partai: Demokrat

  • Meski Diboikot, Parlemen Tetap Gelar Voting Pemakzulan Presiden Korsel

    Meski Diboikot, Parlemen Tetap Gelar Voting Pemakzulan Presiden Korsel

    Seoul

    Parlemen Korea Selatan (Korsel) tetap menggelar voting untuk mosi pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol pada Sabtu (7/12) sore. Voting tetap digelar meskipun partai berkuasa, Partai Kekuatan Rakyat (PPP), yang menaungi Yoon memboikotnya melalui aksi walkout hampir seluruh anggota parlemen PPP.

    Tayangan siaran langsung televisi setempat dari ruang sidang pleno, seperti dilansir AFP, Sabtu (7/12/2024), menunjukkan para anggota parlemen yang hadir mulai memberikan suara mereka secara rahasia.

    Tidak diketahui secara jelas apakah ada cukup suara anggota parlemen untuk meloloskan mosi pemakzulan tersebut.

    Berdasarkan aturan hukum yang berlaku, dibutuhkan dua pertiga mayoritas suara anggota parlemen, sekitar 200 anggota dari total 300 anggota parlemen, untuk meloloskan mosi pemakzulan tersebut.

    Partai Demokrat, sebagai oposisi utama, dan partai-partai oposisi kecil lainnya secara total menguasai 192 kursi dalam parlemen. Ini berarti dibutuhkan setidaknya delapan anggota parlemen dari PPP untuk turut mendukung mosi pemakzulan tersebut.

    PPP menguasai 108 kursi dalam parlemen Korsel. Hampir semua anggota parlemen mereka telah melakukan walkout sebelum voting digelar sebagai bentuk sikap partai memboikot pemakzulan Yoon.

    Voting untuk mosi pemakzulan hingga saat ini masih berlangsung.

    Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.

  • Partai Berkuasa Boikot Voting Parlemen, Pemakzulan Presiden Korsel Gagal?

    Partai Berkuasa Boikot Voting Parlemen, Pemakzulan Presiden Korsel Gagal?

    Masa depan politik Yoon dipertanyakan setelah dia tiba-tiba mengumumkan darurat militer pada Selasa (3/12) malam, yang menangguhkan pemerintahan sipil dan melarang semua aktivitas partai politik serta mengendalikan media.

    Namun darurat militer itu hanya berlangsung selama enam jam setelah 190 anggota parlemen menggelar voting untuk menolaknya dan mendesak Yoon untuk mencabutnya. Darurat militer itu resmi dicabut oleh Yoon pada Rabu (4/12) dini hari.

    Partai Demokrat, sebagai oposisi utama, bersama lima partai oposisi lainnya kemudian mengajukan mosi pemakzulan, yang isinya menuduh penetapan darurat militer itu merupakan pelanggaran terhadap konstitusi dan undang-undang lainnya.

    Jika mosi pemakzulan itu diloloskan oleh parlemen, maka selanjutnya Mahkamah Konstitusi akan menggelar sidang dan memutuskan apakah akan menempatkan kembali atau mencopot Yoon dari jabatannya.

    Jika pemakzulan itu diperkuat oleh para hakim Mahkamah Konstitusi dalam putusannya nanti, maka Yoon akan menjadi Presiden kedua Korsel yang dimakzulkan sejak mantan Presiden Park Geun Hye tahun 2017 lalu.

    Presiden Korsel Meminta Maaf kepada Rakyat, Tapi Tak Mundur dari Jabatan

    Yoon menyampaikan pidato pada Sabtu (7/12) pagi, yang merupakan pidato pertamanya sejak darurat militer pekan ini, di mana dia meminta maaf kepada rakyat Korsel karena telah menimbulkan “kegelisahan dan ketidaknyamanan” selama penetapan darurat militer.

    Namun Yoon tidak mengumumkan pengunduran dirinya seperti diharapkan banyak pihak. Dia menyatakan dirinya menyerahkan nasib jabatannya kepada partainya, Partai Kekuatan Rakyat (PPP), yang kini berkuasa di Korsel.

    “Saya tidak akan menghindari tanggung jawab hukum dan politik terkait deklarasi darurat militer ini,” katanya. “Saya akan menyerahkan kepada partai kami untuk menstabilkan situasi politik di masa mendatang, termasuk masa jabatan saya,” ucap Yoon.

    Yoon terpilih menjabat Presiden Korsel sejak Mei 2022 lalu untuk masa jabatan lima tahun.

