KUHAP Baru, Pasal Pemblokiran Jadi Polemik Pihak DPR vs Koalisi Sipil
Penulis
JAKARTA, KOMPAS.com
– KUHAP versi terbaru telah mengatur soal pemblokiran rekening hingga akun media sosial. DPR versus Koalisi Masyarakat Sipil berbeda pandangan soal pasal ini.
KUHAP
termutakhir telah disahkan oleh rapat paripurna
DPR
pada Selasa (18/11/2025).
KUHAP terbaru itu disahkan usai dibahas oleh Panitia Kerja (Panja)
RUU KUHAP
di
Komisi III DPR
, dipimpin oleh Ketua Komisi III DPR Habiburokhman.
Polemik mengemuka soal pasal-pasal di dalamnya, termasuk soal
pemblokiran
.
Dalam KUHAP versi lama (UU Nomor 8 Tahun 1981), tidak ada pasal yang mengatur mengenai pemblokiran.
Dalam KUHAP terbaru, pemblokiran didefinisikan sebagai tindakan untuk mencegah semetara waktu terhadap akses penggnaan bermacam-macam jenis hal, mulai dari pemindahan harta, bukti kepemilikan, transaksi perbankan, akun
medsos
, informasi elektronik, dokumen elektronik, hingga produk administratif.
Selanjutnya, ada bagian khusus soal pemblokiran dalam KUHAP terbaru, yakni pada bagian kesembilan, pasal 140. Berikut bunyinya:
Pasal 140
(1) Pemblokiran dapat dilakukan oleh Penyidik, Penuntut Umum, atau Hakim.
(2) Pemblokiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat izin ketua pengadilan negeri.
(3) Permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memuat informasi lengkap mengenai alasan perlunya dilakukan pemblokiran minimal meliputi:
a. uraian tindak pidana yang sedang diproses;
b. dasar atau fakta yang menunjukkan objek yang akan diblokir memiliki relevansi dengan tindak pidana yang sedang diproses dan sumber perolehan dasar atau fakta
tersebut; dan
c. bentuk dan tujuan Pemblokiran yang akan dilakukan terhadap masing-masing objek yang akan diblokir.
(4) Ketua pengadilan negeri wajib meneliti secara cermat permohonan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) Hari terhitung sejak permohonan izin diajukan.
(5) Ketua pengadilan negeri dapat meminta informasi tambahan dari Penyidik mengenai hal sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(6) Pemblokiran hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali untuk jangka waktu 6 (enam) Bulan.
(7) Dalam keadaan mendesak, Pemblokiran dapat dilaksanakan tanpa izin ketua pengadilan negeri.
(8) Keadaan mendesak sebagaimana dimaksud pada ayat (7) meliputi:
a. potensi dialihkannya harta kekayaan;
b. adanya tindak pidana terkait informasi dan transaksi elektronik;
c. telah terjadi permufakatan dalam tindak pidana terorganisasi; dan/atau
d. situasi berdasarkan penilaian Penyidik.
(9) Dalam keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Penyidik dalam jangka waktu paling lama 2×24 (dua kali dua puluh empat) jam meminta persetujuan kepada ketua
pengadilan negeri setelah dilakukan Pemblokiran.
(10) Ketua pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lama 2×24 (dua kali dua puluh empat) jam setelah Penyidik meminta persetujuan Pemblokiran sebagaimana dimaksud pada ayat (9) mengeluarkan penetapan.
(11) Dalam hal ketua pengadilan negeri menolak memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (10), penolakan harus disertai dengan alasan.
(12) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (11) mengakibatkan Pemblokiran wajib dibuka dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja oleh pejabat yang memerintahkan Pemblokiran dengan mengeluarkan surat perintah pencabutan Pemblokiran.
(13) Dalam hal perkara dihentikan pada tahap Penyidikan, Penuntutan, atau berdasarkan putusan Praperadilan mengenai tidak sahnya penetapan Tersangka, Pemblokiran harus dibuka dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja oleh pejabat yang memerintahkan Pemblokiran dengan mengeluarkan surat perintah pencabutan Pemblokiran.
