partai: Golkar

  • Selain Soeharto, Golkar Juga Dukung Gus Dur Jadi Pahlawan Nasional

    Selain Soeharto, Golkar Juga Dukung Gus Dur Jadi Pahlawan Nasional

    Jakarta

    Partai Golkar sempat menyampaikan usulan kepada Presiden Prabowo Subianto agar Presiden RI ke-2 Soeharto dianugerahi gelar pahlawan nasional pada 10 November. Sekjen Partai Golkar Muhamad Sarmuji mengatakan pihaknya juga mendukung Presiden ke-3 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dianugerahi gelar tersebut.

    “Saya kan sudah memberikan pernyataannya jauh hari ya. Jadi Pak Harto itu terlepas dari sisi-sisi kelemahan beliau sebagai manusia tapi jasa besarnya itu tidak bisa dipungkiri. Jasa besarnya melakukan pembangunan Indonesia, mentransformasikan ekonomi Indonesia dari yang sangat terpuruk menjadi disegani di Asia Tenggara bahkan di Asia itu tidak bisa dilupakan orang. Memori kolektif masyarakat itu sampai sekarang masih mengingat Pak Harto sebagai Bapak Pembangunan,” kata Sarmuji mengawali pernyataannya, Kamis (4/11/2025).

    Sarmuji tak mempersoalkan adanya perdebatan di publik mengenai wacana pemberian gelar kepada Soeharto. Menurutnya, setiap tokoh yang dianugerahi gelar tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan.

    “Dan kalau ada orang yang Ada yang tidak setuju itu wajar saja. Siapa yang di dunia ini yang bisa setuju bulat-bulat, nggak ada. Dan kalau bicara kelemahan orang, siapa yang tidak punya kelemahan. Semua yang mendapatkan gelar pahlawan nasional, itu semuanya punya kelemahan yang melekat dalam dirinya sebagai manusia,” imbuhnya.

    Lebih lanjut, Sarmuji membeberkan partainya tak hanya mengusulkan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto. Golkar disebut juga mendukung pemberian gelar itu kepada Gus Dur.

    “Dari kami juga mendukung, misalnya, figur yang lain. Bukan hanya Pak Harto sebenarnya. Gus Dur juga layak untuk mendapat gelar pahlawan nasional dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Posisi kami mendukung penganugerahan gelar Pak Harto dan Gus Dur sebagai pahlawan nasional,” katanya.

    Bahlil Sampaikan Usulan ke Prabowo

    Sebelumnya, Ketua Umum Golkar Bahlil Lahadalia mengaku menyampaikan usulan mengenai Soeharto menjadi pahlawan nasional saat bertemu dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta. Bahlil mengatakan Prabowo mempertimbangkan ihwal usulan tersebut.

    “Yang berikut kami juga tadi melaporkan kepada Bapak Presiden selaku Ketua Umum DPP Partai Golkar. Saya bilang Bapak Presiden, dengan penuh harapan, lewat mekanisme rapat DPP Partai Golkar kami sudah mengajukan Pak Harto sebagai pahlawan nasional,” kata Bahlil setelah bertemu dengan Presiden Prabowo di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (3/11).

    Bahlil menuturkan Prabowo menerima aspirasi yang disampaikan partainya tersebut. Menurut dia, Prabowo juga akan mempertimbangkan apa yang menjadi usulan partai beringin itu.

    “Bapak Presiden menerima aspirasi dari Golkar tentang permohonan Golkar agar Pak Harto, Presiden Soeharto menjadi Pahlawan Nasional,” kata Bahlil.

    “Bapak Presiden Prabowo mengatakan bahwa saya menerima dan akan mempertimbangkan. Sudah barang tentu itu lewat mekanisme internal, kan ada, ada mekanisme yang harus dilalui,” lanjut dia.

    Halaman 2 dari 2

    (fca/idn)

