partai: Gerindra

  • Penolakan GRIB Jaya di Bali: Pecalang Tegas Tak Butuh, Gerindra Terseret Buntut Bendera – Halaman all

    Penolakan GRIB Jaya di Bali: Pecalang Tegas Tak Butuh, Gerindra Terseret Buntut Bendera – Halaman all

    TRIBUNNEWS.com – Ekspansi Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya di Bali mendapat penolakan dari pecalang.

    Sebagai informasi, pecalang adalah petugas keamanan tradisional di desa adat atau banjar di Bali.

    Penolakan GRIB Jaya oleh pecalang ini terlihat dalam video milik anggota DPR RI, Ni Luh Djelantik, yang diunggah di Facebook pada Minggu (4/5/2025).

    Dalam video itu, pecalang menegaskan tidak membutuhkan ormas dari luar Bali.

    Sebab, Bali sudah memiliki pecalang yang menjadi bagian dari sistem adat yang sudah diwariskan secara turun-temurun.

    “Kami adalah bagian dari sistem adat yang sudah diwariskan, turun-temurun untuk menjaga Bali,” kata pecalang tersebut.

    “Kami tidak butuh ormas dari luar, kami tidak butuh pihak asing yang membawa agenda,” tegasnya.

    Penolakan oleh pecalang itu buntut dari adanya kekhawatiran, GRIB Jaya ditakutkan bakal merusak tatanan hidup masyarakat di Bali.

    “Kami sudah punya sistem sendiri, dan sistem itu terbukti berjalan, kuat, dan dihormati rakyat,” imbuh pecalang.

    Sekali lagi, pecalang itu menegaskan, Bali tidak membutuhkan pihak luar untuk menjaga keamanan setempat.

    Mereka memastikan Bali akan tetap terjaga selama pecalang masih ada.

    “Bali tidak butuh pengaruh luar untuk aman. Bali cukup dengan rakyatnya sendiri. Dan selama Pecalang masih berdiri, Bali tetap terjaga,” pungkasnya.

    Partai Gerindra terseret dalam polemik ekspansi GRIB Jaya di Bali.

    Dalam foto dan video pelantikan Ketua DPD GRIB Jaya Bali, Yosef Nahak, yang beredar, terlihat ada bendera dari Gerindra.

    Terkait hal itu, Sekretaris DPD Gerindra Bali, Kadek Budi Prasetyo, menegaskan partainya sama sekali tak terafiliasi dengan GRIB Jaya.

    Ia memastikan GRIB Jaya mencatut atribut Gerindra.

    “Terkait masalah foto dan segala macam, kami tidak mengetahui itu posisi di tempat mana.”

    “Yang jelas, Gerindra tidak pernah berafiliasi dengan ormas GRIB,” tegas pria yang akrab disapa Rambo ini, Minggu, dilansir Tribun-Bali.com.

    Ia menjelaskan, Gerindra Bali bersikap terbuka dalam menjalin pertemanan dengan seluruh ormas di Bali selama menjunjung ideologi Pancasila. 

    Namun, secara organisasi, tidak ada hubungan resmi ataupun afiliasi khusus dengan GRIB.

    “Namun, pada prinsipnya apabila berkawan, Gerindra di Bali berkawan dengan semua ormas yang ada di Bali. Karena kami meyakini secara pertemanan, semua ormas ini punya ideologi yang baik, pasti berlandaskan Pancasila kalau seandainya berkawan.”

    “Kalau berafiliasi secara langsung, kami dari Gerindra menegaskan tidak pernah berafiliasi langsung dengan ormas GRIB,” tandas dia.

    Sebagian artikel ini telah tayang di Tribun-Bali.com dengan judul Ada Bendera Gerindra di Pelantikan DPD Grib Bali, Gerindra Sebut Tak Berafiliasi dengan Ormas GRIB

    (Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Siti Nurjannah, Tribun-Bali.com/Putu Supartika)

  • Tuai Pro Kontra, Dedi Mulyadi Tetap Kirim Anak Nakal ke Barak Militer

    Tuai Pro Kontra, Dedi Mulyadi Tetap Kirim Anak Nakal ke Barak Militer

    Sebelumnya, Dedi mengungkap bahwa rencana siswa dibina di barak militer agar memperoleh pendidikan karakter yang akan bekerja sama dengan TNI dan Polri.

    Adapun menurut Dedi, rencana ini tak akan dilajalankan secara serentak, namun bertahap ke daerah yang dianggap rawan”Tidak harus langsung di 27 kabupaten/kota. Kita mulai dari daerah yang siap dan dianggap rawan terlebih dahulu, lalu bertahap,” kata Dedi seperti dilansir dari Antara, Minggu 27 April 2025.

    Nantinya, Politikus Gerindra itu menjelaskan, para siswa akan mengikuti program itu di sekitar 30 hingga 40 barak khusus yang telah disiapkan oleh TNI.

    Para siswa, kata Dedi Mulyadi, bakal menjalani pendidikan selama 6 bulan di barak militer. Dedi membeberkan kriteria siswa yang bermasalah dan perlu dibina di barak militer.

    “Tukang tawuran, tukang mabok, tukang main mobile legend, yang kalau malam kemudian tidurnya tidak mau sore,” kata Dedi Mulyadi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Selasa, 29 April 2025.

    “Ke orang tua melawan. Melakukan pengancaman. Di sekolah bikin ribut. Bolos terus. Dari rumah berangkat ke sekolah, ke sekolah enggak sampai. Kan kita semua dulu pernah gitu ya,” sambungnya.

