PIKIRAN RAKYAT – Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48 Tahun 2023 telah menetapkan aturan baru mengenai pengenaan pajak atas emas batangan dan emas perhiasan.
Aturan ini penting dipahami, terutama oleh para pelaku usaha dan konsumen yang berkecimpung dalam jual beli emas. Tapi, sebenarnya mana yang lebih besar pajaknya: emas batangan atau perhiasan? Berikut penjelasan lengkapnya.
Jenis Pajak yang Berlaku
Terdapat dua jenis pajak utama yang dikenakan atas transaksi emas, yaitu:
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22
Selain itu, jasa yang berkaitan dengan emas juga dikenakan PPN dan dapat dikenakan PPh sesuai jenis jasanya.
Pajak Emas Perhiasan
PPN untuk Emas Perhiasan
1,1% dari harga jual jika penyerahan dilakukan oleh pabrikan kepada pedagang atau pabrikan lainnya. 1,65% dari harga jual jika penyerahan dilakukan kepada konsumen akhir. 0% jika penyerahan dari pedagang ke pabrikan dan memiliki faktur pajak lengkap.
PPh Pasal 22 untuk Emas Perhiasan
0,25% dari harga jual, dipungut oleh pabrikan maupun pedagang. Tidak dipungut apabila pembeli adalah konsumen akhir, Wajib Pajak UMKM (PP-55/2022), atau memiliki Surat Keterangan Bebas (SKB). Pajak Emas Batangan
PPN untuk Emas Batangan
Tidak dikenakan PPN jika digunakan untuk cadangan devisa negara. Bisa tidak dipungut PPN jika memenuhi syarat tertentu (misalnya kadar kemurnian ≥99,99% dan memiliki sertifikat). Jika tidak memenuhi syarat, maka PPN tetap dikenakan sesuai ketentuan umum.
PPh Pasal 22 untuk Emas Batangan
0,25% dari harga jual, dipungut oleh pengusaha emas batangan. Tidak dikenakan jika dijual kepada konsumen akhir, UMKM, pemilik SKB, BI, atau melalui pasar emas digital. Mana yang Lebih Besar Pajaknya?
Secara umum, pajak emas perhiasan kepada konsumen akhir lebih besar, karena terdapat PPN sebesar 1,65% dan PPh 22 sebesar 0,25%, total mencapai 1,9% dari harga jual.
Sementara emas batangan bisa tidak dikenai PPN dan hanya dikenai PPh 22 sebesar 0,25%, dengan berbagai pengecualian. Ini membuat total pajaknya jauh lebih kecil, bahkan bisa nol jika memenuhi syarat tertentu.
Contoh Perhitungan Pajak
A. Pajak Emas Perhiasan (Konsumen Akhir)
Toko emas menjual perhiasan senilai Rp50.000.000 kepada konsumen.
Rp50.000.000 × 1,65% = Rp825.000
Rp50.000.000 × 0,25% = Rp125.000
Rp825.000 + Rp125.000 = Rp950.000
Total Harga Bayar Konsumen:
Rp50.000.000 + Rp950.000 = Rp50.950.000
B. Pajak Emas Batangan (Penjualan ke Pedagang)
Pabrikan emas menjual emas batangan seharga Rp150.000.000 ke pedagang emas.
Rp150.000.000 × 0,25% = Rp375.000
Rp150.000.000 + Rp375.000 = Rp150.375.000
Catatan: Jika transaksi memenuhi syarat tertentu seperti untuk cadangan devisa atau melalui pasar fisik emas digital, maka PPN tidak dikenakan, dan PPh 22 juga bisa tidak dipungut.
Bagaimana dengan Jasa Terkait Emas?
Jasa seperti pembersihan, pelapisan, atau penyepuhan emas dikenakan PPN sebesar 1,1% dari nilai jasa. Selain itu, pembayaran atas jasa tersebut juga dapat dikenakan PPh 21 atau PPh 23 tergantung siapa pemberi jasanya dan status pajaknya.
Kewajiban Pabrikan dan Pedagang
Setiap pelaku usaha emas perhiasan maupun emas batangan wajib:
Menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) Memungut pajak sesuai ketentuan Menyetorkan pajak melalui e-Billing Melaporkan pajak menggunakan e-Faktur atau e-Bupot Unifikasi
Pajak atas emas perhiasan kepada konsumen akhir cenderung lebih tinggi karena dikenakan PPN 1,65% dan PPh 22 0,25%, total 1,9% dari harga jual. Sedangkan pada emas batangan, pajaknya jauh lebih rendah, bahkan bisa bebas PPN dan PPh tergantung syaratnya.
Bagi konsumen maupun pelaku usaha, memahami perhitungan ini penting agar dapat mengelola kewajiban pajak dengan tepat dan menghindari sanksi administrasi perpajakan.***
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News