TRIBUNJATIM.COM – Komjen Purn Susno Duadji yakin Kepala Desa Kohod, Arsin bin Sanip diduga terlibat dalam pemasangan pagar laut di Tangerang.
Sosok eks Kabareskrim Polri ini merasa ada banyak kejanggalan dari apa yang diucapkan oleh sang Kades Kohod.
Ia pun meyakini bahwa sang kades lah dalang di balik pemasangan pagar laut di Kabupaten Tangerang.
Hal itu seperti diungkapkan Susno Duadji di Metro TV dalam acara Primetime News yang tayang pada Sabtu (25/1/2025).
“Ya pelakunya jelas, si Lurah Kohod (Kades). Dia sudah ngaku, pasti dia mengeluarkan dokumen itu,” ucap Susno Duadji.
Bahkan pemeriksaan terhadap Arsin bisa menjadi pintu masuk untuk membongkar kasus pagar laut sepanjang 30 km di perairan Tangerang.
Susno lantas memuji tindakan Kementerian ATR/BPN yang memihak kepada rakyat.
Menurutnya, semua SHGB dan SHM yang dikeluarkan berasal dari hasil pemalsuan.
“Kenapa palsu? Ya jelas enggak mungkin punya tanah di situ (laut),” kata Susno Duadji.
“Jadi berpatokan kepada pembatalan oleh Kementerian ATR/BPN, entah satu sertifikat.”
“Syukur kalau semuanya itu sudah bisa dijadikan sebagai salah satu alat bukti bahwa telah terjadi tindak pidana pemalsuan,” paparnya lagi.
Susno melanjutkan jika pemalsuan tersebut diikuti dengan tindak pidana suap, maka akan menjadi tindak pidana korupsi.
“Sekarang siapa pelakunya? Ya jelas mulai dari si Lurah Kohod (Arsin), dia udah ngaku pasti ngeluarin dokumen,” tegasnya.
“Kemudian siapa lagi? Usut saja siapa yang menerima, yang nerima misalnya Agung Sedayu Grup dengan anak perusahaan Intan Agung Makmur,” katanya.
Susno Duadji yakin Kades Kohod terlibat pemasangan pagar laut Tangerang (YouTube)
Mustahil, kata Susno, anak perusahaan tersebut memiliki tanah di laut.
Seandainya membeli tanah di laut, jelas pasti melalui prosedur yang tidak beres.
“Notarisnya pasti kena juga itu (pidana), jadi gampang ngusutnya.”
“Usut bisa dari dokumen ATR, atau bisa juga dari mulai siapa yang memagari itu, siapa yang membayar, siapa yang nyuruh, duitnya dari siapa, kemudian terkait perusahaan apa.”
“Sudah terang benderang ini, seperti makan siang pakai lampu petromak,” pungkasnya.
Diketahui sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, tak sependapat dengan Arsin yang menyebut bahwa wilayah yang dipagar dulunya empang alias daratan.
Namun Arsin tetap ngotot bahwa pernyataannya benar.
Kendati begitu, Nusron tetap membatalkan sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan sertifikat Hak Milik (SHM) di laut tersebut.
Kemunculan Kades Kohod sendiri menjadi sorotan saat Nusron Wahid menyidak lahan pagar laut di Tangerang, Jumat (24/1/2025) lalu.
Nusron mengecek fisik lahan yang memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Hak Milik (SHM) di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten.
Turut hadir saat itu Kepala Desa Kohod, Asrin, yang ikut mendampingi kedatangan Menteri Nusron di wilayahnya.
Namun saat itu ada sejumlah orang berperawakan kekar yang mengawal Kades tersebut.
Dalam kunjungannya, Menteri Nusron sempat terlibat perdebatan dengan Kades soal status lahan yang disebut Asrin dahulunya empang sebelum terkena abrasi.
“Pak Lurah bilang, itu dulunya empang, katanya karena abrasi. Dari tahun 2004 katanya sudah dikasih batu-batu,” ujar Nusron di lokasi.
Meski tidak ingin memperdebatkan sejarah garis pantai, Nusron menegaskan bahwa jika suatu lahan telah hilang secara fisik, maka statusnya berubah menjadi tanah musnah.
“Secara faktual, tadi kita lihat sama-sama, tanahnya sudah tidak ada,” jelasnya.
Meski pun terdapat perdebatan mengenai status lahan, Nusron memastikan, pihaknya akan memeriksa dokumen sertifikat terkait kepemilikan lahan tersebut.
Jika lahan yang memiliki SHGB danb SHM sudah tidak ada secara fisik, maka Kementerian ATR/BPN akan membatalkannya secara otomatis.
“Kalau masih ada wujud fisiknya seperti di sini, kawasan ini aman,” kata Nusron sambil menunjukkan area lain yang masih berupa empang.
Kades Kohod menyebut wilayah pagar laut yang berada di samping desanya dulu adalah empang (Tribunnews.com – X)
Namun Arsin ngotot bahwa pagar laut di area tersebut dulunya merupakan empang.
Arsin mengeklaim, abrasi mulai terjadi sejak 2004, menyebabkan lahan kosong tersebut perlahan hilang ditelan air laut akibat abrasi.
“Mau Pak Lurah bilang itu empang, yang jelas secara faktual material, tadi kita lihat sama-sama fisiknya sudah enggak ada tanahnya.”
“Karena sudah enggak ada fisiknya, maka itu masuk kategori tanah musnah,” kata Nusron.
Namun Arsin tetap kekeh bahwa lahan tersebut memiliki sejarah sebagai empang yang digunakan oleh warga.
Nusron tak ingin memperpanjang perdebatan.
Ia memilih untuk menegaskan bahwa pihaknya membatalkan sertifikat HGB dan HM di laut karena terbukti fisiknya benar-benar hilang.
“Ini enggak ada barangnya tapi akan saya cek satu per satu. Kan tadi sudah kita tunjukin gambarnya.”
“Kalau memang sertifikatnya ada. Tidak ada materialnya semua, otomatis akan kita batalkan satu per satu,” jelas dia.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com