Pihak DPR melalui Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menjamin bahwa aturan soal pemblokiran dan bentuk upaya paksa lainnya diatur lebih ketat di KUHAP versi terbaru ini.
“Pemblokiran, Pasal 140, dilakukan harus dengan izin ketua pengadilan. Jadi enggak benar ya apa namanya kalau tanpa izin ya,” kata Habiburokhman saat jumpa pers di Gedung DPR, Rabu (19/11/2025).
Pemblokiran dan upaya paksa lainnya tidak dapat dilakukan hanya berdasar subjektivitas aparat.
“Jadi pengaturan soal penggeledahan, penyitaan, penyadapan, dan pemblokiran ini jauh lebih baik di
KUHAP baru
daripada di KUHAP Lama,” kata politikus Partai Gerindra ini.
Koalisi Masyarakat Sipil
untuk Pembaruan KUHAP menilai Pasal 140 itu mengandung celah penyalahgunaan subjektivitas aparat untuk melakukan pemblokiran, terlepas dari izin pengadilan.
“Perlu ditegaskan bahwa izin hakim tersebut dapat dikecualikan dan pengecualian tersebut bersifat sangat rentan untuk disalahgunakan secara subjektif,” kata Koalisi melalui siaran pers, Rabu (19/11/2025).
Celah itu ada pada ayat (7) dan (8) yang mengatur bahwa pemblokiran tanpa izin ketua pengadilan dapat dilakukan dalam keadaan mendesak.
“Yang paling rentan disalahgunakan adalah alasan pemblokiran tanpa izin pengadilan berdasarkan ‘situasi berdasarkan penilaian Penyidik’,” kata Koalisi.
Ada syarat-syarat ‘keadan mendesak’ sebagaimana diatur di ayat (8), namun menurut Koalisi, syarat itu bersifat pilihan dan tidak wajib dipenuhi seluruhnya.
“Syarat tersebut juga alternatif, yang artinya sesederhana bahwa tanpa perlu melihat alasan-alasan yang lain, cukup dengan alasan adanya ‘penilaian penyidik’ maka sudah bisa menjadi dasar untuk pemblokiran tanpa izin pengadilan,” kata Koalisi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
partai: Gerindra
-
/data/photo/2025/10/17/68f1adcf80180.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
KUHAP Baru, Pasal Pemblokiran Jadi Polemik Pihak DPR vs Koalisi Sipil
-

Disambati PPDB Saat Reses, Cahyo Harjo Dorong Ekosistem Pendidikan Tanpa “Sekolah Favorit”
Surabaya (beritajatim.com) – Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur, Cahyo Harjo Prakoso, menyerap berbagai keluhan warga soal pendidikan saat menggelar reses di Kelurahan Ploso, Kecamatan Tambaksari, Rabu (19/11/2025). Dia mengakui bahwa isu penerimaan peserta didik baru (PPDB) masih menjadi perhatian utama masyarakat setiap tahun ajaran.
“Tadi waktu reses kami lebih fokus pada pendidikan. Jadi kami mendapatkan masukan dari warga Ploso tentang proses penerimaan murid baru yang selalu ada catatan-catatan miring,” ujar Ketua DPC Gerindra Surabaya ini.
Cahyo menjelaskan bahwa ketika temuan di lapangan dikonfirmasi ke Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, seluruh proses PPDB sebenarnya sudah mengikuti ketentuan resmi. Menurut dia, mekanisme yang berjalan saat ini sudah sesuai standar Kementerian Pendidikan maupun dinas pendidikan di setiap daerah.
“Catatan miring itu ketika kami konfirmasi kepada Dinas Pendidikan, sebetulnya semuanya sudah berjalan sesuai SOP dan berjalan dengan baik,” tutur Cahyo.
