Organisasi: PPK

  • KPK Duga Topan Ginting Tak Kerja Sendiri, Dapat Perintah untuk Terima Suap
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        26 Juli 2025

    KPK Duga Topan Ginting Tak Kerja Sendiri, Dapat Perintah untuk Terima Suap Nasional 26 Juli 2025

    KPK Duga Topan Ginting Tak Kerja Sendiri, Dapat Perintah untuk Terima Suap
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com-
    Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) menduga Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumatera Utara nonaktif Topan Obaja Putra Ginting (TOP) mendapatkan perintah untuk menerima suap dalam kasus dugaan korupsi terkait proyek pembangunan jalan.
    “Kami juga menduga-duga bahwa TOP ini bukan hanya sendirian. Oleh sebab itu, kami akan lihat ke mana yang bersangkutan berkoordinasi dengan siapa, atau mendapat perintah dari siapa,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (25/7)/2025), dikutip dari
    Antara
    .
    Asep menjelaskan penelusuran tersebut dilakukan dengan menggali informasi melalui keluarga Topan Obaja Putra Ginting.
    “Misalkan yang bersangkutan sampai saat ini masih belum memberikan keterangan, kami juga tidak akan berhenti sampai di sana. Kami akan mencari keterangan dari pihak-pihak yang lain, termasuk juga informasi dari barang bukti elektronik yang saat ini masih sedang kami buka di laboratorium forensik kami,” kata Asep.
    Oleh karena itu, KPK saat ini sedang mendalami dua hal dalam penyidikan kasus di Sumut itu, yakni alur perintah serta aliran dana terkait tindak pidana korupsi.
    “Alur perintahnya tentunya mendahului dari proses tadi kan. Pasti perintahnya dulu kan awalnya, memerintahkan gini-gini, baru dieksekusi. Setelah dieksekusi, baru uangnya dibagikan,” ujar dia.
    Sebelumnya, pada 26 Juni 2025, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terkait kasus dugaan korupsi pada proyek pembangunan jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Sumut, dan Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah I Sumut.
    Selanjutnya, pada 28 Juni 2025, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus yang terbagi menjadi dua klaster tersebut, yakni Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting (TOP), Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Gunung Tua Dinas PUPR Sumut merangkap pejabat pembuat komitmen Rasuli Efendi Siregar (RES).
    Kemudian, PPK di Satker PJN Wilayah I Sumut Heliyanto (HEL), Dirut PT Dalihan Natolu Group M. Akhirun Efendi (KIR), dan Direktur PT Rona Na Mora M. Rayhan Dulasmi Piliang (RAY).
    Klaster pertama berkaitan dengan empat proyek pembangunan jalan di lingkungan Dinas PUPR Sumut, sedangkan klaster kedua terkait dua proyek di Satker PJN Wilayah I Sumut.
    Total nilai enam proyek di dua klaster tersebut sekitar Rp231,8 miliar.
    Untuk peran para tersangka, KPK menduga M. Akhirun Efendi dan M. Rayhan Dulasmi Piliang sebagai pemberi dana suap.
    Sementara penerima dana di klaster pertama adalah Topan Obaja Putra Ginting dan Rasuli Efendi Siregar, sedangkan di klaster kedua adalah Heliyanto.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Periksa Mantan Kapolres Tapsel di Kasus Proyek Jalan Sumut

    KPK Periksa Mantan Kapolres Tapsel di Kasus Proyek Jalan Sumut

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap identitas polisi yang diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di lingkungan Dinas PUPR Sumatera Utara (Sumut) dan Satker Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Sumut.

    Dia adalah mantan Kapolres Tapanuli Selatan (Tapsel) AKBP Yasir Ahmadi. Berdasarkan penelusuran yang dilakukan, Yasir sudah digeser ke jabatan lain di lingkungan Polda Sumut dan digantikan oleh AKBP Yon Edi Winara. 

    “Itu mantan Kapolres Tapanuli Selatan,” ungkap Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu pada konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (24/7/2025).

    Asep menyebut AKBP Yasir sudah diperiksa oleh KPK, namun tidak diperinci lebih lanjut kapan.

    Sebelumnya, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyebut anggota kepolisian itu diperiksa terkait dengan proyek-proyek pembangunan jalan di Sumut, proses pengadaannya, serta ke mana saja aliran uang dari proyek dimaksud.

    “Itu semuanya ditelusuri oleh penyidik sehingga dalam perkembangannya juga tidak hanya terkait dengan proyek-proyek di balai besar PJN 1 wilayah Sumut, dan juga di PUPR provinsi Sumatera Utara ya,” ungkapnya. 

    Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, KPK telah menetapkan lima orang tersangka yaitu Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting, Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Rasuli Efendi Siregar, serta PPK Satker PJN Wilayah I Sumut Heliyanto. 

    Kemudian, dua orang tersangka swasta meliputi Direktur Utama PT Dalihan Natolu Grup M. Akhirun Efendi Siregar, serta Direktur PT Rona Na Mora Rayhan Dulasmi Pilang. 

    Terdapat empat proyek di lingkup Dinas PUPR Sumut yang diduga terkait dengan suap dimaksud, sedangkan dua proyek di lingkungan Satker PJN Wilayah I Sumut. Total nilai proyek yang tengah diusut KPK yaitu Rp231,8 miliar. 

    Para tersangka penyelenggara negara diduga melakukan penunjukan langsung kepada para tersangka swasta untuk menggarap sejumlah proyek pembangunan jalan itu. 

    Para tersangka swasta lalu diduga memberikan uang melalui transfer atas pengaturan proses e-katalog. 

    Penyidikan kasus tersebut berangkat dari kegiatan operasi tangkap tangan beberapa waktu lalu usai memperoleh informasi terkait dengan pertemuan dan penyerahan sejumlah uang. 

    Kemudian, terdapat informasi penarikan uang sebesar Rp2 miliar tersangka swasta untuk dibagi-bagikan ke pihak terkait. Untuk itu, KPK memutuskan untuk segera melakukan tangkap tangan kepada para pihak terkait untuk mencegah para tersangka swasta memeroleh proyek pembangunan jalan senilai total Rp231,8 miliar itu. 

    Hal tersebut kendati barang bukti yang berhasil diamankan masih sedikit yakni Rp231 juta, yang diduga sebagian atau sisa dari commitment fee proyek-proyek tersebut. 

    “Sehingga kita berharap nilai kontrak Rp231,8 miliar untuk membangun jalan di beberapa ruas jalan di Sumatra bisa dimenangkan perusahaan yang kredibel. Sehingga hasilnya nanti jalan yang dihasilkan bisa lebih baik, kualitasnya lebih baik, ini akan jadi hal positif untuk masyarakat,” papar Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu pada konferensi pers beberapa waktu lalu.

  • Jalur Gumitir Tutup Total Mulai Hari Ini, Simak Rute Alternatifnya!

    Jalur Gumitir Tutup Total Mulai Hari Ini, Simak Rute Alternatifnya!

    Liputan6.com, Banyuwangi – Jalur vital penghubung antara Kabupaten Jember dan Banyuwangi via Gumitir ditutup total selama dua bulan mulai 24 Juli hari ini hingga 24 September 2025. Penutupan ini dilakukan sebagai bagian dari kegiatan preservasi jalan nasional oleh Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Jawa Timur–Bali, tepatnya di Kilometer 233+500, atau yang dikenal sebagai Tikungan Mbah Singo di kawasan Alas Gumitir.