    (nvc/idh)

  • Habis Takuti Masyarakat dengan Ucapan Darurat Militer, Presiden Korsel Yoon Minta Maaf

    Habis Takuti Masyarakat dengan Ucapan Darurat Militer, Presiden Korsel Yoon Minta Maaf

    ERA.id – Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, pada Sabtu (7/12/2024), meminta maaf atas ucapan darurat militer awal minggu ini sehingga membuat publik khawatir. Yoon berjanji takkan mengulang aksinya itu.

    Pernyataannya itu disiarkan televisi, beberapa jam sebelum pemungutan suara soal pemakzulan terhadap dirinya digelar oleh parlemen.

    “Saya sungguh-sungguh minta maaf dan memohon maaf kepada masyarakat yang pasti sangat terkejut,” kata Yoon.

    Pidato Yoon itu menandai kemunculannya yang pertama di depan publik sejak dia mengumumkan darurat militer pada Selasa (3/12) malam. Yoon mencabut penetapan status itu enam jam kemudian setelah Majelis Nasional menentang keputusannya.

    Yoon mengatakan dirinya memberlakukan darurat militer karena merasa “putus asa”, tetapi mengakui keputusan yang tiba-tiba itu menimbulkan “kekhawatiran dan ketidaknyamanan” bagi masyarakat. Ia membantah rumor bahwa darurat militer akan diberlakukan lagi.

    [RECAP! DARURAT MILITER KOREA SELATAN]

    Malam hari kemarin, Presiden Korea Selatan memberlakukan darurat militer. Kurang dari 6 jam, darurat militer itu dicabut usai rakyat dan anggota militer bahu-membahu mencegah itu akibat hantu trauma masa lalu.

    Inilah ringkasannya.

    (Utas) pic.twitter.com/jq75uOfDG6

    — ERA.id (@eradotid) December 4, 2024

    “Saya tidak akan menghindari tanggung jawab hukum dan politik terkait pernyataan darurat militer,” katanya. Yoon bersumpah akan menyerahkan semua keputusan, termasuk masa jabatannya, kepada Partai Kekuatan Rakyat demi menstabilkan negara.

    Setelah pidato Yoon yang berlangsung dua menit itu muncul, pemimpin oposisi utama Partai Demokrat Lee Jae-myung mengulang desakannya agar sang presiden segera mengundurkan diri atau harus menghadapi pemakzulan.

    Sementara itu, pemimpin PPP Han Dong-hoon mempertanyakan kemampuan Yoon untuk menjalankan pemerintahan, dengan mengatakan bahwa pengunduran diri sang presiden lebih awal “tidak terhindarkan.”

    Presiden Yoon menghadapi tekanan yang semakin besar untuk mengundurkan diri setelah ia mengejutkan negara dengan memberlakukan darurat militer untuk membasmi “kekuatan anti negara.”

    Yoon menuduh kubu oposisi melumpuhkan fungsi pemerintah dengan mosi pemakzulan serta usulan pemotongan anggaran.

    Sumber: Yonhap-OANA

  • Apa Syarat Majelis Nasional Korsel Makzulkan Presiden Yoon?

    Apa Syarat Majelis Nasional Korsel Makzulkan Presiden Yoon?

    Jakarta, CNN Indonesia

    Majelis Nasional menggelar pemungutan suara pemakzulan untuk Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol hari ini, Sabtu (7/12).

    Parlemen mengajukan mosi pemakzulan ini untuk menuntut Yoon bertanggung jawab atas deklarasi darurat militer yang diumumkan pada Selasa lalu dan berakhir dalam enam jam.

    Jika pemakzulan ini lolos, Yoon kehilangan kursi kepresidenan hingga putusan Mahkamah Konstitusi.

    Selagi kosong, perdana Menteri akan menduduki posisi tersebut untuk sementara waktu. Pemilu baru digelar 660 hari setelah putusan.

    Lalu apa syarat Majelis Nasional bisa memakzulkan presiden?

    Menurut konstitusi Korea, parlemen yang berjumlah 300 anggota bisa memakzulkan presiden jika mengantongi persetujuan dari dua pertiga atau sekitar 200 orang anggota, demikian dikutip Korea Herald, Kamis (6/12).

    Aliansi oposisi pimpinan Partai Demokratik punya kursi di parlemen sebanyak 176 kursi.

    Sementara itu, penguasa Partai Kekuatan Rakyat (People Power Party/PPP) memiliki 108 kursi.

