Blog

  • Video Unik! Pos Pelayanan Nataru 2026 Jombang Hadirkan Tema ‘Frozen’

    Video Unik! Pos Pelayanan Nataru 2026 Jombang Hadirkan Tema ‘Frozen’

    Bukan di Disneyland, tapi di Polres Jombang pemandangan tak biasa terpampang. Pos Pelayanan milik Satlantas Polres Jombang yang berada di Jalan Basuki Rahmad sengaja dibuat dengan tema Frozen untuk menyambut libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2026.

    Tujuannya biar suasana lebih nyaman dan bersahabat bagi pemudik yang bawa anak-anak. Kalau detikers, bakal melipir buat foto-foto nggak kalau lewat sini?

    Klik di sini untuk menonton video lainnya!

  • Mbah Sadikem Cari Keadilan, Tanah Warisan Diduga Berpindah Tangan

    Mbah Sadikem Cari Keadilan, Tanah Warisan Diduga Berpindah Tangan

    Liputan6.com, Jakarta – Di usia senjanya yang telah menginjak 81 tahun, Mbah Sadikem masih harus menghadapi persoalan yang tak kunjung usai. Warga Kalurahan Ngalang, Kapanewon Patuk, Kabupaten Gunungkidul ini terus berjuang mempertahankan hak atas tanah warisan peninggalan orang tuanya yang kini diduga telah berpindah tangan tanpa sepengetahuannya.

    Persoalan tanah tersebut mencuat ke publik setelah keponakan Mbah Sadikem, Ediyanto, mengungkapkan adanya dugaan kejanggalan administrasi dalam penerbitan surat tanah atau letter C.

    Ia menyebut, tanah warisan yang sejak lama dikuasai keluarga tiba-tiba memiliki lebih dari satu pencatatan, bahkan berujung pada penerbitan sertifikat dan penjualan kepada pihak lain.

    Menurut Ediyanto, tanah yang menjadi sengketa merupakan peninggalan ayah kandung Mbah Sadikem, Karijo Setiko alias Karyo Nadi. Tanah itu tercatat dalam letter C nomor 1189 percil 913 dengan luas sekitar 3.500 meter persegi dan selama ini diyakini sebagai hak keluarga besar almarhum.

    Namun, masalah mulai muncul pada tahun 2021. Saat itu, Ediyanto mengaku terkejut karena mendapati adanya letter C lain atas nama Kariyo Taruno dengan nomor 724 percil 984. Letter C tersebut disebut memiliki objek bidang tanah yang sama dengan tanah warisan Mbah Sadikem.

    Belum selesai dengan persoalan itu, pada 2023 kembali terbit letter C atas nama Sugeng Hadi Prayitno dengan nomor 2.426 percil 922 seluas sekitar 1.600 meter persegi. Tanah tersebut kembali diklaim berada di atas objek yang sama. Situasi inilah yang kemudian memicu dugaan adanya praktik manipulasi administrasi.

    Ediyanto secara tegas menuding adanya peran oknum lurah dalam penerbitan letter C yang disebut fiktif tersebut. Menurutnya, penerbitan dokumen itu menjadi pintu masuk hilangnya hak atas tanah milik pamannya.

    “Ada oknum lurah untuk membuat letter C fiktif itu,” ujar Ediyanto.

    Ia menjelaskan, Karijo Setiko memiliki dua orang anak, yakni Mbah Sadikem dan Supartinah. Sementara Sugeng Hadi Prayitno yang namanya tercantum dalam letter C terbaru merupakan anak dari Supartinah. Ediyanto menyebut, Sugeng kemudian menjual tanah tersebut berdasarkan sertifikat yang terbit pada 2023 dan diklaim berasal dari hibah.

    Ironisnya, tanah yang kini disengketakan itu telah berpindah tangan dan di atasnya telah berdiri sebuah bangunan klinik. Nilai transaksi penjualan tanah tersebut disebut mencapai sekitar Rp 1 miliar. Meski demikian, Mbah Sadikem mengaku tidak pernah menerima bagian apapun dari hasil penjualan tanah warisan yang diyakininya sebagai haknya.

    Ediyanto berharap, hak atas tanah milik pamannya dapat dikembalikan dan persoalan ini dapat diselesaikan secara adil.

