partai: Golkar

  • Reaksi Wapres Gibran Usai Dipecat Bersama Ayah dan Adik Ipar dari PDIP

    Reaksi Wapres Gibran Usai Dipecat Bersama Ayah dan Adik Ipar dari PDIP

    Jakarta: Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka akhirnya angkat bicara terkait pemecatannya dari keanggotaan PDIP bersama ayahnya, Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) dan adik ipar, Bobby Nasution. Gibran menyatakan menghormati keputusan yang diambil oleh partai tersebut.
    “Kami menghargai dan menghormati keputusan partai,” ujar Gibran di Pangkalan TNI AU, Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa 17 Desember 2024.

    Meski pemecatan ini menjadi sorotan publik, Gibran memilih untuk tidak memperpanjang polemik. Sikap tenang Gibran dan pernyataannya yang menghormati keputusan partai menunjukkan fokusnya saat ini adalah membantu pemerintahan Presiden Prabowo Subianto di periode sedang berjalan hingga 2029 mendatang.

    Baca juga: Megawati Merasa Dimusuhi Sejagad Dewa Batara, Bingung Diundang ke HUT Golkar yang akan Dihadiri Prabowo

    Gelombang Pemecatan 27 Kader PDIP
    Pemecatan Gibran dan dua anggota keluarga lainnya diumumkan oleh Ketua Bidang Kehormatan PDIP, Komarudin Watubun. Pemecatan ini sesuai instruksi langsung dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. 

    “DPP Partai akan mengumumkan surat keputusan pemecatan terhadap saudara Joko Widodo, saudara Gibran Rakabuming Raka, dan saudara Bobby Nasution serta 24 anggota lain yang kena pemecatan,” ujar Komarudin dalam video yang diterima, Senin 16 Desember 2024.

    Pemecatan ini didasarkan pada keputusan:

    Surat Keputusan Nomor 1649/KPTS/DPP/XII/2024 untuk Presiden Joko Widodo.
    Surat Keputusan Nomor 1650/KPTS/DPP/XII/2024 untuk Gibran Rakabuming Raka.
    Surat Keputusan Nomor 1651/KPTS/DPP/XII/2024 untuk Bobby Nasution.

    Ketiga surat tersebut ditandatangani langsung oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Sekjen Hasto Kristiyanto. Namun mereka berdua tidak hadir secara langsung dalam pengumuman resmi.

    Jakarta: Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka akhirnya angkat bicara terkait pemecatannya dari keanggotaan PDIP bersama ayahnya, Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) dan adik ipar, Bobby Nasution. Gibran menyatakan menghormati keputusan yang diambil oleh partai tersebut.

    “Kami menghargai dan menghormati keputusan partai,” ujar Gibran di Pangkalan TNI AU, Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa 17 Desember 2024.
     
    Meski pemecatan ini menjadi sorotan publik, Gibran memilih untuk tidak memperpanjang polemik. Sikap tenang Gibran dan pernyataannya yang menghormati keputusan partai menunjukkan fokusnya saat ini adalah membantu pemerintahan Presiden Prabowo Subianto di periode sedang berjalan hingga 2029 mendatang.
     
    Baca juga: Megawati Merasa Dimusuhi Sejagad Dewa Batara, Bingung Diundang ke HUT Golkar yang akan Dihadiri Prabowo

    Gelombang Pemecatan 27 Kader PDIP

    Pemecatan Gibran dan dua anggota keluarga lainnya diumumkan oleh Ketua Bidang Kehormatan PDIP, Komarudin Watubun. Pemecatan ini sesuai instruksi langsung dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. 
    “DPP Partai akan mengumumkan surat keputusan pemecatan terhadap saudara Joko Widodo, saudara Gibran Rakabuming Raka, dan saudara Bobby Nasution serta 24 anggota lain yang kena pemecatan,” ujar Komarudin dalam video yang diterima, Senin 16 Desember 2024.
     