     

    Penulis: Arby Salim

  • Sarasehan di Jombang, Anggota DPRD Jatim Soroti Peran Strategis Media Sosial dalam Pembentukan Opini Publik

    Sarasehan di Jombang, Anggota DPRD Jatim Soroti Peran Strategis Media Sosial dalam Pembentukan Opini Publik

    Jombang (beritajatim.com) – Peran media sosial dalam membentuk opini publik kian diakui penting, termasuk oleh kalangan legislatif. Hal ini mengemuka dalam sarasehan bertajuk “Sosial Media Menjadi Esensial dalam Membangun Opini Publik” yang digelar di Hotel Yusro Jombang, Minggu (4/5/2025) sore.

    Acara ini dibuka oleh anggota DPRD Jawa Timur dari Fraksi Gerindra, Farid Kurniawan Aditama. Dalam forum tersebut, hadir pula Kepala Dinas Kominfo Kabupaten Jombang Endro Wahyudi, Ketua PWI Jombang Muhammad Mufid, serta Ketua IJTI Korda Majapahit Wilayah Jombang Amir Zaki sebagai narasumber.

    Dalam pemaparannya, Farid menyampaikan bahwa kekuatan media sosial tidak lagi bisa dipandang sebelah mata. Menurutnya, platform-platform digital saat ini telah menjadi kanal utama dalam membentuk persepsi masyarakat terhadap berbagai isu.

    “Media sosial adalah ruang terbuka yang sangat kuat memengaruhi opini publik. Tapi kekuatan ini juga membawa tantangan—antara informasi yang akurat dan disinformasi,” ujar Farid yang kini duduk di Komisi A DPRD Jatim.

    Pria yang akrab disapa Mas Farid itu menekankan pentingnya literasi digital dan etika bermedia sosial. Ia menyebutkan bahwa kolaborasi semua pihak dibutuhkan agar ruang digital tetap sehat dan bermanfaat bagi masyarakat luas.

    “Opini publik bisa dikelola dengan baik jika kita semua bijak dalam bermedia sosial. Itulah mengapa forum ini penting, agar kita satu visi dalam menggunakan medsos untuk membangun narasi yang positif,” lanjutnya.

    Senada dengan Farid, Kepala Dinas Kominfo Jombang, Endro Wahyudi, menyoroti pertumbuhan signifikan pengguna internet di Indonesia. Ia mengungkap bahwa per 2024, tercatat 221 juta pengguna internet di Indonesia, dan hampir separuhnya aktif di media sosial.

    “Instagram, YouTube, TikTok, dan berbagai platform lainnya kini menjadi sumber utama dalam membentuk opini publik. Karena itu, medsos punya kekuatan besar, positif maupun negatif,” jelas Endro.

    Ia menambahkan, pemerintah daerah punya peran strategis dalam membina dan mengarahkan penggunaan media sosial agar selaras dengan tujuan pembangunan. Informasi yang beredar, menurutnya, harus bersifat edukatif, memberdayakan, serta mendorong partisipasi warga.

    Ketua PWI Jombang, Muhammad Mufid, turut menyampaikan pandangannya. Ia menyebut bahwa kemajuan teknologi dan era kebebasan berekspresi memberikan ruang lebih luas bagi pegiat media sosial untuk berperan dalam demokrasi. “Ini kabar baik bagi demokrasi. Tapi tentu saja, tetap harus bertanggung jawab,” katanya.

    Namun, ia juga menyoroti minimnya dukungan anggaran dari pemerintah daerah untuk memfasilitasi kerja-kerja kolaboratif antara pemerintah dan komunitas media sosial.

    Hal serupa disampaikan oleh Amir Zaki dari IJTI Jombang. Ia menyebut pegiat media sosial saat ini telah sejajar dengan jurnalis dalam hal pengaruh terhadap opini publik.

    Menurutnya, media sosial telah bertransformasi dari sekadar tempat berbagi konten menjadi kekuatan yang membentuk opini, bahkan memengaruhi cara berpikir masyarakat secara luas. [suf]

  • Deklarasi Dini Dukung Prabowo 2029, Parpol Dianggap Tak Punya Kandidat Kuat Lagi

