Blog

  • Infrastruktur Penunjang Sektor AI Indonesia Belum Memadai

    Infrastruktur Penunjang Sektor AI Indonesia Belum Memadai

    Bisnis.com, JAKARTA— Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengungkapkan Indonesia membutuhkan dukungan lebih banyak infrastruktur penunjang untuk mengembangkan kecerdasan buatan (AI).

    Wakil Menteri Komdigi Nezar Patria mengatakan infrastruktur penunjang pengembangan AI di Indonesia masih belum memadai, terutama dari sisi industri hulu. 

    Menurutnya, Indonesia hingga kini belum memiliki industri strategis yang terintegrasi, termasuk di sektor semikonduktor. 

    Dia mencontohkan komoditas mineral strategis seperti nikel dan pasir silika yang melimpah di dalam negeri, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal karena minimnya hilirisasi. 

    Akibatnya, Indonesia masih mengekspor bahan mentah ke luar negeri untuk kemudian diolah dan dijual kembali ke pasar global.

    “Saya kira ini harus dihentikan, kita harus melakukan downstreaming, kita harus melakukan mineralisasi, setidaknya kita bisa masuk dalam rantai pasok global ini,” kata Nezar dalam Diskusi Publik “Menjelajahi Peta Jalan Kecerdasan Artifisial Nasional, Pijakan untuk Berdikari?” di Kantor Bisnis Indonesia, dikutip Minggu (21/12/2025).

    Nezar kemudian menggambarkan pengalamannya saat berkunjung ke sebuah pabrik semikonduktor di Batam sebagai ilustrasi tantangan industri nasional. 

    Dari kunjungan tersebut, dia melihat seluruh proses produksi di pabrik tersebut telah sepenuhnya terotomatisasi dan berbasis mesin, dengan ribuan tenaga kerja yang sebagian besar hanya berperan sebagai pengawas proses. 

    Namun, meskipun pabrik tersebut beroperasi di Indonesia, hampir seluruh komponen dan bahan baku yang digunakan berasal dari luar negeri. Dia menyoroti penggunaan gold wire dalam proses moldingchip yang seluruhnya diimpor dari Jepang, meskipun Indonesia memiliki cadangan emas yang melimpah. 

    Hal itu terjadi karena lisensi dan teknologi pembuatan gold wire untuk industri semikonduktor masih dikuasai negara lain. Kondisi tersebut menunjukkan Indonesia belum terlibat dalam rantai pasok bernilai tambah tinggi, meskipun memiliki sumber daya alam yang sangat besar. 

    Menurut Nezar, situasi inilah yang mendorong pemerintah lintas kementerian, termasuk Kementerian Perindustrian, Komdigi, dan Kementerian Investasi, untuk kembali memetakan potensi sumber daya nasional sekaligus membuka peluang kerja sama dengan negara-negara strategis, khususnya Jepang. 

    Dia menilai masih banyak peluang yang selama ini luput dimanfaatkan, termasuk pengolahan pasir silika menjadi bahan baku semikonduktor yang bernilai tinggi.

    Nezar meyakini seluruh modal dasar untuk membangun kedaulatan ekosistem AI sejatinya sudah dimiliki Indonesia, asalkan diolah melalui strategi industri yang tepat.

    “Saya kira dengan pembuatan peta jalan kecerdasan artificial ini, kita mungkin bisa maju satu step dibandingkan dengan negara-negara di Asia. Namun demikian, mau membangun software AI itu saya kira harus membuka pikiran. Kita belajar lebih banyak dengan negara-negara yang sudah mencoba membangun itu “ ungkapnya, 

    Dalam kerangka jangka menengah, pemerintah juga mendorong penguatan riset AI di sektor publik melalui penyediaan platform sandbox untuk menguji inovasi-inovasi lokal. 

    Dari sisi pembiayaan, peran lembaga pendanaan seperti Danantara dinilai akan sangat krusial. Komdigi mengarahkan pembentukan sovereign AI fund serta skema blended financing guna memastikan keberlanjutan proyek-proyek strategis nasional.

    Adapun pemerintah telah menyusun strategi pengembangan AI yang terukur dalam tiga horizon. 

    Pada jangka pendek 2025–2027, peta jalan AI akan difokuskan pada penguatan tata kelola ekosistem, pencetakan 100.000 talenta AI per tahun, serta pembangunan infrastruktur pusat data berdaulat.

    Nezar menekankan talenta digital dan infrastruktur merupakan dua pilar utama yang tidak dapat dipisahkan dalam pengembangan AI nasional.

    “Dan yang penting yang harus kita lakukan adalah bagaimana mencari strategi yang tepat apakah pengembangan talenta ini dilakukan bersama dengan pendekatan pembangunan infrastruktur atau kita fokus terlebih dahulu dalam pembangunan talenta digital,” kata Nezar.