    Pemecatan ini didasarkan pada keputusan:

    Surat Keputusan Nomor 1649/KPTS/DPP/XII/2024 untuk Presiden Joko Widodo.
    Surat Keputusan Nomor 1650/KPTS/DPP/XII/2024 untuk Gibran Rakabuming Raka.
    Surat Keputusan Nomor 1651/KPTS/DPP/XII/2024 untuk Bobby Nasution.

    Ketiga surat tersebut ditandatangani langsung oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Sekjen Hasto Kristiyanto. Namun mereka berdua tidak hadir secara langsung dalam pengumuman resmi.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (DHI)

  • Manfaat dan Mudarat Pilkada Langsung di Mata Mereka Penentu Kebijakan

    Manfaat dan Mudarat Pilkada Langsung di Mata Mereka Penentu Kebijakan

    JAKARTA – Menteri Dalam Negeri atau Mendagri Tito Karnavian menyatakan ingin mengkaji pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung. Menurutnya, sistem politik pilkada langsung yang sudah berjalan selama 20 tahun belakangan ini perlu dievaluasi.

    Tito menilai, sistem Pilkada langsung memang bermanfaat bagi partisipasi demokrasi, tetapi juga memiliki sisi negatif.

    Menanggapi hal ini, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengatakan, pihaknya dalam posisi akan ikut dalam pembahasan bersama seluruh otoritas. Ia yakin hal ini akan mengundang pro dan kontra.

    “Perlu hati-hati membuat pernyataan. Perlu data dan fakta yang kuat. Kita terbuka untuk membahasnya. Namun semua sisi harus dilihat,” ucapnya, ketika dihubungi VOI, Jumat (8/11/2019).

    Namun, Mardani mengamini ada beberapa yang memang harus diperbaiki dalam sistem pilkada langsung. Hal ini berkaitan dengan masa kampanye yang dirasa terlalu lama.

    “Biaya masih tinggi, money politic masih ada. Tapi hasilnya legitimasi kuat karena dipilih langsung dan bertanggung jawab langsung pada masyarakat. Perbaiki sistemnya, hasilnya akan bagus,” jelasnya.

    Sementara itu, Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani setuju dengan usulan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian untuk mengevaluasi gelaran Pilkada langsung. Menurut dia, gelaran pilkada langsung lebih banyak mudaratnya, seperti maraknya politik uang.

    “Sebetulnya dari sisi DPR kan sudah lama lihat pilkada langsung. Ini banyak mudaratnya,” kata Arsul di Kompleks MPR/DPR, Jakarta, Kamis (7/11).

    Namun, Arsul juga tak memungkiri jika pilkada langsung itu turut memberikan manfaat. Salah satunya, hak rakyat untuk memilih secara langsung para calon kepala daerahnya masing-masing terjamin.

    Atas dasar itu, Arsul menyarankan agar DPR segera melakukan penelitian secara empiris dan akademik terkait penyelenggaraan Pilkada langsung yang sudah diselenggarakan sejak 2005. Penelitian itu bisa menjadi dasar untuk mengidentifikasi manfaat atau mudarat yang ditimbulkan dari gelaran tersebut.

    Arsul tak menampik politik berbiaya tinggi menjadi patologi yang kerap muncul dalam gelaran Pilkada secara langsung.

    “Kalaupun ada istilahnya ‘hengki pengki’ politik daripada dengan katakanlah membiayai Pilkada yang harus mencakup sekian luas wilayah dan masyarakat, itu saya yakin pilkada nggak langsung jauh lebih rendah,” jelasnya.

    Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengatakan, partainya tetap konsisten menginginkan pemilihan kepala daerah (pilkada) dilakukan secara langsung atau dipilih langsung oleh rakyat.

    “Ya kita sejauh ini masih konsisten bahwa pilkada lebih baik dilaksanakan secara langsung,” kata Ace.