    Deklarasi Dini Dukung Prabowo 2029, Parpol Dianggap Tak Punya Kandidat Kuat Lagi

    Deklarasi Dini Dukung Prabowo 2029, Parpol Dianggap Tak Punya Kandidat Kuat Lagi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Sejumlah partai politik (parpol) sudah mulai mendeklarasikan dukungan terhadap Presiden
    Prabowo Subianto
    untuk kembali maju pada
    Pilpres 2029
    .
    Peneliti Senior Pusat Riset Politik BRIN Lili Romli menduga, keputusan cepat tersebut diambil karena parpol belum memiliki kandidat lain yang potensial untuk didukung pada pemilu mendatang.
    “Ada kemungkinan partai-partai tersebut mengusung Pak Prabowo karena tidak punya kandidat yang layak untuk menjadi capres di satu sisi,” ujar Lili saat dihubungi Kompas.com, Minggu (4/5/2025).
    Selain itu, lanjut Lili, parpol yang kini sudah mendeklarasikan dukungannya juga berharap mendapatkan
    efek ekor jas
    dari popularitas Prabowo saat ini.
    Sebab, parpol tersebut merasa peluang Prabowo menang akan jauh lebih besar dan mudah, mengingat statusnya sebagai petahana.
    “Di sisi lain, untuk mendapatkan efek ekor jas dari popularitas Pak Prabowo. Sebagai petahana pasti populer dan tinggi peluang untuk menang. Atas dasar itu, daripada kalah, mereka memutuskan untuk mencalonkan Prabowo kembali,” ungkap Lili.
    “Selain itu juga, mereka akan mendapat poin plus sebagai mitra koalisi yang komit dan loyal,” pungkasnya.
    Sebagai informasi, Partai Gerindra sudah mendeklarasikan Prabowo sebagai capres untuk Pilpres 2029 mendatang dalam acara hari ulang tahun ke-17 Gerindra pada 15 Februari 2025 lalu.
    Pada 20 April 2025, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan secara terbuka menyatakan dukungan terhadap Prabowo untuk kembali maju pada Pilpres 2029.
    Bahkan, pria yang karib disapa Zulhas ini mengaku telah berbicara dengan Prabowo dan mempersilakan Prabowo untuk kembali menjadi calon presiden (capres).
    Tetapi, dengan syarat, PAN diajak bicara untuk menentukan calon wakil presiden (cawapres) yang akan mendampingi.
    Hal senada juga diungkapkan oleh Ketua Umum Golkar Bahlil Lahadalia pada Kamis (1/5/2025) malam.
    Menurutnya, Golkar tak sekadar memberikan sinyal dukungan bagi Presiden Prabowo Subianto untuk kembali maju pada Pilpres 2029.
    Bahlil menyatakan, dia dan Golkar telah berkomitmen untuk terus mengawal pemerintahan Prabowo, bahkan jika harus berlanjut hingga dua periode.
    “Kalau kita mah bukan sinyal lagi, sejak Munas sudah saya pidato kok. Saya sudah pidato bahwa kita mengawal pemerintahan Pak Prabowo sama Mas Gibran sampai selesai,” ujar Bahlil, di Gedung Tribrata, Jakarta Selatan, Kamis (1/5/2025) malam.
    “Sampai selesainya kapan? Sampai selesai. Pak Prabowo mau selesainya kapan? Itu selesai. Kalau mau dua periode, mau berapa, kita bicarakan, enggak ada masalah,” sambung dia.
    Sementara itu, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin mengaku enggan tergesa-gesa dalam memutuskan dukungan terhadap Presiden Prabowo pada Pilpres 2029.
    “Ya kan masih lama, jangan tergesa-gesa,” ujar Cak Imin pada 23 April 2025.
    Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat ini pun berseloroh bahwa dirinya baru menjadi menteri selama enam bulan pada masa pemerintahan Presiden Prabowo.
    Oleh karena itu, Cak Imin dan PKB merasa tak perlu tergesa-gesa dalam mengambil keputusan untuk Pemilu 2029, meski kini telah bergabung dengan pemerintahan Presiden Prabowo.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Golkar Dukung Prabowo Dua Periode, Dorong Koalisi Permanen

    Golkar Dukung Prabowo Dua Periode, Dorong Koalisi Permanen

    JAKARTA – Dukungan politik kepada Presiden Prabowo Subianto menguat. Partai Golkar menyatakan siap mengusungnya untuk periode kedua, serta menginisiasi koalisi permanen dengan Gerindra demi stabilitas pemerintahan.

    Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Idrus Marham, mengatakan bahwa keberhasilan program-program prioritas di periode pertama pemerintahan Prabowo-Gibran akan menjadi landasan kuat untuk kembali mencalonkan Prabowo pada Pilpres 2029.

    “Kalau ini terjadi, maka kepemimpinan Pak Prabowo berhasil dan pasti rakyat akan memberikan dukungan untuk periode selanjutnya, yaitu periode kedua. Pada saat itu, Golkar pasti akan memberikan dukungan sepenuhnya, sebagaimana disampaikan oleh Bung Bahlil Lahadalia,” ujar Idrus dalam keteranganya, Sabtu 3 Mei.

    Idrus menegaskan, sebagai bentuk dukungan konkret, Golkar berkomitmen menyukseskan program-program prioritas pemerintahan saat ini. Ia menyebut keberhasilan tersebut akan menjadi modal politik penting menuju Pilpres 2029.

    Menurut Idrus, Partai Golkar telah mulai mengadopsi visi Asta Cita sebagai gerakan pembangunan yang diterjemahkan ke dalam program-program nyata.

    Ia optimistis program seperti makan bergizi gratis, pemeriksaan kesehatan gratis, pembangunan 80.000 koperasi desa Merah Putih, sekolah rakyat, penghapusan utang UMKM, dan hilirisasi industri akan mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen.

    “Kita memberikan dukungan sepenuhnya kepada kepemimpinan Prabowo-Gibran pada periode ini melalui pendekatan yang menjadikan Asta Cita sebagai gerakan pembangunan, yang akan kita breakdown dalam berbagai program di segala bidang,” kata Idrus.

    Selain dukungan terhadap Prabowo, Golkar juga mendorong pembentukan koalisi permanen yang tidak berbasis kepentingan sesaat. Menurut Idrus, koalisi seperti itu dibutuhkan agar format politik nasional terbentuk atas dasar kesadaran bersama, bukan keterpaksaan.

    “Kalau keterpaksaan, itu pasti tidak murni dan sangat subjektif. Tetapi kalau atas dasar kesadaran, maka koalisi itu dibangun berdasarkan konsep, gagasan, dan tujuan jangka panjang, untuk mengantarkan Indonesia menuju visi 2045 sebagai negara besar secara ekonomi,” ujarnya.

    Sebelumnya, Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia juga menyatakan komitmennya untuk mendukung Prabowo Subianto jika mencalonkan diri kembali dalam Pilpres 2029. Pernyataan itu disampaikan dalam acara Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) di Jakarta, awal Mei kemarin.

    “Saya sudah pidato bahwa kita mengawal pemerintahan Pak Prabowo dan Mas Gibran sampai selesai. Sampai selesainya kapan? Sampai selesai,” ujar Bahlil.