    Aliansi Demokratik perlu sekitar 24 suara lagi untuk bisa meloloskan pemakzulan. Namun, PPP secara tegas akan mencegah langkah ini..

    “Sebagai pemimpin partai, saya akan bekerja untuk memastikan usulan pemakzulan ini tidak lolos, guna mencegah terjadinya kekacauan yang tidak terduga yang bisa membahayakan masyarakat dan para pendukung,” Ketua PPP Han Dong Hoon , dikutip Korea Herald.

    Mosi pemakzulan diajukan oposisi pada Rabu dini hari waktu setempat.

    Berdasarkan Undang-Undang Majelis Nasional, pemungutan suara secara teknis bisa dilakukan paling cepat pada Jumat pukul 00.48

    Usulan memakzulkan harus melalui pemungutan suara rahasia mulai 24 hingga 72 jam setelah dilaporkan.

    Juru bicara Partai Demokratik Jo Seoung Lae berencana mengajukan usulan voting dalam sesi pleno luar biasa pada Sabtu pukul 19.00 waktu setempat.

    Jo mengatakan keputusan partai akan memberi rakyat dan anggota parlemen lebih banyak waktu mempertimbangkan apakah tindakan Yoon merupakan pemberontakan atau upaya kudeta.

    Di hari itu pula, parlemen akan voting untuk rancangan undang-undang penyelidikan khusus terhadap istri Yoon, Kim Keon Hee.

    Kim menghadapi serangkaian tuduhan seperti intervensi pemilu, manipulasi harga saham, hingga pengaruh perdagangan.

    Di luar persoalan Yoon dan istrinya, Partai Demokrat juga akan mendorong mosi menunjuk jaksa independen untuk menangani kasus presiden Korsel.

    Berdasarkan Undang-Undang tentang Pengangkatan Jaksa Penuntut Independen, penunjukan jaksa penuntut independen memerlukan resolusi Majelis Nasional dan oleh karena itu tidak tunduk pada hak veto Yoon.

    Langkah ini bisa memuluskan oposisi menggulingkan Yoon hingga tingkat Mahkamah Konstitusi.

    (gas/bac)

    [Gambas:Video CNN]

  • Presiden Yoon Suk Yeol Meminta Maaf atas Darurat Militer Korsel

    Presiden Yoon Suk Yeol Meminta Maaf atas Darurat Militer Korsel

    Jakarta, CNN Indonesia

    Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol akhirnya angkat bicara soal drama darurat militer yang telah berlangsung selama sepekan ke belakang. Ia meminta maaf atas kekacauan yang ditimbulkannya.

    Ini merupakan kali pertamanya Presiden Yoon tampil dan bicara di depan umum usai pengumuman darurat militer. Pidato ini juga muncul sebelum pemungutan suara (voting) mosi pemakzulan Presiden Yoon berlangsung.

    Yoon mengakui bahwa perberlakuan darurat militer muncul dari urgensi dirinya sebagai presiden.

    “Namun, dalam prosesnya, saya menimbulkan kegelisahan dan ketidaknyamanan pada masyarakat. Saya dengan tulus meminta maaf kepada warga yang sangat tertekan,” ujar Yoon, Sabtu (7/12), melansir AFP.

    Namun, dalam pidatonya Yoon tidak menawarkan pengunduran dirinya dari jabatan Presiden Korsel. Ia hanya akan mempercayakan segala keputusan pada partainya.

    “Saya serahkan kepada partai kami untuk menstabilkan situasi politik di masa depan, termasuk masa jabatan saya,” tambah Yoon.

    Tak ada darurat militer kedua

    Dalam kesempatan yang sama, Yoon juga memastikan bahwa dirinya tak bakal lagi memberlakukan darurat militer untuk kedua kalinya.

    “Ada rumor bahwa darurat militer akan diberlakukan lagi. Biar saya perjelas, tidak akan pernah ada darurat militer kedua,” ujar Yoon.

    Deklarasi darurat militer diumumkan Yoon pada Selasa (3/12) lalu. Alasannya, ancaman dari Korea Utara dan kekuatan anti-negara.

    Penetapan ini menimbulkan kepanikan di tengah masyarakat. Setelah ditelisik ulang, pengumuman ini muncul lantaran situasi politik yang panas antara Yoon dengan oposisi.

    Langkah Yoon pun dianggap sebagai aksi pemberontakan oleh banyak pihak. Warga kompak mendesak Yoon dimakzulkan dan diselidiki.