    Ace mengatakan, pihaknya tak mempermasalahkan penyelenggaraan pilkada dievaluasi guna mencari pemimpin daerah terbaik. Namun, menurut dia, pilkada secara langsung masih tetap berdampak positif, karena langsung menampung suara rakyat.

    Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri atau Mendagri Tito Karnavian menyatakan ingin mengkaji pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung. Hal ini berangkat dari maraknya politik uang.

    “Kita lihat mudaratnya juga ada, politik biaya tinggi. Kepala daerah kalau enggak punya Rp30 miliar mau jadi bupati mana berani dia,” kata Tito di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/11).

    Sebagai mantan Kepala Kepolisian Republik Indonesia, kata Tito, dia merasa tak kaget dengan banyaknya operasi tangkap tangan (OTT) kepala daerah terduga korupsi yang selama ini marak terjadi. Hal ini karena mahalnya biaya politik yang dibutuhkan oleh seorang calon bupati.

    “Kalau bagi saya sebagai mantan Kapolri, ada OTT-OTT, penangkapan-penangkapan kepala daerah buat saya it’s not a surprise for me,” kata Tito.

    “Apa benar ‘saya ingin mengabdi kepada nusa dan bangsa’, terus rugi? Bullshit. Saya ndak percaya,” lanjutnya.

  • Wacana Kepala Daerah Dipilih DPRD, Taufan Pawe Ikut Perintah Bahlil

    Wacana Kepala Daerah Dipilih DPRD, Taufan Pawe Ikut Perintah Bahlil

    FAJAR.CO.ID, MAKASSAR – Wacana evalusi pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah berbasis Parlementer, turut serta digaungkan Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Taufan Pawe, saat ditemui wartawan di Kota Makassar, Selasa 17 Desember 2024.

    Taufan Pawe, mengatakan, kebijakan evaluasi Pilkada di Indonesia ini dimulai setelah Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia prihatin dengan kondisi Pilkada serentak yang digelar pada 2024, sehingga dia memerintahkan untuk dilakukan evaluasi terhadap Proses Pilkada serentak tersebut.

    “Memang ada wacana dari Ketum Golkar untuk melakukan evaluasi terhadap Proses Pilkada setelah melihat Pilkada serentak 2024 kemarin, dan tentunya sebagai Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Golkar, jika memang arahnya dievaluasi maka tentunya kita akan sejalan dan mengikuti pengarahan tersebut,” katanya.

    Mantan Wali Kota Parepare dua Periode tersebut, menganggap Kebijakan tersebut sah-sah saja dilaksanakan selama regulasi yang dibuat khusus untuk Pilkada tersebut.

    “Yang terpenting menurut saya kajian dan pendalaman naskah akademik sehingga apa yang diwacanakan bisa sesuai dengan ekspektasi kita, karena semua ini butuh kajian dan pendalaman dalam hal naskah akademik,” terang dia.

    Ketua DPD I Partai Golkar Sulsel ini juga berpendapat untuk tahap pertama sendiri perlu dilakukan percobaan tingkat provinsi, dimana nantinya gubernur itu akan dipilih melalui Anggota DPRD Provinsi.

    “Kita lakukan tahap awal ini pada pemilihan gubernur dulu, setelah nantinya ada hasil untuk itu baru kita lakukan evaluasi untuk dilakukan selanjutnya seperti apa pikiran lagi terkait langkah untuk kabupaten kota, tapi tentunya harus ada evaluasi di tingkat pilgub terlebih dahulu,” ucapnya.

  • Politisi Golkar Ini Lebih Setuju Pilkada Langsung dan Bukan Dipilih DPRD, Asalkan…

    Politisi Golkar Ini Lebih Setuju Pilkada Langsung dan Bukan Dipilih DPRD, Asalkan…

    Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Ketua Komisi II DPR RI sekaligus politisi Golkar Zulfikar Arse Sadikin memandang agar Pilkada tetap bersifat langsung seperti saat ini, tetapi juga harus tetap melakukan penerapan sesuai kaidah ilmu (rekayasa) agar menghindari dampak berlebih (ekses negatif) dari Pilkada langsung itu sendiri.