    Ia menambahkan, meskipun Prabowo kini merupakan Ketua Umum Partai Gerindra, dirinya tetap memiliki akar di Partai Golkar.

    “Tidak perlu diragukan. Kamu tahu Pak Prabowo itu memang Ketua Umum Gerindra, kader Gerindra, tetapi beliau awalnya adalah kader Golkar,” kata Bahlil.

    Meski telah menyatakan dukungan, Bahlil enggan menjawab ketika ditanya apakah Golkar akan mengajukan calon wakil presiden pada 2029.

    “Prabowo adalah alumni Golkar. Kami sebagai keluarga besar Golkar akan menjaga beliau sampai kapan pun dan di mana pun,” pungkasnya.

  • Beda Gaya Kepemimpinan Dedi Mulyadi dengan Pramono Anung: Termasuk soal ‘Gubernur Konten’ – Halaman all

    Beda Gaya Kepemimpinan Dedi Mulyadi dengan Pramono Anung: Termasuk soal ‘Gubernur Konten’ – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA –  Akhir-akhir ini, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi jadi sorotan.

    Politikus Partai Gerindra ini dianggap kerap melontarkan wacana yang membuat gaduh publik.

    Bahkan wacana yang dilontarkan kerap viral di media sosial.

    Setelah sempat menangis di Puncak, Bogor, Jawa Barat, kini kebijakan Dedi Mulyadi yang akan mengirim “anak-anak nakal” ke barak militer menuai pro dan kontra.

    Karena pernyataannya yang kerap viral di media sosial, Dedi Mulyadi dijuluki “gubernur konten”.

    Gubernur Kalimantan Timur Rudy Mas’ud yang memperkenalkan julukan Dedi Mulyadi ‘gubernur konten’ saat rapat bersama dengan Komisi II DPR RI pekan lalu.

    Beda gaya kepemimpinan dengan Gubernur Jakarta

    Gaya kepemimpinan serta pengambilan kebijakan Dedi Mulyadi berbeda dengan Gubernur Jakarta Pramono Anung.

    Sejak dulu dua gubernur dari provinsi ‘besar’ ini (Jawa Barat dan Jakarta) kerap disandingkan soal gaya kepemimpinan dan kebijakan yang diambilnya.

    Pramono Anung, sejauh pantauan Tribunnews.com, tidak banyak membuat konten dalam melakukan aktivitasnya.

    Juga, kebijakan yang diambil sangat jarang viral di media sosial.

    Satu kebijakan yang cukup menonjol dari Pramono Anung dalam bulan ini adalah mewajibkan seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) naik angkutan umum setiap hari rabu.

    Dua kebijakan yang bertolak belakang

    Setidaknya ada dua kebijakan berbeda yang diambil oleh Dedi Mulyadi dengan Pramono Anung.

    Dua kebijakan untuk publik itu adalah pembinaan siswa bermasalah dididik di barak TNI dan pemutihan tunggakan pajak kendaraan bermotor.

    Tolak Siswa Dididik di Barak TNI

    Pramono Anung yang dikenal sebagai politikus PDIP ini hanya mengutarakan alasan singkat saat ditanya soal cara Dedi Mulyadi menangani siswa bermasalah.

    Politikus senior PDIP itu ogah meniru cara Dedi untuk mengirim siswa ke barak TNI.

    Pramono Anung mengaku memiliki cara sendiri tanpa memberi penjelasan lebih lanjut.

    “Jakarta punya kebijakan tersendiri, terima kasih,” ucapnya singkat saat ditemui di Balai Kota Jakarta, Jumat (2/5/2025).

    Sementara itu, Dedi Mulyadi sudah memulai pendidikan siswa bermasalah ke barak TNI ini pada awal Mei 2025.

    Ada tiga kategori kenakalan remaja yang akan diprioritaskan mengikuti program ini yaitu siswa yang sulit dibina, siswa yang terindikasi terlibat pergaulan bebas, serta siswa yang terlibat tindakan kriminal.

    Bahkan siswa yang kecanduan game mobile legend juga bisa dimasukan dalam barak militer ala Dedi Mulyadi ini.

    “Tukang main mobile legend, yang kalau malam kemudian bangunnya sore,” ucapnya di Gedung DPR RI, Selasa (29/4/2025) lalu.

    Pemutihan Pajak

    Sebelumnya, Pramono Anung juga menegaskan tak akan mengikuti langkah Dedi Mulyadi yang membuat aturan soal pemutihan pajak kendaraan.

    Pasalnya di Jakarta, satu orang warga bisa memiliki lebih dari satu kendaraan.

    Kondisi ini disebut Pramono berbeda dibandingkan daerah lain, tak terkecuali dengan Jawa Barat.

    “Setelah saya pelajari, Jakarta ini mungkin berbeda dengan daerah lain. Saya tidak mengkritik daerah lain, sama sekali enggak. Tapi ketika kami dalami, maka rata-rata mobil kedua dan ketiga yang tidak bayar pajak di Jakarta,” ucapnya saat ditemui di Rusun Tambora, Jakarta Barat, Rabu (26/3/2025).

    Melihat fenomena ini, Pramono Anung mengaku lebih memilih mengejar penunggak pajak ketimbang memberi keringanan lewat program pemutihan.

    Pasalnya orang-orang tersebut dianggap mampu lantaran memiliki banyak kendaraan.

    “Saya akan mengejar, mau punya mobil berapapun monggo saja, tetapi harus bayar pajak. Mungkin berbeda dengan daerah lain yang mobil pertama, tapi di Jakarta, baik mobil maupun motor (yang menunggak pajak) rata-rata bukan mobil dan motor pertama, tapi kedua dan ketiga,” ujarnya.