    Kepala BBPJN Jawa Timur–Bali, Gunadi Antariksa, mengatakan bahwa kegiatan preservasi Jalan nasioinal merupakan amanat peraturan perundangan kepada Kementerian Pekerjaan Umum, atau dalam hal ini melalui BBPJN Jawa Timur–Bali, untuk menyelenggarakan jalan yang berkeselamatan.

    Menurut Gunadi, merujuk pada UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, BBPJN Jawa Timur–Bali dalam melaksanakan preservasi jalan wajib menjaga keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas. Oleh karena itu, pelaksanaan kegiatan preservasi di ruas Jalur Gumitir perlu mengedepankan aspek keamanan dan juga keselamatan para pengguna jalan.

    “Pihak kami telah membuat analisa risiko proyek dan mitigasi risiko yang mencakup potensi bahaya manuver alat berat bore pile akibat lebar jalan yang sempit, risiko benturan dengan pengguna jalan, hingga keterlambatan material akibat kemacetan. Semua faktor ini menjadikan penutupan total jalan sebagai opsi paling aman”, kata Gunadi, melalui keterangan pers, Kamis (24/7/2025).

    Gunadi menjelaskan bahwa pihaknya telah membuat analisa risiko proyek dan mitigasi risiko yang mencakup potensi bahaya manuver alat berat bore pile lebar jalan yang sempit, risiko benturan dengan pengguna jalan, hingga keterlambatan material akibat kemacetan. “Semua faktor ini menjadikan penutupan total jalan sebagai opsi paling aman,” jelas Gunadi.

    Perbaikan Jalur Gumitir yang merupakan jalan penghubung antara Kabupaten Jember dan Banyuwangi, meliputi penanganan longsoran dengan perkuatan lereng bawah menggunakan konstruksi bored pile sebanyak 55 titik sepanjang 115 meter dan perbaikan geometri jalan untuk keselamatan pengguna jalan.

    Sementara itu, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) 1.4 Provinsi Jawa Timur, Satiya Wardana, mengatakan bahwa perbaikan Jalur Gumitir akan berlangsung selama 5 bulan, namun penutupan jalan hanya dilakukan selama 2 bulan saat pekerjaan pemasangan pondasi tiang bor atau bored pile. “Rencananya Jalur Gumitir ditutup mulai hari Kamis pukul 00.00 WIB pada tanggal 24 Juli 2025 dan berlangsung hingga tanggal 24 September 2025,” bebernya.

  • Kronologi Kasus Chromebook, Dibahas Sebelum jadi Menteri hingga Rugikan Negara Rp1,9 Triliun

    Kronologi Kasus Chromebook, Dibahas Sebelum jadi Menteri hingga Rugikan Negara Rp1,9 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Fakta-fakta terkait dengan kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook untuk program Digitalisasi Kemendikbudristek mulai terkuak.

    Permulaan kasus tersebut bahkan dimulai sejak Nadiem Makarim belum menjabat menjadi Mendikbudristek dan baru terkuak tahun ini.

    Abdul Qohar yang menjabat sebagai Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung saat menyampaikan bahwa perkara ini bermula saat Nadiem Makarim belum dilantik menjadi Mendikbudristek.

    Kala itu, mantan Stafsus Mendikbudristek, Jurist Tan (JT) dan Fiona Handayani (FH) membuat grup WhatsApp bernama “Mas Menteri Core Team” untuk membahas rencana pengadaan untuk program digitalisasi pendidikan pada Agustus 2019.

    Pengadaan sejumlah alat penunjang pendidikan itu bakal terealisasi apabila Nadiem Makarim (NAM) dilantik menjadi Menteri pada Oktober 2019.

    “Grup Whatsapp bernama ‘Mas Menteri Core Team’ yang sudah membahas mengenai rencana pengadaan program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek apabila nanti NAM diangkat,” ujar Qohar di Kejagung, dikutip Kamis (17/7/2025).

    Setelah Nadiem dilantik, Jurist Tan kemudian mewakili menteri untuk membahas teknis pengadaan TIK menggunakan ChromeOs dengan Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) pada Desember 2019.

    Selanjutnya, Jurist menghubungi Ibrahim Arief (IBAM) dan YK dari PSPK untuk membuatkan kontrak kerja. Kontrak kerja itu ditujukan untuk IBAM sebagai pekerja PSPK menjadi konsultan teknologi di Kemendikbudristek.

    Tugas IBAM yaitu berhubungan dalam membantu pengadaan TIK Kemendikbudristek menggunakan ChromeOs. Setelah itu, Jurist dan Fiona memimpin sejumlah rapat agar pengadaan alat TIK di Kemendikbudristek bisa menggunakan Chrome OS.

    Rapat itu dihadiri juga oleh bekas Direktur SD, Sri Wahyuningsih (SW), dan eks Direktur Sekolah Menengah Pertama Kemendikbudristek di lingkungan Direktorat Sekolah Menengah Pertama, Mulyatsyah (MUL).

    “Tersangka IBAM yang hadir dalam rapat zoom meeting agar pengadaan TIK di Kemendikbudristek menggunakan ChromeOs sedangkan Staf Khusus Menteri tidak mempunyai tugas dan wewenang dalam tahap perencanaan dan pengadaan barang/jasa,” tutur Qohar.

    Pada Februari dan April 2020, Nadiem kemudian menemui pihak Google yaitu WKM dan PRA untuk membicarakan pengadaan TIK di Kemendikbudristek. Setelah pertemuan itu, Jurist menindaklanjuti perintah Nadiem untuk bertemu pihak Google.

    Pertemuan itu dilakukan untuk membahas teknis pengadaan TIK di Kemendikbudristek menggunakan ChromeOs diantaranya co-investment 30% dari Google untuk Kemendibudristek.

    “Selanjutnya Tersangka JT menyampaikan co-invesment 30% dari Google untuk Kemendibudristek apabila pengadaan TIK Tahun 2020-2022 menggunakan ChromeOs,” tutur Qohar.

    Kesepakatan dengan Google itu kemudian disampaikan dalam rapat yang dihadiri pejabat Kemendikbudristek, termasuk Sri dan Mulyatsyah dan Sekjen Kemendikbudristek berinisial HM.

    Pada Mei 2020, Jurist bersama dengan Sri, Mulyatsyah, dan Ibrahim menggelar rapat melalui aplikasi zoom meeting. Rapat itu dilakukan untuk melaksanakan pengadaan TIK dengan menggunakan ChromeOS milik google pada 2020-2022.

    Namun, kala itu, pengadaan belum dilaksanakan.Ibrahim selaku konsultan teknologi bertugas untuk mendorong penggunaan ChromeOS. Dia juga diduga telah memengaruhi Tim Teknis dengan cara mendemonstrasikan Chromebook pada saat zoom meeting dengan tim teknis.

    “Bahwa sebagai Konsultan Teknologi sudah merencanakan bersama-sama dengan NAM sebelum menjadi Mendikbudristek untuk menggunakan produk operating system tertentu sebagai satu-satunya operating system di pengadaan TIK Tahun 2020-2022 dan mengarahkan tim teknis mengeluarkan hasil kajian teknis berupa ChromeOs,” tutur Qohar.