    Menurutnya, salah satu cara untuk menghindari ekses negatif dari Pilkada langsung adalah dengan memisahkan waktu pelaksanaan antara Pemilu Nasional dengan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). 

    Hal ini, kata dia, merujuk pada keputusan Mahkamah Konstitusi alias MK yang menyatakan bahwa Pilkada juga merupakan sama-sama rezim Pemilu.

    “Karena itu, Pemilu Lokal [Pilkada] dilakukan serentak dengan cara memilih DPRD tingkat kabupaten/kota beserta dengan kepala daerahnya. Setelah itu, setidaknya setahun setelahnya, diselenggarakan Pilkada di level provinsi untuk memilih DPRD Provinsi beserta gubernur di masing-masing,” ujarnya dalam keterangan resmi, pada Senin (16/12/2024).

    Kemudian setelah itu, lanjutnya, bisa menyelenggarakan Pemilu Nasional yang terdiri dari Pemilihan DPR RI, DPD RI, dan Presiden serta Wakil Presiden RI.

    “Kenapa? Karena DPRD Provinsi, kabupaten/kota, dan gubernur, kabupaten/kota, itu kan pemerintahan daerah, local government. Harus kita pisah, jangan jadikan satu lagi. Karena ada keputusan MK yang memberikan enam model keserentakan Pemilu yang bisa ditawarkan,” tutur Politikus Golkar tersebut.

    Lebih lanjut, Zulfikar juga menuturkan rekayasa untuk mencegah ekses negatif berikutnya adalah menegaskan bahwa berpartisipasi dalam Pemilu adalah sebuah kewajiban, bukan lagi hanya sekadar hak saja.

    Ditambahkan dia, termasuk juga metode kampanye dalam Pilkada haruslah disusun dengan mengutamakan dialog dan tatap muka. Kemudian, imbuhnya, kampanye akbar yang mengundang munculnya money politics pun harus dikurangi pula.

    “Kampanye yang terbatas lah, terbatas. Lalu Alat Peraga Kampanye [APK] juga harus dikurangi lah. Kan ada medsos kita ini, ada media online, pakai itu aja. Lalu jangan lagi ngasih Merchandise-merchandiseitu lho,” kata Zulfikar.

    Di samping itu, jebolan Fisipol UGM ini turut mengimbau jangan hanya terfokus dengan pengkajian model pemilu saja, tetapi juga yang terpenting adalah aktor politik itu sendiri harus berubah guna memperbaiki demokrasi. 

    “Partai-partai, paslon-paslon juga harus berubah, ajak pemilih untuk berubah. Karena kan kita diberi tanggung jawab untuk melakukan pendidikan politik. Itu lah,” pungkasnya. 

  • Bamsoet Blak-blakan, Terpidana Mati jadi Pengendali Jaringan Narkoba di Lapas dan Rutan

    Bamsoet Blak-blakan, Terpidana Mati jadi Pengendali Jaringan Narkoba di Lapas dan Rutan

    Bisnis.com, JAKARTA – Anggota Komisi III DPR sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mengungkapkan masih ada terpidana mati dan terpidana seumur hidup yang mengendalikan jaringan narkotika (narkoba) dari dalam lembaga pemasyarakatan (lapas) atau rumah tahanan (rutan). 

    Bamsoet, sapaan akrabnya, mendesak Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan agar terpidana bermasalah tersebut segera diganjar hukuman. Menurutnya, para terpidana bermasalah itu kini masih berperan aktif mengatur pasokan dan distribusi narkoba di luar tahanan. 

    “Mereka menggunakan telepon seluler dan saluran komunikasi lain untuk komunikasi dengan jaringan di luar penjara,” tuturnya di Jakarta, Selasa (17/12).