  • Gadis Umur 24 Kena Kanker Stadium 3, Ini Gejala yang Dia Abaikan

    Gadis Umur 24 Kena Kanker Stadium 3, Ini Gejala yang Dia Abaikan

    Jakarta

    Usia muda tidak selalu menjadi tameng dari penyakit serius, seperti yang dialami gadis muda di Colorado, Paige Seifert. Di usia 24 tahun, dia didiagnosis kanker usus atau kolorektal stadium tiga di usia 24 tahun.

    Paige yang saat ini berusia 25 tahun telah bebas dari kanker. Ia menceritakan perjuangannya dan berbagai gejala yang malah diabaikan.

    Darah di BAB hingga Lelah Ekstrem

    Paige menyebut setidaknya ada tiga gejala utama yang ia abaikan. Gejala pertama yang terjadi adalah munculnya darah saat buang air besar.

    Ia mengira kondisi tersebut hanya wasir atau ambeien. Bahkan, dua kali kunjungan ke dokter membuatnya semakin yakin, karena ia disebut ‘terlalu muda’ untuk kena kanker dan hanya didiagnosis wasir.

    Gejala kedua berupa kram perut, mual, dan rasa tidak nyaman yang datang tiba-tiba. Belakangan, ia baru memahami keluhan tersebut terjadi saat tumor mulai menghambat sebagian saluran anus.

    Tanda lainnya adalah kelelahan yang ekstrem. Paige sempat mengaitkannya dengan kurang tidur dan tekanan pekerjaan.

    Padahal, secara medis, kelelahan berat bisa menjadi tanda anemia akibat perdarahan kronis dari tumor di usus.

    Terlambat Sadar, Kanker Sudah Stadium 3

    Merasa ada yang tidak beres, Paige akhirnya menemui dokter spesialis gastroenterologi pada Januari 2025. Pemeriksaan kolonoskopi menunjukkan adanya massa besar di kolon.

    “Saya langsung berpikir apakah saya akan mati? Rasanya sangat menakutkan,” tutur Paige.

    Saat itu, kanker yang diidapnya sudah masuk stadium tiga. Artinya, sel kanker telah menyebar ke luar usus.

    Secara statistik, tingkat kelangsungan hidup lima tahun pada kanker usus stadium satu bisa mencapai 90 persen. Tetapi, angka itu turun menjadi sekitar 65 persen pada stadium tiga, dan merosot tajam jika telah mencapai stadium empat.

    Dalam Masa Remisi

    Paige kemudian menjalani operasi besar dan 12 sesi kemoterapi yang melelahkan. Kini, ia berada dalam masa remisi.

    Lewat unggahannya di media sosial, Paige mengingatkan anak muda agar tidak menyepelekan perubahan pada tubuh, terutama terkait kebiasaan buang air besar. Seperti adanya darah pada feses, penurunan berat badan tanpa sebab, feses yang berbentuk sangat tipis, hingga rasa lelah berkepanjangan.

    “Jangan anggap remeh gejala apapun hanya karena merasa masih muda. Kalau merasa ada yang salah, segera periksa. Itu bisa menyelamatkan hidupmu,” tegasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (sao/kna)

  • Daftar Harga Motor Listrik Honda Terbaru

    Daftar Harga Motor Listrik Honda Terbaru

    Jakarta

    Harga motor listrik Honda terbaru belum berubah. Paling murahnya mulai Rp 28 juta. Nah berikut ini rinciannya.

    Honda sudah punya tiga motor listrik yang dijual di Indonesia. Spesifikasinya berbeda-beda, bisa disesuaikan dengan kebutuhan kamu. Harganya juga bervariasi, namun kalau dibandingkan motor matic konvensional harganya masih lebih tinggi motor listrik Honda. Motor listrik Honda termurahnya dibanderol Rp 28 juta. Untuk lebih lengkapnya, berikut ini daftar harga mobil listrik Honda.

    Harga Motor Listrik HondaHonda Icon e: Rp 28 jutaHonda EM1 e: Rp 40 jutaHonda EM1 e: Plus: Rp 40,5 jutaHonda CUV e: Rp 54,45 jutaHonda CUV e: Roadsync Duo: Rp 59,65 jutaSpesifikasi Motor Listrik Honda

    Dari ketiga itu, CUV e: merupakan yang termahal. Punya banderol tembus Rp 50 jutaan, Honda CUV e: ditenagai motor listrik yang bisa menghasilkan power 6 kW. Motor listrik ini bisa melaju hingga kecepatan 83 km/jam dengan jarak tempuh maksimal 80,7 km.

    Sumber tenaganya berasal dari dua baterai Honda Mobile Power Pack e: yang dapat di-swap (ditukar) atau di-charge sendiri dengan off-board charger. Honda CUV e: dibekali baterai lithium-ion dengan voltase 50,26 V x 2 dan kapasitas 29,4 Ah x 2. Pengisian baterai dari kosong hingga penuh memakan waktu 6 jam dan 2,7 jam (160 menit) buat pengisian dari 25% ke 75%.

    Sementara Icon e: mengambil basis model EM1 e:, dilengkapi dengan Honda Mobile Power Pack e:. Komponen listrik utama, termasuk baterai telah diganti, dan juga eksteriornya telah didesain ulang sesuai selera konsumen Indonesia.

