Industri AI Memanas, Alibaba Rilis Qwen yang Diklaim Lampaui Kecanggihan DeepSeek dan ChatGPT
Blog
-
/data/photo/2025/01/29/6799d1a5ab00e.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Paulus Tannos Ajukan Cabut Status WNI sejak KPK Sidik Kasus Korupsi E-KTP Nasional 29 Januari 2025
Paulus Tannos Ajukan Cabut Status WNI sejak KPK Sidik Kasus Korupsi E-KTP
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengungkapkan, tersangka korupsi e-KTP,
Paulus Tannos
, mengajukan permohonan pencabutan kewarganegaraan setelah kasus tersebut diusut.
Namun, Tannos tak pernah melengkapi dokumen yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses administrasi pencabutan status kewarganegaraannya.
“Saya lihat data, permohonan untuk melepaskan kewarganegaraan itu dilakukan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyidikan terkait kasus ini,” ujar Supratman kepada wartawan, Rabu (29/1/2025).
Diketahui, kasus korupsi mulai diusut KPK sejak 2012.
Namun, proses penyidikan dimulai pada 2014 setelah penetapan tersangka pertama dalam kasus tersebut.
Tannos sendiri ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 13 Agustus 2019 setelah penyidik melakukan pengembangan kasus.
Sejak penetapan tersangka itu, Tannos sulit dicari keberadaannya.
KPK kemudian memasukkan Tannos dalam daftar pencarian orang (DPO) mulai 19 Oktober 2021.
“Yang bersangkutan sampai dengan 2018, yang bersangkutan itu paspornya masih atas nama Tjhin Thian Po dan dua kali melakukan perubahan,” kata Supratman.
Supratman pun menegaskan bahwa sampai saat ini Tannos tetap berstatus WNI, karena proses pencabutan kewarganegaraannya belum disetujui.
“Sampai hari ini yang bersangkutan belum melengkapi dokumen yang dibutuhkan,” ungkap Supratman.
“Karena itu, status kewarganegaraan atas nama Paulus Tannos atau Tjhin Thian Po itu masih berstatus sebagai warga negara Indonesia,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya,
Paulus Tannos ditangkap
oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura pada 17 Januari 2025.
Penangkapan tersebut berawal dari pengajuan penahanan sementara oleh KPK melalui Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri.
Surat permohonan ini kemudian diteruskan kepada Interpol Singapura hingga sampai ke CPIB.
Namun, Tannos tidak bisa langsung dibawa ke Indonesia untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Ada sejumlah persyaratan administrasi dan hukum yang harus dipenuhi, termasuk kelengkapan dokumen serta putusan pengadilan di Singapura.
Setelah semua proses ini selesai, barulah Tannos dapat diekstradisi ke Indonesia untuk menghadapi hukum atas perbuatannya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Soal Pagar Laut di Tangerang, Anggota DPR Fraksi PKB: Indonesia Negara Hukum Bukan Negara Kekuasaan – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota DPR RI Komisi III, Abdullah meminta instansi yang berwenang untuk segera memproses penyidikan dan penyelidikan terkait polemik pagar laut di Kabupaten Tangerang.
Dari langkah tersebut, dirinya meminta agar diumumkan siapa saja yang diduga melanggar administrasi maupun pidana.
“Ingat, Indonesia ini negara hukum bukan negara kekuasaan. Para pakar dan berbagai lapisan masyarakat yang mempertanyakan penegakan hukum kepada tersangka atau yang diduga bersalah adalah peringatan dini dari mereka terkait kepercayaan pada penegakan hukum,” ujar Abduh melalui keterangan tertulis, Rabu (29/1/2025).
Penegakan hukum dengan mengumumkan tersangka atau terduga pelaku menjadi sangat penting setelah kerugian yang terjadi dapat dipaparkan perkiraannya.
Seperti kerusakan lingkungan laut dan nelayan yang terganggu mata pencaharaiannya.
Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengatakan kerugian dari pagar laut ini menurut Ombudsman RI mencapai sekitar Rp116,91 miliar per tahun.
Rinciannya mulai dari penurunan pendapatan nelayan sebesar Rp93,31 miliar per tahun, kemudian peningkatan biaya operasional sebesar Rp18,60 miliar per tahun dan kerusakan ekosistem laut sebesar Rp5 miliar per tahun.