    Polisi sendiri telah memulai penyelidikan terhadap Yoon atas dugaan pemberontakan pada Kamis (5/12).

    Parlemen Korea Selatan sendiri rencananya bakal menggelar voting mosi pemakzulan Yoonpada Sabtu (7/12) malam. Mosi ini diajukan oleh Partai Demokrat bersama lima partai oposisi lain, serta satu anggota parlemen independen.

    Jika mosi pemakzulan disahkan parlemen, maka wewenang Yoon akan ditangguhkan. Perdana Menteri Han Duck Soo akan mengambil alih tugas-tugas kepresidenan.

    (asr/asr)

    [Gambas:Video CNN]

  • Kronologi – 6 Update Darurat Militer Korsel: Hukuman Mati & Pemakzulan

    Kronologi – 6 Update Darurat Militer Korsel: Hukuman Mati & Pemakzulan

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk Yeol terus menjadi topik perbincangan. Hal ini disebabkan manuvernya yang menerapkan darurat militer pada Selasa lalu, Selasa (3/12/2024) malam waktu setempat.

    Keputusannya itu sendiri tak berlangsung lama. Enam jam setelah diumumkan, 190 dari 300 anggota parlemen Korsel, Majelis Nasional, memutuskan untuk menganulir keputusan tersebut.

    Tak berakhir sampai di situ, sejumlah penyelidikan telah dilakukan kepadanya. Ia juga terancam akan dimakzulkan dalam sebuah sesi pemungutan suara di Majelis Nasional, Sabtu (7/12/2024).

    Berikut rentetan kejadian yang melibatkan orang nomor satu Korsel itu sejak menerapkan darurat militer hingga saat ini:

    1. Kronologi

    Dalam pidatonya pada Selasa malam, Yoon menceritakan upaya oposisi politik untuk melemahkan pemerintahannya. Ia kemudian mengumumkan darurat militer untuk ‘menghancurkan kekuatan anti-negara yang telah menimbulkan kekacauan’.

    Dekritnya tersebut kemudian menempatkan militer sebagai penanggung jawab. Nampak juga pasukan berhelm dan polisi dikerahkan ke gedung parlemen Majelis Nasional.

    Liputan media lokal menunjukkan pasukan bertopeng dan bersenjata memasuki gedung parlemen sementara staf mencoba menahan mereka dengan alat pemadam kebakaran. Sekitar pukul 23:00 waktu setempat, militer mengeluarkan dekrit yang melarang protes dan aktivitas oleh parlemen dan faksi politik, media juga ditempatkan dalam kendali pemerintah.

    Walau ketegangan semakin tinggi, Majelis Nasional tetap mengambil posisi untuk menentang situasi darurat tersebut. Setelah pukul 01:00 pada hari Rabu, Majelis Nasional, yang dihadiri 190 dari 300 anggotanya, menolak tindakan tersebut dan dengan demikian, deklarasi darurat militer Presiden Yoon dinyatakan tidak sah.

    Foto: Orang-orang berkumpul di luar Majelis Nasional, setelah Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer, di Seoul, Korea Selatan, 4 Desember 2024. (REUTERS/Soo-hyeon Kim)
    Orang-orang berkumpul di luar Majelis Nasional, setelah Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer, di Seoul, Korea Selatan, 4 Desember 2024. (REUTERS/Kim Soo-hyeon)

    2. Skandal dan Kejatuhan Politik

    Sebelum menjatuhkan dekrit darurat militer, Yoon berada dalam posisi terpojok tatkala oposisinya memenangkan parlemen pada April lalu. Pemerintahanya sejak saat itu tidak dapat meloloskan RUU yang mereka inginkan dan malah dipaksa untuk memveto RUU yang disahkan oleh oposisi liberal.

    Yoon juga kemudian mengalami penurunan peringkat persetujuan, berkisar di sekitar level terendah 17%, karena ia terjerumus dalam beberapa skandal korupsi tahun ini. Salah satunya termasuk yang melibatkan Ibu Negara yang menerima tas Dior, dan tudingan lainnya seputar dugaan manipulasi saham.

    Bulan lalu ia dipaksa untuk mengeluarkan permintaan maaf di TV nasional, dengan mengatakan bahwa ia mendirikan kantor yang mengawasi tugas-tugas Ibu Negara. Namun ia menolak penyelidikan yang lebih luas, yang menjadi permintaan partai-partai oposisi.

