Organisasi: PPK

  • Mengapa KPK Belum Panggil Bobby Nasution di Kasus Pembangunan Jalan Sumut?

    Mengapa KPK Belum Panggil Bobby Nasution di Kasus Pembangunan Jalan Sumut?

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto mengungkapkan hingga saat ini pihaknya masih belum berencana memanggil Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution terkait kasus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan jalan di wilayah provinsi tersebut.

    Dia menyebut saat ini penyidik KPK masih fokus dengan pokok perkaranya terhadap Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut dan pejabat pembuat komitmen (PPK). 

    “Ya, sementara sih, sampai dengan hari ini belum ada. Belum ada informasi atau laporan dari penyidik [untuk memanggil Bobby],” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (10/7/2025).

    Meski demikian, dia tidak menutup kemungkinan Bobby akan dipanggil untuk dimintai keterangan bila sudah ada hasil peneriksaan tersangka dan saksi-saksi yang lain.

    “Kalau memang ada, ya tidak menutup kemungkinan [Bobby Nasution] akan dipanggil dan diminta keterangan. Tapi kalau memang tidak ada, karena memang tidak ada relevansi, ya penyidik juga tidak akan mencari-cari,” ucapnya.

    Lebih jauh, Setyo menyebut kasus ini masih dalam tahap awal dan juga belum genap dua minggu. Sebab itu, penyidik masih fokus kepada perkara pokoknya dulu.

    “Karena kan dihitung ada masa penahanan 20 hari, perpanjangan 40 hari. Jangan sampai nanti masa penahanan habis, kemudian perkara pokoknya, ya perpanjangannya terlalu lama lagi. Intinya fokus ke situ dulu,” tuturnya.

    Diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang memeriksa Gubernur Sumatra Utara (Sumut) Bobby Nasution terkait kasus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan jalan di wilayah provinsi tersebut. 

    Hal itu disampaikan Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu ketika menjawab pertanyaan awak media yang menanyakan soal adanya kedekatan antara tersangka TOP selaku Kepala Dinas (Kadis) PUPR Provinsi Sumut dengan Bobby Nasution. 

    “Kalau memang bergerak ke salah seorang, misalkan ke kepala dinas yang lain atau ke gubernurnya, kami akan minta keterangan,” katanya dikutip dari Antara, Sabtu (28/6/2025).

    Siapa pun yang diduga terlibat dalam aliran uang tersebut, kata dia, akan dimintai keterangan, tidak terkecuali Bobby Nasution.

  • Mark up Pengadaan Lampu Suar, 2 Pegawai UPT Kemenhub di Cilacap Dijebloskan ke Penjara

    Mark up Pengadaan Lampu Suar, 2 Pegawai UPT Kemenhub di Cilacap Dijebloskan ke Penjara

    Mark up Pengadaan Lampu Suar, 2 Pegawai UPT Kemenhub di Cilacap Dijebloskan ke Penjara
    Tim Redaksi
    CILACAP, KOMPAS.com
    — Kejaksaan Negeri (Kejari)
    Cilacap
    menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan
    korupsi pengadaan lampu
    menara suar di
    Pelabuhan Tanjung Intan
    , Cilacap, Jawa Tengah.
    Kasus ini melibatkan pegawai instansi pemerintah dan pihak swasta dalam proyek tahun anggaran 2024.
    Dua dari empat tersangka berasal dari Kantor Distrik Navigasi Tipe A Kelas III Tanjung Intan, unit teknis di bawah Kementerian Perhubungan, yaitu S selaku penanggung jawab tim teknis dan TW selaku pejabat pembuat komitmen (PPK).
    Sementara dua lainnya berasal dari swasta: SAW sebagai rekanan perusahaan lampu, dan UU selaku Direktur CV SK yang bertindak sebagai penyedia barang.
    “Setelah dilakukan serangkaian penyelidikan, kami menetapkan empat orang tersangka korupsi pengadaan lampu menara suar Distrik Navigasi Tanjung Intan,” kata Kepala Kejari Cilacap, Muhamad Irfan Jaya, Rabu (9/7/2025).
    Menurut Irfan, para tersangka secara bersama-sama melakukan rekayasa harga. Empat unit lampu menara suar yang seharusnya seharga Rp 1,28 miliar justru di-mark up menjadi Rp 2,84 miliar.
    “Harga barang yang seharusnya Rp 1,28 miliar di-mark up menjadi Rp 2,84 miliar, jadi ada selisih harga. Dengan demikian negara dirugikan karena harus membayar dua kali lipat dari harga seharusnya,” ungkapnya.
    Lebih lanjut, Irfan mengungkapkan bahwa skema penggelembungan harga telah disusun sejak tahun 2023.
    Dalam skenario tersebut, disepakati pula komitmen fee sebesar 15 persen untuk setiap unit lampu suar.
    “Dua tersangka pegawai Distrik Navigasi secara aktif berkomunikasi dan melakukan pertemuan dengan rekanan dalam rangka mengondisikan harga, spesifikasi, sistem e-katalog, dan mengarahkan agar penyedia barang yang ditunjuk adalah CV SK,” jelasnya.
    Pihak swasta juga membuat struktur harga fiktif. Dalam sistem e-katalog, harga lampu ditampilkan sebesar Rp 721 juta per unit—jauh di atas harga pasar riilnya.
    Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP, subsider Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Amankan 7 Orang dalam OTT Korupsi Proyek Jalan di Sumut: Tak Ada Kapolres
                