    Mulanya, Ibrahim enggan melaksanakan perintah penggunaan ChromeOs dari Google untuk pengadaan TIK dari rapat yang dipimpin oleh Nadiem pada Mei 2020. Kala itu, Ibrahim enggan meneken kajian pertama lantaran ChromeOs tidak disebutkan.

    Alhasil, pengadaan TIK itu dibuatkan kajian kedua dengan penyebutan sistem operasi ChromeOs. Singkatnya, buku putih atas review hasil kajian teknis dengan penyebutan ChromeOs diterbitkan.

    Buku putih itu kemudian menjadi acuan untuk pengadaan TIK pada tahun anggaran (TA) 2020-2022. Dalam hal ini, Sri kemudian menindaklanjuti perintah agar penggunaan ChromeOs pada pengadaan TIK periode 2020-2022.

    Sri selaku Direktur SD mulanya menemui rekannya berinisial IT dari swasta menyuruh BH selaku bekas Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Direktorat SD agar menindaklanjuti perintah Nadiem untuk memilih pengadaan TIK dengan operating system ChromeOS dengan metode e-catalog.

    Hanya saja, perintah itu tidak bisa dilaksanakan oleh BH, sehingga Sri kemudian mengganti BH dengan WH sebagai PPK baru untuk melaksanakan tugas itu.

    “30 Juni 2020, Tersangka SW mengganti saudara BH dengan saudara WH sebagai PPK yang baru karena tidak mampu melaksanakan perintah Mendikbudristek NAM untuk pengadaan TIK menggunakan ChromeOs,” ujar Qohar.

    Masih di hari yang sama, WH kemudian langsung menindaklanjuti perintah Sri untuk segera melakukan pemesanan setelah bertemu dengan IN selaku penyedia PT Bhinneka Mentari Dimensi untuk menggunakan ChromeOs pada pengadaan TIK 2020.

    Selanjutnya, Sri juga memerintahkan WH untuk mengubah metode e-katalog menjadi SIPLAH (sistem Informasi Pengadaan Sekolah) dan membuat petunjuk pelaksanaan bantuan pemerintah pengadaan TIK di Kemendikbudristek.

    Adapun, untuk Sekolah Dasar sebanyak 15 lima belas unit laptop dan connector 1 (satu) unit per sekolah dengan harga Rp88,25 juta dari dana transfer Satuan Pendidikan Kemendikbudristek.

    Selanjutnya, Sri juga membuat Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) yang untuk pengadaan TIK menggunakan ChromeOs pada periode 2020-2021.

    Pada intinya, perbuatan Sri juga dilakukan pleh Mulyatsyah selaku bekas Direktur SMP. Perbedaannya, MUl juga telah membuat petunjuk teknis pengadaan TIK SMP agar mengarahkan untuk menggunakan ChromeOs.

    Kerugian Negara Capai Rp1,9 Triliun 

    Adapun, Harli Siregar selaku Kapuspenkum Kejagung RI kala itu menyatakan bahwa kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp1,9 triliun.

    Dia merincikan kerugian negara itu timbul dari perhitungan selisih kontrak dengan harga penyedia dengan metode ilegal gain. Perinciannya, item software Rp480 miliar, dan Mark up dari selisih harga kontrak diluar CDM senilai Rp1,5 triliun.

    “Sehingga total kerugiannya senilai Rp1,98 triliun,” tutur Harli.

    Sementara itu, kasus dengan proyek senilai Rp9,3 triliun ini telah memiliki empat tersangka. Mereka yakni Staf Khusus Mendikbudristek tahun 2020–2024 Jurist Tan (JT), konsultan teknologi di Kemendikbudristek Ibrahim Arief (IBAM).

    Dua lainnya yaitu, Direktur Sekolah Dasar di Direktorat Sekolah Dasar Kemendikbudristek 2020–2021, Sri Wahyuningsih (SW), dan Direktur Sekolah Menengah Pertama di Direktorat Sekolah Menengah Pertama Kemendikbudristek 2020–2021, Mulyatsyah (MUL). Keduanya juga merupakan kuasa pengguna anggaran dalam proyek ini.

  • KPK Tahan 4 Pejabat Kemnaker Terkait Suap Pengurusan Tenaga Kerja Asing

    KPK Tahan 4 Pejabat Kemnaker Terkait Suap Pengurusan Tenaga Kerja Asing

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan terhadap 4 dari total 8 orang tersangka kasus dugaan pemerasan terkait dengan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Kamis (17/7/2025). 

    Berdasarkan pantauan Bisnis, keempat tersangka mengenakan rompi tahanan KPK berwarna oranye sejak turun dari lantai 2 Gedung Merah Putih KPK, menuju ruangan konferensi pers di lantai 1. Keempatnya pun mengenakan masker yang menutupi sebagian wajah mereka. 

    Namun, saat pertama kali memasuki ruangan konferensi pers, mereka diminta untuk menghadap ke depan dan membuka maskernya. Hal ini berbeda dengan penyelenggaraan konferensi pers penahanan tersangka di KPK sebelumnya. 

    Setelah para pewarta foto mengambil gambar para tersangka, keempatnya dipersilahkan untuk menunggu di luar ruangan konferensi pers. 

    Adapun empat orang itu sebelumnya telah diperiksa sebagai tersangka sejak pagi ini oleh penyidik. Dua di antaranya adalah Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta dan PKK) Kemnaker, Suhartono (2020-2023), serta Direktur PPTKA Kemnaker (2019-2024)  dan  Dirjen Binapenta Kemnaker (2024-2025), Haryanto. 

    Dua orang lainnya adalah Direktur PPTKA Kemnaker tahun 2017-2019, Wisnu Pramono dan Koordinator Uji Kelayakan Pengesahan PPTKA 2020-Juli 2024 kemudian diangkat menjadi Direktur PPTKA 2024-2025, Devi Angraeni. 

    “Hari ini KPK melakukan penahan terhadap 4 orang tersangka dari total 8 orang tersangka,” ujar Ketua KPK Setyo Budiyanto pada konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (17/7/2025).

    Setyo menyebut empat orang tersangka itu akan ditahan selama 20 hari ke depan di Rumah Tahanan KPK Cabang Gedung Merah Putih, Jakarta. 

    Adapun terdapat 4 orang tersangka lain yaitu di antaranya Kepala Subdirektorat Maritim dan Pertanian Ditjen Binapenta dan PKK 2019-2021, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) PPTKA 2019-2024, serta Koordinator Bidang Analisis dan Pengendalian Tenaga Kerja Asing Direktorat PPTKA 2021-2025, Gatot Widiartono. 

    Kemudian, Staf pada Direktorat PPTKA 2019-2024, Putri Citra Wahyoe; Staf pada Direktorat PPTKA 2019-2024, Jamal Shodiqin; serta Staf pada Direktorat PPTKA 2019-2024, Alfa Eshad.

    Setyo menyebut keempat tersangka lain akan ditahan pada waktu berbeda dengan empat tersangka pertama. 

    “Sementara untuk 4 tersangka lainnya belum dilakukan penahanan,” ujar Purnawirawan Perwira Tinggi Polri bintang tiga itu.

    Lembaga antirasuah menduga kedelapan tersangka itu melakukan pemerasan terhadap calon tenaga kerja asing (TKA) yang ingin melakukan pekerjaan di Indonesia. 

    Untuk diketahui, agar bisa bekerja di Indonesia, calon pekerja migran dari luar negeri itu harus mendapatkan RPTKA. Sementara itu, RPTKA dikeluarkan oleh Ditjen Binapenta dan PKK. 

