulatan rakyat di era pasca-amandemen juga dibatasi oleh kerangka hukum yang mengatur hak keuangan dan administratif anggota DPR—seperti ketentuan dalam Undang-Undang MD3 (UU No. 17/2014 dan perubahannya) yang memberi dasar bagi hak-hak finansial anggota parlemen, sekaligus membuka ruang bagi pimpinan DPR untuk mengatur rincian tunjangan melalui keputusan internal.
    Dengan kata lain, DPR secara formal memiliki ruang hukum untuk memangkas fasilitas yang kontroversial. Namun, reformasi struktural jangka panjang (audit independen, revisi aturan pemilihan dan pengawasan internal) menuntut perubahan kebijakan yang lebih mendalam dan konsensus politik.
    Dari perspektif teori politik, tuntutan 17+8 merefleksikan dua konsep pusat kedaulatan: hak rakyat untuk menuntut pertanggungjawaban wakilnya (
    reprentative accountability
    ) dan gagasan kedaulatan populer sebagai sumber legitimasi pemerintahan.
    Dua karya klasik yang relevan sebagai bingkai analitis adalah John Locke,
    Two Treatises of Government
    (1689), yang menegaskan legitimasi pemerintahan berdasar persetujuan rakyat dan hak rakyat untuk menuntut pertanggungjawaban.
    Lalu Jean-Jacques Rousseau,
    The Social Contract
    (1762), yang menekankan konsep
    general will
    —bahwa hukum dan kebijakan yang sah adalah yang mencerminkan kepentingan umum, bukan kepentingan oligarki.
    Merujuk tradisi pemikiran ini membantu memahami tuntutan 17+8 bukan sekadar keluh kesah material, tetapi tuntutan normatif: agar kebijakan dan struktur kelembagaan kembali mewujudkan kedaulatan rakyat.
    Namun, urgensi dan kelayakan tuntutan harus ditimbang secara realistis. Di satu sisi, tuntutan yang meminta tindakan administratif cepat—pembekuan tunjangan, moratorium kunjungan kerja, pembebasan tahanan demonstran yang jelas-jelas ditahan secara sewenang—memiliki rasionalitas politik yang kuat dan dapat diwujudkan segera melalui keputusan pimpinan DPR atau eksekutif.
    Tindakan semacam itu menurunkan tekanan publik dan meningkatkan kredibilitas responsif lembaga.
     
    Di sisi lain, tuntutan struktural seperti pembersihan total DPR, audit independen yang komprehensif, pembatasan peran militer, dan reformasi partai politik butuh waktu, kepakaran, dan proses legislatif serta kemungkinan amandemen hukum yang tidak cepat.
    Perubahan politik semacam itu membutuhkan koalisi legislatif, konsistensi administratif, dan—yang paling sulit—keinginan elite politik untuk menanggung biaya politik jangka pendek.
    Ada pula risiko strategis: jika tuntutan disampaikan sebagai ultimatum tanpa saluran perundingan yang kredibel, momentum publik bisa berbalik menjadi eskalasi konflik—apabila pihak berwenang merespons dengan retorik kejahatan atau labelisasi, tindakan represi atau kriminalisasi aktivis dapat memperdalam polarisasi.
    Realisme politik menuntut taktik yang menggabungkan tekanan publik dengan tuntutan institusional yang terukur—misalnya menuntut pembentukan komisi investigasi independen yang komposisinya disepakati bersama (akademisi, lembaga HAM, organisasi sipil), atau audit yang disupervisi lembaga negara yang memiliki legitimasi teknis dan hukum.
    Berhasilnya langkah-langkah semacam ini akan menuntut transparansi proses, akses publik ke temuan, dan jaminan tindak lanjut hukum.
    Kesimpulan dari berbagai analisa ini adalah bahwa 17+8 bukan sekadar daftar tuntutan sosial-media; ia adalah pulsa legitimasi demokrasi.
    Tuntutan itu urgen—karena menyentuh dua ranah yang rawan: distribusi kesejahteraan dan integritas institusi perwakilan.
    Namun, tingkat keberhasilannya akan bergantung pada kemampuan aktor politik (eksekutif dan legislatif) untuk mengubah respons simbolik menjadi reformasi substantif, serta kemampuan gerakan rakyat menyalurkan tekanan ke dalam format-format kelembagaan yang dapat diproses oleh negara hukum.
    Pilihan praktis yang paling rasional kini adalah: DPR memenuhi tuntutan administratif segera untuk meredam eskalasi, sembari membuka pintu negosiasi teknis atas tuntutan struktural—dengan parameter hukum yang jelas, pengawasan publik, dan mekanisme akuntabilitas yang dapat diukur.
    Jika tidak, maka gelombang ketidakpuasan ini berpotensi menjadi kronis—mencederai, bukan memperkuat, kedaulatan rakyat yang diklaimnya untuk diperjuangkan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Eks Menteri Jokowi yang Tersisa di Kabinet Prabowo – Page 3