    Honda Icon e: hadir untuk konsumen yang mencari fleksibilitas mengendarai sepeda motor listrik, dengan menawarkan bodi yang ringan dan kelincahan di jalan raya. Honda ICON e: mengusung konsep Advance – Compact yang cocok untuk penggunaan harian. Konsumen dapat melakukan pengisian daya dengan Honda Power Pack Charger e: dengan waktu pengisian daya 2,7 jam (160 menit) untuk 25%-75% dan 6 jam untuk 0%-100%.

    Pajak Motor Listrik Honda

    Nah itu tadi harga dan spesifikasi motor listrik Honda terbaru. Meski harganya ada yang tembus Rp 50 juta, namun pajak tahunannya masih lebih murah. Pajak tahunannya dibebaskan, sehingga setiap tahun kamu hanya perlu membayar SWDKLLJ (Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan) sebesar Rp 35 ribu. Bagi yang belum tahu, Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) untuk kendaraan listrik masih dinolkan, alias gratis. Pun untuk Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) tidak dikenakan biaya.

    Aturan ini berlaku sejak diundangkan pada 11 Mei 2023 yang tercantum Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 6 Tahun 2023 tentang Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama, dan Pajak Alat Berat Tahun 2023. Berikut ini bunyi pasal 10:

    1. Pengenaan PKB KBL Berbasis Baterai untuk orang atau barang ditetapkan sebesar 0 persen dari dasar pengenaan PKB
    2. Pengenaan BBNKB KBL Berbasis Baterai untuk orang atau barang ditetapkan sebesar 0 persen dari dasar pengenaan BBNKB

    (dry/rgr)

  • OpenAI Perkenalkan GPT-5.2, Jawaban atas Tantangan Gemini 3 Pro

    OpenAI Perkenalkan GPT-5.2, Jawaban atas Tantangan Gemini 3 Pro

    Liputan6.com, Jakarta – OpenAI resmi meluncurkan GPT-5.2, model kecerdasan buatan (AI) terbaru disebutka memiliki respons lebih cepat ketimbang generasi sebelumnya dan penantang utama Gemini 3 Pro.

    Peluncuran ini dilakukan bertepatan dengan pengumuman kerja sama lisensi Sora bersama Disney, menandai langkah agresif OpenAI di tengah persiangan AI global kiat ketat.

    Mengutip newsroom di situs OpenAI, Minggu (21/12/2025), GPT-5.2 membawa peningkatan signifikan dalam pembuatan spreadsheet, penyusunan presentasi, penulisan kode, pemahaman gambar, hingga pengelolaan konteks panjang dan proyek kompleks multi-tahap.

    Varian paling canggih, GPT-5,2 Thinking, diklaim unggul jauh dibanding GPT-5.1. OpenAI menyebut, model AI ini menghasilkan kesalahan faktual 30 persen lebih sedikit. Peningkatan ini menyasar kebutuhan profesional seperti riset, penulisan, analisis, dan dukungan pengambilan keputusan.

    “Bagi para profesional, ini berarti lebih sedikit kesalahan saat menggunakan model untuk penelitian, penulisan, analisis, dan dukungan pengambilan keputusan, menjadikan model ini lebih dapat diandalkan untuk pekerjaan berbasis pengetahuan sehari-hari,” tulis OpenAI.

    Model baru ini juga diklaim lebih biak dalam hal percakapan. OpenAI mengatakan GPT-5.2 Instant disebut mengalami peningkatan jelas dan menjawab pertanyaan informasi, panduan langkah, penulisan teknis, hingga terjemahan yang dibangun berdasarkan nada percakapan yang lebih hangat seperti yang dikenalkan pada GPT-5.1 Instant.

    OpenAI memikul ekspektasi besar setelah rilis GPT-5 pada awal 2025 menuai kritik. Banyak pengguna mengeluhkan jawaban yang “kurang cerdas” dan karakter model yang terasa datar, hingga muncul seruan agar OpenAI mengembalikan GPT-4o.

    Kini, lewat GPT-5.2, OpenAI berupaya memulihkan kepercayaan pengguna sekaligus menunjukkan keseriusannya menghadapi tekanan dari kompetitor seperti Gemini 3 Pro.

  • Sopir Bus Jalani Tes Kesehatan Jelang Lonjakan Arus Nataru

    Sopir Bus Jalani Tes Kesehatan Jelang Lonjakan Arus Nataru

    Foto Health

    Muhammad Reevanza – detikHealth

    Minggu, 21 Des 2025 18:00 WIB

    Jakarta – Menjelang libur Natal dan Tahun Baru, sopir bus di Terminal Pulo Gebang menjalani tes kesehatan. Langkah ini dilakukan demi keselamatan perjalanan penumpang.