  • Pseudo-Demokrasi, Demokrasi Seolah-olah di Era Soeharto…

    Pseudo-Demokrasi, Demokrasi Seolah-olah di Era Soeharto…

    Pseudo-Demokrasi, Demokrasi Seolah-olah di Era Soeharto…
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Aktivis 1998 sekaligus anggota DPR RI, Ansy Lema, menolak wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto.
    Menurut dia,
    Soeharto
    justru meninggalkan warisan kelam bagi bangsa dalam bidang kemanusiaan, korupsi, dan
    demokrasi
    .
    “Dia (Soeharto) berkuasa sampai 32 tahun, dan kekayaannya semua diambil begini. Kemiskinan luar biasa. Gap ekonomi luar biasa,” kata Ansy, dalam diskusi bertajuk #SoehartoBukanPahlawan di kawasan Matraman, Jakarta Timur, Rabu (5/11/2025).
    Ansy mengatakan, penolakannya didasari tiga alasan utama. Pertama, karena melakukan kejahatan kemanusiaan.
    Kedua, dugaan korupsi di era pemerintahannya. Ketiga, kejahatan demokrasi yang nyata saat Soeharto memimpin.
    Ia menuturkan, selama Orde Baru, kebebasan berserikat dan berekspresi dibatasi. Organisasi masyarakat, serikat pekerja, hingga media, berada di bawah kendali pemerintah.
    Menurut dia, sistem politik saat itu hanya formalitas belaka. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dianggap tidak merepresentasikan kepentingan rakyat.
    “Dalam Orde Baru ada enggak demokrasi? Ada institusi politik. DPR ada. Eksekutif ada. Legislatif ada. Yudikatif ada. Tetapi cuma pajangan. Pemilu ada? Ada. Partai politik ada? Ada. Tetapi apa? Aksesoris,” kata Ansy.
    “Istilah keren yang orang politik bilang, pseudo-demokrasi. Demokrasi seolah-olah. Demokrasi prosedural yang ada. Demokrasi substansial enggak ada,” ucap dia.
    Ansy juga menilai, teori pembangunan Orde Baru yang disebut
    trickle down effect
    tidak pernah benar-benar terjadi.
    Dia menuturkan, pertumbuhan ekonomi hanya menguntungkan segelintir orang dekat kekuasaan.
    “Kekayaan pertumbuhan ekonomi ini dicuri dan terkumpul di tangan segelintir orang yang dekat dengan kekuasaan. Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin,” kata dia.
    Ia menilai, seseorang layak disebut
    pahlawan
    bila memiliki integritas dan nilai moral. Ansy menekankan bahwa indikator tersebut tidak dimiliki oleh Soeharto.
    “Ada demokrasi zaman Orde Baru? Tidak. Ada penghormatan terhadap hak asasi manusia? Tidak. Ada transparansi dan akuntabilitas? Tidak,” tegas dia.
    Dalam kesempatan ini, Ansy turut menyoroti upaya penulisan ulang sejarah Orde Baru yang dinilainya berpotensi menghapus jejak pelanggaran masa lalu.
    “Itu mau dihilangkan kejahatan-kejahatan korupsi, kemanusiaan, dan kejahatan demokrasi di era Orde Baru. Supaya upaya menjadikan Soeharto pahlawan bisa lolos,” kata dia.
    Tidak sampai di situ, Ansy juga menyinggung sebagian mantan aktivis 1998 yang kini berpihak pada kekuasaan.
    Padahal, kekuatan rakyat bersatu luar biasa untuk menggulingkan Soeharto dari kekuasaan.
    “Gue heran kalau ada aktivis 98 dulu teriak lawan Soeharto, hari ini kok tiba-tiba bisa dukung,” ucap dia.
    Di sisi lain, Menteri Kebudayaan sekaligus Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) Fadli Zon menyatakan, Soeharto memenuhi syarat mendapat gelar pahlawan nasional.
    Hal itu disampaikan usai Fadli melaporkan 49 nama calon pahlawan nasional kepada Presiden Prabowo Subianto, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (5/11/2025).
    “Tentu dari kami, dari tim GTK ini, telah melakukan juga kajian, penelitian, rapat ya, sidang terkait hal ini. Jadi, telah diseleksi tentu berdasarkan, kalau semuanya memenuhi syarat ya, jadi tidak ada yang tidak memenuhi syarat. Semua yang telah disampaikan ini memenuhi syarat,” kata Fadli.
    Ia menegaskan, Soeharto telah melalui seluruh tahapan penilaian, mulai dari usulan masyarakat di tingkat kabupaten/kota hingga pemerintah provinsi.
    “Dari TP2GP yang di dalamnya juga, di dalam TP2GP juga akan ada sejarawan, ada macam-macam tuh orang-orangnya di dalam itu, ada sejarawan, ada tokoh agama, ada akademisi, ada aktivis, ya, kemudian di Kementerian Sosial dibawa ke kami. Jadi, memenuhi syarat dari bawah,” ujar dia.
    Menurut Fadli, nama Soeharto bahkan telah diusulkan sebanyak tiga kali.
    “Nama Presiden Soeharto itu sudah tiga kali bahkan diusulkan ya. Dan juga beberapa nama lain, ada yang dari 2011, ada yang dari 2015, semuanya yang sudah memenuhi syarat,” tutur dia.
    Fadli kemudian memerinci jasa Soeharto yang dinilai layak mendapat penghargaan negara, di antaranya kepemimpinan dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta.
    “Serangan Umum 1 Maret itu salah satu yang menjadi tonggak Republik Indonesia itu bisa diakui oleh dunia, masih ada. Karena Belanda waktu itu mengatakan Republik Indonesia sudah
    cease to exist
    , sudah tidak ada lagi,” ujar dia.
    Selain itu, lanjut Fadli, Soeharto juga memiliki peran penting dalam operasi pembebasan Irian Barat dan berbagai operasi militer lainnya.
    “Pembebasan Irian Barat dan lain-lain. Jadi ada, ada rinciannya. Nanti rinciannya kalau mau lebih panjang nanti saya berikan,” kata dia.
    Sebelumnya, pemerintah diketahui tengah menggodok 40 nama calon pahlawan nasional.
    Beberapa di antaranya adalah Soeharto, Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dan aktivis buruh Marsinah.
    Namun, wacana pemberian gelar kepada Soeharto menuai penolakan dari berbagai pihak. Sebanyak 500 aktivis dan akademisi menyatakan menolak rencana tersebut.
    Di sisi lain, dukungan datang dari Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia. Ia menilai, jasa Soeharto sangat besar bagi bangsa dan negara.
    “Kami juga tadi melaporkan kepada Bapak Presiden selaku Ketua Umum DPP Partai Golkar. Saya bilang, Bapak Presiden, dengan penuh harapan, lewat mekanisme rapat DPP Partai Golkar kami sudah mengajukan Pak Harto sebagai Pahlawan Nasional,” kata Bahlil, usai menemui Prabowo di Istana Kepresidenan, Senin (3/11/2025).
    Menurut Bahlil, Soeharto adalah tokoh penting di balik kebangkitan ekonomi Indonesia dan dikenal sebagai “Macan Asia” pada masa Orde Baru.
    “Soeharto juga merupakan pendiri Partai Golkar dan sudah menjabat sebagai Presiden RI selama lebih dari 30 tahun,” ucap dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Adies Kadir Tak Langar Etik, MKD Minta Nama Baik dan Jabatannya di DPR Segera Dipulihkan