    Eks Menteri Jokowi yang Tersisa di Kabinet Prabowo – Page 3

    3. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian)

    Menko Perekonomian kini dijabat oleh Airlangga Artarto. Mantan Ketua Umum Golkar ini telah dipercaya Presiden Jokowi untuk duduk di kabinetnya sejak 2016 menduduki posisi Menteri Perindustrian, kemudian pada 2019 menjadi Menko Perekonomian. Kini di Kabinet Merah Putih, dia menduduki posisi yang sama.

    4. Menteri Dalam Negeri (Mendagri)

    Mendagri di era pemerintahan Prabowo-Gibran ini dijabat oleh Muhammad Tito Karnavian. Sebelumnya, pria yang pernah menjabat sebagai Kapolri ini dipercaya oleh Presiden Jokowi di posisi yang sama sejak 2019 atau satu periode, dan kini dipercaya lagi di posisi yang sama.

    5. Menteri Kesehatan (Menkes)

    Prabowo mempercayai nama Budi Gunadi Sadikin untuk duduk sebagai Menkes kembali, di mana sebelumnya, pria yang Wakil Menteri BUMN I ini, dipercaya Presiden Jokowi untuk di posisi yang sama sejak 2020.

     

  • Gantikan Karding, PKB Ingatkan Agar Mukhtarudin Tak Asal Buka Moratorium

    Gantikan Karding, PKB Ingatkan Agar Mukhtarudin Tak Asal Buka Moratorium

    Jakarta (beritajatim.com) – Presiden Prabowo Subianto mencopot Sekretaris Jenderal DPP Partai Kebangkiran Bangsa (PKB) Periode 2014 – 2019 Abdul Kadir Karding sebagai Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI). Posisi Karding digantikan Sekretaris Fraksi Golkar DPR RI Mukhtarudin.

    Wakil Ketua Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKB Nihayatul Wafiroh atau Ninik mengaku menaruh harapan besar terhadap perbaikan dan penguatan sistem perlindungan bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) di bawah kepemimpinan Mukhtarudin yang baru dilantik kemarin.

    Di lain sisi, Ninik mengingatkan, agar kebijakan pembukaan moratorium penempatan PMI tidak dilakukan secara gegabah. Ia menekankan bahwa kebijakan tersebut harus dibarengi dengan jaminan perlindungan yang jelas dan terukur bagi seluruh calon PMI.

    “Jangan asal membuka moratorium tanpa kesiapan sistem perlindungan yang menyeluruh. Kita harus memastikan bahwa calon PMI mendapatkan pendampingan yang sistematis dan terukur, sehingga kompetensi mereka benar-benar terjamin dan siap bersaing secara global,” tegas anggota DPR dari daerah pemilihan (Dapil) Jawa Timur III yang meliputi Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Bondowoso, dan Kabupaten Situbondo ini, Selasa (9/9/2025).

    Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa itu juga menyoroti pentingnya pengawasan yang ketat terhadap praktik-praktik pengiriman PMI secara ilegal, yang dinilai masih menjadi persoalan serius dan berdampak langsung pada keselamatan serta martabat para pekerja migran Indonesia.

    Komisi IX DPR RI, lanjut Ninik, akan terus mengawal kebijakan dan program Kementerian P2MI agar senantiasa berpihak pada perlindungan dan pemberdayaan pekerja migran, mulai dari proses pra-penempatan, masa kerja, hingga purna penempatan.