  • Usai Kasus Peretasan BI Fast, OJK Periksa Ketahanan Siber Seluruh BPD

    Usai Kasus Peretasan BI Fast, OJK Periksa Ketahanan Siber Seluruh BPD

    Jakarta

    Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memeriksa terhadap ketahanan dan keamanan siber bank pembangunan daerah (BPD) di seluruh Indonesia. Hal ini dilakukan usai terjadi peretasan layanan BI Fast di sejumlah bank daerah yang menyebabkan kerugian sekitar Rp 200 miliar akibat aktivitas transfer ilegal.

    Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan pihaknya telah meminta ke seluruh BPD untuk memastikan dilaksanakannya langkah-langkah peningkatan ketahanan dan keamanan siber bank.

    “Setelah terjadinya kasus insiden di beberapa BPD, OJK melakukan crash program pemeriksaan terhadap BPD seluruh Indonesia dengan focus ketahanan dan keamanan siber. Bank sudah diminta untuk memastikan dilaksanakannya langkah-langkah peningkatan ketahanan dan keamanan Siber bank,” ujar Dian dalam keterangannya, dikutip Minggu (21/12/2025).

    Selain itu, pihaknya telah melakukan kerjasama lebih intens dengan regulator sistem pembayaran untuk mencegah terjadinya insiden serupa. Dari sisi regulasi, Dian menyebut OJK telah menerbitkan beberapa ketentuan yang mengatur penerapan teknologi informasi di bank diantaranya POJK Nomor 11/POJK.03/2022 tentang Penyelenggaraan Teknologi Informasi Oleh Bank Umum (POJK PTI) dan SEOJK Nomor 29/SEOJK.03/2022 tentang Ketahanan Dan Keamanan Siber Bagi Bank Umum (SEOJK Siber).

    “OJK juga telah mengirimkan surat pembinaan mengenai langkah-langkah yang harus segera dilakukan oleh bank khususnya mengenai transaksi-transaksi anomali yang terjadi, serta meminta bank untuk melakukan penghentian transaksi untuk melakukan klarifikasi sebelum melaksanakan perintah transaksi,” terang Dian.

    Dian juga menyebut OJK telah mengingatkan kembali dan meminta bank untuk melakukan penguatan manajemen risiko dalam rangka pencegahan penyalahgunaan sistem perbankan dalam tindak pidana fraud. Adapun beberapa cara yang dapat dilakukan perbankan.

    Di antaranya melakukan penyempurnaan fraud detection system, memperkuat pelaksanaan know your customer, melakukan analisis dan evaluasi berkala atas profil dan limit transaksi nasabah, melakukan penguatan manajemen risiko pihak ketiga, memperkuat tim tanggap insiden siber, dan melakukan pelatihan dan sosialisasi rutin terkait peningkatan security awareness.

    Lebih lanjut, dalam melaksanakan pengawasan terhadap bank, OJK menerapkan pendekatan Risk Based Supervision (RBS) atau pengawasan berbasis risiko. Menurut Dian, pendekatan ini digunakan untuk menilai kondisi kesehatan bank secara proporsional dan berkelanjutan.

    “OJK melakukan evaluasi terhadap profil risiko bank, termasuk risiko operasional yang di dalamnya mencakup aspek teknologi informasi, serta menetapkan Tingkat Kesehatan Bank setiap semester,” imbuh Dian.

    Selain itu, pengawasan yang dilakukan oleh OJK selama ini terbagi menjadi pengawasan tidak langsung (offsite) dan pengawasan melalui pemeriksaan (onsite). Seluruh kegiatan pengawasan tersebut dilakukan berdasarkan rencana pengawasan yang disusun sebelumnya, dengan mempertimbangkan prioritas pengawasan, tingkat urgensi, ketersediaan sumber daya, serta karakteristik, skala usaha dan kompleksitas operasional masing-masing bank.

    (kil/kil)

  • Wasit Anulir Penalti, Tomas Trucha Telan Kekalahan Perdana Bersama PSM Makassar

    Wasit Anulir Penalti, Tomas Trucha Telan Kekalahan Perdana Bersama PSM Makassar

    Dimenit ke-45+3 Malut United mengancam lewat aksi Ciro Alves sayang sepakannya masih mampu dihalau oleh Hilmansyah.

    Sampai peluit panjang tanda berakhir babak pertama dibunyikan tidak ada lagi gol tercipta PSM Makassar sementara tertinggal 0-1 dari Malut United.

    Masuk ke babak kedua, PSM Makassar langsung berinisiatif menyerang.

    Tertinggal satu gol membuat Savio Roberto Cs terus mengempur lini belakang Malut United.

    Namun di menit ke-58 peluang berbahaya justru didapatkan Malut United, sayang sepakan dari David Da Silva masih mampu ditepis oleh Hilmansyah.

    Di menit ke-65 PSM baru coba mengancam. lewat sepakan keras dari Rizky Eka yang masih melambung jauh.

    Kembali di menit ke-76 peluang dari PSM, sayang umpan dari Sakai yang disundul Abu Kamara masih lemah.

    Pada menit ke-81 peluang emas untuk PSM, Daisuke Sakai yang berdiri bebas di dalam kotak pinalti sepakannya masih begitu lemah.