    Sampai dengan saat ini, KPK menduga jumlah uang yang diterima para tersangka dan pegawai dalam Direktorat PPTKA Ditjen Binapenta dan PKK dari pemohonan RPTKA mencapai Rp53,7 miliar.

    “Bahwa penelusuran aliran uang dan keterlibatan pihak lain dalam perkara ini masih terus dilakukan penyidikan,” terang Plh. Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo pada konferensi pers sebelumnya beberapa waktu lalu.

    Para tersangka disangkakan melanggar pasal 12 huruf e atau pasal 12 B jo. Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

  • KPK Panggil Mulyono Kasus Suap Proyek Jalan di Daerah Bobby Nasution

    KPK Panggil Mulyono Kasus Suap Proyek Jalan di Daerah Bobby Nasution

    GELORA.CO – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil delapan orang saksi dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan jalan yang menjerat mantan Kepala Dinas PUPR Sumatera Utara, Topan Obaja Putra Ginting Cs, yang disebut sebagai orang dekat Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution.

    Salah satu saksi yang dipanggil adalah mantan Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara, Mulyono (MUL).

    “Pemeriksaan dilakukan di Kantor BPKP Perwakilan Medan atas nama MUL, Mantan Kadis PUPR Provinsi Sumatera Utara,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, melalui keterangan tertulis kepada wartawan di Jakarta, Kamis (17/7/2025).

    Selain Mulyono, saksi lain yang turut dipanggil yaitu Winda, staf Dinas PUPR Kabupaten Mandailing Natal; Ryan Lubis, Kasi UPT Gunung Tua Kabupaten Padang Lawas Utara; Suryadi Gozali, pemilik sparepart Daihatsu Motor di Kota Padangsidimpuan; Andi Junaedi, dari UPTD Paluta/Gunung Tua; Addi Mawardi Harahap, Kabid Binamarga Padangsidimpuan; Abdul Azis, staf PU Padangsidimpuan; dan Mardiah, staf honorer Dinas PUPR Kabupaten Mandailing Natal.

    “Hari ini, Kamis (17/7), KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi dugaan TPK terkait proyek pembangunan jalan di Provinsi Sumatera Utara (Sumut),” ujar Budi.

    Sebelumnya diberitakan, pada Kamis malam, 26 Juni 2025, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di wilayah Sumatera Utara. Dalam OTT tersebut, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumut dan Satker PJN Wilayah I Sumut. Total nilai proyek yang menjadi sorotan mencapai Rp231,8 miliar dari enam proyek jalan yang dikondisikan. KPK menyatakan, penyidikan masih terus dikembangkan terhadap proyek-proyek lain yang diduga bermasalah.

    Kelima tersangka yang telah diumumkan dan ditahan adalah Topan Obaja Putra Ginting selaku Kepala Dinas PUPR Sumut; Rasuli Efendi Siregar sebagai Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK); Heliyanto sebagai PPK Satker PJN Wilayah I Sumut; M. Akhirun Efendi Siregar sebagai Direktur Utama PT Daya Nur Global (PT DNG); dan M. Rayhan Dulasmi Piliang sebagai Direktur PT Rukun Nusantara (PT RN).

    KPK memperkirakan total suap dalam kasus ini mencapai sekitar Rp2 miliar dan akan didalami lebih lanjut. Dalam OTT tersebut, penyidik turut mengamankan uang tunai sebesar Rp231 juta yang diduga merupakan bagian dari komitmen fee.

    Dalam konstruksi perkara, kasus pertama terjadi di lingkungan Dinas PUPR Sumut. Topan Obaja Putra Ginting bersama Rasuli Efendi Siregar dan M. Akhirun Efendi Siregar diduga merekayasa pengadaan proyek pembangunan Jalan Sipiongot–Batas Labuhanbatu Selatan dan Jalan Hutaimbaru–Sipiongot senilai Rp157,8 miliar. PT Daya Nur Global ditunjuk sebagai pelaksana proyek tanpa melalui prosedur yang sah. Dalam pelaksanaannya, Akhirun bersama putranya, Rayhan, diduga memberikan uang kepada Rasuli dan Topan sebagai imbalan atas pengaturan proyek tersebut.

    Sementara itu, dalam kasus kedua yang melibatkan Satker PJN Wilayah I Sumut, Heliyanto selaku PPK diduga menerima suap sebesar Rp120 juta dari Akhirun dan Rayhan sebagai balas jasa atas pengaturan proyek melalui sistem e-katalog. Akibatnya, PT DNG dan PT RN memenangkan sejumlah proyek sepanjang 2023 hingga 2025.

    Gubernur Sumut, Bobby Nasution, mengaku siap jika dipanggil oleh KPK terkait kasus yang menyeret Topan Obaja Putra Ginting.

    “Namanya proses hukum kita bersedia saja, apalagi kalau tadi katanya ada aliran uang,” ujar Bobby di Kantor Gubernur Sumut, Medan, Senin (30/6/2025).

  • 4 Hal soal Nadiem, Korupsi Laptop hingga WA ‘Mas Menteri Core Team’

    4 Hal soal Nadiem, Korupsi Laptop hingga WA ‘Mas Menteri Core Team’

    Jakarta

    Nama mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim (NAM) terseret dalam perkara dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook saat memimpin Kemendikbudristek. Sejumlah hal terungkap dari penyidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agug (Kejagug) dalam perkara pengadaan laptop di Kemendikbudristek.

    Kapuspenkum Kejagug, Harli Siregar, menyebut Nadiem terlibat aktif dalam pengadaan laptop 2020-2022. Pengadaan ini masuk dalam program digitalisasi yang sudah direncanakan sebelum Nadiem menjadi menteri.

    “Perencanaan terhadap program digitalisasi pendidikan ini sudah dilakukan jauh-jauh hari sebelum periode tahun anggaran 2020-2022. Bahkan sudah dilancarkan sebelum yang bersangkutan masuk di kabinet,” kata Harli dalam jumpa pers di gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (15/7).

    Dalam perkara pengadaan laptop di Kemendikbudristek, Kejagung telah menetapkan 4 tersangka dalam kasus ini, yaitu:

    1. Direktur Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun 2020-2021, Sri Wahyuningsih (SW);
    2. Direktur SMP Kemendikbudristek 2020, Mulyatsyah (MUL);
    3. Staf khusus Mendikbudristek Bidang Pemerintahan era Mendikbudristek Nadiem Makarim, Jurist Tan (JT/JS);
    4. Konsultan perorangan rancangan perbaikan infrastruktur teknologi manajemen sumber daya sekolah pada Kemendikbudristek, Ibrahim Arief (IBAM).

    Grup WA ‘Mas Menteri Core Team’

    Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengungkap ada grup WA ‘Mas Menteri Core Team’ dibuat sejak Agustus 2019. Padahal, Nadiem baru diangkat sebagai Mendikbudristek oleh Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) pada Oktober 2019.

    “Pada bulan Agustus 2019 (Jurist Tan) bersama sama dengan NAM dan Fiona membentuk grup WhatsApp bernama ‘Mas Menteri Core Team’ yang sudah membahas mengenai rencana pengadaan program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek apabila nanti NAM diangkat pada tanggal 19 Oktober 2019,” kata Qohar dalam jumpa pers di gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (15/7).