Meski begitu, Cahyo menilai masih ada persoalan persepsi di masyarakat soal sekolah favorit. Hal inilah yang membuat banyak orang tua memaksakan anaknya masuk ke sekolah tertentu, meski peluang dan zonasinya terbatas.
“Akhirnya masyarakat berlomba masuk ke satu sekolah tertentu. Ini menjadi tugas bersama untuk membangun ekosistem pendidikan yang setara,” ujarnya.
Dia menegaskan perlunya penyebaran kualitas pendidikan yang merata agar tidak ada lagi istilah sekolah unggulan atau nonunggulan. Pemerataan infrastruktur, mutu layanan, dan kualitas tenaga pendidik harus menjadi fokus pemerintah.
“Semua sekolah harus memiliki kualitas pelayanan dan infrastruktur sesuai harapan kita bersama,” kata dia.
Cahyo menyebut masalah PPDB tidak hanya terjadi di Surabaya. Dia memastikan aspirasi serupa muncul dari berbagai daerah di Jawa Timur dan akan menjadi bahan rapat kerja bersama Dinas Pendidikan Jatim.
“Masukan ini akan kami tampung dan tindaklanjuti dalam rapat kerja berikutnya dengan dinas terkait,” ucapnya.
Selain soal pendidikan, warga Ploso juga mengeluhkan kondisi paving di beberapa titik permukiman. Cahyo menilai keluhan ini wajar karena pembangunan skala kampung berjalan bertahap.
“Ini akan kami sampaikan ke Pemkot Surabaya atau ke kawan-kawan DPRD Surabaya agar segera ditindaklanjuti,” tegasnya.
Dia menambahkan bahwa Pemkot Surabaya sebenarnya memiliki komitmen kuat dalam membenahi infrastruktur kampung. Namun jika masih ada kekurangan, hal itu harus segera direspons agar tidak menjadi masalah berlarut.
“Kalau ada kekurangan, ini akan menjadi catatan yang segera kita diskusikan dengan pemerintah kota. Aspirasi ini akan menjadi pembendaharaan masalah untuk kita selesaikan bersama,” tutup Cahyo.[asg/aje]
-

Usai Gerindra, PSI Ogah Terima Budi Arie
FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Wakil Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Ronald A. Sinaga, atau yang akrab disapa Bro Ron merespon soal Ketua Projo, Budi Arie Setiadi.
Ini berkaitan dengan kabar terkait Ketua Umum Projo itu yang dikaitkan bakal bergabung ke PSI.
Lewat unggahan di akun media sosial Threads pribadinya, Bro Ron menyindir dengan menyebut untuk apa bergabunf ke partainya.
PSI disebutnya sebagai partai NOL KOMA dan lebih baik bergabung dengan partai lain yang lebih besar.
“Ngapain gabung ke partai NOL KOMA bang, ke yang gede aja bang,” tulisnya dikutip Rabu (19/11/2025).
Lanjut, ia kemudian menyindir soal Partai yang menurut baik untuk Budi Arie bergabung.
“Contoh yang kemarin rame-rame pada main padel sama mantan napi koruptor E-KTP, mungkin cocok bang,” jelasnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Projo, Budi Arie Setiadi, untuk bergabung dengan Partai Gerindra menghadapi penolakan dari internal partai tersebut.
Ramai-ramai kader partai besutan Prabowo Subianto itu menolak kehadiran Budi Arie untuk bergabung ke partai tersebut.
(Erfyansyah/fajar)
-

Rano sebut Raperda Penataan Wilayah penting untuk pemerintahan adaptif
Jakarta (ANTARA) – Wakil Gubernur DKI Jakarta Rano Karno mengatakan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang pembentukan, pengubahan nama, batas dan penghapusan kecamatan dan kelurahan di Ibu Kota disusun untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang adaptif.
“Kebijakan penamaan penataan wilayah ini disusun dalam upaya menciptakan tata kelola pemerintahan yang adaptif dan responsif terhadap dinamika pembangunan di Jakarta,” ujar Rano saat membacakan pendapat Gubernur DKI Jakarta dalam Rapat Paripurna di Gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu.
