Jakarta, CNN Indonesia —
Arkeolog selama bertahun-tahun telah menggali untuk mencari bukti yang menunjukkan Yesus Kristus benar-benar ada, mulai situs arkeologis hingga catatan sejarah.
Bukti arkeologi soal siapa sebenarnya sosok dan asal usul Yesus Kristus diakui belum terlalu lengkap. Namun, sejumlah temuan menunjukkan keberadaannya dalam catatan sejarah di luar kitab suci.
Dalam agama Kristen, Yesus Kristus merupakan pokok utama keimanan agama; Tuhan, Anak Allah, hingga Juru Selamat. Meski demikian, masih banyak pro dan kontra mengenai sosok Yesus Kristus.
Sebagai contoh, sebuah survei pada 2015 yang dilakukan oleh Gereja Inggris menemukan 22 persen orang dewasa di Inggris tidak mempercayai bahwa Yesus adalah sosok nyata. Bahkan, tak sedikit orang yang menganggap bahwa Yesus hanya sebuah mitos.
Lantas, bagaimana sebetulnya asal usul Yesus ataupun Isa Almasih?
Para arkeolog telah bertahun-tahun menggali untuk mencari bukti nyata bahwa Yesus pernah ada. Namun, tidak ada bukti fisik atau arkeologis yang pasti tentang keberadaan Yesus.
“Tidak ada yang konklusif, dan saya juga tidak berharap akan ada,” kata Lawrence Mykytiuk, seorang profesor ilmu perpustakaan di Purdue University dan penulis artikel Biblical Archaeology, dikutip dari The History.
Sementara itu, profesor studi agama dari Universitas North Carolina, Bart D. Ehrman, mengatakan sampai saat ini tidak ada catatan arkeologi untuk hampir semua orang yang hidup pada masa dan tempat Yesus. Namun, kurangnya bukti tidak berarti bahwa sosok Yesus tidak pernah ada.
Catatan sejarawan Yahudi
Catatan paling rinci tentang kehidupan dan kematian Yesus berasal dari empat Injil dan tulisan-tulisan Perjanjian Baru lainnya.
Ehrman menyebut buku-buku tersebut ditulis oleh orang Kristen dan jelas memiliki bias dalam pelaporannya. Maka dari itu, perlu dievaluasi dengan sangat kritis untuk menghasilkan informasi yang dapat diandalkan secara historis.
“Namun klaim utama mereka tentang Yesus sebagai tokoh sejarah – seorang Yahudi, dengan pengikut, yang dieksekusi atas perintah gubernur Romawi di Yudea, Pontius Pilatus, pada masa pemerintahan Kaisar Tiberius – didukung oleh sumber-sumber yang muncul belakangan dengan bias yang sama sekali berbeda,” kata Ehrman.
Sejumlah catatan sejarawan Yahudi dan Romawi kerap menyebut Yesus, beberapa dekade setelah kematiannya. Catatan tersebut menguatkan bagian-bagian Perjanjian Baru yang menggambarkan kehidupan dan kematian Yesus.
Salah satunya adalah sejarawan Flavius Yosefus yang menulis salah satu catatan non-Alkitab paling awal tentang Yesus. Menurut Ehrman, Flavius merupakan sejarawan Yahudi abad pertama.
Ehrman mengungkapkan bahwa Flavius sejauh ini merupakan sumber informasi terbaik tentang Palestina abad pertama dan dua kali menyebut Yesus dalam Jewish Antiquities, buku besar sejarah bangsa Yahudi sebanyak 20 jilid yang ditulis sekitar tahun 93 Masehi.
Meskipun Flavius bukan pengikut Yesus, Mykytiuk mengatakan dia ada di sana saat gereja mulai berdiri, “sehingga dia mengenal orang-orang yang pernah melihat dan mendengar tentang Yesus.”
Flavius diperkirakan lahir beberapa tahun setelah penyaliban Yesus sekitar tahun 37 M.
Dalam salah satu bagian dari Jewish Antiquities Flavius juga menceritakan mengenai eksekusi Yakobus, saudara Yesus.
Mykytiuk menyebut beberapa ahli meragukan keaslian catatan pendek tersebut. Namun, lebih banyak perdebatan seputar catatan Flavius yang lebih panjang tentang Yesus yang dikenal sebagai “Testimonium Flavianum”.
Berlanjut ke halaman berikutnya…
Catatan lain tentang Yesus muncul dalam Annals of Imperial Rome, sebuah catatan sejarah abad pertama Kekaisaran Romawi yang ditulis sekitar tahun 116 Masehi oleh senator dan sejarawan Romawi, Tacitus.