    Kemudian sekitar bulan Desember 2019, Jurist menghubungi Ibrahim Arief dan seorang bernama Yeti Khim untuk membuatkan kontrak kerja penunjukan pekerja PSPK yang bertugas menjadi konsultan teknologi di Kemendikbud. Ibrahim Arief pun bertugas membantu program TIK Kemendikbud dengan menggunakan Chrome OS.

    “JS selaku staf khusus menteri bersama Fiona memimpin rapat-rapat melalui Zoom meeting meminta kepada tersangka SW selaku Direktur SD, tersangka MUL selaku Direktur SMP, kemudian IBAM yang hadir dalam rapat Zoom meeting agar pengadaan TIK di Kemendikbudristek menggunakan Chrome OS,” jelas Qohar.

    Padahal, kata dia, posisi Jurist sebagai stafsus menteri tidak mempunyai tugas dan wewenang dalam tahap perencanaan dan pengadaan barang atau jasa. Perencanaan itu pun dibahas pada Februari dan April 2020.

    Nadiem Makarim, kata Qohar, kemudian bertemu dengan pihak Google, yaitu William dan Putri Datu Alam membicarakan pengadaan TIK di Kemendikbudristek. Selanjutnya, Jurist Tan menindaklanjuti perintah Nadiem untuk bertemu dengan pihak Google tersebut.

    “Kemudian membicarakan teknis pengadaan TIK di Kemendikbudristek dengan menggunakan Chrome OS, di antaranya juga saat itu dibahas adanya co-investment sebanyak 30% dari Google untuk Kemendikbudristek,” jelas Qohar.

    Dalam rapat disampaikan apabila program TIK tahun 2022 menggunakan Chrome OS, co-investment 30% dari Google untuk Kemendikbudristek. Lalu, pada 6 Mei 2020 Jurist Tan bersama dengan Sri Wahyuningsih bersama Mulatsyah dan Ibrahim Arief melakukan rapat daring bersama Nadiem Makarim.

    Kala itu, Mulatsyah merupakan Direktur SMP Kemendikbudristek, sementara Sri Wahyuningsih selaku Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek. “NAM yang memerintahkan agar melaksanakan pengadaan TIK tahun 2020-2022 menggunakan Chrome OS dari Google sedangkan saat itu pengadaan belum dilaksanakan,” terang Qohar.

    Selepas itu, Ibrahim Arief selaku selaku konsultan teknologi di Kemendikbudristek sekaligus orang dekat Nadiem sudah merencanakan untuk menggunakan produk Chrome OS. Dia mengarahkan tim teknis mengeluarkan hasil kajian teknis berupa Chrome OS.

    “Pada tanggal 17 April 2020, tersangka IBAM sudah mempengaruhi tim teknis dengan cara mendemonstrasikan Chromebook pada saat Zoom meeting dengan tim teknis,” tutur Qohar.

    “Ibrahim tidak mau menandatangani hasil kajian teknis pertama yang belum menyebutkan Chrome OS dalam pengadaan TIK di Kemendikbudristek sehingga dibuatkan kajian yang kedua,” imbuhnya.

    Pengusutan Kejagung

    Nadiem Makarim setelah menjalani pemeriksaan kedua di Kejagung. (Ari Saputra/detikcom)

    Hal yang Diusut Kejagung dari Nadiem

    Nadiem berstatus sebagai saksi dan sudah 2 kali diperiksa dalam perkara ini. Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar mengatakan Nadiem turut punya peran dalam proses pengadaan laptop Chromebook dengan anggaran Rp 9,3 triliun pada 2020-2022 itu.

    “Pada 19 Oktober 2019 NAM diangkat sebagai menteri di Kemendikbudristek. Pada bulan Desember 2019, JS mewakili NAM membahas teknis mengenai pengadaan TIK menggunakan Chrome OS dengan ZI Team dari Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan atau PSPK,” ujar Qohar.

    Qohar mengatakan Nadiem juga pernah bertemu dengan pihak Google pada tahun 2020 untuk membahas pengadaan laptop Chromebook itu. Laptop Chromebook menggunakan sistem operasi Chrome OS buatan Google.

    “Selanjutnya tersangka JT menindaklanjuti perintah NAM untuk bertemu dengan pihak Google tersebut membicarakan teknis pengadaan TIK di Kemendikbudristek menggunakan Chrome OS di antaranya co-investment 30% dari Google untuk Kemendikbudristek,” ujar Qohar.

    Qohar menyebut Nadiem juga memerintahkan agar pengadaan laptop pada tahun 2020-2022 menggunakan laptop dengan sistem operasi Chrome OS dari Google. Menurut Qohar, perintah itu disampaikan Nadiem dalam rapat virtual yang digelar pada 6 Mei 2020, rapat virtual merupakan hal yang sering dilakukan pada tahun 2020 karena pandemi COVID-19.

    “Dalam rapat Zoom meeting tersebut NAM (Nadiem) memerintahkan agar melaksanakan pengadaan TIK tahun 2020 sampai dengan 2022 menggunakan Chrome OS dari Google sedangkan saat itu pengadaan belum dilaksanakan,” ujarnya.

    Qohar juga menjawab pertanyaan mengapa Nadiem tetap berstatus saksi meski perannya dalam proses pengadaan laptop itu sudah diuraikan. Menurut Qohar, penyidik masih melakukan pendalaman alat bukti.

    “Kenapa tadi NAM sudah diperiksa mulai pagi sampai malam, kemudian hari ini belum ditetapkan sebagai tersangka. Karena berdasarkan kesimpulan penyidik masih perlu ada pendalaman alat bukti,” ujarnya.

    Penyidik masih mendalami apa keuntungan yang diterima Nadiem dari proyek tersebut. Salah satu yang diusut terkait hubungan proyek pengadaan laptop dan investasi yang pernah diberikan Google kepada Gojek.

    Sebelum menjadi menteri, Nadiem dikenal sebagai pendiri Gojek yang merupakan perusahaan transportasi online. Gojek mendapat sejumlah dana investasi dari perusahaan besar seperti Alphabet yang merupakan perusahaan induk Google pada 2018.

    “Apa keuntungan yang diperoleh oleh NAM, ini yang sedang kami dalami. Penyidik fokus ke sana, termasuk tadi disampaikan adanya investasi dari Google ke Gojek, kami sedang masuk ke sana,” jelas Qohar.

    Meski demikian, Qohar menyebut undang-undang tidak mensyaratkan seseorang yang melakukan tindak pidana korupsi harus mendapatkan keuntungan. Qohar mengatakan seseorang bisa ditetapkan sebagai tersangka jika diduga menguntungkan orang lain atau korporasi dalam suatu kasus korupsi.

    “Apabila di sana ada niat jahat, ada kesengajaan bahwa perbuatan yang dia lakukan itu melanggar hukum dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,” ujarnya.

    Kasus dugaan korupsi pengadaan laptop ini diduga menyebabkan kerugian negara Rp 1,9 triliun. Hal tersebut diduga terjadi karena laptop yang dibeli tak bisa digunakan maksimal.

    Hitungan Kerugian Negara

    Nadiem Makarim sebelum menjalani pemeriksaan kedua di Kejagung. (Ari Saputra/detikcom)

    Hitungan Kasus Laptop Rugikan Negara Rp 1,9 T

    Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menjelaskan pengadaan laptop Chromebook pada 2020-2022 itu dilakukan dengan anggaran Rp 9,3 triliun. Anggaran pengadaan laptop itu bersumber dari APBN dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang tersebar di seluruh kabupaten/kota di Indonesia.