Ditambah lagi adanya warga Desa Kohod yang melaporkan dugaan masalah pencatutan namanya dalam sertifikat hak guna bangunan (HGB) ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
“Terkait sudah adanya data-data pelanggaran dan kerugian dari pagar laut yang dialami negara dan nelayan atau warga Desa Kohod, ini saya khawatir dengan anggapan banyak pihak yang menilai negara kalah dengan mereka oligarki,” kata Abduh.
Legislator dari daerah pemilihan (dapil) Jawa Tengah (Jateng) VI ini juga menyoroti kemunculan buzzer yang bertugas melakukan pembenaran dengan argumen yang tak logis dan tak sesuai fakta.
“Buzzer pembela oligarki dalam kasus pagar laut sudah dideteksi netizen di berbagai platform media sosial. Sudah tidak mempan hal-hal penggiringan opini untuk melakukan pembenaran terhadap pelanggaran hukum, saya minta pihak-pihak yang melakukan dan bagian dari operasi tersebut berhenti,” tutur Abduh.
Kelindan buzzer dan oligarki dalam kasus pagar laut, kata Abduh, akan memengaruhi Indeks Negara Hukum untuk Indonesia.
Selama satu dekade Indeks Negara Hukum untuk Indonesia cenderung stagnan. Pada 2015 skor Indeks negara hukum RI 0,51 dan pada 2024, skor indeks ada pada angka 0,53. Pada 2024 peringkat Indonesia pada indeks tersebut menurun dari posisi 66 ke posisi 68 dari 142 negara.
Dirinya juga meminta semua pemangku kepentingan yang terkait dalam kasus pagar laut untuk menegakan hukum dan mendukung Presiden Prabowo Subianto dengan program Asta Cita bidang hukum.
“Kasus pagar laut harus diusut tuntas dengan kolaborasi semua pihak. Ini sebagai bentuk dukungan terhadap misi bidang hukum Presiden Prabowo yaitu memperkuat reformasi politik, hukum dan birokrasi, serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi,” pungkasnya.
-

Cak Imin soal Kepuasan Kinerja Prabowo-Gibran Tinggi: Indikator Harapan Besar
Jakarta –
Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PMK) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menilai tingginya tingkat kepuasan masyarakat terhadap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto merupakan suatu harapan besar. Menurutnya, kepercayaan itu harus dibuktikan dengan kerja-kerja yang konkret.
“Tingkat kepuasan publik dan rakyat kepada pemerintahan baru ini menunjukkan indikator harapan besar. Pertama kepercayaan ini buat kami sebuah penghargaan yang harus dibuktikan dengan kerja konkret,” kata Cak Imin di kawasan Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur, Rabu (29/1/2025).
Meski demikian, kata Cak Imin, tingginya tingkat kepuasan masyarakat terhadap Pemerintah merupakan suatu ujian, untuk menghadirkan kebijakan-kebijakan yang pro terhadap rakyat. Cak Imin mengungkap tugasnya dari Prabowo untuk menghilangkan kemiskinan ekstrem secepatnya.
“Kalau di dalam koordinasi saya, Pak Presiden memerintahkan supaya tahun ini tidak ada lagi kemiskinan ekstrem, targetnya hilang kemiskinan ekstrem, secepat-cepatnya,” tegas Cak Imin.
Lebih lanjut, Cak Imin mengungkapkan cara mengentaskan kemiskinan ekstrem itu salah satunya dengan menggunakan potensi APBN dan sumber daya alam (SDA). Ia meyakini, kekayaan alam yang melimpah mampu menjadi penyelamat bagi masyarakat.
“Menghilangkan kemiskinan pada umumnya dengan berbagai cara dengan menggunakan kelola potensi APBN, sumber daya alam kita, kalau perlu sumber daya alam kita menjadi penyelamat kemiskinan,” ujarnya.
Survei dari Indikator Politik digelar pada 16-21 Januari dengan melibatkan 1.220 orang responden yang dipilih dengan simple random sampling dari seluruh provinsi di Indonesia. Metode wawancara survei dilakukan dengan tatap muka.
Survei tercatat memiliki margin of error +/- 2,9%. Adapun tingkat kepercayaan survei sebesar 95%.