    “Pengawasan harus ditingkatkan. Pemerintah tidak boleh memberi ruang sedikit pun bagi sindikat atau oknum yang bermain di balik pengiriman PMI ilegal. Ini bukan hanya soal pelanggaran hukum, tetapi juga soal kemanusiaan,” katanya. [hen/ian]

  • Golkar Respons Usulan UU Anti-Flexing: Hal Sederhana Tak Perlu Diatur, Ruwet

    Golkar Respons Usulan UU Anti-Flexing: Hal Sederhana Tak Perlu Diatur, Ruwet

    Jakarta

    Sekjen Partai Golkar sekaligus Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI, Sarmuji, menanggapi usulan anggota Komisi X DPR RI Ahmad Dhani agar DPR membahas undang-undang anti-flexing. Sarmuji menilai tak semua hal perlu dibuatkan UU.

    “Saya belum membayangkan ya (UU anti-flexing). Hal yang sederhana tidak perlu diatur, ruwet ya. Jangan semua diatur Undang-Undang gitu loh,” kata Sarmuji di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/9/2025).

    Menurutnya, masing-masing partai dapat membuat code of conduct atau pedoman terkait hal-hal yang bisa dan tidak bisa dilakukan oleh anggotanya. Nantinya, pedoman itu harus selalu diingatkan kepada para anggota.

    “Ini kan masalah ukuran kepatutan diri saja. Pasti masing-masing partai bisa membuat code of conduct, bisa membuat landasan etis, supaya masing-masing anggotanya itu memiliki ukuran kepatutan diri, dan itu perlu terus-menerus diingatkan kepada anggota DPR RI,” jelasnya.

    Maka, menurutnya, perihal flexing tak perlu diatur dalam UU. Dia mengatakan hal itu cukup dikawal oleh masing-masing pimpinan fraksi parpol.

    “Masa urusan flexing diatur Undang-Undang sih, ya cukup diatur oleh, dikawal oleh pimpinan fraksinya masing-masing,” ujarnya.

    “Rapat-rapat begini efektif saya pikir, karena mereka takut sama pimpinan fraksinya,” sambung dia.

    Sebelumnya, Anggota Komisi X DPR RI Ahmad Dhani menyampaikan sejumlah arahan Presiden Prabowo Subianto yang juga Ketum Gerindra dalam pertemuan dengan seluruh fraksi Gerindra DPR RI malam ini. Dhani mengatakan dalam pertemuan itu dia mengusulkan adanya undang-undang anti-flexing untuk dibahas DPR RI.

    “Arahannya banyak. Cuma tadi satu yang paling penting, jadi Bapak Prabowo menyarankan supaya anggota DPR Gerindra itu tidak boleh flexing,” kata Dhani di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Senin (8/9).

    Dhani mengatakan usulan itu langsung disampaikan ke pimpinan DPR RI Sufmi Dasco Ahmad. Dia menyebut Dasco setuju atas usulan tersebut.

    “Saya juga iya-iya saja. Wong saya nggak pernah flexing kan ya. Dan akhirnya saya tadi mengusulkan kepada pimpinan, Bang Dasco, bahwa harus ada undang-undang anti-flexing seperti di China dan Bang Dasco setuju,” ujar Dhani.

    Halaman 2 dari 2

    (amw/maa)

  • Bahlil Belum Bahas Calon Sekjen Golkar Pengganti Adies Kadir

    Bahlil Belum Bahas Calon Sekjen Golkar Pengganti Adies Kadir

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, angkat bicara soal siapa yang akan menggantikan Adies Kadir setelah diberhentikan dari jabatannya sebagai Sekretaris Jenderal partai. 

    Dia menegaskan hingga kini partai masih melakukan pembahasan internal partai berlogo beringin tersebut. 

    “Belum, belum, lagi dibahas ya [pengganti Adies Kadir],” kata Bahlil saat ditemui wartawan di kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (9/9/2025). 

    Ketika ditanya apakah Adies Kadir juga akan dikenakan Pergantian Antar Waktu (PAW) dari kursi DPR, Bahlil tidak memberikan jawaban pasti.

    “Nanti kita lihat ya,” ujarnya singkat.

    Sebelumnya, Adies Kadir dinonaktifkan dari posisinya di DPR dan partai menyusul dinamika politik internal dan tekanan publik. Posisinya sebagai anggota dewan dinonaktifkan buntut pernyataan soal tunjangan DPR yang belakangan viral.

    Hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari DPP Partai Golkar terkait proses PAW maupun kepastian posisi Adies Kadir di parlemen.

