Liputan6.com, Yogyakarta Indonesia menurut Dosen Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada (DTETI FT UGM) Tumiran, harus siap menjalani transisi energi. Target 23% energi baru terbarukan (EBT) dalam kebijakan nasional memiliki tantangan terbesar di sektor industri dan kemampuan ekonomi masyarakat dalam menanggung biaya energi terbarukan tersebut. “Transisi energi bukan hanya soal mengurangi impor BBM dan LPG, tetapi juga mencapai swasembada energi nasional yang akan membangun ketahanan energi,” tegas Tumiran saat mengisi webinar yang bertajuk “Navigating Indonesia’s Energy Transition”, Kamis 7 November 2024.
Pakar energi ini menjelaskan mengembangkan industri energi terbarukan di tanah air penting pendekatan yang komprehensif karena memiliki potensi besar dengan energi matahari, angin, dan geotermal. Namun memerlukan infrastruktur dan kebijakan yang mendukung. “Bukan sekadar mengandalkan regulasi,” tuturnya tentang tantangan transisi energi ini.
Lebih lanjut, Tumiran mengingatkan transisi energi yang efektif membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, industri, dan akademisi untuk menciptakan pasar energi terbarukan yang berkelanjutan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, potensi pasar dalam negeri yang besar, Indonesia diharapkan mampu memanfaatkan transisi energi ini untuk membangun industri nasional yang tangguh dan berdaya saing di kancah internasional. “Sekaligus mendukung capaian pembangunan berkelanjutan dan menjaga keberlanjutan lingkungan bagi generasi mendatang,” ujarnya.