(bel/eva)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu
-

Polisi Kesulitan Interogasi Anak yang Bunuh Ayah di Jember, Matanya Melotot saat Diajak Bicara – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM – Polisi kesulitan untuk menginterogasi Akbar (19), anak yang menghabisi nyawa ayah kandungnya, Zaenal Arifin alias Haji Jaenuri (60) di Dusun Jadukan, Desa Mojosari, Kecamatan Puger, Jember, Jawa Timur.
Pasalnya, selama menjalani perawatan di RSD dr Soebandi, Jember, pelaku menunjukkan perilaku yang tak normal.
“Sering tiba-tiba mengumandangkan azan dan ikamah bahkan menjawab pertanyaan polisi dengan azan,” ungkap Kapolsek Puger, AKP Fatchur Rahman, Rabu (29/1/2025), dikutip dari Tribun Jatim.
Polisi menduga, tingkah laku itu mengindikasikan pelaku mengalami gangguan kejiwaan setelah membunuh ayah kandungnya sendiri.
“Saat ini kami fokus terlebih dahulu pada penyembuhan lukanya. Setelah itu kami akan memeriksa kondisi mentalnya,” ucap Fatchur.
Selain itu, setiap kali penyidik mengajak bicara pelaku soal pembunuhan yang dilakukannya, ekspresi Akbar langsung berubah drastis, bahkan matanya melotot.
“Tiba-tiba melotot, lalu diam tanpa menjawab pertanyaan apa pun. Karena kesulitan mendapatkan keterangan dari AK, polisi melibatkan ibu dan kakaknya,” terangnya.
Fatchur menekankan bahwa keterangan tersangka sangat dibutuhkan dalam penyelidikan kasus ini.
Oleh sebab itu, polisi meminta bantuan ibu pelaku untuk berkomunikasi dengan yang bersangkutan.
“Kami membutuhkan keterangannya untuk penyelidikan, jadi ibunya kami mintai tolong untuk berkomunikasi dengannya,” jelas Fatchur.
Penyidikan perkara juga terhambat lantaran polisi belum bisa mengakses handphone milik pelaku lantaran enggan memberikan sandinya.
“Setiap kali ditanya kata sandinya, ia selalu memberikan jawaban yang tidak jelas. Kami berharap ibunya bisa membantu membuka ponsel tersebut,” imbuhnya.
Meski begitu, Fatchur berujar bahwa penyidikan kasus ini akan terus berlanjut karena pihaknya perlu menggali motif pembunuhan.
“Polisi berusaha mengungkap motif AK membunuh ayahnya, terutama setelah melihat sikapnya yang berubah-ubah,” ungkapnya.
Lebih lanjut, kepolisian akan meminta keterangan keluarga pelaku guna memastikan riwayat gangguan mental yang bersangkutan.
“Polisi ingin memastikan apakah ada riwayat gangguan mental atau kejadian lain yang melatarbelakangi tragedi ini,” tuturnya.
Kesaksian Tetangga
Sebelumnya, polisi sudah meminta keterangan dari beberapa saksi terkait kasus ini.
Tetangga korban, Edi Siswanto mengaku, menyaksikan betul saat pelaku memenggal leher ayahnya pada Senin (27/1/2025) dini hari.
Edi menyatakan, dirinya mendengar suara teriakan pada pukul 00.00 WIB. Awalnya, ia mengira yang berteriak adalah orang gila.
“Akhirnya saya coba lihat dari balik kelambu jendela rumah saya di depan. Saya kira orang gila, ternyata tetangga saya, tepat di depan rumah saya, kira-kira jaraknya 10 meter dari rumah saya,” ujarnya, Selasa (28/1/2025).
Edi ingat betul, betapa pelaku menghabisi nyawa korban secara kejam. Akbar berkali-kali membacokan benda tajam ke leher ayahnya.
“Kayak dirajang-rajang. Cuma pakai apa, saya kurang tahu soalnya penerangannya kurang jelas,” terangnya setelah dimintai keterangan penyidik di Polsek Puger.
Selain itu, jumlah bacokannya tak bisa terhitung karena pelaku mengayunkan senjata tajam ke leher korban kurang lebih selama lima menit.
“Pokoknya cukup lama, ada mungkin lima menit, soalnya dibacok terus gitu. Saya pikir itu orang gila kok,” kata Edi sambil menggerakkan tangan kanannya saat mengingat tindakan pelaku.
Saat melihat kejadian itu, dirinya tak berani keluar rumah dan menolong korban lantaran kondisinya sepi.