    Adies Kadir Tak Langar Etik, MKD Minta Nama Baik dan Jabatannya di DPR Segera Dipulihkan

    Adies Kadir Tak Langar Etik, MKD Minta Nama Baik dan Jabatannya di DPR Segera Dipulihkan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR meminta nama baik Wakil Ketua DPR non-aktif Adies Kadir harus dipulihkan karena terbukti tidak melakukan pelanggaran kode etik.
    MKD menyampaikan bahwa permasalahan yang sempat mencuat hanyalah kekeliruan penyampaian soal gaji dan tunjangan anggota DPR saat wawancara dengan media massa.
    Adies pun telah mengklarifikasi ucapannya itu.
    “Upaya klarifikasi yang dilakukan oleh
    Adies Kadir
    sudah sangat tepat. Karena itu, nama baik teradu satu Adies Kadir harus dipulihkan, demikian juga kedudukannya di DPR RI,” ujar Wakil Ketua
    MKD DPR
    Imron Amin saat membacakan putusan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (5/11/2025).
    Dalam putusan tersebut, MKD menegaskan bahwa Adies Kadir tidak memiliki niat untuk menghina atau melecehkan pihak mana pun.
    “Terkait pernyataan gaji dan tunjangan DPR yang tidak tepat, namun sudah diralat oleh teradu satu Adies Kadir, maka Mahkamah berpendapat bahwa teradu tidak memiliki niat untuk menghina atau melecehkan siapa pun,” ujar Imron dalam keterangannya, Rabu.
    Imron menambahkan bahwa klarifikasi yang dilakukan Adies Kadir telah dilakukan secara terbuka dan dianggap sebagai langkah yang tepat dan bertanggung jawab.
    Dengan putusan tersebut, Adies Kadir dinyatakan tetap aktif sebagai Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar.
    Sebelum putusan MKD dibacakan, berbagai dukungan dari masyarakat dan relawan di Surabaya-Sidoarjo terus mengalir.
    Warga menilai Adies merupakan sosok yang dekat dengan rakyat dan konsisten membantu masyarakat, terutama melalui program pendidikan dan advokasi hukum.
    Banyak warga menyerukan agar Adies segera kembali aktif sebagai pimpinan DPR.
    Mereka menilai kiprah Adies selama di Dapil Jawa Timur I telah memberikan manfaat nyata dan meringankan beban warga di berbagai sektor.
    “Kami mendukung penuh Pak Adies, karena beliau sudah banyak membantu warga Surabaya dan Sidoarjo. Kami tahu betul kerja nyatanya,” ungkap salah satu relawan di Surabaya.
    Dengan kepastian dari MKD tersebut, Adies Kadir kini kembali menjalankan tugasnya di parlemen dan menegaskan komitmennya untuk terus memperjuangkan kepentingan rakyat, termasuk mendampingi warga korban sengketa lahan di Surabaya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Soal Pahlawan Nasional, Fadli Zon Sebut Soeharto Tak Pernah Terbukti Terlibat dalam Genosida 1965