    “Jadi ketika dibutuhkan oleh pihak klinik, ya nanti urusannya ke Mbah Sadikem,” katanya.

    Menanggapi tudingan tersebut, Lurah Ngalang, Suharyanta, memberikan klarifikasi. Ia menyampaikan bahwa Sugeng Hadi Prayitno memang telah mensertifikatkan tanah yang menurut data administrasi kalurahan sebagian tercatat atas namanya, yakni di percil 922.

    Suharyanta menjelaskan bahwa sejak awal lahan tersebut terbagi menjadi dua bidang. Untuk percil pekarangan nomor 913, tanah tersebut telah disertifikatkan atas nama Ediyanto dan Rukani. Sementara satu bidang lainnya, sebagian telah disertifikatkan atas nama Sugeng dan sebagian lagi belum disertifikatkan, dengan luas sekitar 1.000 meter persegi.

    “Luasan dalam percil itu kalau tidak salah sekitar 1.070 meter persegi, dan yang disertifikatkan ketemu di angka sekitar 900 meter persegi,” jelasnya.

    Ia mengakui bahwa setelah tanah tersebut dijual oleh Sugeng, barulah muncul tuntutan dari Mbah Sadikem yang merasa memiliki hak atas tanah tersebut. Atas persoalan itu, Suharyanta mengaku telah dimintai keterangan oleh pemerintah daerah dan juga menjalani proses penyelidikan oleh kepolisian.

    “Hasilnya tidak ditemukan unsur pidana,” ungkapnya.

    Selain itu, perkara sengketa tanah tersebut juga sempat bergulir di Pengadilan Agama. Namun, dalam proses persidangan, laporan tersebut dinyatakan ditolak dan perkara dinyatakan selesai.

    “Putusannya ditolak, dan katanya yang bersangkutan tidak melakukan upaya banding,” pungkas Suharyanta.

  • Cuaca Hari Ini Senin 22 Desember 2025: Mayoritas Jabodetabek Berawan Tebal Seharian

    Cuaca Hari Ini Senin 22 Desember 2025: Mayoritas Jabodetabek Berawan Tebal Seharian

    Cuaca Hari Ini Senin 22 Desember 2025: Mayoritas Jabodetabek Berawan Tebal Seharian

  • 6
                    
                        Pengakuan Komunitas Soal 2 Mata Elang yang Tewas Dikeroyok Polisi di Kalibata
                        Megapolitan