Melalui rancangan peraturan daerah ini, lanjut Rano, diharapkan pemerintah Jakarta dapat hadir lebih dekat, lebih cepat dan lebih merata bagi seluruh warganya.
Dalam kesempatan tersebut, Rano juga menanggapi pertanyaan dan komentar dari fraksi-fraksi DPRD DKI Jakarta.
Terkait dampak penataan wilayah, Rano mengatakan pihaknya sependapat dengan fraksi Partai Gerindra, PAN dan PKS, bahwa diperlukan masa transisi pasca penataan wilayah yang dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.
“Eksekutif berupaya memastikan agar tidak terjadi gangguan dalam layanan publik, melakukan mitigasi terhadap dampak yang timbul, serta menyiapkan strategi komunikasi publik,” kata Rano.
Lebih lanjut, Rano menyebut Pemerintah Jakarta akan memastikan kemampuan fiskal dalam rangka penyediaan seluruh kebutuhan penataan wilayah.
Kemudian, terkait syarat ketersediaan sarana dan prasarana dalam penataan wilayah, Rano menyampaikan bahwa ketersediaan fasilitas pendidikan dan kesehatan telah disediakan dalam penjelasan rancangan peraturan daerah tersebut sebagai bagian dari sarana dan prasarana pendukung layanan publik lainnya.
Rano juga menyoroti bahwa peran serta masyarakat merupakan hal penting dalam memastikan penataan wilayah sesuai dengan aspirasi masyarakat.
“Partisipasi masyarakat telah terakomodasi dalam bentuk forum komunikasi kelurahan yang melibatkan paling sedikit unsur LMK, RW, RT, serta tokoh masyarakat,” ujar Rano.
Pemerintah Jakarta juga akan mengikuti saran dari beberapa fraksi agar nantinya pengubahan nama wilayah harus memperhatikan unsur sejarah dan budaya wilayah setempat serta melibatkan masyarakat.
Selebihnya, kata Rano, untuk materi yang bersifat teknis dan memerlukan pembahasan lebih lanjut, nantinya akan dibahas pada Rapat Badan Pembentukan Peraturan Daerah.
“Eksekutif berharap agar raperda ini dapat disetujui dan ditetapkan menjadi peraturan daerah sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan melalui Badan Musyawarah,” kata Rano.
Pewarta: Lifia Mawaddah Putri
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-
/data/photo/2023/02/17/63eef838c0f07.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
KUHP dan KUHAP Baru Berlaku Mulai 2 Januari 2026
KUHP dan KUHAP Baru Berlaku Mulai 2 Januari 2026
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menjelaskan, revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang telah disahkan menjadi undang-undang akan berlaku pada 2 Januari 2026.
KUHAP
yang baru akan berlaku berbarengan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (
KUHP
).
”
Komisi III
bersama rekan-rekan pemerintah mengucapkan syukur alhamdulillah atas telah selesainya pembahasan RUU tentang KUHAP yang sangat dibutuhkan seluruh penegak hukum di negeri ini,” ujar
Habiburokhman
dalam rapat paripurna ke-8 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025-2026, Selasa (18/11/2025).
“Yang akan mendampingi penggunaan KUHP sebagai hukum materil harus dilengkapi dengan hukum operasionalnya, yaitu KUHAP yang akan bersama-sama mulai berlaku 2 januari 2026,” sambungnya.
Politikus Partai Gerindra itu menjelaskan, aparat penegak hukum terlalu kuat dalam KUHAP lama.
Oleh karena itu, poin penting dalam revisi KUHAP yang dilakukan oleh Komisi III adalah memperkuat posisi warga negara dalam hukum.
“Di KUHAP yang lama negara itu terlalu powerful, aparat penegak hukum terlalu powerful. Kalau di KUHAP yang baru warga negara diperkuat, diberdayakan haknya, diperkuat melalui juga penguatan profesi advokat sebagai orang yang mendampingi warga negara,” ujar Habiburokhman.