    Soal Pahlawan Nasional, Fadli Zon Sebut Soeharto Tak Pernah Terbukti Terlibat dalam Genosida 1965

    Soal Pahlawan Nasional, Fadli Zon Sebut Soeharto Tak Pernah Terbukti Terlibat dalam Genosida 1965
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Kebudayaan sekaligus Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK), Fadli Zon, menyebut tidak pernah ada bukti Presiden ke-2 RI Soeharto terlibat dalam genosida 1965-1966.
    Hal ini disampaikannya menanggapi pernyataan Guru Besar Filsafat Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, Franz Magnis Suseno, bahwa
    Soeharto
    tidak layak menjadi pahlawan nasional.
    “Enggak pernah ada buktinya kan? Enggak pernah terbukti. Pelaku genosida apa? Enggak ada. Saya kira enggak ada itu,” kata
    Fadli Zon
    di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (5/11/2025).
    Ia lantas melemparkan pertanyaan yang sama kepada awak media.
    Ia mempertanyakan, siapa yang berani memberi bukti, sedangkan keterlibatan dalam genosida tidak terjadi berdasarkan fakta sejarah.
    “Apa faktanya? Ada yang berani menyatakan fakta? Mana buktinya? Kan kita bicara sejarah dan fakta dan data gitu. Ada enggak? Enggak ada kan?” ucapnya.
    Fadli Zon juga menegaskan, 49 nama yang telah diusulkan, termasuk Soeharto, telah memenuhi syarat untuk mendapat
    gelar pahlawan nasional
    .
    Soeharto telah memenuhi syarat dari tingkat yang paling bawah, dari usulan masyarakat di tingkat kabupaten/kota hingga diusulkan kepada pemerintah provinsi.
    Artinya, kata dia, bukan hanya Dewan GTK yang dipimpinnya yang menyatakan sosok Presiden ke-2 RI itu memenuhi ketentuan.
    “Dari TP2GP yang di dalamnya juga, di dalam TP2GP juga akan ada sejarawan, ada macam-macam tuh orang-orangnya di dalam itu, ada sejarawan, ada tokoh agama, ada akademisi, ada aktivis, ya, kemudian di Kementerian Sosial dibawa ke kami. Jadi memenuhi syarat dari bawah,” ucap Fadli.
    Bahkan, kata Fadli, nama Soeharto sudah diusulkan sebanyak tiga kali, mulai dari tahun 2011, tahun 2015, hingga tahun ini.
    Ia lalu memerinci berbagai jasa Soeharto sehingga dapat diberikan gelar pahlawan nasional.
    Soeharto memimpin serangan umum pada 1 Maret 1949.
    Serangan tersebut merupakan serangan militer selama Revolusi Nasional Indonesia.
    Yogyakarta saat itu dikuasai oleh pasukan Indonesia selama enam jam.
    “Serangan Umum 1 Maret itu salah satu yang menjadi tonggak Republik Indonesia itu bisa diakui oleh dunia, masih ada. Karena Belanda waktu itu mengatakan Republik Indonesia sudah cease to exist, sudah tidak ada lagi,” tandas Fadli.
    Sebelumnya diberitakan, pemerintah tengah menggodok 49 nama yang diusulkan sebagai pahlawan nasional.
    Sebanyak 24 di antaranya masuk dalam daftar prioritas.
    Beberapa nama yang diusulkan untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional adalah Presiden ke-2 RI Soeharto;
    Presiden ke-4 RI Aburrahman Wahid atau Gus Dur; hingga aktivis buruh, Marsinah.
    Nama-nama itu diusulkan dari beragam unsur hingga di tingkat kabupaten/kota.
    Tak jarang, nama-nama yang diusulkan juga diperdebatkan.
    Sebanyak 500 aktivis dan akademisi belum lama ini menyatakan menolak rencana pemberian gelar pahlawan nasional untuk Presiden ke-2 RI, Soeharto.
    Begitu pula dengan Kepala Badan Sejarah Indonesia DPP PDI-P, Bonnie Triyana.
    Kendati begitu, ada pula pihak yang pro terhadap usulan tersebut.
    Pada awal pekan ini, Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia mendatangi Prabowo untuk mengusulkan agar Soeharto menjadi pahlawan nasional.
    Ia berpandangan, jasa Soeharto cukup besar dan luar biasa bagi bangsa dan negara.
    Soeharto juga merupakan pendiri Partai Golkar dan sudah menjabat sebagai Presiden RI selama lebih dari 30 tahun.
    Indonesia yang dikenal sebagai Macan Asia saat Pemerintahan Orde Baru juga tidak terlepas dari jasa Soeharto.
    “Kami juga tadi melaporkan kepada Bapak Presiden selaku Ketua Umum DPP Partai Golkar. Saya bilang Bapak Presiden, dengan penuh harapan, lewat mekanisme rapat DPP Partai Golkar kami sudah mengajukan Pak Harto sebagai Pahlawan Nasional,” kata Bahlil usai menemui Prabowo di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (3/11/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Golkar Segera Aktifkan Kembali Adies Kadir Jadi Wakil Ketua DPR Usai Putusan MKD