    6 Pengakuan Komunitas Soal 2 Mata Elang yang Tewas Dikeroyok Polisi di Kalibata Megapolitan

    Pengakuan Komunitas Soal 2 Mata Elang yang Tewas Dikeroyok Polisi di Kalibata
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Kelompok Persaudaraan Timur Raya (PETIR) buka suara mengenai kasus dua mata elang yang tewas dikeroyok enam anggota kepolisian di Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan, pada Kamis (11/12/2025) lalu.
    Ketua Umum PETIR, Alex Emanuel Kadju, menyebutkan bahwa kedua korban yang merupakan anggota organisasinya, NAT dan MET, memiliki legalitas resmi sebagai
    debt collector
    (DC).
    “Iya, kurang lebih seperti itu (penagih profesional), mereka legalitasnya jelas dari perusahaan
    leasing
    ,” ujar Alex saat ditemui di Mess Cendrawasih, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Sabtu (20/12/2025) malam.
    Pekerjaan sebagai
    debt collector
    ini dilakukan kedua korban sebagai pekerjaan sampingan untuk menghidupi keluarganya.
    Alex menyatakan, pihaknya tengah menyiapkan tindak lanjut agar keluarga korban mendapatkan keadilan.
    “Ini yang kami pikirkan juga, ini kondisi, keberlanjutan untuk anak-anak korban ini, siapa yang tanggung jawab? Jadi pertanyaan kami,” kata dia.
    Selain itu, pihaknya juga tengah mempersiapkan laporan terhadap enam tersangka dengan dugaan pembunuhan berencana.
    “Kami siapkan semua. Kami buatkan grup advokat, paralegal dari Indonesia Timur kurang lebih hampir 50 orang untuk mengumpulkan itu, bahwa kami memang ada bukti-bukti untuk menyeret para pelaku ini ke Pasal 340,” jelas dia.
    Alex menjelaskan,
    debt collector
    yang terlibat sebelum NAT dan MET dikeroyok berjumlah empat orang. Awalnya mereka sedang makan di salah satu warung di wilayah Pancoran.
    Salah satu dari mereka melihat sepeda motor pelaku yang disebut menunggak pembayaran kredit, lalu dua orang mengikuti sepeda motor itu hingga berhenti di seberang Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, sementara NAT dan MET tetap di tempat.
    Di lokasi, mereka memperkenalkan diri sebagai debitur dari perusahaan
    leasing
    dan menunjukkan surat tugas.
    “Dengan nada sopan dia bilang, ‘Maaf Bang, ini unit bermasalah Bang, nunggak empat bulan.’ Dijawab oleh pemilik motor bahwa ‘Unit motor ini bukan punya saya, punya ibu saya,’ katanya. ‘Oh ya sudah kalau begitu, ini kami dari BAF,’ dia memperkenalkan diri dengan
    ID card
    dan mereka punya SK, mereka punya surat lengkaplah surat tugas,” jelas Alex.
    Kemudian datang seorang wanita yang menegur agar mereka tidak menarik sepeda motor di pinggir jalan. Dua orang berpenutup wajah memastikan situasi aman dan wanita itu dipersilakan pergi.
    Setelah wanita itu pergi, kedua
    debt collector
    diajak masuk ke tenda pedagang kaki lima (PKL) oleh para tersangka. NAT dan MET datang menyusul, tetapi kunci sepeda motor mereka dicabut dan keduanya diseret ke bawah tenda.
    Melihat situasi yang mulai memanas, dua
    debt collector
    lainnya langsung melarikan diri, meninggalkan NAT dan MET dikeroyok enam tersangka yang ternyata anggota pelayanan markas (Yanmar) Mabes Polri.
    Alex menilai para tersangka sudah merencanakan untuk menghabisi korban sebelum melakukan pengeroyokan.
    “Karena di situ ada jeda, sekitar satu jam dari mereka dibawa masuk ke warung itu. Jadi kami pikir itu ada perencanaan,” ujar Alex.
    Pengeroyokan terhadap MET dan NAT hingga membuat kedua korban tewas pada akhirnya memicu amarah teman-teman mereka. Kios dan tenda PKL di lokasi pengeroyokan dirusak dan dibakar, berikut dengan kendaraan yang terparkir di sekitarnya.
    Alex tidak bisa memastikan apakah anggotanya terlibat dalam kerusuhan tersebut, karena ribuan anggota PETIR tersebar di DKI Jakarta. Namun, ia menegaskan tidak akan menghalangi proses hukum jika terbukti ada anggotanya yang melanggar nilai persatuan yang mereka junjung.
    “Kami tidak akan melindungi. Karena jujur kami sudah sepakat dari mulai PETIR ini awal berdiri, tidak akan ada lagi aksi-aksi premanisme, aksi-aksi kekerasan di Rumah Adat PETIR ini. Kalau ada, silakan menyingkir,” tegas dia.
    Ia juga memastikan orang yang meneror pedagang serta menyuarakan protes dan kesedihannya kepada awak media bukan berasal dari PETIR.
    “Saya menyampaikan ke Ketua Divisi Hukum PETIR untuk menyampaikan ke inisial H (pedagang) ini bahwa itu (pengancam) bukan dari PETIR. Kami tidak mungkin mengancam-ancam orang. Dan saya pastikan itu bukan dari PETIR,” ujar dia.
    Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Budi Hermanto mengatakan, pihaknya telah mengantongi identitas terduga pelaku perusakan dan pembakaran kios di Kalibata.
    Ia menyebutkan bahwa besar kemungkinan adanya keterlibatan rekan-rekan korban yang marah setelah temannya tewas dikeroyok.
    Saat ini, para terduga pelaku pembakaran masih berada dalam pengawasan aparat kepolisian sebelum dilakukan penangkapan.
    Polisi juga terus mendalami rangkaian peristiwa yang memicu kerusuhan lanjutan tersebut.
    “Kemungkinan besar (teman matel yang tewas). Karena yang itu (pelaku pembakaran) merasa bahwa masyarakat yang melakukan, bahkan menuduh masyarakat melakukan pembiaran terhadap matel yang menjadi korban pengeroyokan. Pasti itu ada sangkut pautnya, sangat dipastikan,” kata Budi kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Kamis (18/12/2025).
    Sebelumnya, polisi menangkap enam tersangka dalam kasus pengeroyokan yang menewaskan dua orang mata elang di area TMP Kalibata.
    Dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya pada Jumat (12/12/2025) malam, Polri mengungkap keenam tersangka merupakan anggota Polri dari satuan pelayanan markas Mabes Polri, yakni JLA, RGW, IAB, IAM, BN, dan AN.
    Keenamnya dijerat Pasal 170 ayat 3 KUHP tentang pengeroyokan yang mengakibatkan korban meninggal dunia, sekaligus dijatuhi sanksi pelanggaran kode etik profesi Polri kategori berat.
    Kasus ini juga memicu kerusuhan lanjutan berupa perusakan dan pembakaran lapak pedagang di sekitar lokasi kejadian, yang kini masih dalam penanganan aparat kepolisian.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Duduk Perkara Guru Besar USU Dibunuh Anak Kandung, Dipicu Kasus KDRT