                    
                        
                            Medan
                        
                        7 Juli 2025

    KPK Amankan 7 Orang dalam OTT Korupsi Proyek Jalan di Sumut: Tak Ada Kapolres Medan 7 Juli 2025

    KPK Amankan 7 Orang dalam OTT Korupsi Proyek Jalan di Sumut: Tak Ada Kapolres
    Tim Redaksi
    PADANGSIDIMPUAN, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) membantah adanya dugaan keterlibatan oknum polisi yang menjabat sebagai Kepala Polisi Resor (Kapolres) dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) kasus korupsi proyek jalan di
    Sumatera Utara
    .
    Kegiatan OTT tersebut dilakukan di Mandailing Natal (Madina) pada Kamis (26/6/2025).
    Juru bicara KPK, Budi Prasetyo menegaskan, informasi yang beredar mengenai adanya oknum Kapolres yang dibawa dalam operasi tersebut tidak benar.
    “Pihak-pihak yang diamankan dalam kegiatan tangkap tangan terkait dugaan tindak pidana korupsi pada pengadaan proyek-proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara dan PJN Wilayah 1 Sumatera Utara, ada 7 orang,” ujarnya melalui pesan singkat, Senin (7/7/2025).
    Budi menjelaskan, setelah melakukan OTT, KPK membawa tujuh orang tersebut dalam dua tahap, yaitu pada Jumat (27/6/2025) malam dan Sabtu (28/6/2025) pagi.
    “Jadi, 7 orang yang dibawa dilakukan dengan 2 tahap. Sebanyak 6 orang pada tahap pertama, dan 1 orang pada tahap kedua,” ungkapnya.
    Pada tahap pertama, KPK mengamankan beberapa nama, antara lain HEL (Heliyanto) PPK Satker PJN Wilayah I Provinsi Sumut, RES (Rasuli Efendi Siregar) Kepala UPTD Gunung Tua, Dinas PUPR Provinsi Sumut.
     
    Kemudian KIR (Muhammad Akhirun Piliang) Direktur PT DNG (Dalihan Natolu Grup) beserta anaknya RAY (Muhammad Rayhan Dulasmi Piliang) yang menjabat sebagai Direktur PT RN (Rona Namora).
    Selain itu, TAU (Taufik Hidayat Lubis), staf PT DNG, dan RY (Ryan), staf PNS di Dinas PUPR Provinsi Sumut juga turut diamankan.
    Pada tahap kedua, KPK membawa satu orang lagi, yaitu TOP (Topan Ginting) yang menjabat sebagai Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut.
    Budi menambahkan, dari tujuh orang yang diamankan, lima orang ditetapkan sebagai tersangka.
    Mereka adalah Topan Ginting, Heliyanto, Rasuli Efendi Siregar, Muhammad Akhirun Piliang alias Kirun, dan Muhammad Rayhan Dulasmi Piliang.
    “Sedangkan RY dan TAU statusnya sebagai saksi, yang juga telah dilakukan pemeriksaan oleh penyidik,” pungkas Budi.
    Sebelumnya, Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan, pengungkapan kasus ini berawal dari penarikan uang Rp 2 miliar yang diduga berasal dari Kirun dan anaknya Rayhan.
    Uang tersebut rencananya akan dibagikan kepada sejumlah pejabat di Sumut untuk mendapatkan proyek pembangunan jalan.
    KPK menemukan dua proyek pembangunan jalan yang menjadi sorotan, yaitu proyek di Dinas PUPR Sumut senilai Rp 96 miliar untuk pembangunan Jalan Sipiongot–Batas Labusel dan Rp 61,8 miliar untuk pembangunan Jalan Hutaimbaru–Sipiongot.
    Proyek kedua berada di Satuan Kerja PJN Wilayah I Sumut, dengan anggaran 2023 senilai Rp 56,5 miliar dan untuk 2024 senilai Rp 17,5 miliar, serta rehabilitasi dan penanganan longsoran di ruas jalan yang sama untuk 2025.
    Total nilai proyek yang disorot KPK mencapai Rp 231,8 miliar.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Tegaskan Tak Ada Kapolres yang Diamankan saat OTT di Sumut – Page 3