    Pengadaan laptop itu merupakan bagian dari program digitalisasi pendidikan yang digagas Kemendikbudristek era Nadiem. Laptop itu ditujukan untuk digunakan anak-anak di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).

    Namun proses pengadaan laptop itu diduga bermasalah. Kejagung menyebut 1,2 juta unit laptop yang dibeli atas arahan Nadiem itu tak bisa digunakan secara optimal oleh guru dan murid.

    “Bahwa dalam pelaksanaannya, pengadaan TIK di Kemendikbudristek tahun 2020 sampai tahun 2022 yang bersumber dari dana APBN satuan pendidikan di Kemendikbudristek dan dana DAK yang seluruhnya berjumlah Rp 9.307.645.245.000 (Rp 9,3 triliun) dengan jumlah sebanyak 1.200.000 unit Chromebook yang semuanya diperintahkan oleh NAM menggunakan pengadaan laptop dengan software Chrome OS, namun Chrome OS tersebut dalam penggunaannya untuk guru dan siswa tidak dapat digunakan secara optimal dikarenakan Chrome OS sulit digunakan khususnya bagi guru dan siswa,” ujarnya.

    Pengadaan laptop itu menyebabkan kerugian Rp 1.980.000.000.000 (Rp 1,9 triliun). Kerugian itu dihitung dari selisih kontrak dengan harga penyedia dengan metode illegal gain.

    Berikut perhitungan kerugian negara yang diuraikan Kejagung:
    – Item software (CDM) senilai Rp 480.000.000.000 (Rp 480 miliar)
    – Markup atau selisih harga kontrak dengan principal laptop di luar CDM senilai Rp 1.500.000.000.000 (Rp 1,5 triliun).

    “Akibat perbuatan tersebut, negara mengalami kerugian sekitar 1.980.000.000.000,” ujar Qohar.

    Pejabat Diganti Tak Bisa Ikuti Arahan Nadiem

    Kejagung mengungkap ada pejabat pembuat komitmen atau PPK di Kemendikbudristek diganti saat pembahasan pengadaan laptop Chromebook. Pejabat itu diganti karena dianggap tak bisa melaksanakan perintah Nadiem Makarim untuk pengadaan Chromebook.

    Qohar mengatakan Nadiem memimpin rapat pada 6 Mei 2020 dan memerintahkan agar pengadaan laptop untuk program digitalisasi pendidikan pada 2020-2022 menggunakan laptop dengan sistem Chrome OS dari Google. Perintah itu kemudian ditindaklanjuti oleh para tersangka.

    Tersangka Sri menindaklanjuti perintah Nadiem itu dengan menyuruh PPK pada Direktorat SD Kemendikbudristek, Bambang Hadi Waluyo, untuk memilih pengadaan laptop Chromebook sesuai arahan Nadiem. Namun, Bambang dianggap tak mampu melaksanakan perintah Nadiem sehingga berujung diganti.

    “Pada tanggal 30 Juni 2020, bertempat di Hotel Arosa, Jalan Veteran Bintaro, Jakarta Selatan, SW menemui temannya bersama Ihsan Tanjung (swasta) menyuruh Bambang Hadi Waluyo selaku pejabat pembuat komitmen pada Direktorat SD tahun 2020 agar menindaklanjuti perintah NAM untuk memilih pengadaan TIK dengan operating system Chrome OS dengan metode e-katalog. Pada tanggal yang sama, 30 Juni 2020, SW mengganti Bambang Hadi Waluyo sebagai PPK dengan PPK yang baru bernama Wahyu Haryadi karena Bambang Hadi Waluyo dianggap tidak mampu melaksanakan perintah NAM untuk pengadaan TIK dengan menggunakan Chrome OS,” ujar Qohar.

    Masih pada hari yang sama, PPK itu menindaklanjuti perintah Sri untuk segera ‘klik’ pemesanan laptop Chromebook setelah bertemu dengan Indra Nugraha dari perusahaan penyedia. Sri juga diduga memerintahkan Wahyu selaku PPK untuk mengubah metode e-katalog menjadi Sistem Informasi Pengadaan Sekolah atau SIPLAH.

    “Dan membuat petunjuk pelaksanaan bantuan pemerintah pengadaan TIK di Kemendikbudristek untuk sekolah dasar sebanyak 15 unit laptop dan connector satu unit per sekolah dengan harga Rp 88.250.000 dari dana transfer Satuan Pendidikan Kemendikbudristek,” ucapnya.

    Halaman 2 dari 3

    (rfs/rfs)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Deretan Temuan Baru Kasus Chromebook: Soal Peran Nadiem hingga Investasi GoTo

    Deretan Temuan Baru Kasus Chromebook: Soal Peran Nadiem hingga Investasi GoTo

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap temuan-temuan baru dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan Chromebook. Kasus ini belakangan menyeret nama bekas Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim.

    Nadiem telah diperiksa berkali-kali. Salah satu mantan staf khususnya juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara yang diduga merugikan negara lebih dari Rp1,9 triliun tersebut. Total ada 4 tersangka.

    Direktur Penyidikan JAMpidsus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar mengemukakan peran para tersangka. Menurutnya, untuk tersangka eks staf khusus Nadiem Makarim atas nama Jurist Tan, pada Agustus 2019 lalu bersama Fiona Handayani membuat grup Whatsapp bernama Mas Menteri Core Team.

    Qohar menjelaskan bahwa grup tersebut membahas mengenai rencana pengadaan program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek apabila Nadiem terpilih sebagai menteri.

    Selanjutnya, ketika Nadiem resmi ditunjuk menjadi menteri era Presiden Jokowi, Qohar menjelaskan grup tersebut mulai membahas pengadaan TIK menggunakan Chrome OS antara Jurist Tan dengan Yeti Khim dari Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan. 

    “Kemudian, dilakukan penunjukan jabatan konsultan untuk Ibrahim Arief agar membantu pengadaan TIK ini,” tuturnya di Jakarta, Rabu (16/7/2025).

    Qohar menjelaskan bahwa Jurist Tan juga menindaklanjuti pengadaan TIK tersebut dengan cara mempimpin sejumlah rapat melalui zoom meeting dan meminta agar rencananya itu diberi dukungan.

    “JS selaku Staf Khusus Menteri bersama Fiona memimpin rapat-rapat melalui zoom meeting meminta kepada SW selaku Direktur SD, kemudian MUL selaku Direktur SMP, kemudian IBAM yang hadir pada saat rapat meeting agar mengadakan TIK di Kementerian Kemendikbud Ristek dengan menggunakan Chrome OS,” katanya.

    Pertemuan dengan Google

    Setelah mendapatkan dukungan, kemudian Jurist Tan menindaklanjutinya dengan cara menemui Google, di mana sebelumnya Google juga telah bertemu Nadiem Makarim untuk membahas pengadaan TIK tersebut.

    Hasil pertemuan dengan Google itu lalu disampaikan Jurist Tan kepada Ibrahim Arief, Sri Wahyuningsih, Mulatsyah, dan Nadiem Makarim dalam sebuah zoom meeting.

    Sedangkan tersangka Ibrahim Arief, kata Qohar berperan membuat rencana untuk penggunaan Chromebook bersama Nadiem Makarim dalam proyek pengadaan TIK. Dia mengarahkan tim teknis mengeluarkan hasil kajian teknis berupa Chrome OS dengan cara mendemonstrasikan melalui zoom meeting.