    Duduk Perkara Guru Besar USU Dibunuh Anak Kandung, Dipicu Kasus KDRT

    Liputan6.com, Jakarta – Dunia akademik Universitas Sumatera Utara (USU) berduka sekaligus dikejutkan dengan peristiwa tragis yang menimpa salah satu guru besarnya. Dosen Fakultas Kehutanan USU berinisial OK (58) tewas bersimbah darah setelah ditikam oleh anak kandungnya sendiri, HFZ (18), di kediaman mereka, Jalan Aluminium III, Kecamatan Medan Deli. Peristiwa ini bermula dari konflik di internal keluarga yang memuncak.

    Berdasarkan keterangan polisi, pelaku yang merupakan mahasiswa semester dua Teknik Komputer USU ini nekat menghabisi nyawa ayahnya karena diduga tak tahan melihat sang ibu terus-menerus menjadi korban penganiayaan.

    Kasat Reskrim Polres Pelabuhan Belawan, Iptu Agus Purnomo, mengungkapkan bahwa emosi pelaku meluap saat menyaksikan korban sedang menganiaya ibunya.

    HFZ sempat mencoba melerai, namun situasi semakin memanas hingga ia mengambil pisau dapur dan menikam korban berkali-kali.

    “Motifnya adalah sakit hati. Pelaku mengaku kesal karena korban kerap melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap istrinya maupun terhadap pelaku sendiri,” ujar Iptu Agus, Minggu (21/12/2025).

  • BCA Sebar Beasiswa Lagi, Kesempatan Kuliah IT Gratis hingga Lulus

    BCA Sebar Beasiswa Lagi, Kesempatan Kuliah IT Gratis hingga Lulus

    Program Beasiswa PPTI menjadi wujud komitmen BCA dalam mendukung akses pendidikan berkualitas sekaligus menyiapkan sumber daya manusia unggul di bidang teknologi. Peserta akan mendapatkan pendidikan intensif yang berfokus pada pengembangan kompetensi IT serta penerapannya di industri perbankan.

    Penerima Beasiswa PPTI akan menempuh masa pendidikan selama 2,5 tahun di BCA Learning Institute, Sentul, Jawa Barat. Seluruh biaya pendidikan dan akomodasi selama masa studi ditanggung sepenuhnya oleh BCA.

    Selain itu, peserta juga memperoleh berbagai fasilitas penunjang, seperti uang saku bulanan, asrama, makan siang, buku pembelajaran, hingga laptop untuk mendukung proses belajar mengajar.

    Melalui program ini, BCA berharap dapat melahirkan generasi muda yang tidak hanya unggul secara akademik, tetapi juga adaptif, inovatif, dan siap menghadapi tantangan perkembangan teknologi di dunia perbankan digital.

     

  • Salah Kaprah ‘Obat Dewa’ Dexamethasone, Risiko Fatal di Balik Kesembuhan Instan

    Salah Kaprah ‘Obat Dewa’ Dexamethasone, Risiko Fatal di Balik Kesembuhan Instan

    Jakarta

    Belakangan ini, jagat media sosial diramaikan oleh unggahan yang menyebut Dexamethasone sebagai ‘obat dewa’. Hanya saja, label ‘dewa’ ini bisa menyimpan masalah besar bagi kesehatan jika asal dikonsumsi.