    Sebagai informasi, dalam Peraturan Tata Tertib DPR No. 1/2020 yang merupakan turunan dari UU MD3, tak ada istilah penonaktifan anggota. Sebaliknya, dalam aturan itu, tertuang perihal pemberhentian sementara, pemberhentian pimpinan, dan PAW.

    Dalam aturan tersebut, Pasal 40, pimpinan DPR dapat diberhentikan, salah satunya ialah diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, hingga ditarik keanggotaannya sebagai anggota partai politik.

  • Bahlil Kumpulkan Fraksi Golkar di Gedung DPR Usai Temui Prabowo, Bahas Kursi Menpora?
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        9 September 2025

    Bahlil Kumpulkan Fraksi Golkar di Gedung DPR Usai Temui Prabowo, Bahas Kursi Menpora? Nasional 9 September 2025

    Bahlil Kumpulkan Fraksi Golkar di Gedung DPR Usai Temui Prabowo, Bahas Kursi Menpora?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia mengumpulkan anggota DPR Fraksi Golkar di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (9/9/2025) sore. Pertemuan itu digelar usai Bahlil menemui Presiden Prabowo Subianto di Istana.
    Bahlil menyatakan, dirinya akan menggelar rapat rutin bersama para kadernya.
    “Datang ke rumah rakyat. Ada rapat rutin biasa dengan Fraksi Golkar,” ujar Bahlil di Gedung DPR, Selasa.
    Saat ditanya apakah mereka akan membahas kursi Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) yang kosong, Bahlil tidak menjawab terang.
    Dia hanya mengingatkan bahwa reshuffle merupakan hak prerogatif Presiden Prabowo Subianto.
    Adapun kursi Menpora tadinya dihuni oleh kader Golkar, Dito Ariotedjo. Kini, Prabowo belum menunjuk siapa pengganti Dito.
    Namun, Golkar disebut telah mengajukan nama elite Golkar lainnya, Puteri Komarudin untuk menggantikan Dito sebagai Menpora.
    “Itu kewenangan hak prerogatif Bapak Presiden,” ucapnya.
    Diketahui, anggota DPR Fraksi Gerindra juga dikumpulkan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto usai reshuffle kemarin.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Calon Hakim Agung Sebut Tersangka Pakai Rompi-Borgol Ditampilkan Langgar KUHAP

    Calon Hakim Agung Sebut Tersangka Pakai Rompi-Borgol Ditampilkan Langgar KUHAP

    Jakarta

    Calon hakim agung Annas Mustaqim mengatakan menampilkan tersangka dengan mengenakan rompi dan tangan terborgol melanggar asas praduga tak bersalah. Annas mengatakan seharusnya tersangka tak ditampilkan dengan rompi dan borgol, sebelum adanya putusan berkekuatan hukum tetap.

    Hal itu disampaikan Annas saat uji kelayakan dan kepatutan calon hakim agung dan calon hakim ad hoc HAM di MA di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (9/9/2025). Mulanya, anggota Komisi III DPR Fraksi Golkar Benny Utama mengatakan saat ini tersangka kerap ditampilkan dengan memakai rompi dan borgol, meski masih dalam tahap penyidikan.

    “Yang ingin saya pertanyakan kepada Bapak, kita melihat sering di tingkat penyidikan, yang jelas di tingkat penyidikan itu tentu belum berkekuatan hukum tetap, tentu seseorang itu masih dianggap belum bersalah,” kata Benny.

    “Dalam praktek penyidikan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum kita, baik itu di KPK, Kejaksaan Agung dan lainnya, setiap pelaku diduga melakukan tindak pidana itu itu ditampilkan dengan pakai rompi dengan borgol dan sebagainya,” sambung dia.

    Benny lantas bertanya kepada Annas mengenai hukum menampilkan tersangka dengan mengenakan rompi dan tangan terborgol dalam asas praduga tak bersalah. Sebab, menurutnya, hal itu akan membangun opini di masyarakat jika seseorang itu benar-benar telah bersalah.

    “Bagaimana pandangan Bapak terhadap proses penegakan hukum yang terjadi ini, terutama di tingkat penyidikan ini diborgol, kemudian ditayangkan ditampilkan, apakah ini bukan salah satu penghukuman yang dijatuhkan kepada seseorang, kepada tersangka sebelum putusan berkekuatan hukum tetap?” tanya Benny.