    Dua menit berselang PSM mendapatkan hadiah pinalti, usai aksi individu Rizky Eka harus dihemtikan di kotak terlarang.

    Namun setelah dilakukan review wasit mengagalkan pinalti untuk PSM Makassar.

    Di menit ke-90+2 pemain PSM Mufli Hidayat gagal menyamakan kedudukan usai sepakannya masih melambung.

    Sampai peluit panjang tanda berakhirnya laga, tidak ada lagi gol yang tercipta.

    Skor 0-1 untuk kemenangan Malut United, sekaligus jadi kekalahan perdana Tomas Trucha bersama PSM Makassar.

    (Erfyansyah/fajar)

  • OTT Kepala Daerah: Terus Menangkap atau Mulai Mencegah?

    OTT Kepala Daerah: Terus Menangkap atau Mulai Mencegah?

    OTT Kepala Daerah: Terus Menangkap atau Mulai Mencegah?
    Dosen Fakultas Hukum Universitas Pasundan & Sekretaris APHTN HAN Jawa Barat
    Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.
    OPERASI
    tangkap tangan kembali terjadi. Kepala daerah kembali ditangkap. Publik kembali terkejut—atau justru tidak lagi benar-benar terkejut.
    Dalam beberapa bulan terakhir, Komisi Pemberantasan Korupsi kembali menjerat bupati dan wali kota aktif. Modusnya tidak jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya: proyek, izin, dan relasi kuasa yang diperdagangkan.
    OTT selalu hadir sebagai klimaks. Ia dramatis, tegas, dan menegangkan. Namun, OTT juga kerap menutupi pertanyaan yang lebih mendasar: mengapa pola ini terus berulang?
    Mengapa kepala daerah—yang lahir dari pemilu langsung dan legitimasi rakyat—begitu rentan terseret korupsi?
    Setiap OTT menegaskan bahwa
    korupsi kepala daerah
    bukan anomali. Ia bukan kecelakaan tunggal, melainkan gejala dari sistem yang terus memproduksi risiko.
    Menyederhanakan persoalan ini sebagai kesalahan moral individu hanya akan membuat kita terjebak pada siklus yang sama: tangkap, vonis, lalu ulangi.
    Dalam konteks pemerintahan daerah, korupsi sering kali tidak muncul secara tiba-tiba. Ia tumbuh perlahan, sejak sebelum kepala daerah dilantik.
    Akar persoalannya bukan hanya pada kekuasaan yang disalahgunakan, tetapi pada kekuasaan yang sejak awal dibeli dengan harga mahal.
    Pilkada langsung membawa harapan demokrasi, tetapi juga membawa ongkos politik yang kian tak rasional. Biaya kampanye melonjak, kompetisi makin sengit, dan tuntutan logistik makin kompleks.
    Dalam banyak daerah, ongkos politik tidak lagi sebanding dengan gaji dan fasilitas resmi kepala daerah selama masa jabatan.
    Ketimpangan inilah yang menciptakan paradoks. Jabatan publik yang seharusnya melayani rakyat justru menuntut modal pribadi yang luar biasa. Dalam situasi seperti ini, politik berubah dari pengabdian menjadi investasi.
    OTT KPK sering terjadi tak lama setelah kepala daerah menjabat. Ini bukan kebetulan. Tekanan untuk “mengembalikan modal” datang lebih cepat daripada proses adaptasi pemerintahan. Sponsor menunggu, tim sukses menagih, jaringan politik mengingatkan janji.
    Tekanan ini tidak selalu diekspresikan secara vulgar. Ia hadir dalam bentuk permintaan halus, rekomendasi proyek, atau dorongan “memperhatikan” pihak tertentu. Di bawah tekanan semacam ini, garis antara kebijakan dan transaksi menjadi tipis.
    High cost
    politik melahirkan utang politik yang laten. Utang ini tidak diakui secara hukum, tetapi sangat nyata dalam praktik. Kepala daerah tidak berhadapan dengan bank, melainkan dengan relasi kuasa. Dan utang semacam ini tidak mengenal restrukturisasi.
