Organisasi: PPK

  • Kemendagri dukung pekerja ad hoc Pilkada Serentak 2024 dapat jamsos

    Kemendagri dukung pekerja ad hoc Pilkada Serentak 2024 dapat jamsos

    Ini merupakan bagian upaya dari Kemendagri untuk memberi dukungan kesuksesan pelaksanaan pilkada serentakJakarta (ANTARA) – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mendukung seluruh anggota badan ad hoc Pilkada Serentak 2024 mendapatkan perlindungan jaminan sosial berupa Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM).

    Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto mengatakan dukungan tersebut sejalan dengan perintah Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian yang tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 400.5.7/4295/SJ.

    “Mendagri sudah mengeluarkan surat edaran tentang jaminan sosial bagi pekerja ad hoc 3 September. (Kami) sangat mendukung,” kata Bima saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Senin.

    Ia mengaku saat ini Kemendagri tengah mengoordinasikan hal itu dengan Kementerian Keuangan.

    Hal ini disebabkan adanya laporan dalam hal administrasi hingga kesulitan untuk memasukkan dalam penganggaran, karena tidak ada nomenklatur-nya.

    Sementara itu, Staf Khusus Mendagri Kastorius Sinaga mengungkapkan bahwa Tito telah mengarahkan dan memerintahkan Plh. Direktur Jenderal (Dirjen) Keuangan Daerah (Keuda) Horas Maurits Panjaitan dan jajaran untuk mengawal pelaksanaan SE Mendagri tentang JKK dan JKM bagi badan ad hoc KPU dan Bawaslu di seluruh Indonesia.

    Ia menyebut Ditjen Keuda pun telah berkoordinasi dengan KPU dan Bawaslu dalam rangka pelaksanaan SE Mendagri tersebut.

    Adapun saat ini mereka sedang memfasilitasi dan memonitor pelaksanaan JKK dan JKM di daerah.

    Baca juga: Mendagri minta Bima Arya bentuk “Desk Monitoring Pilkada”

    Baca juga: Wamendagri tekankan pentingnya mengaktifkan desk pilkada di daerah

    “Ini merupakan bagian upaya dari Kemendagri untuk memberi dukungan kesuksesan pelaksanaan pilkada serentak,” ujar Kastorius.

    Sebelumnya, Sabtu (21/9), Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengingatkan para kepala daerah untuk memberikan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan kepada seluruh anggota badan ad hoc pemilihan kepala daerah (pilkada), sejalan dengan perintah Menteri Dalam Negeri yang tertuang dalam surat nomor 400.5.7/4295/SJ.

    “Tidak boleh ada gubernur dan bupati/wali kota yang mengabaikan Surat Menteri Dalam Negeri ini dengan alasan apa pun. Surat ini sudah dengan tegas dan jelas mengatur penggunaan APBD untuk pembayaran iuran program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) bagi seluruh pekerja penyelenggara Pilkada serentak di November 2024,” kata Timboel melalui keterangan resminya Sabtu.

    Lebih lanjut Timboel mengatakan bahwa Mendagri sudah secara tegas memerintahkan seluruh gubernur dan wali kota/bupati untuk berkoordinasi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) yang berada di wilayahnya untuk menetapkan dan mendaftarkan anggota Badan Adhoc sebagai peserta aktif dalam program JKK dan JKM di BPJS Ketenagakerjaan.

    Mengenai hal anggaran, menurut dia semua sudah jelas dalam aturan yang termaktub di dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD). Jika anggaran yang tersedia tidak mencukupi, pemerintah daerah dapat menggunakan alokasi anggaran belanja tidak terduga (BTT).

    Peraturan KPU Nomor 2 Tahun 2024, merinci yang dimaksud badan Ad Hoc mencakup Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih), Panitia Pengawas (Panwaslu) Kecamatan, serta Panitia Pengawas Lapangan (PPL).

    Sebagai informasi, pada Pemilihan Umum (Pemilu) presiden dan anggota legislatif lalu, tercatat hanya 1,1 juta orang petugas KPU dan Bawaslu yang didaftarkan menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan.

    Dari jumlah tersebut terdapat 44 petugas yang meninggal dunia dan mengalami kecelakaan kerja saat melaksanakan tugasnya. BPJS Ketenagakerjaan telah membayarkan seluruh manfaat kepada peserta dan ahli warisnya dengan total nominal mencapai Rp2,57 miliar.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: Chandra Hamdani Noor
    Copyright © ANTARA 2024

  • Negara Merugi Rp1,15 Triliun Akibat Kasus Dugaan Korupsi Eks Dirjen KA Prasetyo Boeditjahjono

    Negara Merugi Rp1,15 Triliun Akibat Kasus Dugaan Korupsi Eks Dirjen KA Prasetyo Boeditjahjono

    GELORA.CO  – Kejaksaan Agung (Kejagung) menangkap Eks Direktur Jenderal Perkeretaapian pada Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Prasetyo Boeditjahjono karena terjerat kasus dugaan korupsi proyek jalur kereta api (KA) Besitang-Langsa pada 2017-2023.