KUHAP baru
yang telah disahkan DPR disebutnya telah mengakomodasi kebutuhan kelompok rentan; memperjelas syarat penahanan; perlindungan dari penyiksaan; penguatan dan perlindungan hak korban; kompensasi; restitusi, rehabilitasi; hingga keadilan restoratif.
“KUHAP ini dalam penyusunan ini kami semaksimal mungkin berikhtiar untuk sedemikian mungkin memenuhi
meaningful participation
atau partisipasi yang bermakna,” ujar Habiburokhman.
“Sejak februari 2025 Komisi III DPR RI telah mengunggah naskah tentang KUHAP di laman dpr.go.id dan melakukan pembahasan DIM secara terbuka. Kemudian telah dilakukan RDPU setidaknya 130 pihak dari berbagai elemen masyarakat, akademisi, advokat, serta elemen penegak hukum,” sambungnya.
Ketua Komisi III DPR Habiburokhman saat membacakan laporan Komisi III dalam rapat paripurna ke-8 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025-2026, pada Selasa (18/11/2025).
Wakapolri Komjen Dedi Prasetyo menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada Komisi III yang telah menyelesaikan dan mengesahkan
RKUHAP
menjadi undang-undang.
Menurutnya, kehadiran KUHAP baru menjadi pemicu bagi Polri untuk meningkatkan profesionalitas dan menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM).
“Kami dari Polri mengucapkan terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya kepada seluruh Komisi III yang hari ini alhamdulillah sudah menuntaskan
RUU KUHAP
menjadi KUHAP,” ujar Dedi dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III, Selasa (18/11/2025).
“Dan Insya Allah KUHAP ini menjadi pemicu kami ya untuk lebih meningkatkan profesionalitas, kemudian juga untuk lebih menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan menghormati semua hak warga negara di dalam melakukan upaya-upaya penegakan hukum yang kami lakukan,” sambungnya.
Dalam KUHAP yang baru, terdapat perubahan terhadap 14 substansi utama. Berikut 14 substansi tersebut:
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/11/18/691c1765e8957.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Panja Reformasi Penegak Hukum Bakal Panggil Kapolri hingga Jaksa Agung
Panja Reformasi Penegak Hukum Bakal Panggil Kapolri hingga Jaksa Agung
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Komisi III DPR RI menyepakati pembentukan Panitia Kerja (Panja) Percepatan Reformasi Polri, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung, Selasa (18/11/2025).
Kesepakatan itu diambil dalam rapat kerja Komisi III bersama perwakilan Polri, Kejaksaan Agung, dan
Mahkamah Agung
di ruang rapat
Komisi III DPR
, Jakarta.
Wakil Ketua Komisi III DPR Rano Alfath mengatakan, Panja tersebut akan ditujukan untuk mempercepat proses reformasi dan memastikan jawaban serta tindak lanjut dari masing-masing institusi.
“Kita sepakati karena memang kesimpulan kita nanti membentuk panja. Panja ini nanti akan terkait soal panja reformasi, baik Polri, Kejaksaan maupun Pengadilan,” ujar Rano dalam rapat kerja di Gedung DPR RI, Selasa.
Rano menerangkan bahwa selanjutnya Panja Percepatan
Reformasi Polri
, Kejaksaan dan Pengadilan akan memanggil pimpinan tertinggi ketiga lembaga tersebut untuk melaksanakan rapat.
Salah satu agendanya adalah mendengarkan jawaban dari ketiga lembaga soal pertanyaan-pertanyaan yang dilayangkan oleh Anggota Komisi III DPR RI.
“Nanti kita akan undang kembali untuk mendengar jawaban-jawaban yang tadi harus sudah dipersiapkan,” jelas Rano dalam rapat.
“Mungkin yang hadir adalah Kapolri, Pak Jaksa Agung dan Pak Mahkamah Agung, mungkin salah satu hakim agung. Ini akan kita sepakati ya,” sambungnya.