    Politisi Partai Golkar itu mengatakan bahwa kontrol dari pihak lapas semakin lemah dan tidak berdaya menghadapi terpidana mati yang saat ini mengendalikan narkoba dari dalam lapas.

    Berdasarkan data Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, tercatat saat ini sebanyak 271.385 orang mendekam di Lapas dan rumah tahanan negara (Rutan) di seluruh Indonesia.

    Dari jumlah tersebut, sebanyak 52,97% atau 135.823 di antaranya adalah narapidana dan tahanan kasus narkoba. 

    “Jadi ini menunjukkan bahwa kontrol yang seharusnya ada dari pihak Lapas ini masih lemah,” katanya.

  • Dipecat PDIP, Anas Urbaningrum Bilang Pilihan Jokowi dan Keluarga hanya Merapat ke Partai Pohon atau Burung

    Dipecat PDIP, Anas Urbaningrum Bilang Pilihan Jokowi dan Keluarga hanya Merapat ke Partai Pohon atau Burung

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Setelah dipecat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), mantan Presiden Jokowi dan keluarganya disebut hanya memiliki dua pilihan.

    Hal tersebut diungkapkan Ketua Umum Partai Kebangkitan Nasional (PKN), Anas Urbaningrum yang turut memberikan komentarnya terkait pemecatan yang dilakukan PDIP.

    “Jika benar-benar ingin masuk partai (lagi), partai apa yang paling besar peluangnya untuk dipilih Pak Jokowi?,” ujar Anas dalam keterangannya di aplikasi X @anasurbaninggrum (16/12/2024).

    Blak-blakan, Anas menyebut bahwa baik Jokowi maupun anaknya memiliki dua pilihan tersisa.

    Bergabung dengan Partai Gerindra yang disebutnya sebagai partai burung atau Golkar yang dia beri istilah partai pohon. “Sebut saja antara dua pilihan, Pohon dan Burung,” tandasnya.

    Untuk diketahui, DPP PDIP resmi melakukan pemecatan terhadap Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, dan Bobby Nasution.

    SK pemecatan untuk Jokowi terdaftar dengan nomor 1649/KPTS/DPP/XII/2024, sedangkan SK pemecatan Gibran Rakabuming Raka memiliki nomor 1650/KPTS/DPP/XII/2024.

    Sementara itu, SK pemecatan Bobby Nasution teregistrasi dengan nomor 1651/KPTS/DPP/XII/2024.

    Keputusan ini juga disertai dengan larangan bagi ketiganya untuk melakukan kegiatan politik atau menduduki jabatan apa pun yang mengatasnamakan PDIP.

    Dengan demikian, Jokowi, Gibran, dan Bobby tidak lagi memiliki hubungan struktural maupun kegiatan politik di bawah naungan partai berlambang banteng tersebut.(Muhsin/fajar)

  • Setelah Jokowi Dipecat PDIP, Denny Siregar Sebut Tawaran Partai Rekrut Jokowi Hanya Basa-basi

    Setelah Jokowi Dipecat PDIP, Denny Siregar Sebut Tawaran Partai Rekrut Jokowi Hanya Basa-basi

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Presiden ke-7 Jokowi telah resmi dipecat PDIP. Spekulasi mencuat ke partai mana Jokowi akan berlabuh.

    Sejumlah partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) menyatakan terbuka jika Jokowi ingin bergabungZ seperti Golkar, Gerindra, dan PAN.

    Hal tersebut dikomentari Pegiat Media Sosial Denny Siregar. Ia menyebut memang memungkinkan jika dulu Jokowi ditawari.

    “Waktu jadi Presiden, kemungkinan besar banyak partai ingin merekrut,” kata Denny dikutip Dari unggahannya di X, Selasa (17/12/2024).

    Alasannya, menurut Denny bukan karena kapasitas Jokowi. Tapi karena saat itu ia jadi orang nomor satu di Indonesia.

    “Bukan karena kepintarannya, tapi karena ingin mencicipi kekuasaan,” tambahnya.