    Kasus dugaan korupsi tersebut menyebabkan kerugian negara mencapai Rp1,15 triliun.

    Nilai kerugian negara tersebut merupakan hasil penghitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

    “Merugikan Keuangan Negara sebesar Rp 1.157.087.853.322 atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut, sebagaimana dalam Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Proyek Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang – Langsa tanggal 13 Mei 2024 oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan,” ujar Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung Abdul Qohar dalam konferensi pers, Minggu (3/11/2024).

    Akibat perbuatan Prasetyo itu, pembangunan jalan kereta api Besitang–Langsa tidak dapat difungsikan hingga menyebabkan kerugian keuangan negara. 

    Pembangunan jalan kereta api Besitang–Langsa diketahui tidak didahului dengan studi kelayakan/feasibility study (FS).

    Dalam pelaksanaan konstruksinya juga tidak terdapat dokumen penetapan trase jalur kereta api yang dibuat oleh menteri perhubungan, serta konsorsium pembaruan agraria (KPA), PPK, kontraktor, dan konsultan pengawas. 

    Qohar mengatakan, Prasetyo dengan sengaja memindahkan lokasi pembangunan yang mana proyek tersebut tidak sesuai dengan dokumen desain dan kelas jalan. 

    “Sehingga jalur kereta api Besitang–Langsa mengalami amblas (penurunan daya dukung tanah) sehingga tidak bisa berfungsi,” ucap dia, dilansir Kompas.com.

    Tidak hanya terkait proses tender, Prasetyo juga disebut menerima fee sebesar Rp 2,6 miliar dari seorang kontraktor berinisial AAS melalui PT WTC.

    Atas perbuatannya itu, Prasetyo ditetapkan sebagai tersangka dan sudah ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung RI selama 20 hari ke depan.

    Prasetyo dijerat pasal pasal 2 atau pasal 3 juncto pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 2020 tahun 2021 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

    Kejagung Tetapkan 7 Tersangka

    Selain Prasetyo, sebelumnya, Kejagung juga telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus ini, sebagai berikut:

    NSS, selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2016-2017

    AGP, selaku KPA dan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017-2018

    AAS, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)

    HH, selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)

    RMY, selaku Ketua Pokja Pengadaan Konstruksi tahun 2017

    AG, selaku Direktur PT DYG yang juga konsultan perencanaan dan konsultan supervisi pekerjaan

    FG, selaku pemilik PT Tiga Putra Mandiri Jaya

    Dalam perkara ini, para terdakwa dijerat Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

    Proyek dipecah hingga masing-masing memiliki nilai dibawah Rp 100 miliar. 

    Padahal, total anggaran proyek strategis nasional ini mencapai Rp1,3 triliun lebih.

    Pemecahan proyek hingga masing-masing bernilai di bawah Rp 100 miliar itu dimaksudkan untuk mengatur vendor.

    Hal tersebut bertujuan untuk menghindari ketentuan pekerjaan kompleks.

    Kemudian, tersangka RMY diperintahkan untuk melakukan pelelangan menggunakan metode penilaian pascakualifikasi.

  • Mantan Dirjen KA Prasetyo Boeditjahjono Ditangkap, Kejagung Buka Kemungkinan Tetapkan Tersangka Lain

    Mantan Dirjen KA Prasetyo Boeditjahjono Ditangkap, Kejagung Buka Kemungkinan Tetapkan Tersangka Lain

    Jakarta, Beritasatu.com – Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, membuka peluang penetapan tersangka lain dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa. Kasus ini sebelumnya telah menjerat mantan Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Prasetyo Boeditjahjono.

    Pernyataan tersebut disampaikan Qohar di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, pada Minggu (3/11/2024). Ia menyebut dalam proses persidangan, saat ini terdapat tujuh tersangka yang sedang diperiksa. Pada hari yang sama, satu tersangka baru telah ditetapkan, yakni Prasetyo Boeditjahjono.

    “Penyidikan ini terus berjalan. Siapa pun yang dapat dibuktikan terlibat berdasarkan alat bukti yang cukup akan ditetapkan sebagai tersangka, jika ada bukti yang cukup bahwa yang bersangkutan ikut melakukan tindak pidana korupsi,” jelas Qohar.

    Dalam pelaksanaan pembangunan, Prasetyo diduga memerintahkan terdakwa Nur Setiawan Sidik (NSS), selaku kuasa pengguna anggaran (KPA), untuk memecah proyek konstruksi menjadi 11 paket. Prasetyo juga meminta NSS untuk memenangkan delapan perusahaan dalam proses tender.