Dalam kesimpulan yang ditampilkan di layar ruang rapat, Komisi III menilai reformasi di tiga institusi penegak hukum tersebut sangat mendesak.
Oleh karena itu, pembentukan panja diputuskan sebagai bentuk pengawasan sekaligus langkah untuk mempercepat agenda reformasi.
“Komisi III DPR RI menilai reformasi Kepolisian RI, Kejaksaan RI, dan Pengadilan sangat mendesak, dan oleh karena itu akan menindaklanjuti hasil RDP dengan membentuk Panitia Kerja (Panja) Percepatan Reformasi Kepolisian RI, Kejaksaan RI dan Pengadilan sebagai langkah pengawasan dan percepatan agenda reformasi tersebut,” demikian bunyi kesimpulan rapat.
Setelah notulensi kesimpulan rapat dibacakan pihak Sekretariat Komisi III DPR RI, Rano kembali meminta persetujuan peserta.
“Setuju ya?” tanya Rano, yang kemudian dijawab serempak dengan “setuju” oleh peserta rapat.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan, panja ini dibentuk untuk merespons tuntutan publik agar penegakan hukum berjalan semakin baik dan berkeadilan.
“Komisi III DPR RI akan membentuk Panitia Kerja (Panja) Reformasi Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan. Hal ini merupakan respons dari tuntutan masyarakat agar penegakan hukum semakin baik dan semakin berkeadilan,” ujar Habiburokhman, Jumat (14/11/2025).
Politikus Gerindra itu menambahkan, panja ini akan menjadi ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan dugaan pelanggaran di tiga institusi penegak hukum tersebut.
Habiburokhman memastikan bahwa Komisi III akan membuka pintu bagi pengaduan publik yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran oleh Polri, Kejaksaan, maupun lembaga peradilan.
“Kami akan secara khusus menerima aduan masyarakat terkait dugaan pelanggaran yang terjadi di tiga institusi tersebut,” kata dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Dampak DPR Sahkan RUU KUHAP Menjadi UU bagi Masyarakat dan Alasan Koalisi Masyarakat Sipil Menolak
GELORA.CO – Pengesahan RKUHAP oleh DPR RI memicu kekhawatiran luas karena sejumlah pasal dinilai berpotensi memperluas kewenangan aparat dan mengurangi perlindungan terhadap hak-hak warga.
Meski pemerintah menegaskan revisi KUHAP memperkuat HAM, kepastian hukum, dan restorative justice, berbagai kalangan menilai aturan baru tersebut membuka celah penyalahgunaan yang dapat berdampak langsung pada kebebasan sipil masyarakat.
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjadi Undang-Undang, meski gelombang penolakan publik menggema di media sosial dan jalan.
Pengesahan dilakukan dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-8 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025–2026 di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/11/2025).
Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menanggapi penolakan tersebut dengan menyebutnya sebagai hal biasa.
“Kemudian bahwa ada yang setuju, ada yang tidak setuju itu biasa. Tapi secara umum bahwa KUHAP kali ini, yang pertama adalah mementingkan perlindungan hak asasi manusia, yang kedua soal restorative justice, yang ketiga memberi kepastian terhadap dan perluasan untuk objek praperadilan,” ujar Supratman usai sidang pengesahan RUU KUHAP di Parlemen.
Supratman menekankan, tiga aspek utama dalam KUHAP baru didesain untuk menutup celah tindakan sewenang-wenang aparat penegak hukum.
“Nah, ketiga hal itu menghilangkan kesewenang-wenangan yang mungkin dulu pernah terjadi. Dan itu sangat baik buat masyarakat, termasuk perlindungan bagi kaum disabilitas,” kata politisi Partai Gerindra itu, seperti dilansir Tribunnews.com.
KUHAP Sebelum Revisi
KUHAP pertama kali disahkan pada 1981 untuk menggantikan aturan kolonial Het Herziene Inlandsch Reglement (HIR).