Dalam catatannya tentang pembakaran kota Roma pada tahun 64 M, Tacitus mengungkap Kaisar Nero secara keliru menyalahkan “orang-orang yang biasa disebut orang Kristen, yang dibenci karena kebesaran mereka.”
“Christus, nama pendiri tersebut, dihukum mati oleh Pontius Pilatus, prokurator Yudea pada masa pemerintahan Tiberius.”
Menurut Ehrman, Tacitus tidak memiliki bias Kristen dalam diskusinya mengenai penganiayaan terhadap orang-orang Kristen oleh Nero.
Ehrman mengatakan apa yang ditulis Tacitus sama persis dengan yang dikatakan oleh Perjanjian Baru, tetapi dengan sudut pandang yang berbeda, yakni sudut pandang penulis Romawi yang meremehkan orang Kristen dan takhayulnya.
Menurut Myktiuk, ketika Tacitus menulis sejarah, jika dia menganggap informasi itu tidak sepenuhnya dapat diandalkan, dia biasanya menulis sejumlah indikasi tentang hal itu untuk para pembacanya. Namun ia menjamin nilai historis dari bagian tersebut.
Tak lama sebelum Tacitus menulis catatan tentang Yesus, gubernur Romawi Pliny the Younger menulis kepada Kaisar Trajan bahwa orang-orang Kristen “menyanyikan lagu-lagu pujian kepada Kristus seperti kepada dewa.”
Beberapa ahli juga meyakini sejarawan Romawi, Suetonius, merujuk kepada Yesus dengan menulis bahwa Kaisar Claudius telah mengusir orang-orang Yahudi dari Roma yang “terus menerus membuat kekacauan atas hasutan Chrestus.”
Ehrman mengatakan bahwa kumpulan cuplikan dari sumber-sumber non-Kristen ini mungkin tidak memberikan banyak informasi tentang kehidupan Yesus, tetapi berguna untuk menyadari bahwa Yesus dikenal oleh para sejarawan dalam catatan-catatan mereka. Artinya, tidak ada yang mengira bahwa dia hanya rekaan.
[Gambas:Photo CNN]
Prasasti
Kedatangan agama Kristen di Arab diketahui melalui sumber-sumber literatur yang ditulis oleh orang luar, seperti ahli Alkitab dan penerjemah terkenal St. Jerome.
Petak-petak gurun yang luas di sebelah timur Sungai Yordan menjadi rumah bagi ribuan prasasti kuno yang beberapa di antaranya bergambar salib dan menggunakan istilah-istilah Kristen.
Ahmad Al-Jallad, profesor bahasa Arab di Ohio State University, dalam tulisannya di Biblical Archaeology Review menunjukkan hasil yang menarik dari misi epigrafisnya pada 2019 di Wadi al-Khudari di Yordania timur laut.
Dikutip dari Biblical Archaeology, penelitian yang dilakukan Al-Jallad menemukan ratusan prasasti kuno, yang dicatat oleh para pengembara yang menjelajahi wilayah ini hampir dua ribu tahun lalu.
Lokasi penemuan dan penyebaran prasasti-prasasti tersebut menunjukkan rute dan lokasi singgah yang digunakan suku-suku Arab ketika berburu hewan liar dan menggembalakan ternak dan unta mereka.
[Gambas:Infografis CNN]
Setiap prasasti tersebut merupakan sumber informasi sejarah dan budaya yang berharga, tetapi salah satu di antaranya benar-benar luar biasa, karena mendokumentasikan penetrasi awal agama Kristen di Arab.
Prasasti yang kemungkinan berasal dari abad keempat ini menyebut nama Yesus-dengan nama yang sama dengan nama Yesus yang ada di dalam Al-Quran.
Menurut Al-Jallad, prasasti tersebut kemungkinan merupakan saksi paling awal dari kekristenan di Arab. Prasasti Yesus dari Wadi al-Khudari merupakan prasasti peringatan, yang berarti bahwa prasasti ini memperingati orang yang telah meninggal.
Prasasti ini terdiri dari tiga bagian: Pertama, prasasti ini memberikan nama dan silsilah si pembuat prasasti (Wahb-El).
Kedua, prasasti ini menambahkan peringatan tentang pamannya yang telah meninggal, dan ketiga diakhiri dengan sebuah doa religius – Isa, yang sesuai dengan nama yang diberikan kepada Yesus dalam Al-Quran: “Wahai Isa, tolonglah dia terhadap orang-orang yang mendustakanmu.”
Tidak diragukan lagi, kata Al-Jallad, penulis prasasti ini (dan mungkin juga pamannya) adalah seorang Kristen.