    Kemudian minggu ini, Partai Demokrat yang beroposisi memangkas 4,1 triliun won (Rp 46 triliun) dari anggaran yang diusulkan pemerintah Yoon sebesar 677,4 triliun won (Rp 7.600 triliun). Sayangnya, hal ini tidak dapat diveto oleh presiden.

    Pada saat yang sama, pihak oposisi juga bergerak untuk memakzulkan anggota kabinet dan beberapa jaksa tinggi, termasuk kepala badan audit pemerintah, karena gagal menyelidiki Ibu Negara.

    3. Terancam Lengser

    Manuver Yoon ini akhirnya membuat Majelis Nasional Korsel mengambil tindakan keras. Lembaga parlemen itu akan melakukan pemungutan suara pada Sabtu malam untuk menentukan nasib Yoon.

    Anggota Parlemen oposisi Yoon, Kim Seung Won, mengatakan bahwa keputusan Yoon memberlakukan darurat militer adalah sebuah kesalahan fatal yang ‘tidak pantas untuk diampuni’.

    “Ini adalah kejahatan yang tidak dapat dimaafkan. Kejahatan yang tidak dapat, tidak boleh, dan tidak akan diampuni,” katanya

    Pemungutan suara pemakzulan sendiri akan dilakukan pada Sabtu pukul 19.00 waktu setempat. Jika mosi tersebut diloloskan, Yoon akan diskors sambil menunggu putusan dari hakim Mahkamah Konstitusi. Jika para hakim menyetujuinya, Yoon akan dimakzulkan dan pemilihan baru harus diadakan dalam waktu 60 hari.

    4. Menteri-Staf Presiden Resign Massal

    Sesaat setelah adanya darurat militer ini, Kepala Staf Kepresidenan Yoon, Chung Jin Suk, Penasihat Keamanan Nasional Shin Won Sik, Kepala Staf Kebijakan Sung Tae Yoon, serta tujuh pembantu senior lainnya memutuskan untuk mengundurkan diri.

    Di luar Kantor Presiden, Menteri Pertahanan Korea Selatan Kim Yong Hyun mengajukan pengunduran diri serupa. Ia mengaku menyesal dengan adanya arahan darurat militer ini.

    “Pertama-tama, saya sangat menyesalkan dan bertanggung jawab penuh atas kebingungan dan kekhawatiran yang ditimbulkan kepada publik terkait darurat militer… Saya telah bertanggung jawab penuh atas semua hal yang terkait dengan darurat militer dan telah mengajukan pengunduran diri saya kepada presiden,” kata Kim dalam sebuah pernyataan.

    Foto: Tentara maju ke gedung utama Majelis Nasional setelah Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer di Seoul, Korea Selatan, 3 Desember 2024. (via REUTERS/YONHAP)
    Tentara maju ke gedung utama Majelis Nasional setelah Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer di Seoul, Korea Selatan, 3 Desember 2024. (Yonhap via REUTERS)

    5. Ditinggal Partai Sendiri.

    Partai besutan Yoon, Partai Kekuatan Rakyat (PPP), juga melontarkan bola panas kepada Yoon. Berbicara setelah sebuah pertemuan partai, pemimpin PPP Han Dong Hoon menyebutkan manuver Yoon itu berdampak parah bagi Korsel, dengan Yoon disebut telah menempatkan negara dalam ancaman serius.

    “Ada resiko tinggi tindakan ekstrem seperti darurat militer ini terulang, sementara Yoon tetap berkuasa, yang menempatkan negara dalam bahaya besar,” ujarnya dikutip Reuters, Jumat (6/12/2024).

    PPP sendiri sejauh ini bersikap untuk menentang pemakzulan Yoon seperti mosi yang diajukan oposisinya. Namun Han menyebut sikap PPP bisa saja berubah seiring dengan munculnya bukti-bukti bahwa dalam darurat militer, Yoon memerintahkan menahan para pemimpin oposisinya.

    “Saya yakin bahwa penangguhan jabatan Presiden Yoon Suk Yeol segera diperlukan untuk melindungi Republik Korea dan rakyatnya mengingat fakta-fakta yang baru terungkap,” tambah Han.

    Di sisi lain, beberapa anggota PPP mendesak Yoon untuk mengundurkan diri sebelum pemungutan suara pemakzulan besok. Mereka mengatakan tidak ingin insiden pemakzulan seperti yang dialami Presiden Park Geun Hye pada tahun 2016 terulang, yang memicu keruntuhan partai konservatif dan kemenangan kaum liberal.