    Golkar Segera Aktifkan Kembali Adies Kadir Jadi Wakil Ketua DPR Usai Putusan MKD

    Golkar Segera Aktifkan Kembali Adies Kadir Jadi Wakil Ketua DPR Usai Putusan MKD
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Fraksi Partai Golkar DPR Sarmuji menyatakan pihaknya akan menindaklanjuti putusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR yang mengaktifkan kembali kadernya, Adies Kadir, sebagai anggota DPR.
    Sarmuji
    mengatakan, konstituen Adies di dapil senang dengan putusan MKD DPR itu.
    “Sesuai dengan aturan, kami akan menindaklanjuti putusan MKD. Konstituen Pak Adies di dapil pasti ikut senang dengan putusan ini karena mereka pun sepertinya juga sepemikiran dengan putusan MKD,” ujar Sarmuji dalam keterangannya, Rabu (5/11/2025).
    Sarmuji menegaskan, Golkar selalu menghormati mekanisme dan keputusan lembaga resmi di lingkungan parlemen, termasuk MKD.
    Dia menekankan, proses etik di DPR merupakan bagian dari sistem
    check and balances
    yang harus dijalankan secara objektif dan transparan.
    Lalu, Sarmuji juga mengingatkan bahwa putusan MKD merupakan hasil proses panjang yang telah mempertimbangkan fakta dan keterangan secara menyeluruh.
    “Dengan selesainya proses ini, kami berharap seluruh pihak bisa kembali fokus pada kerja-kerja legislasi dan pengabdian kepada masyarakat,” tuturnya.
    Mahkamah Kehormatan Dewan
    (MKD) DPR RI memutuskan Wakil Ketua DPR RI
    Adies Kadir
    tidak terbukti melanggar kode etik, terkait pernyataannya mengenai gaji dan tunjangan DPR.
    Wakil Ketua MKD DPR RI Adang Darajatun mengatakan, MKD menyatakan Adies Kadir direhabilitasi dan dapat kembali menjalankan tugasnya sebagai anggota DPR.
    “Dengan ini MKD memutuskan dan mengadili sebagai berikut: menyatakan teradu satu, Adies Kadir, tidak terbukti melanggar kode etik,” ujar Adang, dalam sidang pembacaan putusan lima anggota DPR nonaktif di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (5/11/2025).
    Meski begitu, MKD mengingatkan Adies Kadir agar lebih berhati-hati dalam menyampaikan informasi saat sesi wawancara dengan awak media.
    “Meminta teradu satu, Adies Kadir, untuk berhati-hati dalam menyampaikan informasi, serta menjaga perilaku untuk ke depannya. Menyatakan teradu satu, Adies Kadir, diaktifkan sebagai anggota DPR RI terhitung sejak putusan ini dibacakan,” ujar Adang.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • MKD sebut Adies tak langgar kode etik karena masalah wawancara saja

    MKD sebut Adies tak langgar kode etik karena masalah wawancara saja

    nama baik teradu satu Adies Kadir harus dipulihkan, demikian juga kedudukannya di DPR RI

    Jakarta (ANTARA) – Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI memutuskan teradu kasus dugaan pelanggaran kode etik anggota DPR RI yang dinonaktifkan, Adies Kadir, tidak melanggar kode etik karena permasalahannya adalah soal kekeliruan pernyataan gaji dan tunjangan DPR ketika wawancara dengan media massa.

    Wakil Ketua MKD DPR RI Imron Amin saat membacakan putusan MKD di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu, mengingatkan Adies Kadir agar lebih berhati-hati dalam menyampaikan keterangan kepada media apabila menyangkut hal teknis.