    Pakar Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. Zullies Ikawati menjelaskan dexamethasone adalah golongan kortikosteroid kuat yang bekerja menekan sistem imun dan peradangan.

    Karena kemampuannya masuk ke berbagai sistem tubuh, efeknya memang terasa luas, namun sekaligus menyimpan bom waktu bagi kesehatan jika dikonsumsi sembarangan.

    Dexamethasone bukan sekadar obat pereda nyeri biasa. Cara kerjanya meniru hormon steroid (kortisol) yang diproduksi secara alami oleh kelenjar adrenal manusia. Menurut Prof Zullies, sifatnya yang memengaruhi banyak sistem tubuh sekaligus inilah yang membuat efek sampingnya sangat beragam.

    “Jika digunakan terlalu lama atau terlalu sering, akan banyak efek sampingnya. Risiko ini dipengaruhi oleh lama penggunaan, dosis, frekuensi dan juga kondisi tubuh,” ungkap Prof Zullies.

    Ancaman ‘Moon Face’ hingga Osteoporosis

    Bukan tanpa alasan Dexamethasone masuk dalam kategori obat keras. Berbagai literatur medis menyebutkan bahwa penggunaan steroid jangka panjang dapat memicu sindrom Cushing. Gejala yang paling khas adalah moon face atau pembengkakan wajah hingga berbentuk bulat akibat gangguan distribusi lemak.

    Selain itu, sebuah studi dalam jurnal Frontiers in Endocrinology mencatat bahwa glukokortikoid seperti Dexamethasone secara langsung menghambat pembentukan tulang dan mempercepat pengeroposan.

    Akibatnya, pengguna jangka panjang berisiko tinggi mengalami osteoporosis meskipun usianya masih muda.

    Secara medis, asupan steroid dari luar menyebabkan kelenjar adrenal “malas” bekerja karena menganggap stok hormon dalam tubuh sudah cukup.

    Prof Zullies memperingatkan bahwa penghentian mendadak bisa membuat tubuh mengalami syok hebat.

    “Jadi dexamethasone ini tdk boleh dihentikan mendadak kalau sdh dikonsumsi lama karena nanti tubuh bisa kaget dan bisa muncul keluhan seperti lemas yang ekstrem, tekanan darah turun sampai syok,” tegasnya.

    Bukan Obat Pegal Linu

    Dia mengimbau tidak menjadikan dexamethasone sebagai solusi untuk keluhan harian seperti badan pegal atau kelelahan. Prof Zullies menyarankan agar masyarakat kembali merujuk pada obat yang lebih spesifik dan aman.

    “(Dexamethasone) tidak boleh digunakan hanya karena capek atau biar badan enak,” ucap dia.

    Sebagai obat keras, penggunaannya harus di bawah pengawasan dokter demi menghindari kerusakan organ tubuh.

    “Untuk nyeri yang ringan atau radang yang ringan, maka tidak perlu menggunakan dexamethasone, cukup dengan parasetamol atau obat anti inflamasi non steroid lain misal asam mefenamat,” pungkasnya.

    Halaman 2 dari 3

    Simak Video “Video: Amankah Pemberian Teh Pada Anak?”
    [Gambas:Video 20detik]
    (kna/kna)