    “Tersangka IBAM juga hadir bersama dengan tersangka JT, SW, dan MUL dalam rapat zoom meeting yang dipimpin oleh NAM yang memerintahkan menggunakan ChromeOs dari Google sedangkan saat itu pengadaan belum dilaksanakan,” ujarnya.

    Untuk hasil kajian pertama sendiri, menurut Qohar, tidak ditandatangani Ibrahim Arief karena tidak menyebutkan rekomendasi penggunaan chromebook. Sedangkan pada kajian kedua baru dijadikan acuan karena menyebutkan rekomendasi atas kajian chromebook.

    Peran Tersangka Lain

    Sementara itu, untuk peran tersangka Sri Wahyuningsih yaitu selaku Direktur Sekolah Dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah pada tahun 2020-2021 sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di Lingkungan Direktorat Sekolah Dasar. 

    Menurutnya, Sri Wahyuningsih berperan turut serta bersama Mulatsyah, Jurist Tan, Ibrahim Arief, dan Nadiem membahas pengadaan ChromeOs dari Google yang saat itu pengadaan belum dilaksanakan.

    “Tersangka SW melalui temannya berinisial IT (swasta) menyuruh saudara BH selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Direktorat SD tahun 2020) agar menindaklanjuti perintah Mendikbudristek NAM untuk memilih pengadaan TIK dengan operating system ChromeOS dengan metode e-catalog,” tuturnya.

    Sri Wahyuningsih, kata dia, juga mengganti PPK karena tidak mampu melaksanakan perintah Nadiem untuk pengadaan TIK menggunakan Chrome OS. Kemudian, Sri Wahyuningsih menyuruh PPK yang baru memesan chromebook setelah bertemu dengan perwakilan dari PT Bhinneka Mentaridimensi selaku penyedia.

    “Bahwa tersangka SW memerintahkan WH selaku PPK untuk mengubah metode e-katalog menjadi SIPLAH (system Informasi Pengadaan Sekolah) dan membuat petunjuk pelaksanaan bantuan pemerintah pengadaan TIK di Kemendikbudristek,” kata Qohar.

    Dia juga menyebutkan bahwa Sri Wahyuni berperan menyusun Juklak pengadaan chromebook. Di mana, untuk jenjang SD sebanyak 15 unit laptop dan connector satu unit per sekolah dengan harga Rp88,25 juta dari dana transfer Satuan Pendidikan Kemendikbudristek.

    Kemudian, Qohar membeberkan untuk tersangka Mulyatsyah sendiri berperan menindaklanjuti perintah Nadiem Makarim untuk pengadaan chromebook kepada PPK dan penyedia. Dia juga berperan membuat petunjuk teknis pengadaan peralatan TIK SMP tahun 2020 yang mengarahkan ChromeOs. 

    “Hal itu sebagai tindaklanjut dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 5 Tahun 2021 yang dibuat oleh NAM selaku Mendikbudristek,” tuturnya.

    Selidiki Investasi GoTo

    Ssmsntara iru, penyidik Kejaksaan Agung tengah mendalami semua investasi dari beberapa korporasi yang masuk ke PT GoJek-Tokopedia (GoTo) Tbk.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna mengemukakan penyidik telah menemukan sejumlah dokumen yang disita dari penggeledahan Kantor GoTo beberapa waktu lalu.

    Hasilnya, kata Anang, ada dokumen penting yaitu berupa investasi beberapa korporasi ke GoTo. Hal tersebut kini tengah didalami oleh tim penyidik Kejagung.

    “Jadi ini ada beberapa dokumen terkait dengan investasi yang diterima oleh GoTo,” tuturnya di Kejaksaan Agung, Rabu (16/7/2025).

    Anang menjelaskan bahwa tim penyidik Kejagung tengah memilah mana investasi yang diduga berkaitan dengan pengadaan Chromebook di Kemendikbudristik.

    “Jadi nanti kami dalami mana yang terkait dengan perkara yang sedang kita tangani ya,” katanya.

    Berdasarkan catatan Bisnis, Kejaksaan Agung menyita ratusan dokumen dan alat bukti elektronik dari hasil penggeledahan di Kantor GoTo yang berlokasi di Jalan Melawai Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. 

    Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung kala itu, Harli Siregar mengatakan penyidik melakukan penggeledahan tersebut untuk mencari alat bukti lain terkait kasus tindak pidana korupsi pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek. 

    “Memang benar ada penggeledahan dan sudah disita banyak dokumen dan alat bukti elektronik,” tutur Harli di Jakarta, Jumat (11/7/2025). 

    Dia berharap barang bukti yang diamankan penyidik Kejagung tersebut bisa membuat perkara korupsi pengadaan Chromebook semakin terang-berderang sekaligus untuk mencari tersangka baru.

    Peran Nadiem dan Kerugian Negara

    Adapun Qohar mengatakan kerugian negara yang muncul akibat pengadaan itu sebesar Rp1,98 triliun dari total anggaran pengadaan keseluruhan mencapai Rp9,3 triliun.

    Qohar menjelaskan bahwa anggaran Rp9,3 triliun itu berasal dari dana APBN Satuan Pendidikan Kemendikbudristek dan dana DAK. Menurut Qohar, rencananya dana itu akan digunakan untuk membeli 1,2 juta unit chromebook dengan cara menujuk pihak penyedia langsung yaitu PT Bineca Mentari Dimensi.

    “Kemudian NAM (Nadiem Makarim) yang waktu itu menjabat sebagai menteri juga mengetahui hal itu,” tuturnya di Kejaksaan Agung, Selasa (15/7) malam.

    Qohar juga mengungkapkan bahwa Nadiem Makarim yang waktu itu menjabat sebagai Mendikbudristek mengarahkan agar jutaan chromebook tersebut menggunakan OS dari Google, tanpa alasan yang jelas. “Semua unit chromebook itu diperintahkan oleh NAM (Nadiem Makarim) untuk pakai OS Google Chrome,” katanya.

    Namun belakangan, menurut Qohar, baru diketahui chromebook tersebut ternyata tidak bisa digunakan oleh guru dan siswa, sehingga timbul kerugian negara.

    “Sayangnya OS di chromebook ini ternyata tidak bisa digunakan secara optimal,” ujar Qohar.

  • Topan Ginting Tersangka, KPK Kini Periksa Eks Bupati Mandailing Natal dan Pejabat PUPR di Sumut

    Topan Ginting Tersangka, KPK Kini Periksa Eks Bupati Mandailing Natal dan Pejabat PUPR di Sumut

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa delapan orang saksi terkait dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara. Salah satu yang diperiksa adalah mantan Bupati Mandailing Natal, Muhammad Jafar Sukhairi Nasution.

    “Pemeriksaan dilakukan di kantor BPKP Medan,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Rabu, 16 Juli.

    Selain Jafar, KPK juga memeriksa Elpi Yanti Sari Harahap selaku Plt Kadis PUPR Mandailing Natal, Natalina dari Pokja PUPR Madina, serta Isabela yang disebut sebagai pengurus rumah tangga.

    Turut diperiksa Taufik Lubis (Komisaris PT Dalihan Natolu), Mariam (Bendahara PT Dalihan Natolu), Maskuddin Henri (Direktur dan pemegang saham PT Rona Na Mora), dan Seri Agustina Melinda (Wakil Direktur PT Dalihan Natolu).