    Imron mengatakan Adies Kadir perlu menyiapkan data yang lengkap dan akurat sebelum menyampaikan pernyataan.

    “Terkait (pernyataan) gaji dan tunjangan DPR yang tidak tepat, namun sudah diralat oleh teradu satu Adies Kadir, maka Mahkamah berpendapat bahwa teradu tidak memiliki niat untuk menghina atau melecehkan siapa pun,” kata Imron saat membacakan putusan MKD.

    Dia mengatakan bahwa upaya klarifikasi yang dilakukan Adies Kadir sudah sangat tepat.

    Dengan putusan itu, Adies Kadir pun dinyatakan tetap aktif sebagai anggota DPR RI dan menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Partai Golkar.

    “Bahwa karena itu nama baik teradu satu Adies Kadir harus dipulihkan, demikian juga kedudukannya di DPR RI,” kata Imron.

    Sebelumnya, pada 19 Agustus 2025, Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir menyampaikan bahwa ada tunjangan tambahan bagi anggota DPR RI berupa tunjangan rumah sebesar Rp50 juta per bulan serta komponen tunjangan lainnya, termasuk tunjangan beras.

    Namun, sehari setelahnya, yakni 20 Agustus 2025, Adies menyampaikan klarifikasi dan mengaku salah menyampaikan data terkait tunjangan bagi anggota DPR RI, bahwa sebenarnya tunjangan beras itu tidak ada kenaikan sejak tahun 2010, yakni sebesar Rp200 ribu dan tunjangan BBM sebesar Rp3 juta per bulan.

    “Setelah saya cek di kesekjenan, ternyata tidak ada kenaikan, baik itu gaji maupun tunjangan seperti saya sampaikan,” kata Adies di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu (20/8).

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • MKD putuskan Sahroni-Eko Patrio langgar kode etik dan tetap nonaktif

    MKD putuskan Sahroni-Eko Patrio langgar kode etik dan tetap nonaktif

    Jakarta (ANTARA) – Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI memutuskan Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, dan Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio, terbukti melanggar kode etik dan menjatuhkan hukuman tambahan dengan memperpanjang masa nonaktif sebagai Anggota DPR RI.

    Dengan tetap dinonaktifkan dari Anggota DPR RI, Sahroni, Eko, dan Nafa, diputuskan untuk tidak mendapatkan hak keuangan alias gaji dari DPR RI. Namun durasi hukuman perpanjangan masa nonaktif terhadap ketiga orang itu berbeda-beda.

    “Menyatakan teradu lima, Ahmad Sahroni, terbukti telah melanggar kode etik DPR,” kata Wakil Ketua MKD DPR RI Adang Daradjatun saat membacakan putusan di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu.

    Untuk Sahroni, MKD DPR RI memutuskan untuk menjatuhkan hukuman berupa nonaktif selama enam bulan, berlaku sejak putusan dibacakan yang dihitung sejak penonaktifan yang bersangkutan sebagaimana keputusan DPP Partai NasDem.

    Sedangkan untuk Nafa Urbach, MKD DPR RI memutuskan untuk menjatuhkan hukuman nonaktif selama tiga bulan, berlaku sejak tanggal putusan dibacakan yang dihitung sejak penonaktifan yang bersangkutan sebagaimana keputusan DPP Partai Nasdem.

    “Meminta teradu dua, Nafa Urbach, untuk berhati-hati dalam menyampaikan pendapat serta menjaga perilaku untuk ke depannya,” kata Adang.

    Dan untuk Eko Patrio, MKD DPR RI menjatuhkan hukuman nonaktif selama empat bulan, berlaku sejak tanggal putusan dibacakan yang dihitung sejak penonaktifan yang bersangkutan sebagaimana keputusan DPP PAN.

    Selain ketiga pihak itu, MKD DPR RI memutuskan untuk mengaktifkan kembali Adies Kadir dan Surya Utama alias Uya Kuya sebagai Anggota DPR RI. Kedua pihak teradu itu dinyatakan tidak melanggar kode etik oleh MKD

    Adang pun menyampaikan bahwa putusan itu ditetapkan dalam permusyawaratan MKD pada hari Rabu 5 November 2025 yang dihadiri Pimpinan dan Anggota MKD, yang menghasilkan putusan final dan mengikat sejak tanggal dibacakan.

    Sebelumnya pada akhir Agustus 2025, sejumlah partai politik memutuskan untuk menonaktifkan kadernya yang menjadi Anggota DPR RI karena menuai sorotan publik yang juga terkait adanya aksi demonstrasi besar-besaran pada akhir Agustus 2025.