    OTT KPK sering kali membongkar lapisan terakhir dari utang politik tersebut. Suap yang tertangkap tangan bukan peristiwa pertama, melainkan ujung dari rangkaian relasi yang telah berlangsung sejak masa kampanye.
    Desentralisasi memberi kepala daerah kewenangan luas. Di sinilah persoalan menjadi kompleks. Kewenangan atas anggaran, perizinan, dan birokrasi menciptakan ruang diskresi yang besar.
    Dalam kondisi ideal, diskresi adalah alat pelayanan. Dalam kondisi tertekan, diskresi berubah menjadi komoditas.
    Banyak OTT KPK menunjukkan bahwa kewenangan administratif dijadikan alat tukar. Proyek dipercepat, izin dilunakkan, jabatan diatur. Bukan karena kebutuhan publik, tetapi karena tekanan politik yang belum lunas.
    Partai politik sering luput dari sorotan OTT. Padahal, mereka adalah aktor penting dalam mahalnya politik lokal. Proses pencalonan yang tidak sepenuhnya transparan membuat biaya politik menumpuk sejak awal.
    Ketika partai gagal menjalankan fungsi kaderisasi, mereka secara tidak langsung mendorong lahirnya pemimpin yang rapuh secara etik.
    OTT yang menjerat kepala daerah seharusnya juga menjadi cermin bagi partai: apakah mekanisme rekrutmen politik selama ini justru ikut menyiapkan lahan subur bagi korupsi?
    Setelah OTT, sering terungkap bahwa praktik korupsi melibatkan jejaring birokrasi. Ini menunjukkan bahwa
    high cost
    politik tidak berhenti di kepala daerah. Ia merembes ke struktur pemerintahan.
    Mutasi jabatan, pengisian posisi strategis, dan pengelolaan proyek menjadi bagian dari ekosistem balas jasa.
    Birokrasi yang terseret dalam pusaran ini kehilangan profesionalisme. Negara dirugikan dua kali: oleh korupsi dan oleh rusaknya sistem pelayanan publik.
    Frekuensi OTT justru memunculkan bahaya baru: normalisasi. Ketika penangkapan menjadi rutinitas, publik bisa kehilangan daya kejut. Korupsi tidak lagi dipandang sebagai kegagalan sistem, melainkan sekadar risiko jabatan.
    Normalisasi ini berbahaya. Ia membuat kita puas pada penindakan, tetapi abai pada pencegahan. Padahal, OTT adalah alarm, bukan solusi akhir.
    Data penegakan hukum menunjukkan ratusan kepala daerah dan wakilnya telah terseret kasus korupsi sejak era reformasi. OTT terbaru hanya menambah daftar panjang tersebut. Ini menegaskan bahwa persoalannya bersifat struktural dan berulang.
    Jika setiap tahun kita menyaksikan OTT, tetapi tidak mengubah desain politik lokal, maka penindakan akan selalu tertinggal satu langkah dari korupsi.
    Momentum OTT KPK seharusnya menjadi titik refleksi negara. Regulasi pendanaan kampanye, pengawasan Pilkada, dan akuntabilitas partai politik perlu dibenahi secara serius.
    Negara tidak cukup hadir sebagai penindak, tetapi harus berani menjadi perancang sistem yang adil dan realistis.
    Menekan biaya politik bukan melemahkan demokrasi. Justru sebaliknya, ia menyelamatkan demokrasi dari pembusukan yang berlangsung diam-diam.
    OTT KPK adalah peringatan keras, bukan sekadar berita kriminal. Ia memberi pesan bahwa demokrasi lokal sedang sakit. Selama politik masih terlalu mahal, kepala daerah akan terus berada dalam dilema antara sumpah jabatan dan utang politik.
    Korupsi pemimpin daerah bukan takdir. Ia bisa dicegah jika keberanian membenahi sistem lebih besar daripada kepuasan melihat penangkapan.
    Momentum OTT seharusnya mendorong kita bertanya lebih jauh: apakah kita ingin terus menangkap, atau mulai mencegah?
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • OTT Kepala Daerah: Terus Menangkap atau Mulai Mencegah?