    KPK Tegaskan Tak Ada Kapolres yang Diamankan saat OTT di Sumut – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Beredar kabar mengenai Kapolres yang disebut ikut terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan suap proyek jalan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumatera Utara serta PJN Wilayah I Sumut.

    Plt Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, meluruskan kabar tersebut. Ia menyampaikan bahwa dalam OTT, KPK mengamankan tujuh orang di Sumatera Utara yang kemudian dibawa ke Gedung Merah Putih KPK di Jakarta Selatan. Dari tujuh orang tersangka, tidak ada satupun yang memiliki latar belakang kepolisian.

    “Meluruskan informasi yang beredar di masyarakat, kami sampaikan kembali pihak-pihak yang diamankan dalam kegiatan tangkap tangan terkait dugaan tindak pidana korupsi pada pengadaan proyek-proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara dan PJN Wilayah 1 Sumatera Utara,” kata Budi melalui keterangannya, Minggu (6/7/2025).

    “Bahwa dalam kegiatan tangkap tangan tersebut, total sejumlah tujuh orang yang diamankan dan dibawa ke Jakarta,” sambung dia.

    Pada tahap pertama, ada enam orang yang diamankan, mereka adalah Rasuli Efendi Siregar (RES), Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Pemprov Sumut merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK); Heliyanto (HEL), PPK Satuan Kerja PJN Wilayah I Provinsi Sumut; M. Akhirun Efendi Siregar (KIR), Direktur Utama PT Dalihan Natolu Grup (DNG);

     

  • Jadi Tersangka, Eks Sekjen MPR Ma’ruf Cahyono Dicegah ke Luar Negeri

    Jadi Tersangka, Eks Sekjen MPR Ma’ruf Cahyono Dicegah ke Luar Negeri

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mencegah eks Sekjen Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Ma’ruf Cahyono (MC) ke luar negeri. Hal ini dilakukan untuk efektivitas penyelidikan dan penyidikan kasus dugaan korupsi berupa penerimaan gratifikasi dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan MPR.

    Dalam kasus ini, Ma’ruf Cahyono sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus penerimaan gratifikasi tersebut.

    “Benar. Sudah dilakukan cegah ke luar negeri kepada yang bersangkutan,” ujar Jubir KPK Budi Prasetyo, Kamis (3/7/2025).

    Menurut Budi, Ma’ruf Cahyono dicegah ke luar negeri karena keberadaannya dibutuhkan dalam proses pengusutan perkara gratifikasi di lingkungan MPR ini. Ma’ruf Cahyono sudah dicegah ke luar negeri sejak 10 Juni 2025 lalu.

    “Tentu dalam pencegahan luar negeri terhadap pihak-pihak terkait dibutuhkan oleh penyidik keberadaan yang bersangkutan, sehingga proses pemeriksaan atau proses penyidikan nanti dapat dilakukan secara efektif,” jelas Budi.

    Sebelum mengumumkan Ma’ruf Cahyono sebagai tersangka, KPK sudah memeriksa sejumlah saksi dalam kasus ini. Terbaru, Rabu (2/7/2025) kemarin, KPK memeriksa karyawan swasta Jonathan Hartono untuk didalami investasi yang dilakukan oleh tersangka Ma’ruf Cahyono.