    Meski belum merinci materi pemeriksaan, Budi menyebut bahwa penyidikan tidak hanya berhenti pada proyek jalan di Dinas PUPR Sumut maupun Satker PJN Wilayah I, melainkan berpotensi meluas ke wilayah lain seperti Mandailing Natal dan Kota Padangsidimpuan.

    “Tentu perkara ini masih akan terus berkembang. Tidak menutup kemungkinan terkait proyek-proyek di wilayah Mandailing Natal dan Padangsidimpuan,” ujar Budi.

    Sebelumnya, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Sumatera Utara pada Kamis, 26 Juni. OTT ini terkait dugaan suap dalam proyek pembangunan jalan.

    Lima orang kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Topan Obaja Putra Ginting alias Topan Ginting (Kadis PUPR Provinsi Sumut), Rasuli Effendi Siregar (Kepala UPTD Gunung Tua/PPK Dinas PUPR Sumut), Heliyanto (PPK Satker PJN Wilayah I Sumut), M. Akhirun Efendi Siregar (Dirut PT DNG), dan M. Rayhan Dulasmi Pilang (Direktur PT RN).

    Topan Ginting menjadi sorotan karena baru dilantik sebagai Kadis PUPR Sumut oleh Gubernur Bobby Nasution pada 24 Februari lalu. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Kepala Dinas PU Kota Medan dan sempat menjadi Plt Sekda Kota Medan saat Bobby masih menjabat Wali Kota.

    Kini kelima tersangka ditahan di rumah tahanan KPK untuk masa penahanan awal selama 20 hari. Penyidik masih terus mendalami dugaan keterlibatan pihak-pihak lain dalam kasus ini.

  • Peran 4 Tersangka Korupsi Laptop Chromebook, Mengatur Pengadaan hingga Kajian Teknis

    Peran 4 Tersangka Korupsi Laptop Chromebook, Mengatur Pengadaan hingga Kajian Teknis

    Bisnis.com, Jakarta — Penyidik Kejaksaan Agung membeberkan peran 4 tersangka kasus korupsi pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek.

    Direktur Penyidikan JAMpidsus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar membeberkan untuk tersangka eks staf khusus Nadiem Makarim atas nama Jurist Tan, pada Agustus 2019 lalu bersama Fiona Handayani membuat grup Whatsapp bernama Mas Menteri Core Team.

    Qohar menjelaskan bahwa grup tersebut membahas mengenai rencana pengadaan program digitalisasi pendidikan di Kemendikbudristek apabila Nadiem terpilih sebagai menteri.

    Selanjutnya, ketika Nadiem resmi ditunjuk menjadi menteri era Presiden Jokowi, Qohar menjelaskan grup tersebut mulai membahas pengadaan TIK menggunakan Chrome OS antara Jurist Tan dengan Yeti Khim dari Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan. 

    “Kemudian, dilakukan penunjukan jabatan konsultan untuk Ibrahim Arief agar membantu pengadaan TIK ini,” tuturnya di Jakarta, Rabu (16/7/2025).

    Qohar menjelaskan bahwa Jurist Tan juga menindaklanjuti pengadaan TIK tersebut dengan cara mempimpin sejumlah rapat melalui zoom meeting dan meminta agar rencananya itu diberi dukungan.

    “JS selaku Staf Khusus Menteri bersama Fiona memimpin rapat-rapat melalui zoom meeting meminta kepada SW selaku Direktur SD, kemudian MUL selaku Direktur SMP, kemudian IBAM yang hadir pada saat rapat meeting agar mengadakan TIK di Kementerian Kemendikbud Ristek dengan menggunakan Chrome OS,” katanya.

    Setelah mendapatkan dukungan, kemudian Jurist Tan menindaklanjutinya dengan cara menemui Google, di mana sebelumnya Google juga telah bertemu Nadiem Makarim untuk membahas pengadaan TIK tersebut.

    Hasil pertemuan dengan Google itu lalu disampaikan Jurist Tan kepada Ibrahim Arief, Sri Wahyuningsih, Mulatsyah, dan Nadiem Makarim dalam sebuah zoom meeting.

    Sedangkan tersangka Ibrahim Arief, kata Qohar berperan membuat rencana untuk penggunaan Chromebook bersama Nadiem Makarim dalam proyek pengadaan TIK. Dia mengarahkan tim teknis mengeluarkan hasil kajian teknis berupa Chrome OS dengan cara mendemonstrasikan melalui zoom meeting.

    “Tersangka IBAM juga hadir bersama dengan tersangka JT, SW, dan MUL dalam rapat zoom meeting yang dipimpin oleh NAM yang memerintahkan menggunakan ChromeOs dari Google sedangkan saat itu pengadaan belum dilaksanakan,” ujarnya.

    Untuk hasil kajian pertama sendiri, menurut Qohar, tidak ditandatangani Ibrahim Arief karena tidak menyebutkan rekomendasi penggunaan chromebook. Sedangkan pada kajian kedua baru dijadikan acuan karena menyebutkan rekomendasi atas kajian chromebook.

    Sementara itu, untuk peran tersangka Sri Wahyuningsih yaitu selaku Direktur Sekolah Dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah pada tahun 2020-2021 sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) di Lingkungan Direktorat Sekolah Dasar. 

    Menurutnya, Sri Wahyuningsih berperan turut serta bersama Mulatsyah, Jurist Tan, Ibrahim Arief, dan Nadiem membahas pengadaan ChromeOs dari Google yang saat itu pengadaan belum dilaksanakan.

    “Tersangka SW melalui temannya berinisial IT (swasta) menyuruh saudara BH selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Direktorat SD tahun 2020) agar menindaklanjuti perintah Mendikbudristek NAM untuk memilih pengadaan TIK dengan operating system ChromeOS dengan metode e-catalog,” tuturnya.

    Sri Wahyuningsih, kata dia, juga mengganti PPK karena tidak mampu melaksanakan perintah Nadiem untuk pengadaan TIK menggunakan Chrome OS. Kemudian, Sri Wahyuningsih menyuruh PPK yang baru memesan chromebook setelah bertemu dengan perwakilan dari PT Bhinneka Mentaridimensi selaku penyedia.

    “Bahwa tersangka SW memerintahkan WH selaku PPK untuk mengubah metode e-katalog menjadi SIPLAH (system Informasi Pengadaan Sekolah) dan membuat petunjuk pelaksanaan bantuan pemerintah pengadaan TIK di Kemendikbudristek,” kata Qohar.

    Dia juga menyebutkan bahwa Sri Wahyuni berperan menyusun Juklak pengadaan chromebook. Di mana, untuk jenjang SD sebanyak 15 unit laptop dan connector satu unit per sekolah dengan harga Rp88,25 juta dari dana transfer Satuan Pendidikan Kemendikbudristek.

    Kemudian, Qohar membeberkan untuk tersangka Mulyatsyah sendiri berperan menindaklanjuti perintah Nadiem Makarim untuk pengadaan chromebook kepada PPK dan penyedia. Dia juga berperan membuat petunjuk teknis pengadaan peralatan TIK SMP tahun 2020 yang mengarahkan ChromeOs. 

    “Hal itu sebagai tindaklanjut dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 5 Tahun 2021 yang dibuat oleh NAM selaku Mendikbudristek,” tuturnya.