    Lebih lanjut, Ketua Pokja Pengadaan Barang dan Jasa, terdakwa Rieki Meidi Yuwana (RMY), atas permintaan NSS, melakukan lelang konstruksi tanpa melengkapi dokumen teknis yang disetujui pejabat teknis. Metode penilaian kualifikasi pengadaan yang dilakukan juga bertentangan dengan regulasi yang berlaku.

    “Dari pelaksanaan tersebut, diketahui bahwa pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa tidak didahului dengan studi kelayakan. Tidak ada dokumen trase jalur kereta api yang dibuat Kementerian Perhubungan. KPA, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan konsultan pengawas secara sengaja memindahkan jalur pembangunan kereta api yang tidak sesuai dengan dokumen desain dan jalan, mengakibatkan jalur kereta api mengalami amblas dan tidak dapat digunakan,” ungkap Qohar.

    Dari pelaksanaan pembangunan tersebut, Prasetyo diduga menerima fee sebesar Rp 1,2 miliar dari terdakwa Akhmad Afif Setiawan (AAS), selaku PPK, dan Rp 1,4 miliar dari PT WTJ.

    Terkait dengan dugaan aliran dana sebesar Rp 2,6 miliar, Qohar mengungkapkan bahwa penyidik masih dalam tahap pendalaman.

    “Ini kan baru tertangkap tadi. Kami akan dalami. Sabar ya, kami akan mendalami lebih lanjut. Kami akan menanyakan kepada yang bersangkutan mengenai kapan dia menerima, di mana, dari siapa, dan untuk apa uang tersebut digunakan,” ujarnya.

  • Eks Dirjen Perkeretaapian Kemenhub Prasetyo Boeditjahjono Ditangkap Kejagung, Ini Kasusnya

    Eks Dirjen Perkeretaapian Kemenhub Prasetyo Boeditjahjono Ditangkap Kejagung, Ini Kasusnya

    GELORA.CO –  Mantan Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Prasetyo Boeditjahjono ditangkap oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) karena dugaan kasus korupsi pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa di Medan.

    Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menjelaskan kasus korupsi Prasetyo bermula ketika Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I membangun jalur kereta api Besitang-Langsa untuk menghubungkan Sumatra Utara dan Aceh dengan nilai anggaran senilai Rp1,3 triliun pada 2017-2023. Anggaran itu bersumber dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).

    Prasetyo lalu memberi kuasa pengguna anggaran kepada mantan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara Nur Setiawan Sidik (NSS) yang saat ini sudah ditangkap dan dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.

    “Dalam pelaksanaan pembangunan tersebut, saudara PB memerintahkan kuasa pengguna anggaran (KPA), terdakwa Nur Setiawan Sidik yang masih dalam proses persidangan, memecah pekerjaan kontruksi tersebut menjadi 11 paket, dan meminta kepada kuasa pengguna anggaran saudara NSS agar memenangkan delapan perusahaan dalam proses lelang,” kata Abdul Qohar saat konferensi pers di kantor Kejagung, Jakarta, dikutip Senin (4/9/2024).

    Kepala Seksi Prasarana sekaligus Ketua Pokja Pengadaan Pekerjaan Konstruksi Rieki Meidi Yuwana lalu melakukan lelang tanpa dokumen pengadaan yang telah disetujui pejabat teknis dan dengan metode penilaian kualifikasi yang bertentangan dengan aturan.

    “Konsultan pengawas (lalu juga) dengan sengaja memindahkan jalur pembangunan kereta api yang tidak sesuai dengan dokumen desaign dan jalan sehingga jalur kereta api Besitang-Langsa mengalami amblas atau penurunan tanah dan tidak berfungsi atau tidak dapat terpakai,” jelasnya.

    Prasetyo diduga menerima fee melalui PPK terdakwa Akhmad Afif Setiawan yang saat masih dalam proses persidangan Pengadilan Tipikor sebesar Rp1,2 miliar dan dari PT WTJ sebesar Rp1,4 miliar. Untuk kerugian negara akibat perbuatan Prasetyo sekitar Rp1,1 triliun.

    “Akibat perbuatan saudara PB tersebut menyebabkan pembangunan jalan kereta api Besitang-Langsa tidak dapat difungsikan (total lost) sehingga menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp1.157.087.853.322,” ucapnya.

    Prasetyo pun ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung selama 20 hari ke depan. Dia dijerat Pasal 2 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 2020 tahun 2021 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

  • Eks Dirjen Perkeretaapian Prasetyo Diduga Terima Uang Rp2,6 Miliar

    Eks Dirjen Perkeretaapian Prasetyo Diduga Terima Uang Rp2,6 Miliar

    Bisnis.com, JAKARTA–Kejaksaan Agung mengungkap bahwa tersangka eks Dirjen Perkeretaapian pada Kementerian Perhubungan Prasetyo Boeditjahyono diduga menerima uang gratifikasi Rp2,6 miliar.

    Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda bidang Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar mengatakan bahwa tersangka Prasetyo Boeditjahyono terima uang Rp2,6 miliar melalui dua tahapan.

    Dia menjelaskan tahap pertama, tersangka Prasetyo Boeditjahjono menerima fee lewat pejabat pembuat komitmen (PPK) terdakwa Nur Setiawan Sidik sebesar Rp1,2 miliar dan tahap kedua sebesar Rp1,4 miliar dari PT WTJ.

    “Jadi total dia menerima uang yaitu sebesar Rp2,6 miliar,” tuturnya di Kejaksaan Agung Jakarta, Minggu (3/11/2024).

    Qohar mengemukakan akibat perbuatan tersangka Prasetyo Boeditjahjono tersebut, pembangunan jalan kereta api Besitang-Langsa kini tidak dapat difungsikan lagi.

    “Jalur tersebut mengalami amblas atau penurunan daya tanah dan tidak dapat teruji,” katanya.

    Menurutnya, berdasarkan hasil audit BPKP, negara telah mengalami kerugian sebesar Rp1.157.087.853.322. Dia juga menjelaskan bahwa tersangka Prasetyo Boeditjahjono kini telah ditahan selama 20 hari ke depan setelah diringkus di Hotel Arti Sumedang Jl Mayor Andurrahman Nomor 225 Kotakaler, Kecamatan Sumadang Utara, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.

    “Tersangka ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan,” ujarnya.

  • Eks Dirjen KA Prasetyo Terima Rp 2,6 M dari Proyek Jalur Besitang-Langsa

    Eks Dirjen KA Prasetyo Terima Rp 2,6 M dari Proyek Jalur Besitang-Langsa

    Jakarta

    Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Dirjen Perkeretaapian Kemenhub Prasetyo Boeditjahjono sebagai tersangka dugaan korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2015-2023. Prasetyo mengantongi keuntungan pribadi Rp 2,6 miliar dari PT WTC.

    “Dalam pelaksanaan pembangunan Besitang-Langsa saudara PB mendapatkan fee dari saudara AAS, yang bersangkutan juga dalam proses persidangan, sebesar Rp 2,6 M dari PT WTC,” kata Dirdik Jampidsus Kejagung Abdul Qohar kepada wartawan, Minggu (3/11/2024).

    Abdul Qohar mengatakan pihaknya masih mendalami aliran dana yang diterima Prasetyo Boeditjahjono. Penyidik Kejagung, kata dia, masih melakukan serangkaian pendalaman.

    “Ini kan baru tertangkap tadi ya, kita dalami lah sabar ya, yang pasti kita akan tanyakan kepada yang bersangkutan. Kapan dia dapat, di mana dia nerima nya, dari siapa, uang apa, berapa besarnya dan digunakan untuk apa, pasti kita tanyakan,” tuturnya.

    Kejagung sudah melakukan pemeriksaan maraton kepada Prasetyo Boeditjahjono setelah ditangkap. Berdasarkan alat bukti yang cukup, Prasetyo kini ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan di Rutan Salemba cabang Kejagung.

    “Berdasarkan alat bukti yang cukup pada hari ini Minggu tanggal 3 November 2024, setelah dilakukan pemeriksaan secara maraton selama 3 jam, maka penyidik menetapkan PB sebagai tersangka,” imbuhnya.

    Duduk Perkara

    Dirdik Jampidsus Abdul Qohar dalam konferensi pers di Kejagung, Jl Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Minggu (3/11/2024), menjelaskan Balai Teknis Perkeraraapian (BTP) kelas 1 Medan membangun jalur kereta api Trans Sumatera Railways, yang salah satunya jalur Besitang-Langsa.

    “Anggaran pembangunan sebesar Rp 1,3 T, yang bersumber dari SBSN, surat berharga syariah negara,” kata Qohar.

    “Diketahui, bahwa pembangunan jalan kereta api Besitang-Langsa tidak didahului dengan FS atau study kelayakan, tidak terdapat dokumen penetapan trase kereta api yang dibuat Menhub serta KPA PPK dan konsultan pengawas dengan sengaja memindahkan lokasi pembangunan jalur yang tidak sesuai dokumen desain dan kelas jalan sehingga jalur kereta Besitang-Langsa mengalami amblas atau penurunan tanah dan tidak dapat berfungsi atau tidak dapat dipakai,” kata Qohar.

    Dalam proses pembangunan jalur KA, Prasetyo mendapat fee melalui PPK sebesar Rp 2,6 miliar dari PT WTC. “Akibat perbuatan saudara PB menyebabkan pembangunan kereta api tidak dapat difungsikan, sehingga menyebabkan kerugian negara Rp 1,15 triliun,” sambungnya.

