Pakar ITB Ingatkan Pemerintah Lakukan Pemodelan Banjir yang Akurat Sebelum Relokasi Warga
Tim Redaksi
BANDUNG,KOMPAS.com
– Ahli Geodesi dari Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) ITB Harry Andreas mengingatkan pemerintah untuk melakukan pemodelan banjir yang akurat sebelum merelokasi warga.
Pasalnya
Pemerintah
Provinsi
Jawa Barat
menyebut, kondisi penurunan permukaan tanah di
Bandung
berada lebih rendah daripada permukaan air.
Hal ini dinilai menjadi salah satu faktor utama yang memperparah
banjir
tahunan di wilayah Bandung Selatan.
Gubernur Jabar Dedi Mulyadi bahkan berencana merelokasi warga terdampak, upaya ini merupakan salah satu strategi mitigasi banjir di wilayah Bandung Selatan.
Menanggapi hal itu, Harry Andreas mengatakan bahwa kondisi penurunan tanah di Bandung Selatan ini memang benar terjadi dan sudah berlangsung bertahun-tahun.
Dijelaskan, penurunan muka tanah yang terus berlangsung menyebabkan sejumlah wilayah berubah menjadi cekungan besar seperti mangkuk. Ketika tanah turun lebih rendah dibandingkan kawasan sekitarnya, air otomatis akan mengalir dan berkumpul di area tersebut.
“Jadi kayak mangkok, cekung gitu. Nah air ini nanti lari ke situ, kan air itu mencari tempat yang lebih rendah, gara-gara subsiden penurunan tanah, jadi lebih rendah disitulah jadi tempatnya ngumpul air. Itu makanya Dayeuhkolot, Gedebage, Rancaekek yang depan Kahatek itu gak beres-beres, kan udah jadi cekung tanahnya,” ujarnya dihubungi, Jumat (21/12/2025).
Menurut Harry, Fenomena penurunan tanah ini bersifat tahunan.
Angkanya bisa mencapai 10 sentimeter per tahun, sehingga dalam tiga tahun saja akumulasi penurunan bisa mencapai 30 sentimeter.
Penyebab utamanya adalah eksploitasi air tanah secara berlebihan, baik oleh industri, msyarakat, maupun lembaga penyedia air.
“Jadi kalau saya bilang itu ya sudah eksploitasi (air tanah) berjamaah lah sekarang mah,” ucapnya.
Menanggapi rencana pemerintah untuk merelokasi warga terdampak banjir, Harry mengingatkan bahwa setiap kebijakan harus didasarkan pada simulasi dan pemodelan yang akurat.
Menurutnya, sebelum menentukan relokasi, bijak bagi pemerintah untuk melakukan kajian pemodelan performa desain yang mempertimbangkan curah hujan, arah aliran air, kapasitas tampung wilayah, hingga tingkat subsiden yang terjadi.
“Ya harusnya kan itu bisa dibuatkan simulasi nya dulu ya, nanti curah ujannya berapa Kemudian lari kemana? harus dipastikan dulu. Setelah itu baru dikasih opsi-opsi pilihan. Jadi harus berbasis performa desain gitu, nanti setelah itu baru kita memutuskan,” katanya.
“Harus berbasis model performa desain, Jangan pakai hipotesis misalnya, oh iya itu karena turun, tapi turunnya juga disebelah mana, Ya baru katanya, Kemudian habis itu langsung relokasi. Nah itu masih
jumping into
conclusion-
lah kalau saya bilang,” tambahnya.
Ia menyebut sudah ada beberapa studi terkait subsiden dan cekungan banjir.
Namun kajian komprehensif yang menggabungkan subsiden, hidrologi, serta skenario desain penanganan banjir masih perlu dilakukan lebih mendalam.
Harry berharap pemerintah mulai menangani persoalan banjir dengan pendekatan ilmiah berbasis data dan pemodelan yang terukur.
Dengan pemahaman mekanisme banjit yang tepat, keputusan penanganan dapat lebih efektif dan tepat sasaran.
“Ya harapan saya kita mulai melihat mekanismenya, kemudian memodelkan mekanismenya, baru nanti keputusan-keputusan itu berbasis dari pemodelan yang dibuat dengan data-data yang akurat tentunya, sehingga lebih terukur,” harapnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.