Retakan tapal kuda hanyalah satu dari banyak gejala awal longsor. Menurut Dwikorita, ada tanda-tanda lain yang sering muncul diam-diam sebelum lereng kolaps seperti Pohon, tiang listrik, atau bangunan yang tiba-tiba miring ke arah bawah lereng.
Tak hanya itu, Rembesan air baru atau mata air tiba-tiba muncul dari permukaan lereng. Permukaan tanah menggembung atau justru turun. Retakan di lantai rumah, dinding, atau jalan.
“Kadang juga Pintu dan jendela yang mendadak sulit ditutup karena pondasi berubah posisi. Bahkan munculnya jatuhan batu atau kerikil dari atas lereng, sering kali disertai suara gemuruh kecil adalah pertanda bahaya besar sudah dekat,” terangnya.
Jika tanda terakhir muncul, kata Dwikorita, area harus segera dikosongkan karena longsor bisa terjadi hanya dalam hitungan menit.
Khusus di Cibeunying, ia meminta semua tim termasuk relawan memaksimalkan pengamatan gejala lanjutan. Curah hujan tinggi pada pertengahan November ini membuat potensi longsor susulan tetap besar.
“Pengamatan dini dan respons cepat adalah kunci mencegah jatuhnya korban baru,” ulasnya.
Dengan kondisi iklim yang semakin ekstrem, edukasi mengenai tanda-tanda awal longsor bukan lagi pengetahuan teknis bagi ahli geologi saja, tetapi menjadi keterampilan dasar yang perlu dipahami masyarakat di daerah rawan bencana.
“Retakan sekecil apa pun pada lereng tidak boleh disepelekan karena sering kali, tragedi besar selalu dimulai dari suara retakan kecil yang luput dari perhatian,” Tutupnya.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5413595/original/073322500_1763181606-Korban_Longsor_Cilacap_2.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)