    (wnv/dek)

  • 8
                    
                        Kronologi Kasus Korupsi Proyek KA yang Seret Eks Dirjen Kemenhub Jadi Tersangka
                        Nasional

    8 Kronologi Kasus Korupsi Proyek KA yang Seret Eks Dirjen Kemenhub Jadi Tersangka Nasional

    Kronologi Kasus Korupsi Proyek KA yang Seret Eks Dirjen Kemenhub Jadi Tersangka
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mantan Direktur Jenderal Perkeretaapian
    Kementerian Perhubungan
    ,
    Prasetyo Boeditjahjono
    (PB) ditangkap atas kasus korupsi pembangunan
    jalur kereta api
    Besitang-Langsa di Sumatera Utara, Minggu (3/11/2024).
    Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus)
    Kejaksaan Agung
    (Kejagung) Abdul Qohar menjelaskan bahwa kasus ini mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp 1,1 triliun.
    Peran Prasetyo terungkap setelah penyidik mengembangkan kasus tersebut berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan para terdakwa lain.
    “Dalam perkara korupsi terkait rel kereta api ini, saat ini sedang dilakukan proses persidangan terhadap 7 tersangka. Kemudian dalam perkembangannya hari ini sudah ditetapkan satu lagi tersangka,” ujar Qohar saat konferensi pers, Minggu (3/11/2024).
    Qohar memaparkan, kasus korupsi ini bermula ketika Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Kelas 1 Medan memulai pembangunan jalur kereta api, dengan anggaran Rp 1,3 triliun dari Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
    Namun dalam pelaksanaannya, Prasetyo memerintahkan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) berinisial NSS untuk memecah proyek konstruksi tersebut menjadi 11 paket.
    “Dan meminta kepada kuasa pengguna anggaran saudara berinisial NSS untuk memenangkan 8 perusahaan dalam proses tender atau lelang,” kata Qohar.
    Setelah itu, Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Pengadaan Barang dan Jasa berinisial RMY melaksanakan tender proyek, tanpa dilengkapi dokumen teknis yang disetujui pejabat teknis.
    Proses kualifikasi pengadaan juga dilakukan dengan metode yang bertentangan dengan peraturan pengadaan barang dan jasa.
    “Dalam pelaksanaannya, diketahui pembangunan Jalan KA Besitang tidak didahului studi kelayakan, tidak terdapat dokumen trase jalur kereta api yang dibuat Kemenhub,” ungkap Qohar.
    Ia menambahkan bahwa konsultan pengawas, KPA, dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) juga sengaja memindahkan jalur yang dibangun.
    Kondisi ini membuat jalur kereta api tidak sesuai dengan dokumen desain dan jalan, dan berujung pada terjadinya penurunan tanah atau amblas.
    “Sehingga jalur kereta api Besitang-Langsa mengalami amblas atau penurunan tanah dan tidak berfungsi atau tidak dapat terpakai,” ucap Qohar.
    Tidak hanya terkait proses tender, Prasetyo juga disebut menerima
    fee
    sebesar Rp 2,6 miliar dari seorang kontraktor berinisial AAS melalui PT WTC.
    Kini, Prasetyo sudah ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 2 dan 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi.
    Sebelumnya, jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa Halim Hartono, Akhmad Afif Setiawan, eks Kasi Prasarana pada Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara, Rieki Meidy Yuwana, dan Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara, Nur Setiawan Sidik telah merugikan negara Rp 1,1 triliun
    Perkara ini juga menyeret eks Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara, Amanna Gappa; Tim Leader Tenaga Ahli PT Dardella Yasa Guna, Arista Gunawan; Beneficial Owner dari PT. Tiga Putra Mandiri Jaya dan PT Mitra Kerja Prasarana, Freddy Gondowardojo.
    Di persidangan, nama eks Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara, Hendy Siswanto; dan eks Direktur Jenderal Perkeretaapian pada Direktorat Jenderal Perkeretaapian pada Kemenhub, Prasetyo Boeditjahjono juga disebut-sebut terlibat dalam perkara ini.
    Adapun kerugian negara itu timbul akibat korupsi yang telah dilakukan mereka sejak tahap perencanaan, pelelangan hingga proses pelaksanaan disebut jaksa telah memperkaya sejumlah pihak.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPU DKI temukan jumlah surat suara kurang dan rusak sebanyak 51 ribu

    KPU DKI temukan jumlah surat suara kurang dan rusak sebanyak 51 ribu

    Petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) bersama Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) menata kotak suara di kantor Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (16/10/2024). ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah.

    KPU DKI temukan jumlah surat suara kurang dan rusak sebanyak 51 ribu
    Dalam Negeri   
    Widodo   
    Sabtu, 02 November 2024 – 14:25 WIB

    Elshinta.com – Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta menemukan total surat suara yang kurang dan rusak untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta 2024 sebanyak 51.234 lembar.

    “Jumlah kekurangan dan surat suara rusak se-DKI Jakarta adalah 51.234 lembar,” ucap Kepala Divisi Perencanaan dan Logistik KPU DKI Jakarta Nelvia Gustina saat dihubungi di Jakarta, Sabtu.

