Bisnis.com, JAKARTA — Tahun 2025 mencatatkan rekor baru dalam dunia peretasan aset kripto, dengan para peretas berhasil mencuri lebih dari US$2,7 miliar atau Rp45,28 triliun dalam bentuk cryptocurrency. Diduga kelompok peretas ini berasal dari Pemerintah Korea Utara.
Menurut laporan dari perusahaan pemantau blockchain, para peretas menargetkan berbagai bursa kripto dan proyek DeFi, serta berhasil mencuri dana dalam jumlah yang sangat besar. Peretasan paling besar tahun ini terjadi di bursa kripto Bybit yang berbasis di Dubai, di mana sekitar US$1,4 miliar atau sekitar Rp23 triliun berhasil dicuri.
Kasus ini menarik perhatian banyak pihak, termasuk FBI dan perusahaan analisis blockchain, yang menghubungkan peretasan ini dengan kelompok peretas yang diduga berasal dari pemerintah Korea Utara. Kelompok ini telah lama dikenal sebagai salah satu yang paling produktif dalam melakukan peretasan dan pencurian kripto.
Dikutip dari TechCrunch Rabu (24/12/2025), sebelum peretasan Bybit, pencurian kripto terbesar terjadi pada tahun 2022, dengan peretasan yang merugikan Jaringan Ronin dan Jaringan Poly masing-masing sebesar US$624 juta atau Rp10,42 triliun dan US$611 juta atau Rp10,20 triliun.
Namun, pencurian yang terjadi pada tahun 2025 jauh melampaui angka-angka tersebut, dengan total kerugian yang mencapai US$2,7 miliar atau Rp45,28 triliun. Angka ini termasuk peretasan besar dan juga pencurian dari dompet pribadi, yang mana dilaporkan sekitar US$700.000 atau Rp11,69 miliar berhasil dicuri dari dompet individu.
Perusahaan keamanan web3, seperti De.Fi, yang melacak kejadian-kejadian peretasan ini, menyebutkan bahwa jumlah total kripto yang dicuri pada tahun 2025 memang mencapai US$2,7 miliar atau Rp45,28 triliun.
Pemerintah Korea Utara kembali muncul sebagai aktor utama dalam pencurian ini, dengan estimasi bahwa negara tersebut telah mencuri lebih dari US$6 miliar atau Rp100,2 triliun sejak 2017 untuk mendanai program senjata nuklir mereka, yang selama ini mendapat sanksi internasional.
Selain peretasan Bybit, terdapat juga beberapa kejadian penting lainnya, seperti peretasan terhadap bursa terdesentralisasi Cetus yang menghasilkan US$223 juta atau Rp 3,7 juta untuk peretas, peretasan pada protokol Balancer yang menyebabkan kerugian hingga US$128 juta atau Rp2,14 triliun, serta peretasan pada bursa Phemex yang merugikan sekitar US$73 juta atau Rp1,22 triliun.
Keamanan di dunia kripto tampaknya terus menghadapi ancaman besar. Tahun 2024 telah mencatatkan kerugian sebesar US$2,2 miliar atau Rp36,74 triliun dan tahun 2023 sebesar US$2 miliar atau Rp33,4 triliun, angka pada tahun 2025 menjadi rekor tertinggi. (Nur Amalina)

/data/photo/2025/12/24/694b748199cee.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/04/07/67f353cdd2df7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/12/24/694b8e22a2129.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

/data/photo/2025/10/24/68fb04ed9b592.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

/data/photo/2025/12/24/694b8e167e96b.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/07/31/688aa90eb819a.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)