    “Kita tidak dapat memakzulkan presiden besok dan menyerahkan rezim kepada Partai Demokrat Lee Jae Myung,” kata anggota parlemen PPP, Yoon Sang Hyun, kepada wartawan.

    6. Dihantui Hukuman Mati.

    Kepolisian Korsel memutuskan untuk memeriksa Yoon, Kamis (5/12/2024). Dalam pernyataannya, Kepolisian Korsel menyebut Yoon akan menghadapi dugaan pemberontakan pasca manuvernya itu. Di dalam hukum, pelanggaran semacam ini dapat berakhir pada hukuman mati.

    “Kami sedang menyelidiki Presiden Yoon atas tuduhan ‘pemberontakan’ kejahatan yang melampaui kekebalan presiden dan dapat dijatuhi hukuman mati, setelah pihak oposisi mengajukan pengaduan terhadapnya dan tokoh-tokoh penting lainnya yang terlibat,” tulis pernyataan itu dikutip AFP.

    7. Kata Pejabat Korea Utara 

    Pejabat Korut di China bereaksi terhadap langkah pemimpin rivalnya, Presiden Korsel Yoon Suk Yeol, yang memberlakukan darurat militer Selasa malam lalu. Reaksi pejabat Kim Jong Un ini dilaporkan oleh Radio Free Asia dalam penelusuran di China, Kamis (5/12/2024).

    Dalam laporan itu, pejabat Korut di China mengaku kaget dengan manuver tersebut. Namun mereka lebih kaget saat parlemen Korsel, Majelis Nasional, memutuskan menggulingkan Yoon dari tapuk kekuasaan, yang menurut mereka merupakan sesuatu yang tidak mungkin terjadi di Korut.

    “Akan terjadi pertumpahan darah jika pejabat senior Korut juga menentang penguasa tertinggi Kim Jong Un,” kata seorang pejabat perdagangan Korut yang ditempatkan di Dalian, China, tanpa menyebutkan namanya karena sensitivitas.

    “Pengawasan dan keseimbangan demokratis seperti itu adalah konsep asing di Korut. Saya sangat terharu melihat resolusi pencabutan darurat militer disahkan di majelis, dan kemudian presiden sendiri mengumumkan kepada rakyat bahwa ia mencabut darurat militer,” tambahnya.

    (dce)

  • Usai Deklarasi Darurat Militer, Presiden Yoon Diduga Perintahkan NIS Tangkap Pejabat Tinggi Negara

    Usai Deklarasi Darurat Militer, Presiden Yoon Diduga Perintahkan NIS Tangkap Pejabat Tinggi Negara

    ERA.id – Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol disebut telah memerintahkan penangkapan terhadap tokoh terkemuka dari partai berkuasa dan oposisi utama. Perintah penangkapan itu dikeluarkan setelah deklarasi darurat militer dia sampaikan.

    Wakil direktur pertama Badan Intelijen Nasional (NIS) Korea Selatan Hong Jang-won mengungkapkan perintah penangkapan itu di depan Komite Nasional Majelis Nasional di gedung parlemen di Yeuido, Seoul barat, Jumat (6/12).

    “Yoon memerintahkan NIS untuk menggunakan kesempatan ini untuk melakukan penangkapan dan membersihkan semuanya,” kata Hong, dikutip KBS News, Jumat (6/12/2024).

    Permintaan itu, kata Hong, disampaikan oleh Yoon melalui sambungan telepon setelah mengumumkan darurat militer. Kim Byung-kee dari oposisi utama Partai Demorat juga membenarkan perintah itu dalam pertemuan dengan ketua Komite Intelijen Majelis Nasional, Shin Sung-bum.

    Selain itu, Direktur NIS Cho Tae-yong juga turut hadir dalam pertemuan tersebut.

    Dalam sambungan telepon tersebut, presiden memberikan NIS wewenang untuk menyelidiki kejahatan anti-komunis sebelum menginstruksikan Hong untuk membantu Komando Kontra Intelijen Pertahanan.

    Hong kemudian berbicara dengan Komandan Kontra Intelijen Pertahanan Yeo In-hyung, yang memintanya membantu komando menemukan politisi yang namanya ada dalam daftar orang yang akan ditangkap.

    Tokoh politik yang masuk dalam perintah penangkapan oleh Yoon termasuk Partai Demokrat (DP) Lee Jae-myung, pemimpin Partai Kekuatan Rakyat (PPP) milik Yoon sendiri Han Dong-hoon, Ketua Majelis Nasional Woo Won-shik, pemimpin Partai Pembangunan Kembali Korea Cho Kuk, DP lantai pemimpin Rep. Park Chan-dae dan lainnya.