    KPK juga sudah memeriksa sejumlah saksi yang merupakan mantan pejabat di Sekretariat Jenderal MPR, antara lain Kartika Indriati Sekarsari selaku pejabat pengadaan barang/jasa di lingkungan Setjen MPR pada 2020-2023 dan Darojat Agung Sasmita Aji selaku kelompok kerja unit kerja pengadaan barang dan jasa (Pokja UKPBJ) di Sekretariat Jenderal MPR pada 2020.

    Saksi lain yang sudah diperiksa adalah Cucu Riwayati selaku pejabat pengadaan barang/jasa pengiriman dan penggandaan pada Setjen MPR 2020-2021, Fahmi Idris selaku Pokja UKPBJ di Sekjen MPR pada 2020, Dyastasita Widya Budi selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) pada kegiatan di biro persidangan dan sosialisasi Setjen MPR Tahun 2020, dan Joni Jondriman selaku kepala UKPBJ di Sekretariat Jenderal MPR pada 2020.

    Dalam kasus ini, KPK telah melakukan penghitungan sementara terkait besaran angka penerimaan gratifikasi oleh tersangka, yakni sekitar Rp 17 miliar. Jumlah penerimaan gratifikasinya tidak menutup kemungkinan bertambah seiring pendalaman atas keterangan para saksi serta alat bukti lainnya.

    Terpisah, Sekjen MPR Siti Fauziah menegaskan bahwa kasus penerimaan gratifikasi di MPR itu merupakan perkara lama dan terjadi pada periode 2019-2021. Siti juga menegaskan, pimpinan MPR periode 2024-2030 maupun periode 2019-2024 tidak terlibat dalam kasus ini.

  • Bukan Budi Arie, Kejari Jakpus Bakal Periksa Johnny Plate di Kasus PDNS

    Bukan Budi Arie, Kejari Jakpus Bakal Periksa Johnny Plate di Kasus PDNS

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat bakal memeriksa eks Menkominfo Johnny G Plate dalam perkara dugaan korupsi PDNS di Kominfo (sekarang Komdigi).

    Kajari Jakarta Pusat, Safrianto Zuriat Putra mengatakan Johnny bakal diperiksa penyidik Kejari Jakpus secara langsung di Lapas Sukamiskin, Bandung.

    “Penyidik sudah merencanakan akan memeriksa yang bersangkutan [Johnny Plate] di Lapas Sukamiskin,” ujarnya di Kejagung, Rabu (2/7/2025).

    Dia menambahkan, pemeriksaan itu dilakukan karena eksekusi pelaksanaan proyek PDNS ini berlangsung sejak era Johnny Plate saat menjadi Menkominfo.

    Pada intinya, eks Menkominfo Rudiantara terkait perencanaannya dan pelaksanaannya pada era Johnny Plate. Kemudian, proyek itu berlanjut di kepemimpinan Budi Arie Setiadi.

    “Tapi eksekusi anggaran itu dari jaman Pak Johnny Plate. Perencanaannya dari jaman menteri sebelumnya, eksekusi pelaksanaannya dari Pak Johnny Plate ada surat edaran yang ditandatangani beliau,” imbuhnya.

    Hanya saja, Safrianto belum bisa menjelaskan secara detail terkait kapan pemeriksaan bekas Sekretaris Jenderal (Sekjen) Nasdem tersebut.

    “Nanti sabar,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, kasus ini berkaitan dengan dugaan kongkalikong atau pemufakatan pengadaan proyek PDNS antara pejabat Kominfo dan swasta pada periode 2020-2024. Total proyek itu mencapai Rp959 miliar.

    Total ada lima tersangka yang ditetapkan Kejari Jakpus, mereka yakni Eks Dirjen Aptika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan; eks Direktur Layanan Aptika Kominfo Bambang Dwi Anggono (BDA); dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek PDNS, Nova Zanda (NZ).

    Selanjutnya, mantan Direktur Bisnis pada PT Aplikanusa Lintasarta, Alfi Asman (AA) dan eks Account Manager PT Docotel Teknologi, Pinie Panggar Agustie (PPA) juga turut ditetapkan sebagai tersangka.