    “Dan untuk itu, karena dia dianggap sebagai orang mampu, maka akan kami kejar bayar pajak,” tambahnya menjelaskan.

    Sebagai informasi, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi sebelumnya membuat gebrakan dengan program pemutihan pajak kendaraan.

    Hingga 30 Juni 2025 mendatang, warga Jawa Barat hanya perlu membayar pajak sesuai tarif tahun berjalan tanpa dikenakan biaya tunggakan.

    “Saya sudah memaafkan kesalahan (tunggakan pajak), saya juga meminta maaf jika belum memberikan pelayanan terbaik,” ucapnya dalam video yang diunggah di akun Tiktok Kang Dedi Mulyadi dikutip dari Tribun Jakarta.

    Politikus senior Gerindra ini pun meminta warganya memanfaatkan dengan baik program pemutihan pajak kendaraan ini.

    “Bagi yang tidak membayar pajak setelah dua bulan pasca-lebaran, maka kendaraan tanpa pajak jangan lewat jalan-jalan di Jawa Barat. Hayo, nanti mau lewat mana? Mau lewat udara?” ujarnya.

    Sumber: Tribunnews.com/Tribun Jakarta

     

     

  • Perbaikan Jalan Lintau-Payakumbuh di 2025

    Perbaikan Jalan Lintau-Payakumbuh di 2025

    Jakarta

    Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Andre Rosiade memastikan perbaikan jalan yang menghubungkan Lintau, Kabupaten Tanah Datar dengan Kota Payakumbuh mulai dikerjakan tahun 2025. Ia memastikan komitmen pemerintah untuk memperbaiki jalan tersebut.

    “Insya Allah 2025 kita bangun. Pak Dody Hanggodo (Menteri PU) komit untuk perbaikan jalan ini,” kata Andre Rosiade, Minggu (4/5/2025).

    Kepastian ini didapat setelah Andre Rosiade meninjau langsung jalan ini bersama Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo, Sabtu (3/5/2025). Jalan Lintau-Payakumbuh ini pernah viral di media sosial karena kondisinya yang rusak parah.

    Andre didampingi sejumlah pejabat seperti Gubernur Sumbar Buya Mahyeldi, Wakil Gubernur Sumbar Vasko Ruseimy, Anggota Komisi V DPR RI Zigo Rolanda, Bupati Tanah Datar Eka Putra, serta Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Sumbar Thabrani dan jajaran.

    Andre Rosiade menyebut, perbaikan jalan ini sebelumnya sudah pernah diusulkan lewat Inpres Jalan Desa (IJD). Namun tanpa kabar, usulan itu hilang di tengah jalan.

    “Dulu ada IJD-nya ini. Sudah pernah diurus, tapi hilang. Kita dulu sudah bolak balik ke pak Dirjen (Kementerian PU),” kata Wakil Ketua Fraksi Gerindra DPR ini.

    “Jalan ini sudah lama gak diperbaiki. Transportasi masyarakat sangat vital di jalan ini. Dari Riau, Jakarta juga lewat sini,” terang Sekretaris Fraksi Gerindra MPR ini.

    Sementara itu Bupati Tanah Datar Eka Putra, menyebut jalan ini menghubungkan 5 kabupaten dan kota di Sumbar. Eka memberikan apresiasi besar kepada semua pihak yang telah mendukung perbaikan jalan Lintau-Payakumbuh ini segera teralisasi.

    “Sekarang selain pak Menteri ada pak anggota DPR RI Andre Rosiade dan Zigo yang juga mendukung. Alhamdulillah banyak yang bantu. Ada pak Menteri hadir di sini, ada pak Gubernur, pak Wagub, pak Andre, pak Zigo, ini lengkap,” tuturnya.

    Dijelaskan Eka, jalan ini sudah lama tidak diperbaiki. Terakhir perbaikan jalan dilakukan semasa bupati yang lama sekitar tahun 2010 silam.

    “Terima kasih banyak atas dukungan semuanya. Pak Menteri sehat selalu, mohon maaf pak Menteri jalannya berlobang,” imbuh Eka.

    Senada dengan Bupati Tanah Datar, Wakil Gubernur Vasko Ruseimy berharap agar jalan ini segera diperbaiki karena manfaatnya sangat besar bagi masyarakat Sumbar.

    “Jalan ini sangat dibutuhkan sekali pak Menteri,” ujar Vasko.

    Menteri PU Dody Hanggodo berjanji akan secepatnya memperbaiki jalan Lintau-Payakumbuh ini.

    “Siap pak bupati, kita selesaikan pak bupati. Proposalnya sudah ada kan?” tanya Dody.

    Kepala BPJN Sumbar Thabrani menyatakan jika proposalnya sudah dikirim sejak lama. “Proposalnya sudah lolos verifikasi pak Menteri,” jawab Thabrani.

