TRIBUNNEWS.COM, BEKASI – Selain di perairan Tangerang, Banten, pagar laut juga ditemukan di perairan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Dari sebuah video viral di media sosial, pagar laut tersebut terbuat dari bambu dan mirip yang ada di perairan Tangerang, Banten.
Hanya saja belum diketahui ukuran pastinya.
Dari akun media sosial TikTok @tera, Ketua Nelayan Muara Tawar Tarumajaya, Samsul, mengungkapkan kekhawatiran mendalam terhadap dampak pembangunan tersebut.
Menurutnya, pembangunan yang tidak terencana dengan baik telah mengakibatkan kerusakan ekosistem laut, seperti populasi ikan dan kerang hijau yang menurun drastis.
“Penumpukan lumpur yang terjadi telah merusak ekosistem. Ini bukan lagi soal jeritan, nelayan di sini sedikit lagi mati,” kata Samsul dari akun media sosial tersebut.
Dalam video itu, Samsul menyampaikan itu akses jalan yang semakin sulit dan pendapatan yang terus menurun menjadi keluhan utama nelayan.
Meskipun Samsul merupakan nelayan kerang hijau, ia yakin bahwa nelayan tangkap di wilayah tersebut mengalami penurunan hasil tangkapan yang signifikan akibat perubahan ekosistem.
Samsul juga menyoroti kurangnya transparansi dalam sosialisasi proyek pembangunan di pesisir. Dia mengungkapkan bahwa dari tiga kali sosialisasi yang diikutinya, hanya dua kali dilakukan secara resmi, itupun tanpa informasi mengenai reklamasi atau restorasi lahan.
“Dalam sosialisasi hanya dibahas pembenahan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Jembatan Cinta, tapi realisasinya malah membuat nelayan semakin terpinggirkan,” jelasnya.
Samsul meminta pemerintah untuk tidak hanya fokus pada pembangunan infrastruktur, tetapi juga memperhatikan nasib Sumber Daya Manusia (SDM) nelayan.
“Sebelum TPI dibangun, seharusnya SDM nelayan dipersiapkan agar bisa menerima perubahan. Namun yang terjadi sekarang, TPI dibangun, tapi nelayannya seolah dihilangkan,” ucapnya dalam video tersebut.
Kata Samsul, para nelayan berharap pemerintah dan pihak terkait segera mengambil langkah nyata untuk menyelesaikan persoalan ini. Mereka meminta perhatian serius terhadap kelestarian ekosistem laut dan pelibatan aktif nelayan dalam setiap tahap pembangunan.
Sementara itu, Marjaya Sargan, anggota DPRD Kabupaten Bekasi daerah pemilihan (dapi) V meliputi Kecamatan Babelan, Muaragembong dan Tarumajaya itu menyampaikan bahwa pagar laut di Bekasi berbeda dengan di Tanggerang.
“Beda Bekasi mah itu buat pelabuhan PPI (pangkal pendaratan ikan) resmi beda kayak di Tanggerang bukan misterius,” kata Marjaya saat dihubungi.
Dia menyampaikan, pembangunan kawasan PPI Paljaya itu merupakan kegiatan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Barat.
DKP Jawa Barat menggandeng pihak ketiga melakukan upaya pengembangan.
“Tapi lengkapnya tanya dinas kelautan Provinsi ya, karena itu programnya,” singkatnya.
Misteri Pagar Laut di Tangerang
Saat ini sedang heboh atas keberadaan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer (km) di perairan Kabupaten Tangerang.
Karena hingga detik ini belum diketahui siapa yang memerintahkan pemasangan pagar laut yang sangat panjang itu.
Bahkan, Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono pun tak mengetahui pihak yang bertanggung jawab.
Oleh karena itu, menurut Trenggono, pemerintah tidak bisa langsung mencabut pagar laut tersebut.
Ketika sudah diketahui pihak yang melanggar, Kementerian KP baru akan mengenakan denda administratif dan meminta pelaku untuk membongkar pagar laut tersebut.
“Jadi nanti kalau ketahuan siapapun yang memasang dengan tujuan apa dan seterusnya, kenapa tidak memiliki izin lalu melakukan kegiatan pemasangan di ruang laut, itu kami sampaikan,” kata Trenggono dikutip dari unggahan Instagram akun @kkpgoid dikutip Minggu (12/1/2025).
Trenggono telah meminta Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian KP Pung Nugroho Saksono untuk memeriksa pagar laut ini.
Pung telah diminta memeriksa siapa yang memasang pagar laut tersebut dan apakah pemasangannya memiliki izin atau tidak.
Setelah diperiksa, ternyata pemasangan pagar laut itu tidak memiliki izin.
Jika sudah berizin, pasti dipasang pemberitahuan bahwa mereka telah memenuhi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).
Akibat tidak adanya izin, Direktorat Jenderal PSDKP Kementerian KP akhirnya menyegel pagar laut tersebut.
Selanjutnya, Kementerian KP sedang melakukan penelusuran untuk mencari tahu siapa yang memasang pagar laut tersebut.
“Miliknya siapa, tujuannya apa, dan seterusnya,” ujarnya dikutip dari Tribunnews.com.
Ia menyebut seluruh kegiatan pembangunan di ruang laut, bila mengacu pada Undang-Undang Cipta Kerja, harus mendapatkan izin dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Trenggono menjelaskan bahwa pagar laut ini melewati kurang lebih enam kecamatan dan memberi dampak pada 3.888 nelayan.