  • Topan Ginting Terjaring OTT, KPK Geledah Kantor Dinas PUPR Sumut di Medan

    Topan Ginting Terjaring OTT, KPK Geledah Kantor Dinas PUPR Sumut di Medan

    Dugaan praktik korupsi proyek pembangunan jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Sumatera Utara (PUPR Sumut) semakin terang benderang.

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap Kepala Dinas PUPR Sumut, berinisial TOP, diduga kuat telah “main mata” dengan pihak swasta sejak awal survei lokasi proyek.

    Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan KPK, Asep menjelaskan, dugaan kecurangan ini berawal pada 22 April 2025. Saat itu TOP bersama KIR, Direktur Utama PT DNG, serta RES, Kepala UPT Gunung Tua Dinas PUPR Sumut (merangkap PPK), dan staf UPT lainnya melakukan survei off-road di Desa Sipiongot.

    “Survei ini dilakukan untuk meninjau lokasi proyek pembangunan jalan. Seharusnya, pihak swasta yang diikutkan dalam survei, tidak hanya sendirian,” Asep menuturkan saat rilis di Gedung KPK, Sabtu, 28 Juni 2025.

    “Fakta bahwa saudara KIR, Direktur Utama PT DNG, sudah dibawa saudara TOP, Kepala Dinas PUPR Sumut, saat survei. Ini sudah mengindikasikan adanya perbuatan curang,” Asep melanjutkan.

    Lalu, TOP diduga memerintahkan RES untuk menunjuk KIR sebagai rekanan penyedia tanpa melalui mekanisme, dan ketentuan pengadaan barang dan jasa yang semestinya.

    “Hal ini mencolok pada proyek pembangunan jalan Hutaimbaru Sipiongot, dengan nilai sekitar Rp 157,8 miliar,” Asep menuturkan.

  • Nama Bobby Disebut di 2 Kasus KPK, Dari ‘Blok Medan’ hingga Pembangunan Jalan

    Nama Bobby Disebut di 2 Kasus KPK, Dari ‘Blok Medan’ hingga Pembangunan Jalan

    Bisnis.com, JAKARTA — Nama menantu Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi), Bobby Nasution dua kali terseret dalam dua perkara dugaan korupsi berbeda yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bobby terseret baik saat menjadi Wali Kota Medan, maupun Gubernur Sumatera Utara.

    Berdasarkan catatan Bisnis, nama Bobby sebelumnya terseret pada perkara suap dan gratifikasi yang menjerat Abdul Gani Kasuba (AGK), Gubernur Maluku Utara saat itu. Nama Wali Kota Medan yang terpilih pada Pilkada 2020 itu disebut dalam nama persidangan terhadap AGK, 2024 lalu.

    Dalam perkembangan yang terbaru, nama Bobby kembali terseret ke kasus dugaan suap dan gratifikasi pembangunan jalan di Sumatera Utara. Dia diduga merupakan orang dekat dari Kepala Dinas PUPR nonaktif Sumut Topan Obaja Putra Ginting, yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

    Pada kasus pembangunan jalan, KPK mengaku terbuka terhadap peluang untuk memeriksa Bobby sebagai saksi untuk dugaan suap pembangunan jalan di lingkungan Dinas PUPR serta Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah 1 Sumut.

    Pada konferensi pers Sabtu (28/6/2025), Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menanggapi kabar yang beredar bahwa tersangka Topan adalah orang dekat dari Bobby sejak masih menjabat Wali Kota Medan.

    Hal itu diketahui lantaran Topan baru dilantik Bobby belum lama ini, dan sebelumnya menjabat Kepala Dinas PU/Dinas Sumber Daya Air, Bina Marga dan Bina Konstruksi Kota Medan. Topan juga pernah menjabat Plt. Sekda Kota Medan.

    Menurut Asep, penyidik saat ini telah melakukan penelusuran terhadap aliran uang dugaan korupsi itu, atau follow the money. Dia menyebut pihaknya akan mendalami aliran uang diduga suap ke berbagai pihak, tidak terkecuali Bobby sebagai kepala daerah.

    “Seperti saya sampaikan bahwa selebihnya ini sedang kita ikuti. Kalau nanti ke siapapun ke atasannya atau mungkin ke sesama kepala dinas atau ke Gubernur, kemanapun itu dan kami memang meyakini, kami tadi juga sudah sampaikan bahwa kita bekerja sama dengan PPATK untuk melihat ke mana saja uang itu bergerak,” ucapnya, Sabtu (28/6/2025).