    (yld/gbr)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • 6
                    
                        Gubernur Tanpa Ruang Dialog
                        Regional

    6 Gubernur Tanpa Ruang Dialog Regional

    Gubernur Tanpa Ruang Dialog
    Dosen Fakultas Hukum Universitas Pasundan & Sekretaris APHTN HAN Jawa Barat
    DALAM
    sunyi yang riuh oleh konten, seorang gubernur berbicara. Ia bicara bukan kepada DPRD, bukan kepada pendidik, bukan kepada orangtua yang resah di bawah tenda sekolah.
    Ia bicara kepada kamera. Dan dari kamera, kepada layar. Lalu, dari layar, kepada kita yang menonton, tanpa bisa menjawab.
    Demokrasi, kadang bukan tentang siapa yang paling lantang berbicara, tapi tentang siapa yang sungguh mau mendengar. Dan di Jawa Barat hari ini, suara-suara itu tak lagi punya ruang.
    Dedi Mulyadi
    bukan gubernur biasa. Ia datang dari rahim politik yang penuh kontradiksi. Dua periode ia menjabat Bupati Purwakarta, lalu melenggang ke Senayan sebagai anggota DPR RI dari Partai Golkar.
    Ia pernah memimpin DPD Golkar Jawa Barat, sebelum akhirnya pindah ke Partai Gerindra dan mendukung Prabowo Subianto dalam kontestasi nasional.
    Namun yang membuatnya menonjol bukan hanya langkah politiknya, melainkan caranya membangun panggung dari kamera, mikrofon, dan jutaan penonton yang mengenalnya dari layar, bukan dari ruang kebijakan.
    Dari situ, tumbuh kekuasaan yang lebih suka disetujui daripada didengar.
    Kisahnya dimulai dari sekolah. Tempat anak-anak membentuk masa depan, tempat guru mencetak harapan. Namun, di tangan kekuasaan yang percaya pada simbol ketegasan, sekolah menjadi objek pendisiplinan.
    Dedi melarang wisuda sekolah. Alasannya: membebani orangtua. Logika sosial yang masuk akal, dalam dunia yang mengukur beban dari pengeluaran.
    Namun, ia tak menyisakan ruang bagi diskusi. Tak bertanya pada anak-anak, apa arti kelulusan. Tak berdialog dengan orangtua, apakah mereka benar-benar tertekan atau justru bersyukur. Di sinilah yang hilang: ruang dialog.
    Tak lama kemudian, datang kebijakan baru. Anak-anak yang “nakal”—kata yang tak pernah didefinisikan secara adil—akan dikirim ke barak militer. Untuk dibina. Untuk dijinakkan. Untuk didisiplinkan oleh tangan negara yang berseragam.
    Saya mencoba membayangkan anak-anak itu. Anak yang tumbuh dalam keluarga pecah, yang lari ke jalan karena sekolah gagal menjadi rumah.
    Anak yang mencoba menyuarakan diri dalam bentuk amarah. Dan negara membalasnya dengan pelatihan fisik, bukan pelukan. Dengan barak, bukan konseling.
    Barak adalah simbol ketertiban. Tapi tak semua kekacauan bisa diobati dengan seragam. Tak semua kenakalan lahir dari kemauan. Kadang, ia lahir dari kesedihan yang tak punya nama.
    Pendidikan, bagi Dedi Mulyadi, adalah soal kontrol. Ia bicara tentang moral, tentang karakter, tentang disiplin. Ia lupa: pendidikan bukan sekadar mengatur tubuh, tapi juga membentuk jiwa. Dan jiwa tak bisa dijinakkan oleh algoritma TikTok atau format baris-berbaris.
    Ia memang berhasil menurunkan anggaran iklan provinsi dari Rp 50 miliar menjadi Rp 3 miliar. Iklan itu kini digantikan oleh dirinya sendiri. Ia adalah spanduk bergerak, narator tunggal dalam republik yang semakin sempit ruang bantahnya. Ia bicara tentang efisiensi, tapi menghapus keberagaman suara.
    Apakah pendidikan sedang dipimpin oleh algoritma? Apakah masa depan siswa ditentukan oleh impresi,
    likes
    , dan
    share
    ?
    Dalam satu babak berikutnya, ia menghapus dana hibah untuk pesantren. Alokasi yang sebelumnya Rp 153 miliar, menyusut drastis menjadi Rp 9,25 miliar. Alasannya: ketidakteraturan dan keinginan merapikan distribusi.
    Secara administratif, mungkin bisa dibenarkan. Namun secara sosiologis, itu mencabut denyut nadi dari lembaga yang selama ini menjadi sandaran pendidikan masyarakat kecil.
    Pesantren adalah ruang spiritual, sekaligus ruang sosial. Ia bukan hanya soal kitab, tapi juga soal dapur, soal hidup.
    Dan kebijakan ini, seperti sebelumnya, diambil tanpa musyawarah. Seolah-olah, kepercayaan publik bisa diatur lewat
    caption
    . Seolah-olah, lembaga pendidikan tradisional hanya beban anggaran. Seolah-olah, suara kiai dan santri tak lebih penting dari suara di kolom komentar.
    Ada yang berubah dalam politik hari ini. Dulu, rakyat menonton debat di parlemen. Kini, mereka menonton konten di TikTok. Dulu, kritik muncul dalam forum. Kini, kritik datang dari remaja bernama Aura Cinta yang berani beradu pendapat dengan sang gubernur.
    Dalam masyarakat yang makin visual, kritik bisa di-frame ulang. Suara bisa diedit. Ketegangan bisa dijadikan konten. Dan kekuasaan makin lihai menyulap perlawanan menjadi konsumsi.
    Dedi Mulyadi adalah arsitek dari panggung semacam itu. Ia tak butuh media. Ia adalah medianya sendiri. Ia tak butuh pembelaan. Ia punya jutaan penonton yang siap mengklik dan membela. 
    Namun di balik sorot kamera, kita tahu, ada birokrasi yang membeku. Ada lembaga yang kehilangan fungsi deliberatifnya.
    Puncaknya datang ketika ia mengusulkan vasektomi sebagai syarat menerima bansos. Insentif Rp 500.000 ditawarkan kepada pria miskin yang bersedia disterilisasi.
    Ini bukan lagi soal efisiensi. Ini soal pengendalian. Soal tubuh rakyat kecil yang dijadikan titik tekan dari program sosial.
    Dalam kebijakan ini, negara tidak hanya mengatur apa yang boleh dimiliki rakyat, tapi juga siapa yang boleh dilahirkan.
    Tubuh pria miskin menjadi medan baru untuk kekuasaan. Dalam nalar semacam ini, kemiskinan bukan persoalan struktural, tapi moral. Dan moral itu, seperti biasa, diukur oleh negara, ditentukan oleh elite.
    Apa yang terjadi pada demokrasi ketika bantuan sosial dikaitkan dengan sterilitas? Apakah rakyat miskin hanya layak dibantu jika mereka tunduk? Jika mereka menyerahkan tubuhnya?
    Dalam semua kontroversi ini, satu hal paling mencolok: ketiadaan ruang dialog. Tak ada dengar pendapat dengan guru sebelum larangan wisuda. Tak ada konsultasi dengan psikolog pendidikan sebelum program barak.
    Tak ada musyawarah dengan ulama sebelum dana pesantren dipotong. Tak ada audiensi dengan organisasi masyarakat sipil sebelum vasektomi diumumkan.
    Gubernur berbicara, tapi tidak mendengar. Gubernur tampil, tapi tidak hadir. Gubernur merekam, tapi tidak menyimak.
    Dan karena itu, publik merasa ditinggalkan. DPRD kehilangan fungsi kontrol. LSM kehilangan mitra kerja. Lembaga keagamaan kehilangan akses. Dan rakyat kecil kehilangan suara.
    Goethe pernah menulis, “Kita hanya mendengar apa yang sudah kita pahami.” Tapi kekuasaan yang terlalu yakin pada dirinya tak mau memahami, apalagi mendengar.
    Dedi Mulyadi adalah wajah baru dari populisme konten: tampak hangat, tampak merakyat, tapi sering tak menyisakan ruang bagi bantahan.
    Ia tampak berbicara kepada rakyat, tapi sejatinya sedang berbicara kepada dirinya sendiri—dengan gaya, dengan framing, dengan narasi yang dibentuk sepihak.
    Gubernur seperti ini bukan tak punya niat baik, tapi niat baik tanpa ruang dialog hanya akan melahirkan kehendak yang membabi buta.
    Dan ketika kehendak itu mencengkeram anak-anak, pesantren, dan tubuh rakyat miskin, maka yang lahir adalah kekuasaan yang tak kenal malu untuk memaksa.
    Di sinilah kita hari ini: di provinsi besar yang dipimpin dari layar kecil, dengan suara kecil yang tak diberi ruang untuk tumbuh.
    Dan mungkin, yang paling dibutuhkan hari ini bukan program baru, bukan larangan baru, bukan hukuman baru. Tapi kesediaan sederhana untuk mengatakan: “Mari kita bicara.”
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Komisi C DPRD Usul Retribusi Sampah Diintegrasikan dengan PBB, Upaya Naikkan PAD Kota Kediri