    KPU DKI, kata Nelvia, melakukan komunikasi dengan pihak penyedia agar dapat memenuhi kebutuhan surat suara maksimal pada 6 November 2024.

    Adapun jumlah surat suara untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta 2024 yakni sebanyak 8.425.775. Jumlah ini berasal dari jumlah Daftar Pemilih tetap (DPT) yakni 8.214.007 ditambah dengan 2,5 persen surat suara cadangan yang dihitung dengan pembulatan ke atas di setiap tempat pemungutan suara (TPS).

    “Selain itu diproduksi juga 2.000 surat suara, dan ini belum didistribusikan ke KPU kabupaten/ kota, tetapi disimpan di KPU provinsi untuk jika terjadi pemungutan suara ulang (PSU),” jelas Nelvia.

    Sementara itu, proses cetak surat suara sudah berlangsung pada Oktober lalu, dilanjutkan proses sortir dan lipat surat suara di KPU lima administrasi kota Jakarta dan Kepulauan Seribu yang telah rampung pada 30 Oktober 2024.

    “Sortir lipat surat suara di enam kabupaten dan kota se-DKI Jakarta sudah selesai dilakukan pada 30 Oktober 2024 sesuai jadwal yang ditentukan oleh KPU provinsi,” ujar Nelvia.

    Selanjutnya, imbuh dia, akan dilakukan distribusi serah terima logistik pilkada dari KPU kabupaten dan kota ke panitia pemilihan kecamatan (PPK) pada 14 November 2024 ditandai dengan Berita Acara Serah Terima dari KPU kabupaten/kota ke PPK.

    “Distribusi ke TPS nanti paling lambat H-1 (sebelum hari pemungutan suara),” demikian kata Nelvia.

    Pemungutan suara Pilkada Jakarta 2024 akan diadakan pada 27 November 2024. Pilkada DKI Jakarta kali ini diikuti pasangan calon (paslon) gubernur dan wakil gubernur nomor urut 1 Ridwan Kamil-Suswono (RIDO), paslon nomor urut 2 Dharma Pongrekun-Kun Wardana (Dharma-Kun) dan paslon nomor urut 3 Pramono Anung-Rano Karno (Pram-Doel).

    Sumber : Antara

  • KPK Tahan Dirut PT Permana Putra Mandiri Ahmad Taufik terkait Korupsi APD Covid-19

    KPK Tahan Dirut PT Permana Putra Mandiri Ahmad Taufik terkait Korupsi APD Covid-19

    GELORA.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri Ahmad Taufik (AT) pada Jumat (1/11/2024).

    Ahmad Taufik adalah salah satu tersangka kasus korupsi pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) Covid-19 di Kementerian Kesehatan dengan sumber dana dari Dana Siap Pakai (DSP) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Tahun 2020.

    “KPK akan melakukan penahanan terhadap Tersangka AT, untuk 20 hari pertama, terhitung sejak tanggal 1-20 November 2024. Penahanan dilakukan di Rutan Cabang Kelas 1 Jakarta Timur, Cabang Rumah Tahanan KPK Gd. ACLC atau C1,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat.

    Ghufron mengatakan, Ahmad Taufik menyusul dua tersangka lainnya yaitu mantan Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Budi Sylvana (BS), dan Satrio Wibowo (SW) selaku Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia.

    Ketiganya ditetapkan tersangka oleh KPK karena membuat kerugian negara sebesar Rp 319 miliar.

    “Atas pengadaan tersebut, Audit BPKP menyatakan telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 319 miliar (Rp 319.691.374.183,06),” ujarnya.

    Dalam konstruksi perkara, KPK menduga terjadi pelanggaran prosedur pembelian APD Covid-19.

    Di antaranya, pendistribusian APD oleh TNI atas perintah Kepala BNPB pada saat itu, dengan mengambil APD dari PT PPM di Kawasan Berikat, dan langsung mengirimkan ke 10 provinsi dengan tidak dilengkapi dokumentasi, bukti pendukung, dan surat pemesanan.

    Kemudian negosiasi ulang harga APD oleh KPA BNPB Harmensyah dengan Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia Satrio Wibowo (SW) agar diturunkan dari harga USD 60 menjadi USD 50. Penawaran tersebut tidak mengacu pada harga APD (merk yang sama) yang dibeli oleh Kemenkes sebelumnya, yaitu sebesar Rp 370.000.

    Lalu, terjadi backdate untuk menunjuk Budi Sylvana sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk pengadaan APD di Kementerian Kesehatan RI pada 28 Maret 2020. Sedangkan Surat Keputusan Penunjukan tersebut dibuat satu hari sebelumnya.