    Sejumlah Anggota DPR RI yang dinonaktifkan itu, di antaranya Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir dari Partai Golkar, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni dan Anggota DPR RI Nafa Urbach dari Partai NasDem, serta Anggota DPR RI Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio dan Anggota DPR RI Surya Utama alias Uya Kuya dari Partai Amanat Nasional.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Laode Masrafi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • MKD aktifkan lagi Adies Kadir dan Uya Kuya sebagai anggota DPR 

    MKD aktifkan lagi Adies Kadir dan Uya Kuya sebagai anggota DPR 

    Jakarta (ANTARA) – Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI dalam putusan terkait kasus dugaan pelanggaran kode etik anggota DPR nonaktif memutuskan untuk mengaktifkan kembali Adies Kadir dan Surya Utama alias Uya Kuya sebagai anggota DPR RI.

    MKD memutuskan keduanya tidak terbukti melanggar kode etik DPR RI sehingga Adies Kadir dan Uya Kuya bisa kembali bertugas normal sebagai anggota DPR RI aktif mulai hari ini.

    “Menyatakan teradu satu, Adies Kadir, diaktifkan sebagai anggota DPR terhitung sejak putusan ini dibacakan,” kata Wakil Ketua MKD DPR RI Adang Daradjatun yang membacakan putusan di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu.

    Hal tersebut diputuskan setelah MKD DPR RI membacakan berbagai pertimbangan berdasarkan keterangan saksi maupun ahli pada sidang-sidang sebelumnya.

    Khusus untuk Adies Kadir, Wakil Ketua MKD mengingatkan agar pria yang sebelumnya menjabat Wakil Ketua DPR RI itu untuk berhati-hati dalam menyampaikan informasi, serta menjaga perilaku ke depannya. Namun, untuk Uya Kuya, MKD DPR RI tak membacakan poin peringatan apa pun.

    Sedangkan untuk tiga anggota DPR RI nonaktif lainnya yang menjadi teradu dalam kasus itu, yakni Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, dan Eko Hendro Purnomo, MKD menyatakan ketiganya terbukti melanggar kode etik.

    Sebelumnya, pada akhir Agustus 2025, sejumlah partai politik memutuskan untuk menonaktifkan kadernya yang menjadi anggota DPR RI karena menuai sorotan publik yang juga terkait adanya demonstrasi besar-besaran pada akhir Agustus 2025.

    Anggota DPR RI yang dinonaktifkan itu adalah Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir dari Partai Golkar, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni dan anggota DPR RI Nafa Urbach dari Partai NasDem, serta anggota DPR RI Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio dan Surya Utama alias Uya Kuya dari Partai Amanat Nasional.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Adies Kadir paling terakhir tiba di DPR untuk sidang putusan MKD

    Adies Kadir paling terakhir tiba di DPR untuk sidang putusan MKD

    Jakarta (ANTARA) – Anggota DPR RI nonaktif Adies Kadir yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI, paling terakhir tiba di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu, setelah empat anggota DPR RI nonaktif lainnya hadir untuk menjalani sidang putusan kasus dugaan pelanggaran etik yang digelar Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI.

    Dia tiba di Kantor MKD DPR RI yang berlokasi di Gedung Nusantara I sekitar pukul 11.57 WIB. Saat tiba, sidang yang beragendakan putusan kasus itu tengah berlangsung karena dimulai pada pukul 11.30 WIB.

    Adies pun irit bicara kepada awak media ketika tiba di lokasi. Sebelum memasuki ruangan, Adies pun tampak menyalami sejumlah orang, termasuk para petugas pengamanan yang berjaga.

    Selain Adies, sejumlah anggota DPR RI nonaktif yang menjadi teradu dalam kasus itu yakni Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio, hingga Surya Utama alias Uya Kuya.

    Nafa menjadi pihak teradu yang paling pertama hadir ke ruangan MKD pada sekitar pukul 10.50 WIB. Kemudian disusul oleh Eko Patrio dan Uya Kuya yang hadir secara bersamaan, dan Ahmad Sahroni yang tampak berlari kecil ketika turun dari kendaraannya untuk menuju ruangan sidang.

    Saat sidang dimulai, Ketua MKD DPR RI Nazaruddin Dek Gam membacakan identitas pengadu kasus dugaan pelanggaran etik itu serta identitas para teradu yakni para anggota DPR RI nonaktif.

    Sejauh ini, menurut Dek Gam, MKD telah membacakan keterangan pengadu, mendengarkan saksi, dan keterangan ahli.

    Sebelumnya pada akhir Agustus 2025, sejumlah partai politik memutuskan untuk menonaktifkan kadernya yang menjadi anggota DPR RI karena menuai sorotan publik yang juga terkait adanya aksi demonstrasi besar-besaran pada akhir Agustus 2025.