    Komisi C DPRD Usul Retribusi Sampah Diintegrasikan dengan PBB, Upaya Naikkan PAD Kota Kediri

    Kediri (beritajatim.com) – Komisi C DPRD Kota Kediri menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama mitra kerja dari Dinas Lingkungan Hidup Kebersihan dan Pertamanan (DLHKP) untuk membahas sejumlah isu strategis, termasuk persoalan retribusi sampah yang dinilai berpotensi meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

    Sekretaris Komisi C DPRD Kota Kediri, Katino, menyampaikan bahwa DLHKP memaparkan rencana menyatukan retribusi sampah dengan sistem kerjasama PDAM. Namun, menurutnya, ada opsi lain yang lebih efektif dalam upaya meningkatkan PAD.

    “Tadi dipaparkan oleh DLHKP, retribusi sampah akan menjadi satu yang nanti akan disamakan dengan kerjasama PDAM. Itu bagus. Cuma kalau melihat untuk menaikan PAD, saya mengusulkan untuk dijadikan satu dengan nilai PBB (Pajak Bumi dan Bangunan). Include satu tahun, karena Perda Sampah per rumah dikenakan Rp2 ribu. Usul tadi dari semua anggota Komisi C. Nanti akan dijadikan satu inklud dengan PBB,” kata Katino, Sabtu (3/5/2025).

    Ketua DPC Partai Gerindra Kota Kediri ini menjelaskan, jika retribusi sampah disatukan dalam tagihan PBB, maka potensi peningkatan PAD bisa lebih signifikan. Oleh karena itu, Komisi C mendorong agar Perda Persampahan Nomor 3 Tahun 2015 segera dievaluasi dan disesuaikan dengan kebutuhan saat ini.

    “Ini akan signifikan untuk menaikan PAD. Maka perlu mengevaluasi Perda Persampahan Nomor 3 Tahun 2015, secara nanti akan dikelompokkan bisnis, pertokoan, perkantoran ini akan dinaikkan. Ini tinggal merubah, mengagendakan, pemkot mau menyodokan ke DPRD atau tidak,” tambah Katino.

    Ia mencontohkan efisiensi sistem berlangganan pada sektor parkir, yang menurutnya bisa diterapkan pada sistem retribusi sampah.

    “Per atap ketemunya Rp25 ribu per tahun untuk sampah. Ini kita samakan untuk parkir berlangganan. Karena lebih efisien, dibandingkan orang sekarang ini perumahan ini jarang untuk pakai PDAM. Cuma 17 ribu pelanggan, kalau kali Rp2 ribu, hanya beberapa. Selain itu, mayoritas banyak yang putus, perumahan juga begitu. Setelah izinnya keluar, PDAM-nya tidak kepakai,” ujarnya.

