Surabaya (beritajatim.com) – Terdakwa Hermanto Oerip mulai menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya atas perkara dugaan penipuan dan penggelapan dana senilai Rp75 miliar. Dalam perkara ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Esti Dilla Rahmawati mendakwa Hermanto bersama pihak lain melakukan serangkaian tipu muslihat investasi tambang nikel fiktif.
Meski didakwa dengan nilai kerugian fantastis, Hermanto Oerip tidak ditahan. JPU dan majelis hakim yang diketuai Nur Kholis sepakat tidak melakukan penahanan dengan pertimbangan kondisi kesehatan terdakwa serta adanya uang jaminan sebesar Rp250 juta yang dititipkan di kepaniteraan PN Surabaya.
Sidang pembacaan dakwaan digelar di Ruang Kartika PN Surabaya, Rabu (24/12/2025). Dalam dakwaannya, JPU menyebut perbuatan terdakwa dilakukan dalam rentang waktu 14 Februari 2018 hingga 6 Juni 2018 di sebuah rumah di Jalan Raya Darmo Permai 2/46, Kelurahan Pradah Kali Kendal, Kecamatan Dukuh Pakis, Kota Surabaya.
Perkara ini bermula dari perkenalan antara terdakwa dengan Saksi Soewondo Basoeki saat mengikuti kegiatan tour Eropa. Dari pertemanan tersebut, terdakwa kemudian memperkenalkan Soewondo kepada Saksi Venansius Niek Widodo—yang kini berstatus narapidana berdasarkan Putusan PK Nomor 98/PK/PD/2023—dalam sebuah pertemuan di Restoran Ducking Ciputra World Mall Surabaya, yang juga dihadiri Saksi Rudy Effendy Oei.
Dalam pertemuan tersebut, Venansius Niek Widodo menunjukkan sejumlah dokumen dan foto yang seolah menggambarkan keberhasilan usaha pertambangan ore nikel di Kabaena, Kendari.
“Terdakwa dan Saksi Venansius Niek Widodo secara bersama-sama mengajak Saksi Soewondo Basoeki untuk ikut menyerahkan uang sebagai modal usaha pertambangan,” ujar jaksa saat membacakan dakwaan.
Venansius juga menyebut PT Tonia Mitra Sejahtera (PT TMS) sebagai contoh keberhasilan tambang nikel yang dikelolanya. Klaim itu semakin meyakinkan korban setelah mereka diajak meninjau langsung lokasi tambang di Kabaena, Sulawesi Tenggara, meski faktanya kegiatan pertambangan tersebut tidak pernah ada.
Pada 2018, terdakwa dan Venansius mengajak korban mendirikan perusahaan bernama PT Mentari Mitra Manunggal (PT MMM) berdasarkan Akta Pendirian Nomor 28 tanggal 14 Februari 2018. Terdakwa meminta Soewondo menjadi Direktur Utama dengan alasan dirinya telah menjabat posisi serupa di perusahaan lain.
PT MMM direncanakan memiliki modal dasar Rp5 miliar, dengan masing-masing pihak menyetor Rp1,25 miliar, yang kemudian diserahkan oleh korban. Namun, perusahaan tersebut ternyata tidak pernah terdaftar di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) dan tidak pernah disahkan sebagai badan hukum.
Untuk semakin meyakinkan korban, terdakwa mengirimkan dokumen perjanjian kerja sama fiktif antara PT MMM dan PT Tonia Mitra Sejahtera melalui grup WhatsApp “PT MMM”, padahal kedua perusahaan tidak pernah memiliki hubungan kerja sama.
Skema berlanjut dengan penunjukan PT Rockstone Mining Indonesia (PT RMI) sebagai pengelola tambang dengan biaya operasional mencapai Rp63,9 miliar. Atas bujuk rayu terdakwa, korban akhirnya menyerahkan dana total Rp75 miliar, terdiri dari modal pribadi dan pinjaman untuk terdakwa serta dua pihak lainnya, dengan janji imbal hasil 1 persen per bulan.
Dana tersebut ditransfer ke rekening BCA atas nama PT Rockstone Mining Indonesia, lalu dalam waktu berdekatan justru ditarik kembali melalui puluhan cek. Jaksa menyebut dana korban dicairkan melalui 153 cek dengan nilai mencapai Rp44,985 miliar, melibatkan terdakwa, istrinya, anaknya, hingga sopir pribadi.
Perbuatan terdakwa terungkap setelah sejumlah saksi menyatakan bahwa tidak pernah ada kerja sama pertambangan, baik dengan PT Tonia Mitra Sejahtera maupun PT Rockstone Mining Indonesia. Seluruh kegiatan pertambangan yang dijanjikan terbukti fiktif, sementara uang korban tidak pernah dikembalikan.
Akibat perbuatan tersebut, Saksi Soewondo Basoeki mengalami kerugian sebesar Rp75.000.000.000.
Atas perbuatannya, terdakwa Hermanto Oerip didakwa melanggar Pasal 378 KUHP tentang penipuan dan Pasal 372 KUHP tentang penggelapan juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Menanggapi dakwaan jaksa, terdakwa melalui kuasa hukumnya menyatakan akan mengajukan eksepsi pada sidang lanjutan yang dijadwalkan digelar 6 Januari 2026. [uci/beq]