    Menjawab itu, Annas mengatakan menampilkan tersangka dengan rompi dan borgol termasuk melanggar asas praduga tak bersalah. Annas menilai saat ini KPK kerap menyayangkan hal seperti itu.

    “Terkait penayangan orang yang ditangkap melakukan tindak pidana dengan baju rompi dengan tangan diborgol, memang dulunya di KPK itu tidak ditayangkan, sekarang ditayangkan,” katanya.

    “Memang penayangan tersebut memang melanggarlah asas praduga tidak bersalah seseorang,” sambung dia.

    Annas mengatakan sebelum adanya putusan berkekuatan hukum tetap, seseorang tak boleh ditampilkan dengan rompi maupun borgol. Hal itu, kata dia, juga telah ditegaskan dalam KUHAP.

    “Seharusnya seseorang itu sebelum diputus oleh pengadilan, dinyatakan bersalah dengan putusan berkekuatan tetap, tidak boleh ditampilkan dengan baju seperti itu, atau tangan diborgol seperti itu,” paparnya.

    “Sebagaimana sudah ditegaskan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, bahwa asas praduga tak bersalah ini harus selalu ditegakkan, untuk melindungi hak asasi manusia, meskipun itu seorang tersangka atau tertuduh sebelum diputus oleh pengadilan,” imbuh Annas.

    (amw/rfs)

  • Pramono: Sekarang Eranya Tidak Semua Proyek Harus Didanai APBD
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        9 September 2025

    Pramono: Sekarang Eranya Tidak Semua Proyek Harus Didanai APBD Megapolitan 9 September 2025

    Pramono: Sekarang Eranya Tidak Semua Proyek Harus Didanai APBD
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menilai tidak semua proyek harus sepenuhnya dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
    Di era saat ini, pemerintah dituntut lebih kreatif mencari sumber pendanaan pembangunan.
    “Karena memang eranya dunia sekarang tidak semua proyek itu harus didanai sepenuhnya dari APBD,” ujar Pramono saat ditemui di kawasan Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Selasa (9/9/2025).
    Untuk itu, Pemprov DKI mendorong perubahan status Perusahaan Umum Daerah (Perumda) PAM Jaya menjadi Perseroan Daerah (Perseroda) agar bisa membuka peluang investasi lebih luas.
    “Perseroda itu semata-mata untuk membuat PAM Jaya lebih bisa berkembang termasuk untuk investasinya lebih baik. Pasti saya dan Pak Wagub memikirkan hal ini untuk kebaikan PAM Jaya,” ucap Pramono.
    Ia menepis anggapan perubahan ini akan merugikan masyarakat. Menurut dia, langkah tersebut justru akan memperkuat pelayanan air bersih.
    “Tidak ada keinginan sama sekali membuat perseroda itu menjadikan Pam Jaya tidak baik. Pasti akan menjadi lebih baik dan saya meyakini itu,” kata Pramono.
    Sebelumnya, rencana perubahan status PAM Jaya memicu perbedaan pandangan di DPRD DKI Jakarta.
    Dalam rapat paripurna, Senin (8/9/2025), sejumlah fraksi menyatakan dukungan dengan catatan, sementara lainnya meminta kajian ulang bahkan menolak.
    Beberapa fraksi menyatakan mendukung, seperti PDI Perjuangan, Golkar, PKB, dan NasDem (dengan catatan transparansi).
    Sementara itu, fraksi PKS, Gerindra, Demokrat-Perindo meminta kajian ulang, sedangkan PAN dan PSI menolak rencana tersebut.
    “Fraksi Partai Golkar menegaskan rencana IPO PAM Jaya tidak boleh dilakukan secara terburu-buru. Prioritas utama tetap pada peningkatan cakupan layanan, kehandalan suplai, dan keterjangkauan tarif bagi seluruh warga Jakarta,” ujar anggota DPRD DKI Jakarta fraksi Partai Golkar, Sardy Wahab Sadri.
    “Fraksi PSI memandang bahwasannya layanan terhadap air minum perlu dilindungi dan dijaga sesuai peraturan perundang-undangan agar Air
    sebagai hak dasar warga Jakarta terpenuhi,” kata anggota Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta, Elva Farhi Qolbina.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.