    OTT Kepala Daerah: Terus Menangkap atau Mulai Mencegah?

    OTT Kepala Daerah: Terus Menangkap atau Mulai Mencegah?
    Dosen Fakultas Hukum Universitas Pasundan & Sekretaris APHTN HAN Jawa Barat
    Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.
    OPERASI
    tangkap tangan kembali terjadi. Kepala daerah kembali ditangkap. Publik kembali terkejut—atau justru tidak lagi benar-benar terkejut.
    Dalam beberapa bulan terakhir, Komisi Pemberantasan Korupsi kembali menjerat bupati dan wali kota aktif. Modusnya tidak jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya: proyek, izin, dan relasi kuasa yang diperdagangkan.
    OTT selalu hadir sebagai klimaks. Ia dramatis, tegas, dan menegangkan. Namun, OTT juga kerap menutupi pertanyaan yang lebih mendasar: mengapa pola ini terus berulang?
    Mengapa kepala daerah—yang lahir dari pemilu langsung dan legitimasi rakyat—begitu rentan terseret korupsi?
    Setiap OTT menegaskan bahwa
    korupsi kepala daerah
    bukan anomali. Ia bukan kecelakaan tunggal, melainkan gejala dari sistem yang terus memproduksi risiko.
    Menyederhanakan persoalan ini sebagai kesalahan moral individu hanya akan membuat kita terjebak pada siklus yang sama: tangkap, vonis, lalu ulangi.
    Dalam konteks pemerintahan daerah, korupsi sering kali tidak muncul secara tiba-tiba. Ia tumbuh perlahan, sejak sebelum kepala daerah dilantik.
    Akar persoalannya bukan hanya pada kekuasaan yang disalahgunakan, tetapi pada kekuasaan yang sejak awal dibeli dengan harga mahal.
    Pilkada langsung membawa harapan demokrasi, tetapi juga membawa ongkos politik yang kian tak rasional. Biaya kampanye melonjak, kompetisi makin sengit, dan tuntutan logistik makin kompleks.
    Dalam banyak daerah, ongkos politik tidak lagi sebanding dengan gaji dan fasilitas resmi kepala daerah selama masa jabatan.
    Ketimpangan inilah yang menciptakan paradoks. Jabatan publik yang seharusnya melayani rakyat justru menuntut modal pribadi yang luar biasa. Dalam situasi seperti ini, politik berubah dari pengabdian menjadi investasi.
    OTT KPK sering terjadi tak lama setelah kepala daerah menjabat. Ini bukan kebetulan. Tekanan untuk “mengembalikan modal” datang lebih cepat daripada proses adaptasi pemerintahan. Sponsor menunggu, tim sukses menagih, jaringan politik mengingatkan janji.
    Tekanan ini tidak selalu diekspresikan secara vulgar. Ia hadir dalam bentuk permintaan halus, rekomendasi proyek, atau dorongan “memperhatikan” pihak tertentu. Di bawah tekanan semacam ini, garis antara kebijakan dan transaksi menjadi tipis.
    High cost
    politik melahirkan utang politik yang laten. Utang ini tidak diakui secara hukum, tetapi sangat nyata dalam praktik. Kepala daerah tidak berhadapan dengan bank, melainkan dengan relasi kuasa. Dan utang semacam ini tidak mengenal restrukturisasi.
    OTT KPK sering kali membongkar lapisan terakhir dari utang politik tersebut. Suap yang tertangkap tangan bukan peristiwa pertama, melainkan ujung dari rangkaian relasi yang telah berlangsung sejak masa kampanye.
    Desentralisasi memberi kepala daerah kewenangan luas. Di sinilah persoalan menjadi kompleks. Kewenangan atas anggaran, perizinan, dan birokrasi menciptakan ruang diskresi yang besar.
    Dalam kondisi ideal, diskresi adalah alat pelayanan. Dalam kondisi tertekan, diskresi berubah menjadi komoditas.
    Banyak OTT KPK menunjukkan bahwa kewenangan administratif dijadikan alat tukar. Proyek dipercepat, izin dilunakkan, jabatan diatur. Bukan karena kebutuhan publik, tetapi karena tekanan politik yang belum lunas.
    Partai politik sering luput dari sorotan OTT. Padahal, mereka adalah aktor penting dalam mahalnya politik lokal. Proses pencalonan yang tidak sepenuhnya transparan membuat biaya politik menumpuk sejak awal.
    Ketika partai gagal menjalankan fungsi kaderisasi, mereka secara tidak langsung mendorong lahirnya pemimpin yang rapuh secara etik.
    OTT yang menjerat kepala daerah seharusnya juga menjadi cermin bagi partai: apakah mekanisme rekrutmen politik selama ini justru ikut menyiapkan lahan subur bagi korupsi?
    Setelah OTT, sering terungkap bahwa praktik korupsi melibatkan jejaring birokrasi. Ini menunjukkan bahwa
    high cost
    politik tidak berhenti di kepala daerah. Ia merembes ke struktur pemerintahan.
    Mutasi jabatan, pengisian posisi strategis, dan pengelolaan proyek menjadi bagian dari ekosistem balas jasa.
    Birokrasi yang terseret dalam pusaran ini kehilangan profesionalisme. Negara dirugikan dua kali: oleh korupsi dan oleh rusaknya sistem pelayanan publik.
    Frekuensi OTT justru memunculkan bahaya baru: normalisasi. Ketika penangkapan menjadi rutinitas, publik bisa kehilangan daya kejut. Korupsi tidak lagi dipandang sebagai kegagalan sistem, melainkan sekadar risiko jabatan.
    Normalisasi ini berbahaya. Ia membuat kita puas pada penindakan, tetapi abai pada pencegahan. Padahal, OTT adalah alarm, bukan solusi akhir.
    Data penegakan hukum menunjukkan ratusan kepala daerah dan wakilnya telah terseret kasus korupsi sejak era reformasi. OTT terbaru hanya menambah daftar panjang tersebut. Ini menegaskan bahwa persoalannya bersifat struktural dan berulang.
    Jika setiap tahun kita menyaksikan OTT, tetapi tidak mengubah desain politik lokal, maka penindakan akan selalu tertinggal satu langkah dari korupsi.
    Momentum OTT KPK seharusnya menjadi titik refleksi negara. Regulasi pendanaan kampanye, pengawasan Pilkada, dan akuntabilitas partai politik perlu dibenahi secara serius.
    Negara tidak cukup hadir sebagai penindak, tetapi harus berani menjadi perancang sistem yang adil dan realistis.
    Menekan biaya politik bukan melemahkan demokrasi. Justru sebaliknya, ia menyelamatkan demokrasi dari pembusukan yang berlangsung diam-diam.
    OTT KPK adalah peringatan keras, bukan sekadar berita kriminal. Ia memberi pesan bahwa demokrasi lokal sedang sakit. Selama politik masih terlalu mahal, kepala daerah akan terus berada dalam dilema antara sumpah jabatan dan utang politik.
    Korupsi pemimpin daerah bukan takdir. Ia bisa dicegah jika keberanian membenahi sistem lebih besar daripada kepuasan melihat penangkapan.
    Momentum OTT seharusnya mendorong kita bertanya lebih jauh: apakah kita ingin terus menangkap, atau mulai mencegah?
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • UNIQLO Sumbang Rp 11,1 M dan Puluhan Ribu Baju Baru ke Korban Banjir Sumatera