    Namun Hong menilai perintah penangkapan itu dinilai tidak masuk akal. Hal ini pun yang membuat NIS akhirnya tidak mengikuti perintah penangkapan tersebut terhadap sejumlah pejabat tinggi negara.

    Selain memerintahkan NIS menangkap pejabat tinggi negara, Hong juga menyebut Yoon memerintahkan Komando Kontra Intelijen Pertahanan untuk menahan tokoh politik.

    “Komando Kontra Intelijen Pertahanan juga bersiap untuk menahan tokoh politik yang ditangkap di sebuah fasilitas,” tambahnya.

    Namun tidak ada penangkapan yang dilakukan selama enam jam sejak pemberlakuan darurat militer yang dikeluarkan oleh Yoon.

    Lebih lanjut, Komite intelijen akan mengadakan pertemuan darurat pada pukul 5 sore hari ini untuk memverifikasi klaim Hong.

  • Pilkada Sumbar, Mahyeldi-Vasko Menang Telak di Padang
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        6 Desember 2024

    Pilkada Sumbar, Mahyeldi-Vasko Menang Telak di Padang Regional 6 Desember 2024

    Pilkada Sumbar, Mahyeldi-Vasko Menang Telak di Padang
    Tim Redaksi
    PADANG, KOMPAS.com
    – Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat,
    Mahyeldi
    -Vasko Ruseimy, berhasil meraih
    kemenangan
    signifikan dalam
    Pilkada Sumbar 2024
    .
    Hasil rekapitulasi suara yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Padang pada Jumat (6/12/2024) menunjukkan bahwa pasangan nomor urut 1 ini memperoleh 83,8 persen atau 266.781 suara.
    Sementara itu, pasangan nomor urut 2, Epyardi Asda-Ekos Albar, hanya meraih 16,2 persen atau 51.599 suara.
    “Kita telah menyelesaikan rekapitulasi perolehan suara untuk Pilkada Sumbar dengan hasil paslon nomor urut 1 meraih 83,8 persen dan nomor urut 2 16,2 persen,” ungkap Ketua KPU Padang, Dorri Putra, yang memimpin rapat pleno rekapitulasi suara tersebut.
    Dorri menambahkan bahwa hasil rekapitulasi ini akan dibawa ke tingkat provinsi untuk dilakukan penghitungan ulang oleh KPU Sumatera Barat.
    Pilkada Sumbar kali ini diikuti oleh dua pasangan calon.
    Mahyeldi, yang merupakan petahana dan juga Ketua DPW PKS Sumbar, berpasangan dengan Vasko Ruseimy, seorang kader partai Gerindra.
    Mereka didukung oleh PKS, Gerindra, Demokrat, PBB, dan Perindo.
    Di sisi lain, pasangan nomor urut 2, Epyardi Asda, adalah mantan Bupati Solok dan kader PAN, sementara wakilnya, Ekos Albar, adalah mantan Wakil Walikota Padang yang juga berasal dari PAN.
    Pasangan ini didukung oleh PAN, Partai Golkar, Partai Nasdem, PDIP, Gelora, dan Partai Buruh.
    Kemenangan
    ini menjadi sinyal kuat bagi Mahyeldi dan
    Vasko Ruseimy
    dalam melanjutkan kepemimpinan mereka di Sumatera Barat.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hasil Rekapitulasi KPU Sumenep, Perolehan Suara ‘Faham’ Ungguli ‘Final’

    Hasil Rekapitulasi KPU Sumenep, Perolehan Suara ‘Faham’ Ungguli ‘Final’

    Sumenep (beritajatim.com) – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Sumenep telah menuntaskan Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur, serta Bupati dan Wakil Bupati Sumenep.

    “Rekapitulasi ini untuk menyandingkan data D hasil kecamatan, kemudian data yang dipegang saksi, dan data Bawaslu,” kata Komisioner KPU Sumenep, Abd. Azis, Jumat (06/12/2024).

    Ia menjelaskan, rekapitulasi tersebut berjalan relatif lancar. Data yang ada semuanya ‘clear’ tidak ada perbedaan. Sempat ada sedikit masalah untuk rekapitulasi Kecamatan Pragaan, namun bisa diselesaikan karena hanya kesalahan tempat penulisan.

    “Jadi untuk data angka-angka, bisa dibilang sudah ‘clear’ saat rekapitulasi tingkat kabupaten. Jadi KPU sudah bisa membacakan penetapan hasil rekap,” terang Azis.