    Perwira Tinggi Polri bintang satu itu memastikan, penelusuran aliran uang suap itu tidak akan dikecualikan ke pihak manapun. Dia menyebut pihaknya mendalami bagaimana uang panas itu bisa sampai ke pihak-pihak tertentu.

    “Kalau memang bergerak ke salah seorang, misalkan ke kepala dinas yang lain atau ke Gubernurnya, kita akan minta keterangan, kita akan panggil dan kita minta keterangan. Ditunggu saja ya,” terang Asep.

    Pada kasus tersebut, terdapat total lima orang yang ditetapkan sebagai tersangka yaitu Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting, Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Rasuli Efendi Siregar, serta PPK Satker PJN Wilayah I Sumut Heliyanto.

    Kemudian, dua orang tersangka swasta meliputi Direktur Utama PT Dalihan Natolu Grup M. Akhirun Efendi Siregar, serta Direktur PT Rona Na Mora Rayhan Dulasmi Pilang.

    Adapun Bobby menyatakan siap apabila bakal diperiksa penyidik KPK. “Namanya proses hukum, kami bersedia saja,” kata Bobby di Kantor Gubernur Sumut, Senin (30/6/2025).

    KASUS BLOK MEDAN

    Sebelumnya, nama Bobby juga terseret dalam perkara suap dan gratifikasi yang menjerat Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba. Pada 2024 lalu, namanya disebut dalam persidangan terhadap AGK.

    Nama Bobby dikaitkan dengan istilah ‘Blok Medan’, yang diduga merupakan blok tambang di Maluku Utara. Blok tambang itu diduga milik Bobby dan istrinya, anak dari mantan Presiden Jokowi, Kahiyang Ayu.

    Pada persidangan itu, gubernur dua periode tersebut didakwa menerima suap dan gratifikasi setara dengan lebih dari Rp106 miliar. Suap dan gratifikasi itu ditengarai turut berkaitan dengan izin pertambangan.

    Informasi mengenai ‘Blok Medan’ itu didalami jaksa kepada saksi Kepala Dinas ESDM Maluku Utara Suryanto Andili.

    JPU bertanya kepadanya ihwal istilah ‘Blok Medan’, serta apabila istilah itu merujuk kepada orang atau perusahaan. Awalnya, informasi mengenai ‘Blok Medan’ didapatkan saat memeriksa saksi Muhaimin Syarif, yang merupakan orang kepercayaan AGK.

    “Apa yang dimaksud dengan Medan? ‘Blok itu milik Medan’?,” tanya jaksa. 

    “Di situ yang saya tahu disampaikan itu Bobby,” jawab Suryanto.

    Pihak jaksa pun mengonfirmasi lagi pernyataan Suryanto mengenai nama Bobby yang merujuk ke ‘Blok Medan’ itu.  “Bobby Nasution,” kata Suryanto.

    “Bobby Nasution? Wali Kota Medan maksudnya?,” tanya JPU.

    “Iya,” terang Suryanto. 

    Secara terpisah, informasi soal ‘Blok Medan’ itu juga telah dilaporkan secara resmi ke KPK melalui Direktorat Pelayanan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM) pada 2024 lalu. 

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, pihak Abdul Gani mengakui adanya pertemuan dengan Bobby. Penasihat hukum Abdul Gani, Junaidi Umar mengungkapkan bahwa anak kliennya bernama Nazlatan Ukhra Kasuba mengonfirmasi pertemuan antara ayahnya dengan Bobby Nasution. Pertemuan itu terjadi pada 2023.   

    Adapun, pihak Abdul Gani yang bertemu Bobby antara lain istrinya, Nazla, Kepala Dinas ESDM Maluku Utara Suryanto Andili serta Muhaimin Syarif alias Ucu.

    Muhaimin adalah orang kepercayaan AGK yang juga ditetapkan tersangka oleh KPK.   
    Meski membenarkan pertemuan tersebut, Junaidi membantah bahwa ada pembicaraan soal perizinan pertambangan sebagaimana disampaikan di dalam sidang.   