    UNIQLO Sumbang Rp 11,1 M dan Puluhan Ribu Baju Baru ke Korban Banjir Sumatera

    UNIQLO Sumbang Rp 11,1 M dan Puluhan Ribu Baju Baru ke Korban Banjir Sumatera
    Tim Redaksi
    MAGELANG, KOMPAS.com
    – Perusahaan ritel global asal Jepang, PT Fast Retailing Indonesia (UNIQLO), menyumbang Rp 11,1 miliar serta puluhan ribu pakaian baru bagi korban banjir dan longsor di sejumlah wilayah Sumatera.
    Sumbangan ini diumumkan pada peringatan
    Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional
    (HKSN) dengan tema ‘Solidaritas untuk Sumatera 2025’, yang digelar di kawasan Candi Borobudur, Magelang, bekerja sama dengan Kementerian Sosial, Minggu (21/12/2025).
    “Total bantuan dana tunai
    UNIQLO
    untuk Sumatera kini mencapai Rp 11,1 miliar, ditambah puluhan ribu potong pakaian baru yang disesuaikan dengan kebutuhan para penyintas,” ujar Corporate Affairs Director PT Fast Retailing Indonesia, Irma Yunita.
    Sebelumnya, UNIQLO telah menyalurkan Rp 1,1 miliar dana tunai serta 6.500 potong pakaian baru.
    Kini, jumlah tersebut ditambah Rp 10 miliar dana tunai yang berasal dari UNIQLO Global, serta 30.000 potong pakaian baru tambahan.
    “Donasi ini kami salurkan melalui PMI, Save the Children, Plan International Indonesia, dan kementerian terkait, agar distribusinya tepat sasaran,” jelas Irma.
    Irma menegaskan, jenis pakaian yang disalurkan tidak dipilih berdasarkan pemetaan kebutuhan di lapangan bersama mitra dan relawan.
    “Kebutuhan paling mendesak itu justru pakaian dalam, innerwear, pakaian anak, dan pakaian laki-laki,” katanya.
    UNIQLO punya program Heart of LifeWear, inisiatif donasi pakaian yang telah berjalan selama dua tahun, baik di tingkat global maupun di Indonesia.
    UNIQLO ingin mendonasikan satu juta potong pakaian setiap tahun dari seluruh jaringan toko di dunia.
    Dia bilang, di negara empat musim, pakaian yang dibagikan umumnya berupa Heattech atau pakaian penghangat.
    Sementara di Indonesia, bantuan disesuaikan dengan iklim dan kebutuhan masyarakat.
    “Untuk Indonesia, kami mendonasikan AIRism (jenis produk perusahaan tersebut untuk cuaca panas), pakaian yang ringan, nyaman, dan memang dibutuhkan sehari-hari,” ujarnya.
    UNIQLO juga menjalankan program Recycle Box di seluruh tokonya.
    Pelanggan dapat menyumbangkan pakaian UNIQLO yang sudah tidak terpakai.
    “Yang masih layak pakai akan kami donasikan, yang tidak layak pakai akan kami daur ulang,” jelas Irma.
    Dalam rangkaian acara HKSN di Magelang, UNIQLO juga menyerahkan 15.500 potong pakaian baru kepada Kementerian Sosial.
    Bantuan ini kemudian didistribusikan kepada masyarakat di sembilan desa sekitar Borobudur sebagai bentuk solidaritas nasional.
    “Hari ini penyerahan secara simbolis. Harapannya pakaian ini bisa benar-benar bermanfaat untuk masyarakat sekitar Borobudur,” tutur Irma.
    Selain bantuan di Magelang, perhatian UNIQLO difokuskan pada wilayah Sumatera yang terdampak bencana banjir dan longsor, seperti Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
    Irma menegaskan, tantangan terbesar dalam donasi kemanusiaan adalah memastikan bantuan sampai kepada penerima yang benar-benar membutuhkan. “Itu kekhawatiran terbesar kami,” katanya.
    Karena itu, UNIQLO mengombinasikan kerja sama dengan pemerintah, lembaga swasta, dan organisasi internasional.
    Setiap penyaluran bantuan disertai laporan distribusi, dokumentasi visual, hingga sistem pelacakan.
    “Kami harus melaporkan semua ke global. Mekanisme kontrolnya sangat ketat, dan itu kami terapkan juga di Indonesia,” ujar Irma.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.