    Kini, ia meragukan tawaran tersebut. Denny menilainya hanya sekadar basa-basi.

    “Sekarang, partai-partai itu cuman basa basi. Kalau mau rekrut, udah dari kemaren doi disana,” pungkasnya.

    Adapun pemecatan Jokowi tertuang dalam surat keputusan bernomor 1649/KPTS/DPP/XII/2024 yang ditandatangani Ketum dan Sekjen PDIP Megawati Soekarnoputri serta Hasto Kristiyanto tertanggal 4 Desember.

    Tidak sendiri, PDIP juga memecat keluarga Jokowi. Seperti Gibran Rakabuming dan Bobby Nasution.
    (Arya/Fajar)

  • Meutya Sebut Komdigi Harus Jadi Contoh, Transformasi Digital Pemerintah Cegah Korupsi

    Meutya Sebut Komdigi Harus Jadi Contoh, Transformasi Digital Pemerintah Cegah Korupsi

    Jakarta

    Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid mengatakan transformasi digital di pemerintahan tak hanya mengikuti perkembangan zaman, namun juga dapat berperan penting dalam pencegahan kasus korupsi.

    Pernyataan ini disampaikan Meutya dalam deklarasi anti korupsi jajaran Eselon I dan II di lingkungan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) di Pusdiklat Komdigi, Jakarta, Selasa (17/12/2024).

    Menkomdigi mengatakan sebagai bagian dari pemerintah, Kementerian Komdigi memegang peran sentral dalam membangun sistem digital yang mendukung pencegahan korupsi.

    “Transformasi digital bukan hanya alat modernisasi tapi juga senjata yang ampuh dalam memberantas korupsi. Transformasi digital harus menjadi alat memperkuat integritas dan keterbukaan melalui digitalisasi tata kelola pemerintahan dan reformasi sistemik birokrasi,” ujar Meutya.

    Lebih lanjut, politisi Partai Golkar ini menyebutkan bahwa sebagai kementerian digital, Komdigi harus menjadi contoh bagi kementerian dan lembaga pemerintah lainnya.

    “Apalagi kementeriannya adalah kementerian digital ini menjadikan kita sebagai contoh. Kementerian Komunikasi dan Digital, tentu tanpa harus dijelaskan lagi, itu tentu menjadi harapan untuk menjadi terdepan dalam juga melakukan langkah-langkah pencegahan ataupun pemberantasan terhadap korupsi,” kata Meutya.

    Sebagai informasi, dulu saat masih bernama Kementerian Komunikasi dan Informatikan (Kominfo), institusi pemerintahan ini sempat tersandung kasus korupsi hingga menyeret nama mantan Menkominfo Johnny G. Plate dan Dirut Bakti Kominfo Anang Latif terkait pengadaan infrastruktur BTS 4G di wilayah pelosok RI.

    Meutya mengungkapkan arahan Presiden Prabowo Subianto bahwa pemerintah kali ini berkomitmen terhadap pemberantasan korupsi dengan tegas. Berdasarkan Asta Cita ketujuh, Prabowo, kata Meutya, perlunya memperkuat reformasi politik, hukum, dan demokrasi, serta menegaskan pencegahan dan juga pemberantasan korupsi sebagai prioritas nasional.

    “Dalam pidato pelantikan pertamanya bapak presiden menegaskan pesan penting bahwa kita harus berani menghadapi dan memberantas korupsi dengan perbaikan sistem dengan penegakan hukum yang tegas dengan digitalisasi,” jelasnya.

    “Sampai terakhir kemarin, ketika di Istana pun beliau menyampaikan pentingnya digitalisasi dalam rangka mencegah korupsi,” ucapnya.

    Pada kesempatan ini, seluruh pejabat Eselon I dan II Kementerian Komdigi mengucapkan komitmen anti korupsi.