Aturan lama tersebut dianggap bermasalah karena proses pembuktian lebih menekankan pada pengakuan tersangka, sehingga sering terjadi salah tangkap atau pengakuan di bawah tekanan.
KUHAP 1981 hadir sebagai upaya koreksi untuk memperkuat hak asasi tersangka/terdakwa dan memperbaiki praktik peradilan pidana.
Penolakan Publik Menggema
Meski pemerintah menilai KUHAP baru membawa kemajuan, penolakan publik tetap kuat.
Tagar #TolakRKUHAP dan #SemuaBisaKena ramai di media sosial, mencerminkan kekhawatiran masyarakat terhadap potensi dampak aturan baru.
Koalisi masyarakat sipil menyoroti sejumlah pasal kontroversial, antara lain:
Penyadapan tanpa izin hakim → memberi kewenangan aparat melakukan penyadapan tanpa persetujuan pengadilan.Penangkapan dan penahanan → memperpanjang masa penahanan tersangka sebelum proses pengadilan.Pemeriksaan tersangka tanpa pendampingan hukum → membuka peluang tekanan pada tahap awal pemeriksaan.Penggeledahan dan penyitaan tanpa izin hakim → mengurangi kontrol yudisial terhadap tindakan aparat.Pembatasan objek praperadilan → mengurangi kontrol publik terhadap tindakan aparat.Perluasan definisi bukti elektronik → dikhawatirkan membuka ruang kriminalisasi tanpa pengawasan ketat.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP dalam siaran pers 16 November 2025 menilai bahwa Revisi KUHAP yang dilakukan serampangan membuka lebar pintu bagi aparat untuk merenggut kebebasan sipil.
“Proses pembahasan RKUHAP sejak awal tidak menempatkan suara masyarakat sebagaimana mestinya.” ujar Direktur LBH Jakarta, Fadhil Alfathan.
Wakil Ketua YLBHI, Arif Maulana, menilai pembahasan cacat formil dan materiil.
Dalam pernyataannya pada 12–13 November 2025, ia menegaskan bahwa Pembahasan RKUHAP oleh Panja Komisi III DPR dan Pemerintah pada 12–13 November 2025 berlangsung tanpa memperhatikan masukan masyarakat sipil.
Gelombang Aksi Mahasiswa Memuncak pada Hari Pengesahan
Aksi penolakan telah berlangsung sejak awal November 2025, ketika rancangan ini masih dibahas di DPR RI.
Menjelang pengesahan, intensitas aksi meningkat. Pada 17–18 November 2025, mahasiswa dari berbagai kampus turun ke jalan menggelar demonstrasi di depan Gedung DPR RI.
Aksi mencapai puncak pada hari pengesahan, Selasa 18 November 2025, berlangsung sejak pagi hingga sore.
Massa menuntut agar pengesahan ditunda karena menilai proses pembahasan tidak transparan, terburu-buru, dan minim partisipasi publik.
Dominasi Fraksi DPR dan Lancarnya Pengesahan
RKUHAP diusulkan oleh pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM, kemudian dibahas bersama DPR RI.
Arah legislasi di parlemen dinilai sejalan dengan agenda pemerintah karena fraksi DPR periode 2024–2029 didominasi oleh partai-partai pendukung pemerintahan Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming, seperti Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, dan PSI.
Dengan dukungan mayoritas tersebut, pengesahan RKUHAP berjalan mulus meski ada penolakan publik.
Dampak bagi Masyarakat
Dengan pengesahan ini, KUHAP baru akan mulai berlaku pada 2 Januari 2026.
Pemerintah menekankan bahwa aturan baru memperkuat perlindungan HAM, kepastian hukum, dan penerapan restorative justice.
Namun di sisi lain, keresahan publik tetap menguat.
Banyak yang mempertanyakan bagaimana implementasi aturan baru ini di lapangan dan apakah mekanisme pengawasan akan cukup kuat untuk mencegah potensi penyalahgunaan kewenangan aparat.
/data/photo/2025/11/20/691e52be5e1fd.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