    Kemudian terdapat Surat Pesanan APD dari Kementerian Kesehatan kepada PT. PPM (Permana Putra Mandiri) sejumlah 5 juta set dengan harga satuan USD 48,4, yang ditandatangani oleh BS (Budi Sylvana) selaku PPK, AT (Ahmad Taufik) selaku Dirut PT. PPM (Permana Putra Mandiri) dan SW (Satrio Wibowo) selaku Dirut PT. Energi Kita Indonesia.

    Namun, surat tersebut tidak terdapat spesifikasi pekerjaan, waktu pelaksanaan pekerjaan, pembayaran, serta hak dan kewajiban para pihak secara terperinci.

    Selain itu, Surat Pemesanan tersebut ditujukan kepada PT PPM, tetapi PT EKI (Energi Kita Indonesia) turut menandatangani Surat tersebut.

    Ahmad Taufik disangkakan telah melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

  • Tak Hanya Mark Up, KPK Duga Ada Monopoli di Kasus APD Covid-19

    Tak Hanya Mark Up, KPK Duga Ada Monopoli di Kasus APD Covid-19

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya dugaan monopoli yang dilakukan oleh sejumlah perusaahaans swasta pada pengadaan APD Covid-19, yang kini disebut merugikan keuangan negara Rp319 miliar. 

    Hal itu diungkap oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron pada konferensi pers penahanan tersangka kasus APD, Jumat (1/11/2024). Tersangka dimaksud yakni Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PPM) Ahmad Taufik.

    Dua tersangka lain yakni Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (EKI) Satrio Wibowo serta mantan pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Budi Sylvana telah ditahan awal Oktober 2024 lalu. 

    Ghufron menjelaskan bahwa dalam pengadaan APD saat pagebluk 2020 lalu, perusahaan-perusahaan yang berperan sebagai produsen maupun distributor hazmat diduga melakukan praktik monopoli. Beberapa perusahaan di antaranya adalah PT PPM milik Ahmad Taufik, PT EKI milik Satrio, serta PT Yoon Shin Jaya (YS) milik Shin Dong Keun yang mewakili para produsen APD. 

    “Kerja Sama antara PT PPM, PT EKI, PT YS dan para produsen APD merupakan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Hal tersebut berlawanan dengan Pasal 4 Undang-undang No.5/1999 di mana pengusaha dilarang secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan pemasaran sehingga terbentuk monopoli,” jelasnya pada konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (1/11/2024). 

    Selain monopoli, terdapat sejumlah perbuatan melawan hukum lain yang diduga dilakukan perusahaan-perusahaan itu. PT EKI dan PT YS disebut tidak memiliki Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) kendati terlibat dalam mata rantai pengadaan APD. 

    Kemudian, PT EKI dan PT PPM disebut tidak menyiapkan dan menyerahkan bukti pendukung kewajaran harga kepada PPK sehingga melanggar prinsip pengadaan barang/jasa pemerintah dalam penanganan keadaan darurat. 

    “PT EKI ditetapkan sebagai penyedia APD, padahal tidak mempunyai pengalaman untuk mengadakan APD sebelumnya,” lanjut Ghufron. 

    DUGAAN MARK UP

    Pada konferensi pers sebelumnya, Oktober 2024 lalu, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan asal usul kerugian keuangan negara sebesar Rp319 miliar yang dihasilkan dari audit bersama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

    Awalnya, anggaran pengadaan APD oleh pemerintah bersumber dari Dana Siap Pakai (DSP) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Dalam proses pengadaan, penyidik KPK mengendus dugaan penggelembungan harga atau mark-up.

    Asep menduga kerugian negara Rp319 miliar itu seharusnya tidak terjadi apabila APD langsung dipasok dari PT PPM ke Kemenkes, tanpa harus ada pelibatan PT EKI. 

    “Jadi secara garis besar bahwa ada penambahan harga, ada mark up harga antara PT PPM dengan Kemenkes, di tengahnya ada PT EKI. Jadi, seharusnya kalau misalkan langsung ke PT PPM itu harganya lebih rendah. Sehingga di situ ada kenaikan harga, peningkatan harga, mark-up lah,” ujar Jenderal Polisi bintang satu itu. 

    Asep menjelaskan bahwa kasus dugaan korupsi itu bermula ketika pemerintah berupaya untuk memenuhi kebutuhan APD saat awal pandemi Covid-19 sekitar empat tahun lalu. Pengadaan dilakukan dengan turut melibatkan aparat seperti TNI dan Polri. Bahkan, APD itu langsung diambil oleh TNI dari Kawasan Berikat berdasarkan instruksi Kepala BNBP yang saat itu dipimpin Letjen TNI Doni Monardo.

    APD lalu diambil aparat pada 21 Maret 2020 untuk disebar ke 10 provinsi. Namun, pengambilan dilakukan tanpa kelengkapan dokumentasi, bukti pendukung, serta surat pemesananan.