    Namun ia mengakui bahwa tim dari pasangan calon (paslon) 01 menolak untuk menandatangani berita acara hasil rekapitulasi, dan mengajukan keberatan yang ditulis dalam form C kejadian khusus.

    “Tapi keberatannya itu bukan terkait dengan angka perolehan, melainkan lebih banyak tentang dugaan ketidaknetralan ASN, Kepala Desa, dan pihak-pihak lain. Kemudian dugaan kecurangan di Pilkada. Nah, persoalan itu kan bukan ranah KPU. Keberatan-keberatan itu sudah ditulis dalam form C kejadian khusus,” paparnya.

    Dalam rapat pleno terbuka itu, Ketua KPU Sumenep, Nurussyamsi membacakan berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara dari setiap kecamatan.

    Dalam berita acara yang dibacakan, disebutkan bahwa pasangan calon nomor urut 01, KH. Ali Fikri-KH. Muh Unais Ali Hisyam (FINAL), memperoleh 249.597 suara. Sedangkan pasangan calon nomor urut 02 Achmad Fauzi Wongsojudo-KH. Imam Hasyim (FAHAM), unggul dengan perolehan 379.858 suara.

    “Kami hanya membacakan berita acara penetapan. Bukan tentang siapa pemenangnya. Itu masih harus menunggu KPU RI,” ucap Azis.

    Pilkada Sumenep diikuti oleh dua pasangan calon yakni Pasangan Ali Fikri-Unais Ali Hisyam (Final) di nomor urut 1, dan pasangan Fauzi-Imam Hasyim (Faham) di nomor urut 2.

    Pasangan Ali Fikri-Unais Ali Hisyam diusung oleh 2 partai, yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan PSI. Sedangkan pasangan Fauzi-Imam Hasyim diusung oleh 8 partai, yakni PDI Perjuangan, PKB, PKS, PAN, Partai Demokrat, NasDem, Gerindra, dan Partai Hanura. (tem/kun)

  • Sesumbar Terima Instruksi Pecat Pejabat Tinggi Korea Selatan, Wakil Dirut NIS Terancam Dipecat

    Sesumbar Terima Instruksi Pecat Pejabat Tinggi Korea Selatan, Wakil Dirut NIS Terancam Dipecat

    ERA.id –  Direktur NIS Cho Tae-yong membantah klaim yang menyebut Presiden Yoon Suk-yeol memerintahkan penangkapan terhadap pejabat tinggi negara. Cho justru berencana untuk memecat Wakil direktur pertama Badan Intelijen Nasional (NIS) Korea Selatan Hong Jang-won.

    Dalam pernyataannya, Cho mengatakan pernyataan Hong bertentangan dengan  independensi politik NIS. Dia juga menekankan sampai saat ini tidak pernah ada perintah penangkapan politisi seperti yang disebutkan oleh Hong.

    Hong baru-baru ini melontarkan pernyataan tidak pantas yang tidak sejalan dengan independensi politik NIS,” kata Cho, dikutip KBS News, Jumat (6/12/2024).

    Lalu, kata Cho, NIS harus menjalankan tugas mendasarnya secara menyeluruh untuk menjaga netralitas politik pasca pembatalan darurat militer.

    “Dalam masa kritis ini, NIS harus menjalankan tugas mendasarnya secara menyeluruh dan menjaga netralitas politik,” tegasnya.

    Terkait pernyataan Hong, Cho mengatakan bahwa ia sudah mengajukan surat pemecatan terhadap wakil pertama NIS tersebut. Ia juga menyebut sejauh ini perombakan personel juga sedang dilakukan tanpa memberi keterangan lebih lanjut.

    Sebelumnya, Wakil direktur pertama Badan Intelijen Nasional (NIS) Korea Selatan Hong Jang-won mengatakan Yoon memerintahkan penangkapan terhadap sejumlah pejabat tinggi negara usai mendeklarasikan darurat militer.

    Tokoh politik yang masuk dalam perintah penangkapan oleh Yoon termasuk dari Partai Demokrat (DP) Lee Jae-myung, pemimpin Partai Kekuatan Rakyat (PPP) milik Yoon sendiri Han Dong-hoon, Ketua Majelis Nasional Woo Won-shik, pemimpin Partai Pembangunan Kembali Korea Cho Kuk, DP lantai pemimpin Rep. Park Chan-dae dan lainnya.