    “Salah satu anak dari AGK itu juga menyampaikan bahwa pada saat mereka bertemu di Medan, bersilaturahmi itu bertemu Bobby, dan tidak ada pembicaraan terkait dengan blok-blok itu. Pokoknya urusan tambang itu tidak ada lah,” katanya saat ditemui Bisnis di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin (5/8/2024).

    Kendati sudah dilaporkan resmi, KPK mengakui bahwa belum ada pengembangan penyidikan yang dilakukan terkait dengan fakta persidangan ‘Blok Medan’ itu.

  • KPK Ungkap Kronologi Penangkapan Anak Buah Bobby Nasution

    KPK Ungkap Kronologi Penangkapan Anak Buah Bobby Nasution

    PIKIRAN RAKYAT – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kronologi penangkapan Kepala Dinas PUPR Sumatera Utara Topan Obaja Putra Ginting dalam operasi tangkap tangan (OTT) terkait kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan.

    Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menyampaikan awalnya pihaknya mendapat informasi soal pencairan dana sekira Rp2 miliar. Berbekal informasi itu, tim penyidik turun ke Sumut dan melakukan penelusuran.

    “Dari penelusuran di wilayah Sumut, KPK kemudian mendapati adanya transaksi pemberian kepada TOP. Pemberian dilakukan melalui perantara,” kata Budi dalam keterangan pers pada Selasa, 1 Juli 2025.

    Penelusuran KPK di wilayah Sumatera Utara menemukan adanya transaksi pemberian uang kepada Topan melalui perantara. Setelah menelusuri aliran dana tersebut, KPK menangkap Direktur Utama PT DNG, Akhirun Efendi Siregar (KIR) di Padangsidempuan.

    Penangkapan tidak berhenti di situ. Empat orang lainnya turut diamankan, antara lain Direktur PT RN Rayhan Dulasmi Pilang (RAY), PPK Satker PJN Wilayah I Provinsi Sumatera Utara Heliyanto (HEL), dan Kepala UPTD Gunung Tua merangkap PPK Dinas PUPR Sumut Rasuli Efendi Siregar (RES). Kemudian, Topan ditangkap terakhir.

    Kelima orang tersebut langsung dibawa ke Jakarta untuk menjalani pemeriksaan intensif. Setelah dilakukan gelar perkara, mereka semua resmi ditetapkan sebagai tersangka.

    “Kegiatan tangkap tangan ini bukan pintu akhir, tapi ini pintu awal untuk kemudian KPK akan mendalami dan menelusuri proyek-proyek pengadaan lainnya,” tutur Budi.

    Lembaga antirasuah ini menahan kelima tersangka di Rutan Cabang KPK Gedung Merah Putih untuk 20 hari pertama terhitung mulai 28 Juni hingga 17 Juli 2025.

    Pendalaman terhadap pihak lain yang diduga ikut terlibat atau berperan dalam pengondisian proyek tersebut akan dilakukan. Pihaknya, kata dia, juga bakal mengusut pihak yang diduga mendapat aliran dana korupsi.

    KPK Akan Periksa Bobby

    Bobby Nasution berpeluang diperiksa KPK dalam dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di lingkungan Dinas PUPR Sumatera Utara.

    KPK memastikan akan memanggil seluruh pihak yang keterangannya diperlukan dalam penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di lingkungan Dinas PUPR serta di Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional Wilayah I Sumut.

    Bobby menjadi salah satu pihak yang disebut berpeluang diperiksa sebagai saksi dalam perkara ini. “KPK tentu akan memanggil siapa saja sesuai dengan kebutuhan penyidikan,” kata Budi Prasetyo kepada wartawan, Senin, 30 Juni 2025.

    “Nanti tentu juga akan didalami keterangan-keterangan yang dibutuhkan dalam penyidikan tersebut. KPK terbuka kemungkinan untuk memanggil pihak-pihak siapa saja,” kata Budi.

    Menurut kabar bahwa Topan orang dekat Bobby Nasution. Sebelumnya, ia dilantik sebagai Kadis PUPR oleh menantu Joko Widodo pada 24 Februari 2025 lalu.

    Selain memeriksa saksi, KPK juga tengah menganalisis dan menelusuri berbagai barang bukti yang disita dalam OTT. Barang bukti itu akan digunakan untuk memperkuat pembuktian dalam penyidikan, sekaligus menjadi langkah awal untuk proses pemulihan aset negara.