    Menurut Asep, inti permasalahan dalam kasus tersebut adalah perbedaan harga yang cukup lebar. Awalnya, APD untuk Kemenkes hanya dipasok langsung oleh PT PPM. 

    Perusahaan milik Ahmad Taufik itu merupakan perusahaan yang ditunjuk sebagai distributor utama oleh para produsen APD. Salah satunya yakni oleh Direktur Utama PT Yoon Shin Jaya Shin Dong Keun. Pada saat itu, Kemenkes membeli 10.000 set APD dari PT PPM dengan harga hanya Rp379.500 per set. 

    Namun, setelahnya Shin Dong Keun turut menandatangani kontrak kesepakatan dengan Direktur Utama PT EKI Satrio Wibowo untuk menjadi authorized seller. Kontraknya yakni sebanyak 500.000 set APD dengan harga dinamis atau tergantung nilai tukar rupiah terhadap dolar AS saat pemesanan. 

    PT PPM dan PT EKI lalu memutuskan untuk menandatangani kontrak kerja sama distribusi. PT PPM mendapatkan margin keuntungan 18,5%.

    Adapun penawaran harga APD melonjak dari Rp379.500 per set menjadi US$60 atau hampir mendekati Rp1 juta per set. Kemudian, Sestama BNPB saat itu, Harmensyah, selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) DSP BNPB melakukan negosiasi harga dengan Satrio agar harga APD diturunkan menjadi US$50 (sekitar Rp700.000) per set. 

    Harga itu pun tetap hampir dua kali lipat yang dibayar oleh Kemenkes ke PT PPM awalnya yakni Rp379.500 per set. “Jadi ini sangat jauh perbedaan harganya antara yang dibeli oleh Kemenkes kemenkes sebesar Rp370.000 per set, dengan yang diadakan oleh KPA. Itu saudara HM [Harmensyah] dengan saudara SW [Satrio],” jelas Asep.

    Di sisi lain, PT PPM juga akan menagih 170.000 set APD gelombang pertama yang telah didistribusikan oleh TNI sebelumnya dengan harga sekitar Rp700.000 per set. 

    Tidak hanya itu, Satrio juga diduga menghubungi Kepala BNPB Doni Monardo untuk segera menyelesaikan pembayaran 170.000 set APD yang diambil TNI. Dia juga meminta agar diberikan SPK dari BNPB agar sesuai dengan pengamanan raw material dari Korea Selatan. 

    Pada 25 Maret 2020, PT EKI dan perusahaan Shin Dong Keun merealisasikan kontrak mereka dengan pemesanan 500.000 set APD. Pemesanan dilakukan dengan menyerahkan giro Rp113 miliar bertanggal 30 Maret 2020. 

    Akan tetapi, pemesanan menggunakan dokumen kepabeanan PT PPM karena PT EKI tidak memiliki izin penyaluran alat kesehatan, gudang serta bukan perusahaan kena pajak (PKP). 

    KPK mencatat, ada dua kali pembayaran dari negara kepada PT PPM. Pertama, Rp10 miliar ketika belum ada kontrak atau surat pesanan. Kedua, Rp109 miliar yang diserahkan oleh Pusat Krisis Kesehatan. 

    Setelah itu, pada 28 Maret 2020, Budi Sylvana ditunjuk sebagai PPK dari Kemenkes menggantikan Eri Gunawan menggunakan surat bertanggal backdate sehari. Pada kesempatan yang sama, surat pesanan APD dari Kemenkes diterbitkan untuk sebanyak 5 juta set dengan harga US$48,4 per set.

    Surat itu diteken oleh Budi, Taufik dan Satrio. Namun, KPK menyebut surat itu tidak mencantumkan spesifikasi pekerjaan, waktu pelaksanaan, pembayaran, serta hak dan kewajiban para pihak. Tidak hanya itu, surat yang hanya ditujukan kepada PT PPM juga ikut ditandatangani oleh PT EKI. 

    Adapun Kemenkes mencatat telah menerima 3.140.200 set APD PT PPM dari total 5.000.000 set yang dipesan sampai dengan 18 Mei 2020. Dari waktu pemesanan sampai dengan saat itu, telah dilakukan negosiasi antara Kemenkes dengan PT PPM untuk menurunkan harga.

    Kedua pihak menyepakati negosiasi yakni 503.500 set APD yang dikirim dari periode 27 Apil sampai dengan 7 Mei 2020 dihargai sebesar Rp366.850 per set. Setelahnya, satu set APD akan dihargai Rp294.000. 

    Asep menuturkan, hasil audit final yang dilakukan BPKP menunjukkan adanya kerugian negara yang timbul akibat pengadaan APD itu senilai Rp319 miliar. Dia memastikan penyidik bakal menelusuri lebih jauh ke mana saja aliran uang tersebut. 

    “Atas pengadaan tersebut, audit BPKP menyatakan telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp319 miliar,” terang Asep.