    (agt/rns)

  • Dipecat PDIP, Jokowi dan Gibran Disarankan Gabung ke PKS

    Dipecat PDIP, Jokowi dan Gibran Disarankan Gabung ke PKS

    Bisnis.com, JAKARTA–Presiden ke-7 Joko Widodo alias Jokowi dan Gibran Rakabuming Raka disarankan masuk ke Partai Keadilan Sejahtera (PKS) atau Partai Golkar setelah dipecat PDI Perjuangan (PDIP).

    Direktur Riset Populi Center, Usep Achyar mengatakan bahwa partai yang mungkin masih membuka peluang untuk Jokowi dan Gibran hanya PKS dan Partai Golkar.

    Dia menilai bahwa PKS dan Partai Golkar adalah partai yang terbuka untuk siapapun dan tidak dikuasai perseorangan, sehingga peluang Jokowi dan Gibran sangat besar untuk masuk ke partai tersebut.

    “Sebenarnya partai yang benar-benar telah menerapkan demokrasi itu hanya Golkar dan PKS karena mereka tidak dikuasai oleh satu keluarga saja,” tuturnya kepada Bisnis di Jakarta, Selasa (17/12).

    Usep juga mengemukakan tidak menutup kemungkinan Jokowi dan Gibran nantinya bakal masuk ke satu partai yang sama dan menguasai partai tersebut.

    “Kalau nanti Gibran dipilihkan partai oleh Jokowi, dia pasti bakal ikut,” katanya.

    Kendati demikian, menurut Usep, bisa saja Jokowi tetap memilih tidak berpartai, namun hanya mendorong anak dan mantunya agar masuk ke partai politik.

    “Tapi belum tentu juga Jokowi akan tetap berpolitik, tetapi hanya mendorong semua anak-anaknya agar mulus masuk ke partai politik,” ujarnya.

  • Prabowo Berwacana Kepala Daerah Dipilih DPRD, Golkar: Habis Itu Rakyat Mau Dikemanakan?

    Prabowo Berwacana Kepala Daerah Dipilih DPRD, Golkar: Habis Itu Rakyat Mau Dikemanakan?

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Wacana Presiden RI Prabowo Subianto agar kepala daerah dipilih oleh DPRD di masing-masing tingkatan, baik di level kabupaten/kota maupun provinsi menuai beragam reaksi dari legislator di Senayan.

    Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin menilai jika merujuk kepada kepada UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, Pasal 18, ayat 4, dinyatakan bahwa gubernur, bupati, wali kota, masing-masing sebagai kepala daerah, pemerintahan provinsi, kabupaten, dan kota yang dipilih secara demokratis.

    Dengan dipilih secara demokratis, maka terdapat dua jalan untuk mewujudkannya. Pertama, dengan menggunakan mandat tunggal. Mandat tunggal yaitu rakyat memilih wakilnya di lembaga legislatif, baik di tingkat pusat (DPR), provinsi (DPRD Provinsi), maupun kabupaten/kota (DPRD Kabupaten/Kota).

    “Lalu DPRD (lembaga legislatif) itu yang milih gubernur, bupati, wali kota,” jelas Zulfikar dalam keterangan tertulis, dikutip pada Selasa (17/12/2024).

    Kedua, mandat terpisah. Yaitu, rakyat memilih perwakilannya untuk duduk di lembaga legislatif, termasuk juga memilih kepala daerah, baik di level provinsi maupun kabupaten/kota. Menurutnya, dari sisi akademik, kedua model tersebut sama-sama memiliki derajat demokratisnya masing-masing.

    “Tapi kenapa kita akhirnya menapaki mandat terpisah, memilih (kepala daerah) langsung, karena kita punya pengalaman dengan mandat tunggal, ketika (kepala daerah) dipilih DPRD. Nah, ketika dipilih DPRD itu, pemilihan kepala daerah itu lebih banyak persoalannya itu (lebih terkait) persoalan elit,” jelas Politisi Fraksi Partai Golkar ini.