“Takut saya yang mau keluar rumah, apalagi kan saya pendatang. Saat itu orang lain belum ada yang tahu, yang tahu hanya anak dan istri saya, karena saya bangunin,” jelasnya.
Setelah menghabisi nyawa ayahnya, pelaku pergi dan mondar-mandir di jalanan, meninggalkan tubuh korban.
“Saat itu juga memang tidak ada tetangga yang keluar, takut juga mungkin. Pokoknya saya tetap di dalam rumah sama anak dan istri saya,” urainya.
Menurutnya, pelaku memang memenggal leher korban dengan senjata tajam hingga terputus, bahkan menghilangkan kepala ayahnya.
“Dan memang kepala (korban) dipegang dan dibawa sejauh 50 meteran dari tempat pembunuhan. Memang sengaja dibuang sama pelaku,” tutur Edi.
Ia mengaku baru berani keluar rumah saat banyak orang di depan rumahnya menjelang subuh, menyaksikan tubuh korban tanpa kepala.
“Baru saat orang-orang sudah ramai, baru saya keluar rumah. Ketika menjelang subuh,” tambahnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunJatim.com dengan judul: Anak yang Penggal Leher Ayah Kandung di Jember Kumandangkan Adzan saat Ditanya Polisi.
(Tribunnews.com/Deni)(TribunJatim.com/Imam Nawawi)
-

Ramai-Ramai Youtuber Bongkar Borok Korea Selatan, Ada Apa Sebenarnya?
Jakarta, CNBC Indonesia – Selama setahun terakhir, banyak video di YouTube yang menyelami sisi gelap Korea Selatan. Video tersebut berbahasa Inggris dan sudah ditonton jutaan kali.
Video yang diunggah menyoroti budaya kerja yang intens di negara ini, harga rumah yang melambung tinggi, sistem pendidikan yang kejam, dan cengkeraman para konglomerat chaebol terhadap ekonominya.
Bagi penonton internasional, muncul pertanyaan bagaimana mungkin sebuah negara yang terkenal dengan idola K-pop, inovasi teknologi, dan ekspor budayanya, menyimpan tantangan yang begitu besar.
Salah satu video yang viral berjudul “Korea Selatan adalah Dystopia,” yang diunggah pada 28 Desember tahun lalu, oleh saluran “Fern.” Video yang telah ditonton sebanyak 3,4 juta kali ini dimulai dengan gambar-gambar mengerikan tentang tragedi kapal feri Sewol 2014 silam, yang menuduh para pejabat pemerintah dan konglomerat yang berkuasa, yang disebut chaebol, lebih mementingkan keuntungan daripada keselamatan.
Narator menggambarkan bagaimana “hubungan yang nyaman” antara bisnis dan politik diduga membuat para elit perusahaan mengabaikan peraturan yang mungkin dapat mencegah bencana tersebut.
Sosiolog Prancis Christophe Gaudin, menjelaskan bahwa video-video tersebut melejit karena Korea Selatan mewujudkan apa yang ia sebut sebagai “masyarakat utopis-distopia.”
“Selama beberapa dekade terakhir, Korea mengalami modernisasi dengan kecepatan yang luar biasa. Di satu sisi, Anda melihat pencapaian yang menakjubkan dalam teknologi, budaya, dan standar hidup. Di sisi lain, Anda akan menemukan ketidaksetaraan yang parah, stres yang luar biasa, dan guncangan politik,” katanya, dikutip dari Korea Herald, Rabu (29/1/2025).
Ketegangan tersebut yang kemudian membuat Korea begitu menarik di YouTube.
Video-video tersebut memicu keheranan dan kecemasan pada saat yang sama, terutama mengingat krisis politik saat ini.
Menurut Gaudin, banyak orang asing yang mulai memperhatikan ketika mereka melihat kesamaan di negara mereka sendiri.
“Mereka melihat kenaikan biaya hidup, gesekan politik, dan ketidakamanan pekerjaan di negara mereka,” katanya.
“Kemudian mereka menonton video yang menggambarkan masalah yang sama di Korea, diperbesar oleh pertumbuhan yang lebih cepat dan struktur sosial yang lebih intens. Hal itu beresonansi.” pungkasnya.
(dce)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5112391/original/077160500_1738138811-20250129_130431.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)