    “KPK tentu terbuka untuk kemudian nanti memanggil pihak-pihak yang diduga terlibat, termasuk juga tentu akan melakukan penyitaan-penyitaan aset,” tutur Budi.***

     

  • Kadis PUPR Sumut TOP Ditangkap KPK, Ini Respons Bobby Nasution

    Kadis PUPR Sumut TOP Ditangkap KPK, Ini Respons Bobby Nasution

    MEDAN – Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution mengklaim mengingatkan kepada jajaran aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumut agar tak melakukan korupsi.

    “Ini OPD (organisasi perangkat daerah) kami yang ketiga jadi tersangka dalam tindakan korupsi. Ini Pak Topan di-OTT (operasi tangkap tangan) oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tentu kami sangat menyayangkan,” kata Bobby dilansir ANTARA, Senin, 30 Juni.

    Bobby mengaku sangat menghargai atas tindakan KPK terhadap Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Sumut Topan Obaja Putra Ginting.

    Topan Obaja Putra Ginting alias TOP dan empat lainnya ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi atas proyek pembangunan dan preservasi jalan di wilayah Sumatera Utara.

    Sebelumnya, mantan Kepala Dinas Kominfo Provinsi Sumut Ilyas Sitorus ditahan Kejari Batu Bara, Sumut, atas dugaan korupsi pekerjaan belanja software perpustakaan digital dan media pembelajaran digital tingkat SD dan SMP di Dinas Pendidikan Kabupaten Batu Bara pada tahun anggaran 2021 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp1,8 miliar.

    Berikutnya Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara menahan mantan Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sumut Zumri Sulthony atas dugaan korupsi penataan Situs Benteng Putri Hijau di Kabupaten Deli Serdang yang merugikan keuangan negara sebesar Rp817.008.240,00.

    “Kami pemerintah provinsi menghargai keputusan, dan penindakan apa pun dari KPK,” jelas Bobby.

    Gubernur juga menegaskan pihaknya telah berulang kali mengingatkan kepada jajarannya untuk tidak melakukan tindak pidana korupsi di lingkungan Pemprov Sumut.

    “Kemarin juga sudah saya sampaikan, jangan ada kegiatan-kegiatan seperti itu. Jangan ada lagi kelompok A, kelompok B, dan kelompok C. Semua enggak ada karena tujuannya untuk masyarakat,” tutur Bobby.

    KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan serta preservasi jalan di wilayah Sumatera Utara.

    Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menyebut terdapat dua tersangka dari proyek yang dijalankan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Provinsi Sumatera Utara.

    “Satu, TOP selaku Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut. Dua, RES selaku Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut merangkap pejabat pembuat komitmen (PPK),” kata Asep di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (28/6).

    Satu tersangka berinisial HEL dari proyek yang dilaksanakan Satuan Kerja (Satker) Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah 1 Sumut.

    Dua tersangka lainnya dari pihak swasta yang berinisial KIR selaku Direktur Utama PT DNG dan RAY selaku Direktur PT RN.

    “RAY ini adalah anak dari KIR,” kata Asep.

    Kelima tersangka tersebut diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis (26/6) malam atas dugaan tindak pidana korupsi dalam upaya memuluskan proyek dengan total senilai Rp231,8 miliar.

    Asep menerangkan bahwa pada Dinas PUPR Provinsi Sumut, tersangka TOP selaku Kadis PUPR Sumut memerintahkan tersangka RES untuk menunjuk KIR selaku Dirut PT DGN sebagai rekanan tanpa melalui mekanisme dan ketentuan pada proyek pembangunan Jalan Sipiongot Batas Labusel dan proyek pembangunan Jalan Hutaimbaru-Sipiongot dengan total nilai proyek sebesar Rp157,8 miliar.

    “Di sini sudah terlihat perbuatan bahwa ada kecurangan. Seharusnya ini melalui proses lelang yang benar-benar transparan,” katanya.

    Selain itu, tersangka KIR bersama RES bersama-sama mengatur proses e-catalog agar PT DGN dapat memenangkan proyek pembangunan Jalan Spiongot Batas Labusel.

    “Atas pengaturan proses e-catalog di Dinas PUPR Pemprov Sumut tersebut, terdapat pemberian uang dari KIR dan RAY untuk RES yang dilakukan melalui transfer rekening,” katanya.