    Sejumlah anggota DPR RI yang dinonaktifkan itu, di antaranya Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir dari Partai Golkar, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni dan anggota DPR RI Nafa Urbach dari Partai NasDem, serta anggota DPR RI Eko Hendro Purnomo alias Eko Patrio dan anggota DPR RI Surya Utama alias Uya Kuya dari Partai Amanat Nasional.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Puan: Harus Dikaji dengan Cermat

    Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Puan: Harus Dikaji dengan Cermat

    Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Puan: Harus Dikaji dengan Cermat
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua DPR Puan Maharani mendorong adanya kajian yang cermat terkait pengusulan Presiden ke-2 Soeharto untuk menerima gelar pahlawan nasional.
    Tegasnya, pemberian gelar
    pahlawan nasional
    memiliki makna historis dan moral yang besar bagi bangsa, bukan sekedar penghargaan simbolis.
    “Karena juga penting bagaimana kemudian apakah hal tersebut memang sudah waktunya dan sudah perlu diberikan dan lain-lain sebagainya. Namun, hal itu tentu saja harus dikaji dengan baik dan cermat,” ujar Puan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (4/11/2025).
    Pemerintah, kata Puan, perlu mencermati secara menyeluruh sebelum menetapkan seseorang menerima
    gelar pahlawan nasional
    . Termasuk soal rekam jejak
    Soeharto
    .
    “Terkait rencana pemberian gelar pahlawan, kita hormati prosesnya. Namun, karena ini penting, ya harus dicermati rekam jejaknya dari masa lalu sampai sekarang,” ujar Puan.
    Sementara itu, Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia memuji Soeharto yang pernah membawa negara ini menjadi macan Asia.
    Kesuksesan tersebut dinilai Bahlil menjadi salah satu alasan mengapa Soeharto layak mendapatkan gelar pahlawan nasional.
    “Waktu kedaulatan pangan, kedaulatan energi, ketika inflasi kita sekian ratus persen, Indonesia terkenal dengan Macan Asia di saat itu, itu adalah tidak bisa terlepas dari jasa Pak Harto,” ujar Bahlil di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (3/11/2025).
    Bahlil juga menyampaikan, Partai Golkar sudah mengusulkan Soeharto untuk menerima gelar pahlawan nasional sejak beberapa tahun yang lalu.
    Usulan tersebut kembali disampaikan Bahlil ketika bertemu dengan Presiden
    Prabowo Subianto
    pada Senin (3/11/2025).
    “Kami juga tadi melaporkan kepada Bapak Presiden selaku Ketua Umum DPP Partai Golkar. Saya bilang Bapak Presiden, dengan penuh harapan, lewat mekanisme rapat DPP Partai Golkar kami sudah mengajukan Pak Harto sebagai Pahlawan Nasional,” kata Bahlil.
    Prabowo, klaim Bahlil, menerima dan mempertimbangkan usulan Partai Golkar agar Soeharto menerima gelar pahlawan nasional.
    “Bapak Presiden Prabowo mengatakan bahwa saya menerima dan akan mempertimbangkan. Sudah barang tentu itu lewat mekanisme internal, kan ada, ada mekanisme yang harus dilalui,” ujar Bahlil.
    Dok. KOMPAS/Charles Dharapak Presiden Soeharto saat mengumumkan pengunduran dirinya di Istana Merdeka, Jakarta, 21 Mei 1998.
    Adapun Prabowo disebut tengah mempelajari daftar 40 nama yang diusulkan menerima gelar pahlawan nasional.
    Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengatakan, Prabowo tentu akan mengumumkan nama yang akan mendapatkan gelar pahlawan nasional pada waktunya.
    “Nama pahlawan kami sudah menerima ya secara resmi dari Kemensos hasil dari Dewan Gelar dan Tanda Jasa. Sedang dipelajari oleh Bapak Presiden karena memang cukup banyak nama-nama yang diajukan,” ujar Prasetyo di Antara Heritage Center, Jakarta, Kamis (30/10/2025).
    “Jadi mohon waktu nanti kalau sudah waktunya dan Bapak Presiden sudah mengambil keputusan, nanti akan kami umumkan,” sambungnya.
    Prasetyo mengungkap, pada 10 November 2025 atau Hari Pahlawan diharapkan nama pahlawan nasional sudah diputuskan oleh Prabowo.
    Namun, ia menyampaikan bahwa tidak ada angka pasti berapa nama yang akan ditetapkan untuk menerima gelar tersebut.
    “Wah, tidak ada angka, angka yang baku mengatur harus berapa (dipilih), enggak,” ucap Prasetyo.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.