  • 3
                    
                        Biarkan Dunia Membantu Sumatera
                        Nasional

    3 Biarkan Dunia Membantu Sumatera Nasional

    Biarkan Dunia Membantu Sumatera
    Pengamat dan praktisi hubungan internasional
    Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.
    POLEMIK 
    mengenai boleh-tidaknya pemerintah daerah di tiga provinsi Sumatera terdampak bencana menerima bantuan internasional menjadi semakin liar.
    Kritikan kepada pemerintahan Prabowo Subianto datang bertubi-tubi. Warga lokal (netizen Indonesia) dan komunitas internasional seolah berkolaborasi erat melancarkan serangan kritis, baik di dunia maya maupun melalui kanal-kanal media arus utama.
    Warga Malaysia menjadi salah satu yang paling vokal, khususnya saat bantuan mereka dianggap kecil oleh Mendagri Tito Karnavian.
    Sekalipun Tito kemudian meminta maaf, nasi sudah menjadi bubur. Rakyat Malaysia terlanjur marah. Bahkan mantan Menlu Tan Sri Rais Yatim turut bersuara keras, meminta Tito belajar adab sebelum bicara.
    Penolakan bantuan 30 ton beras Uni Emirat Arab (UEA) juga menjadi coreng dalam hubungan antarbangsa Indonesia. Beruntung ormas Muhammadiyah bergerak cepat, menyatakan kesiapan menjadi penerima. Api masalah bilateral dapat dipadamkan.
    Sikap resmi penolakan Pemerintah Indonesia terhadap
    bantuan asing
    terkuak jelas dari pernyataan Presiden Prabowo.
    Dalam Sidang Kabinet pada 15 Desember 2025, ia menyatakan bahwa Indonesia adalah negara  kuat. Karenanya Pemerintah mampu mengatasi bencana di Sumatera.
    Itu juga yang mungkin menjadi alasan mengapa sampai hampir satu bulan sejak banjir bandang terjadi, Prabowo tak kunjung menetapkan status ‘Bencana Nasional’. Karena jika ditetapkan, Pemerintah dianggap tidak mampu mengatasi.
    Lebih rumit lagi, Prabowo juga menyatakan bahwa ada pihak-pihak asing yang tidak menginginkan Indonesia menjadi negara kuat.
    Bagaimana saran yang dapat kita rekomendasikan kepada Presiden Prabowo?
    Pertama, jika hal-hal yang disampaikan Pemerintah sudah atau sedang terealisasi, misalnya pengerahan lebih dari 50.000 personel TNI-Polri, mobilisasi masif bantuan kemanusiaan, dan rehabilitasi cepat infrastruktur vital, semuanya layak dihormati.
    Namun, perlu menjadi catatan. Hal-hal di atas adalah kewajiban negara, bukan indikator suatu negara kuat atau tidak.
    Tidak perlu mengutip norma internasional seperti Konvensi PBB mengenai hak-hak sipil dan politik (International Covenant on Civil and Political Rights).
    Pasal 28 UUD 1945 sudah jelas menyuratkan bahwa negara harus melindungi hak hidup, pendidikan, dan kebutuhan mendasar lainnya.
    Permasalahannya, apa yang disampaikan sejumlah aparat negara tidak terlihat oleh publik. Potret yang digambarkan media arus utama dan media sosial tidak seperti yang disampaikan Pemerintah.
    Justru yang viral adalah sejumlah daerah – seperti di Aceh Tamiang dan Bener Meriah – yang berminggu-minggu usai banjir menerjang belum tersentuh bantuan Pemerintah Pusat.
    Tidak jelas apakah ini disebabkan karena lemahnya ‘public relations’ Pemerintah, atau realita sebenarnya. Namun yang pasti, masih banyak saudara kita di Sumatera terus bertarung untuk sekedar bertahan hidup pascabencana.
    Kedua, kita sangat mengharapkan Pemerintah Indonesia dapat segera membuka diri menerima bantuan internasional, apapun skalanya.
    Negara besar seperti Amerika Serikat (AS) saja tetap menerima bantuan kemanusiaan internasional, seperti saat mereka terkena badai Katrina pada Agustus 2005 lampau.
    Dalam norma antarbangsa (international norms), pengiriman bantuan kemanusiaan dari sejumlah negara ke negara yang terdampak bencana adalah hal wajar, bahkan keniscayaan.
    Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Desember tahun lalu, mengeluarkan Resolusi A/RES/79/139 berjudul “International cooperation on humanitarian assistance in the field of natural disasters, from relief to development”.
    Singkatnya, bantuan kemanusiaan akibat bencana alam yang disalurkan melalui kerja sama internasional adalah hal yang wajar.
    Indonesia bahkan menjadi salah satu negara pengusung resolusi di atas, karena diusulkan oleh Kelompok 77 dan China dimana Indonesia adalah anggotanya.
    Dengan kata lain, sikap Pemerintah Aceh yang menyurati PBB, khususnya UNDP dan UNICEF, tidak seyogianya diartikan sebagai penyimpangan dalam hubungan luar negeri.
    Dalam konteks kondisi normal, hal itu bisa saja dianggap tidak berkesesuaian dengan perundang-undangan. Bahwa hanya Pemerintah Pusat yang berhak melakukan hubungan luar negeri secara formal.
    Namun, dalam kondisi darurat, terlebih konteks
    bencana Sumatera
    yang berskala amat dahsyat, sudah sewajarnya ada pengecualian.
    Sekiranya Pemerintah Pusat menyalahkan sikap Pemerintah Aceh atas inisiatif hubungan luar negerinya, besar kemungkinan akan mendapatkan perlawanan dari rakyat Aceh. Tentu kita tidak menginginkan dampak buruk politis dari penanganan bencana Sumatera ini.
    Media arus utama, media sosial, bahkan handai-taulan di daerah terdampak seolah tak henti menyuarakan beratnya keadaan yang dihadapi warga di lokasi bencana Sumatera.
    Anak-anak yang memelas meminta makanan, orang-orang tua sakit yang berteduh di tempat tinggal tidak layak, dan tumpukan ribuan gelondongan kayu yang mengepung sejumlah daerah, adalah hal-hal menyedihkan yang terus kita saksikan saat ini.
    Ketidakinginan Presiden Prabowo untuk menetapkan status Bencana Nasional justru memunculkan isu-isu liar.
    Lihatlah di media sosial, di mana kritikan pedas-keras para netizen justru mengarah kepada hal-hal terkait kepentingan bisnis pribadi, para pejabat, oligarki penyokong kekuasaan, dan bahkan pembalakan-deforestasi yang difasilitasi negara.
    Semakin keras Presiden Prabowo menolak tuntutan penetapan status Bencana Nasional, semakin keras pula rakyat melakukan perlawanan.
    Sampai saat ini saja ratusan masyarakat sipil, termasuk LBH Muhammadiyah, sudah atau akan melayangkan somasi ‘class action’ kepada Pemerintah Pusat.
    Terakhir, terkait sinyalemen Presiden Prabowo bahwa ada pihak asing yang tidak suka Indonesia menjadi negara kuat, sebaiknya disampaikan dengan fakta dan data.
    Karena jika hal ini dibiarkan dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan bahkan ketegangan Indonesia dengan negara lain.
    Namun, untuk saat ini, sebaiknya negara mengerahkan mayoritas sumber daya untuk penanganan pascabencana.
    Termasuk dengan rendah hati menetapkan bencana Sumatera sebagai Bencana Nasional dan kemudian mempersilahkan dunia internasional memberikan bantuan.
    Mari membuka pintu, membiarkan dunia membantu Sumatera. Tidak ada kata terlambat atas nilai-nilai kemanusiaan.
    Bisa jadi, berdasarkan kerendahatian itulah Indonesia akan menjadi negara besar, melampaui status ‘kuat’ sebagaimana impian Prabowo.
    Wallahu a’lam.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Rakit Terbalik, Wagub Aceh Jatuh ke Sungai Saat Ingin Tahu Kondisi Nyata Dampak Banjir

    Rakit Terbalik, Wagub Aceh Jatuh ke Sungai Saat Ingin Tahu Kondisi Nyata Dampak Banjir

    Liputan6.com, Jakarta – Rakit darurat berisi rombongan Wakil Gubernur Aceh Fadhlullah terbalik saat menyeberangi sungai di kawasan Pameu, Kabupaten Aceh Tengah.

    “Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut, semua selamat,” kata Kepala Biro Administrasi Pimpinan (Adpim) Setda Aceh Akkar Arafat di Banda Aceh, Minggu (22/12/2025). Dikutip dari Antara.

    Peristiwa itu terjadi ketika rombongan ‎meninjau masyarakat di daerah Pameu, Kabupaten Aceh Tengah yang kini masih terisolasi akibat kerusakan infrastruktur pascabencana banjir bandang dan tanah longsor.

    ‎Kunjungan tersebut dilakukan guna memperoleh gambaran riil dampak bencana serta memastikan kebutuhan dasar masyarakat terpenuhi.

    Dalam perjalanan menuju lokasi, lanjut Akkar, rombongan Wagub Aceh bersama General Manager PLN harus menempuh jalur alternatif dengan menyeberangi sungai menggunakan rakit darurat.

    ‎Saat menyeberang, rakit darurat yang ditumpangi terbalik, mengakibatkan Fadhlullah beserta rombongan terjatuh ke sungai. Mereka berhasil dievakuasi dengan selamat oleh prajurit TNI bersama masyarakat setempat.

    Akkar menegaskan, ‎kunjungan ke Aceh Tengah merupakan bagian dari rangkaian upaya Pemerintah Aceh menangani dampak bencana yang juga telah merusak infrastruktur dan permukiman warga, serta mengganggu aktivitas sosial ekonomi masyarakat, terutama di daerah terpencil.‎‎

    Melalui kehadiran pimpinan daerah di lapangan, Pemerintah Aceh berharap koordinasi lintas sektor dapat diperkuat, dan penyaluran bantuan dapat dipercepat.

    “Harapannya proses pemulihan infrastruktur dan layanan dasar bagi masyarakat terdampak dapat segera dilakukan secara terukur dan berkelanjutan,” demikian Akkar Arafat.

  • Ketika Siswa di Nias Curhat ke Gibran, Cerita “Nyebur” Seberangi Sungai demi Sekolah

    Ketika Siswa di Nias Curhat ke Gibran, Cerita “Nyebur” Seberangi Sungai demi Sekolah

    Ketika Siswa di Nias Curhat ke Gibran, Cerita “Nyebur” Seberangi Sungai demi Sekolah
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com-
    Sejumlah siswa di SMKN 1 Boronadu, Kabupaten Nias Selatan, Sumatera Utara bercerita ke Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, bahwa mereka tetap berangkat ke sekolah setiap hari, meskipun harus menyeberangi sungai yang deras.
    Momen tersebut terjadi saat Wapres Gibran berdialog dengan siswa
    SMKN 1 Boronadu
    , Nias Selatan, Sumatera Utara, Minggu (21/12/2025).
    Kisah siswa SMKN 1 Boronadu yang harus menyeberangi Sungai Gomo dengan arus deras untuk menuju sekolah sempat menjadi pemberitaan sejumlah media pada beberapa waktu lalu.
    “Kemarin saya banyak mendengar masukan dari penduduk di sekitar, terutama siswa-siswi ya, yang ada di sini. Ini yang berdiri di depan ini tiap hari menyeberang sungai?” tanya Wapres kepada para siswa, dikutip dari
    Antara.
    “Iya (setiap hari menyeberangi sungai), Pak,” jawab siswa.
    “Basah-basahan yang cowok-cowok juga? Sepatu dilepas dulu? Seragam basah?,” tanya Gibran kembali yang kemudian disambut anggukan dari para siswa.
    Para siswa bercerita bahwa mereka tetap berangkat ke sekolah, meskipun aliran sungai deras dan debit air meluap saat curah hujan tinggi.
    Sebelum berdialog dengan para siswa, Gibran sempat meninjau lokasi rencana pembangunan jembatan gantung Sungai Gomo di Desa Sifalago Gomo, Kabupaten Nias Selatan, Sumatera Utara.
    Sungai Gomo telah menjadi jalur penyeberangan utama warga, termasuk para siswa SMKN 1 Boronadu yang harus melintasi sungai setiap hari untuk berangkat ke sekolah. Pada musim hujan, ketika debit air meningkat, kondisi tersebut kerap membahayakan keselamatan warga dan berpotensi mengisolasi sejumlah desa.
    Dalam peninjauan tersebut, Wapres menegaskan urgensi pembangunan jembatan gantung sepanjang kurang lebih 40 meter sebagai kebutuhan mendesak masyarakat.
    “Pembangunan jembatan gantung Sungai Gomo merupakan kebutuhan mendesak untuk menjamin keselamatan warga, sekaligus meningkatkan akses pendidikan dan aktivitas ekonomi masyarakat,” kata Gibran.
    Lebih jauh Gibran menjelaskan bahwa ketiadaan jembatan berdampak signifikan terhadap kelangsungan pendidikan di wilayah tersebut, khususnya bagi para siswa SMKN 1 Boronadu.
    “Ada sekitar 60 persen siswa SMKN 1 Boronadu yang berada di seberang jembatan, dan jika sungai meluap, ada sekitar 4 desa yang akan terisolir,” katanya.
    Oleh karena itu, Wapres meminta agar rencana pembangunan jembatan segera ditindaklanjuti secara terintegrasi dengan melibatkan seluruh pihak terkait, serta memperhatikan kondisi geografis dan aspek keselamatan.
    “Saya telah meminta rencana pembangunan jembatan tersebut segera ditindaklanjuti secara terpadu dengan memperhatikan kondisi geografis dan aspek keselamatan, sehingga kehadiran negara benar-benar dirasakan masyarakat,” kata dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.