Kemudian ada juga penangkar kerang yang jumlahnya sekitar 500 turut terdampak dari pagar laut ini.
“Ini kan kita belum tahu siapa yang punya, prosedurnya harus kita teliti, harus kita telusuri, memang prosedurnya gitu,” katanya.
“Harus kita segel dulu tidak bisa main cabut, tidak boleh. Kalau melanggar. Kita minta bersangkutan untuk membongkarnya, ” imbuh Trenggono.
Sebagai informasi, pagar laut misterius ini melintasi perairan Tangerang dan membentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji.
Struktur bangunan pagar laut di Tangerang ini terbuat dari pohon bambu, dengan tinggi rata-rata 6 meter dan membentang sepanjang 30,16 km.
Pagar laut tersebut memiliki pintu di setiap 400 meter yang memungkinkan perahu masuk.
Dikutip dari Kompas.com, pagar misterius itu kali pertama ditemukan pada tanggal 14 Agustus 2024, ketika Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten menerima informasi terkait dengan aktvitas pemagaran laut ini.
Berdasarkan catatan DKP Banten, pagar laut itu masih sepanjang 7 km pada 19 Agustus 2024.
Kepala DKP Banten, Eli Susiyanti, menjelaskan bahwa pagar ini membentang di sepanjang 16 desa yang melibatkan enam kecamatan di Kabupaten Tangerang.
Kawasan ini merupakan tempat tinggal sekitar 3.888 nelayan dan 502 pembudi daya.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI wilayah Banten, Fadli Afriadi, menyebutkan bahwa pemasangan pagar laut itu dilakukan oleh warga pada malam hari.
Mereka yang bekerja memasang pagar laut tersebut digaji Rp100 ribu per hari sejak Juli 2024.
Hingga saat ini, belum diketahui siapa pemilik yang bertanggun jawab atas pemasangan pagar ini.
Belum diketahui juga soal tujuan dan fungsi pembangunan pagar laut di Tangerang.
Reaksi Manajemen PIK 2
Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 membantah tudingan yang menyebut pihaknya sebagai pembangun pagar laut sepanjang 30,16 kilometer (km) di perairan Tangerang, Banten.
Kuasa hukum pengembang Proyek Strategis Nasional (PSN) PIK 2, Muannas Alaidid, menyampaikan, pengembang PSN PIK 2 tidak melakukan pembangunan pagar laut.
“Bukan pengembang yang pasang, ngapain urusin beginian,” katanya kepada Tribunnews.
Adapun PT Agung Sedayu Group, perusahaan yang didirikan oleh Sugianto Kusuma atau kerap disapa Aguan, merupakan pengembang dari PSN PIK 2.
Ia menyampaikan, pagar laut yang terbuat dari bambu itu merupakan tanggul laut biasa yang merupakan hasil inisiatif dan swadaya masyarakat.
Pagar laut bambu itu disebut berfungsi untuk memecah ombah dan dimanfaatkan masyarakat sekitar sebagai tambak ikan di dekatnya.
Selain itu, tanggul laut bambu itu juga disebut Muannas digunakan untuk membendung sampah seperti yang ada di Muara Angke dan bisa juga menjadi pembatas lahan warga pesisir yang tanahnya terkena abrasi.
“Tidak ada kaitan sama sekali dengan pengembang karena lokasi pagar tidak berada di wilayah PSN maupun PIK 2,” ujar Muannas.
Sebagai informasi, berdasarkan sumber Tribunnews, pembangunan pagar di tengah laut ini diduga untuk pembangunan proyek strategis nasional (PSN) di Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.
Pihak PT Agung Sedayu Group yang diketahui sebagai pengembang proyek pembangunan PIK 2 disebut telah beberapa kali melakukan pertemuan dengan pejabat pemerintahan setempat diduga untuk memuluskan pembangunan proyek ini.
Meskipun pembangunan pagar di tengah laut Kabupaten Tangerang ini mendapatkan protes dari masyarakat setempat, namun pengerjaannya tetap dilanjutkan.
Beberapa sumber membenarkan adanya perselisihan antara masyarakat dengan pejabat setempat seperti pimpinan serikat nelayan dan kepala desa setempat yang disebut ikut mendukung pembangunan PIK 2.
Sebagaimana poster berukuran kertas A3 berlatar merah yang ditempel di beberapa bangunan kediaman warga di Desa Krojo, Kecamatan Krojo, Kabupaten Tangerang, Banten.
Terdapat kalimat protes dari masyarakat yang menolak pembangunan proyek strategi nasional tersebut.
Adapun pada poster tersebut tertulis kalimat “Cukup sudah perampasan tanah rakyat dengan dalih PSN. Rakyat Banten sudah mulai marah dan melawan. Kembalikan tanah rakyat!”.
Selain itu, hal itu diperkuat oleh cerita seorang warga yang mendapatkan imbauan dari aparat penegak hukum setempat untuk berhati-hati jika sewaktu-waktu tempat tinggal dan tempat usaha mereka mulai digarap untuk pembangunan PSN PIK 2.
Beberapa warga mengaku khawatir jika harus kehilangan tempat tinggal dan tempat usaha mereka karena adanya proyek tersebut.
Apalagi sebagian lahan di daerah pesisir Kabupaten Tangerang hanya berstatus hak guna usaha (HGU).
Penulis: Muhammad Azzam