    RDP tersebut dipimpin oleh Ketua Komisi C Sujono, dengan Sekretaris Komisi C Katino dan anggota Ninik, Bambang, serta Dio. Dari pihak OPD, hadir Kepala DLHKP Kota Kediri Imam Muttakin beserta jajarannya, termasuk kepala bidang terkait serta perwakilan dari Inspektorat Kota Kediri. [nm/suf]

  • Gubernur Pramono 2 Kali Tolak Kebijakan Dedi Mulyadi Diterapkan di Jakarta, Simak Alasan Singkatnya

    Gubernur Pramono 2 Kali Tolak Kebijakan Dedi Mulyadi Diterapkan di Jakarta, Simak Alasan Singkatnya

    TRIBUNJAKATRTA.COM – Gubernur Jakarta, Pramono Anung dua kali menolak menerapkan kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, d i wilayahnya.

    Padahal, dua kebijakan Dedi ramai mendapat sambutan positif warga Jawa Barat.

    Pramono menegaskan, Jakarta memiliki cara tersendiri.

    Dua kebijakan itu adalah soal pemutihan tunggakan pajak kendaraan bermotor, dan yang terbaru soal siswa bermasalah dididik di barak TNI.

    Tolak Siswa Dididik di Barak

    Pramono hanya mengutarakan alasan singkat saat ditanya soal cara Dedi Mulyadi menangani siswa bermasalah.

    Politikus senior PDIP itu igah meniru cara Dedi untuk mengirim siswa ke barak TNI.

    Namun ia enggan berbicara panjang lebar. Alasannya hanya karena dirinya memiliki cara sendiri, tanpa memberi penjelasan lebih lanjut.

    “Jakarta punya kebijakan tersendiri, terima kasih,” ucapnya singkat saat ditemui di Balai Kota Jakarta, Jumat (2/5/2025).

    Sementara itu, Dedi sudah memulai pendidikan siswa bermasalah ke barak TNI ini pada awal Mei 2025.

    Ada tiga kategori kenakalan remaja yang akan diprioritaskan mengikuti program ini, yaitu siswa yang sulit dibina, siswa yang terindikasi terlibat pergaulan bebas, serta siswa yang terlibat tindakan kriminal.

    Bahkan, siswa yang kecanduan game mobile legend juga bisa dimasukan dalam barak militer ala Dedi Mulyadi ini.

    “Tukang main mobile legend, yang kalau malam kemudian bangunnya sore,” ucapnya di Gedung DPR RI, Selasa (29/4/2025) kemarin.

    Menurut rencana, Dedi Mulyadi bakal menggandeng pihak TNI-Polri untuk menjalankan program pendidikan karakter bagi siswa bermasalah ini.

    Peserta pendidikan militer ini nantinya akan dipilih berdasarkan kesepakatan antara orang tua dengan pihak sekolah.

    “Selama enam bulan siswa akan dibina di barak dan tidak mengikuti sekolah formal,” kata eks Bipati Purwakarta ini.

    Pemutihan Pajak

    Sebelumnya, Pramono juga menegaskan tak akan mengikuti langkah Dedi Mulyadi, yang membuat aturan soal pemutihan pajak kendaraan.

    Pasalnya di Jakarta, satu orang warga bisa memiliki lebih dari satu kendaraan.

    Kondisi ini disebut Pramono berbeda dibandingkan daerah lain, tak terkecuali dengan Jawa Barat.

    “Setelah saya pelajari, Jakarta ini mungkin berbeda dengan daerah lain. Saya tidak mengkritik daerah lain, sama sekali enggak. Tapi ketika kami dalami, maka rata-rata mobil kedua dan ketiga yang tidak bayar pajak di Jakarta,” ucapnya saat ditemui di Rusun Tambora, Jakarta Barat, Rabu (26/3/2025).

    Melihat fenomena ini, Pram mengaku lebih memilih mengejar penunggak pajak ketimbang memberi keringanan lewat program pemutihan.

    Pasalnya, orang-orang tersebut dianggap mampu lantaran memiliki banyak kendaraan.

    “Saya akan mengejar, mau punya mobil berapapun monggo saja, tetapi harus bayar pajak. Mungkin berbeda dengan daerah lain yang mobil pertama, tapi di Jakarta, baik mobil maupun motor (yang menunggak pajak) rata-rata bukan mobil dan motor pertama, tapi kedua dan ketiga,” ujarnya.

    “Dan untuk itu, karena dia dianggap sebagai orang mampu, maka akan kami kejar bayar pajak,” tambahnya menjelaskan.

    Sebagai informasi, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi sebelumnya membuat gebrakan dengan program pemutihan pajak kendaraan.

    Hingga 30 Juni 2025 mendatang, warga Jawa Barat hanya perlu membayar pajak sesuai tarif tahun berjalan tanpa dikenakan biaya tunggakan.

    “Saya sudah memaafkan kesalahan (tunggakan pajak), saya juga meminta maaf jika belum memberikan pelayanan terbaik,” ucapnya dalam video yang diunggah di akin Tiktok Kang Dedi Mulyadi.

    Politikus senior Gerindra ini pun meminta warganya memanfaatkan dengan baik program pemutihan pajak kendaraan ini.

    “Bagi yang tidak membayar pajak setelah dua bulan pasca-lebaran, maka kendaraan tanpa pajak jangan lewat jalan-jalan di Jawa Barat. Hayo, nanti mau lewat mana? Mau lewat udara?” ujarnya.

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya