Organisasi: Persis

  • Anies Ungkit Presiden RI Absen Forum PBB Dijawab Pro Jokowi

    Anies Ungkit Presiden RI Absen Forum PBB Dijawab Pro Jokowi

    Jakarta

    Anies Baswedan mengungkit presiden Indonesia absen bertahun-tahun di forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pernyataan Anies itu pun dijawab relawan Pro Jokowi (Projo).

    Dirangkum detikcom, Minggu (13/7/2025), mulanya, Anies mengatakan Indonesia harus berperan aktif di kancah internasional. Mantan Gubernur Jakarta itu lalu menyinggung bertahun-tahun kepala negara absen di forum PBB.

    “Kita harus selalu muncul dalam pertemuan-pertemuan global. Bapak Ibu sekalian bertahun-tahun Indonesia absen di pertemuan PBB. Kepala negara tidak muncul. Selalu Menteri Luar Negeri,” kata Anies saat berpidato dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) I Gerakan Rakyat, di Jakarta Pusat.

    Anies menilai sikap pasif di dunia internasional dapat merugikan Indonesia sebagai negara yang besar. Dia menganalogikan hal itu seperti orang yang memiliki rumah besar di kampung, tapi tidak ikut rapat RT.

    “Kalau kita tidak aktif di dunia internasional. Itu seperti begini. Kita warga kampung. Ukuran kampungnya nomor 4 terbesar. Ukuran rumahnya nomor 4 terbesar di RT itu. Tapi kalau rapat kampung kita tidak pernah datang. Cuman kita bayar iuran jalan terus,” ucapnya.

    Lebih lanjut, Anies menuturkan Indonesia punya posisi penting di Asia Tenggara.

    “Di Timur ada Tiongkok paling besar, Jepang, Korea Selatan, Korea Utara, Taiwan ini semua wilayah yang suasananya tegang bukan yang suasananya teduh. Tak terbayangkan utara dan selatan. Antara Korea Selatan dan selatan tegang. Antara Tiongkok dengan Jepang, tegang,” sebutnya.

    “Wilayah yang ini (ASEAN) teduh. Dan Indonesia harus bisa menjaga keteduhan di wilayah ini. Jadi, kita kalau melihat ini. Inilah wilayah yang harus bisa menjadi kekuatan masa depan di Asia,” tambahnya.

    Projo Balas Anies

    Foto: Freddy Damanik (Dok Istimewa).

    Wakil Ketua Umum (Waketum) relawan Pro Jokowi (Projo), Freddy Damanik, meminta Anies Baswedan untuk melihat data sebelum berpidato terkait pemimpin RI yang bertahun-tahun absen di forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Damanik menyebut jika hal itu dituduhkan kepada Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), maka tak benar adanya.

    Damanik tak menjabarkan secara rinci kehadiran Jokowi di forum PBB, tetapi ia menyertakan sejumlah pertemuan internasional yang dihadiri oleh Jokowi saat memimpin RI. Ia menyinggung peran Indonesia dalam KTT ASEAN, G20 hingga APEC.

    “Kalau di forum PBB saya lupa persisnya, ya. Tapi kalau forum-forum internasional, Pak Jokowi selalu aktif kok hadir KTT ASEAN, G20, G7, APEC, OKI ya. Terus saya baca tadi, di situ Mas Anies ngomong aktif misalnya dalam bicara tentang lingkungan, aktif kok Pak Presiden Jokowi itu,” kata Damanik dihubungi, Minggu (13/7).

    Damanik menyinggung keikutsertaan RI di COVAX AMC (Advance Market Commitment). Ia menyebut Presiden Jokowi bahkan menjadi co-host di pertemuan itu.

    “Ada waktu itu dia World Climate Action Summit, Ada KTT COP kemudian ada juga KTT Asia Zero Emission Community. Banyak lah yang ini-ini paling spektakuler Indonesia itu apa namanya, itu loh namanya COVAX AMC yang Indonesia Pak Presiden Jokowi sebagai co-host di situ,” ujar Freddy Damanik.

    “Jadi yang meng-create penyaluran vaksin secara gratis kepada 90 negara pendapatan menengah ke bawah itu. Nah itu Indonesia, Pak Jokowi yang mimpin itu,” tambahnya.

    Ia mengatakan Presiden ke-7 RI aktif dalam forum internasional. Damanik bahkan menyebut hampir seluruh pemimpin di dunia ditemui oleh Jokowi pada hubungan bilateral.

    “Tapi untuk PBB memang, aku lupa persis. Tapi, kalau forum internasional secara keseluruhan banyak sekali lah, kalau Pak Anies mau melihat datanya, aktif sekali ya. Termasuk yang itu loh, yang Ukraine-Rusia itu aktif mendamaikan, forum OKI juga,” ujar Damanik.

    “Apalagi pertemuan bilateral kayaknya hampir semua presiden di dunia ini ditemuin sama Pak Jokowi Amerika, Perdana Menteri China, Tiongkok, Perdana Menteri Jepang, Singapura, Perdana Menteri Norwegia, Belanda, Uni Eropa, Emirat Arab banyak sekali lah,” sambungnya.

    Ia pun meminta Anies melihat data sebelum berpidato di depan publik. Ia menyebut jika pernyataan Anies ditujukan kepada Jokowi, maka tak benar tuduhannya.

    “Jadi mungkin sebelum berpidato itu, Anies tidak melihat data kali. Jangan asal sebut, lihat data dulu, cari data dulu, banyak kok baik di Google maupun di web-web Kementerian Luar Negeri pasti banyak itu data Pak Jokowi,” tutur Damanik.

    “Kalaupun itu Pak Jokowi yang disebut ya, kalau Pak Jokowi yang disebut, dia (Anies) kan nggak nyebut nama ya, kalau yang dituduhkan itu Pak Jokowi itu nggak benar bahwa selama kepemimpinan Pak Jokowi peran Indonesia di dunia internasional itu tidak menurun,” imbuhnya.

    Halaman 2 dari 2

    (whn/dek)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Uji Coba Sekolah Rakyat di Cibinong Senin Besok 14 Juli 2025, Cak Imin: Yang Belum Dijemput Harap Sabar – Page 3

    Uji Coba Sekolah Rakyat di Cibinong Senin Besok 14 Juli 2025, Cak Imin: Yang Belum Dijemput Harap Sabar – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Kementerian Sosial (Kemensos) akan melakukan uji coba kegiatan belajar mengajar Sekolah Rakyat di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Jabar) pada Senin 14 Juli 2025 besok.

    Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM) Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin mengatakan, targetnya, 100 titik Sekolah Rakyat bakal aktif penuh akhir bulan ini dan langsung diresmikan Presiden Prabowo Subianto awal Agustus 2025.

    “Ya, besok itu uji coba pembelajaran di Cibinong. Kita akan mulai uji coba Sekolah Rakyat di Cibinong, pembelajaran simulasi, yang insya Allah pada akhir bulan ini 100 titik sudah siap,” ujar Cak Imin usai main padel bareng dalam turnamen ‘Padel Kali Bos’ di Republic Padel, TB Simatupang, Minggu (13/7/2025).

    “Sehingga awal Agustus akan diresmikan oleh Presiden secara langsung,” ucap dia.

    Cak Imin mengatakan, semua kebutuhan pokok sudah disiapkan, termasuk soal tenaga pengajar.

    “Semua sudah siap. Tenaga pengajar, kalau 100, saya tidak hafal persis ya, tapi terpenuhi semuanya,” terang dia.

    Yang perlu diketahui, lanjut Cak Imin, Sekolah Rakyat tidak ada pendaftaran seperti sekolah pada umumnya. Anak-anak yang masuk desil 1 langsung dijemput dari rumah.

    “Anak didiknya kita jemput, semua terdaftar berdasarkan data desil 1, jadi tidak ada pendaftaran. Tapi kita jemput. Yang memang membutuhkan,” ucap dia.

    Kendati, Cak Imin mengakui belum semua anak terjangkau.

    “Kepada yang belum dijemput, ya sabar,” tandas dia.

    Sebelumnya, sebanyak 100 anak dari keluarga miskin di Kota Cimahi, Jawa Barat telah terdaftar sebagai siswa Sekolah Rakyat jenjang SMP. Diketahui, proses pembelajaran sekolah yang digagas Presiden Prabowo Subianto ini akan dimulai pada 14 Juli 2025.

    “Ada 100 orang yang diterima dan sudah melalui surat keputusan (SK) Wali Kota,” ucap Kepala Bidang Rehabilitasi dan Pemberdayaan Sosial pada Dinas Sosial (Dinsos) Kota Cimahi, Supijan Malik dalam keterangan tertulis, dikutip pada Jumat, 11 Juli 2025.

     

    Kementerian Pekerjaan Umum menargetkan penyelesaian pembangunan fisik tahap pertama Sekolah Rakyat sebagai bagian dari program nasional untuk memutus rantai kemiskinan. Pada tahap 1A, sebanyak 63 hingga 64 sekolah ditargetkan selesai paling lambat …

  • Penampakan Rumah Mewah Raja Minyak Riza Chalid Usai Jadi Tersangka Korupsi

    Penampakan Rumah Mewah Raja Minyak Riza Chalid Usai Jadi Tersangka Korupsi

    GELORA.CO  – Terekam penampakan rumah mewah raja minyak Muhammad Riza Chalid yang kini ditetapkan sebagai tersangka korupsi PT Pertamina. 

    Rumah mewah milik Riza Chalid itu terletak di kawasan elit di Jalan Jenggala II nomor 1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

    Seperti dimuat Tribunnews.com, rumah Riza Chalid tampak mewah dengan gaya American Style. 

    Namun sejak ditetapkan tersangka, rumah Riza Chalid pada Jumat (11/7/2025) pukul 13.00 WIB nampak sepi.

    Gerbang berwarna hitam di rumah mewah dengan tiga lantai itu tertutup rapat.

    Hanya ada celah kecil untuk melihat ke area halaman rumah Riza Chalid tersebut. Di dalam, kondisinya sunyi tak ada aktivitas apapun di rumah itu.

    Menurut warga sekitar, rumah mewah itu memang selalu nampak sepi dan jarang ada aktivitas.

    “Rumah ini kosong, tidak ada aktivitas. Nggak pernah lihat ada orang keluar masuk” kata seorang petugas parkir Masjid At-Taqwa yang posisinya berada di serong kanan rumah Riza Chalid saat ditemui, Jumat (11/7/2025).

    Pada bagian halaman, terlihat rumah yang mempunyai dinding berwarna putih berpadu dengan granit warna krem di beberapa bagian itu memiliki banyak jendela di setiap lantainya.

    Namun, saat ini garis sita yang bertuliskan Kejaksaan Agung berwarna merah dan putih sudah tidak terpasang di jendela rumah itu. 

    Hal ini berbeda pada saat penyidik melakukan penggeledahan pada 25 Februari 2025 lalu yang terdapat sebuah garis sita berbentuk menyilang di jendela bagian kanan rumah.

    Selanjutnya, ada pula jalanan menurun di sisi kiri rumah yang dijadikan basement untuk memarkirkan beberapa mobil.

    Meski disebut kosong, namun terlihat ada sebuah sepeda motor yang terparkir di basement rumah tersebut. 

    Hal ini juga diutarakan oleh seorang pedagang es yang kerap disapa Pakde yang memarkirkan gerobaknya persis di depan rumah Riza.

    Pakde mengatakan jika rumah itu tidak kosong dan ada yang menjaga. Meski begitu, dia tidak tahu persis siapa sosok yang menjaga rumah mewah tersebut.

    “Biasanya ada orang. Mungkin penjaganya. Kalau kayak mobil keluar-masuk enggak ada sih,” tuturnya.

    Riza diketahui ditetapkan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai tersangka korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina, Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) tahun 2018-2023

  • Polemik Amendemen KUHAP, Soal Posisi Polisi hingga Isu Penyadapan

    Polemik Amendemen KUHAP, Soal Posisi Polisi hingga Isu Penyadapan

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi III DPR memastikan amandemen Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak secara spesifik memperkuat posisi polisi.

    Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menuturkan bahwa Pasal 7 ayat 5 dianggap seakan-akan membuat polisi semakin powerfull karena disebut sebagai penyidik utama. Padahal, ujarnya, pihaknya tidak sama sekali membuat seperti itu.

    “Kami perlu sampaikan, bahwa pengaturan dalam KUHAP baru sama persis dengan KUHAP lama, tidak memberikan tambahan kewenangan kepada Polri, bahkan mengurangi kewenangan Polri dari yang diatur di KUHAP lama,” katanya dalam konferensi pers di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Jumat (11/7/2025).

    Dia menerangkan, dalam KUHAP lama tidak menyebutkan penyidik tertentu seperti misalnya penyidik KPK, penyidik Tipikor, penyidik kejaksaan, hingga penyidik TNI AL. Sementara di KUHAP baru, imbuhnya, mereka akan disebutkan dan dikecualikan.

    “Jadi Polri tetap penyidik, iya dong, namanya institusi Polri kan penyidik utamanya polisi. Istilahnya memang dulu nggak disebutkan, sekarang disebut penyidik utama, dipertegas. Tapi tidak ada penambahan kewenangan sama sekali,” ujarnya.

    Legislator Gerindra ini melanjutkan, penyidik tertentu seperti yang disebutkannya tadi akan diatur untuk bisa bekerja sendiri tanpa perlu berkoordinasi dengan Polri.

    “Tidak perlu berkoordinasi dengan Polri. Jadi tidak benar Polri menjadi lebih powerfull oke,” tegas Habiburokhman.

    Soal Klausul Penyadapan 

    Di sisi lain, Habiburokhman juga menegaskan bahwa revisi KUHAP tidak memuat soal penyadapan yang dapat dilakukan oleh aparat penegak hukum (APH). 

    Hal tersebut dia sampaikan dalam konferensi pers yang dilakukan di Ruang Rapat Komisi III DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Jumat (11/7/2025).

    “Lalu soal penyadapan, bahaya penyadapan sewenang-wenang. Ya Allah, Astaghfirullahaladzim, teman-teman kan tahu, kemarin soal penyadapan, kita sepakati tidak dibahas di KUHAP,” kata dia.

    Legislator Gerindra ini melanjutkan, soal penyadapan ini nantinya akan dibahas di Undang-Undang khusus terkait pernyadapan. Prosesnya pun menurut dia akan panjang lagi.

    “Nanti prosesnya panjang lagi itu. Kita uji publik, minta partisipasi masyarakat. Tidak ada pengaturan penyadapan di KUHAP ini,” tegasnya.

    Diberitakan sebelumnya, draf revisi KUHAP yang pernah dilihat Bisnis, wewenang penyadapan oleh penegak hukum diatur dalam pasal 124 hingga 129. 

    Pada pasal 124 ayat (1), KUHAP mengatur bahwa penyidik, penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) atau penyidik tertentu dapat melakukan penyadapan untuk kepentingan penyidikan.  

    Kemudian, pada ayat (2), penyadapan harus dilakukan dengan izin Ketua Pengadilan Negeri (PN). 

    Sebelumnya pula, Komisi Yudisial mengusulkan adanya sinkronisasi dalam revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (UU KUHAP) berkenaan aturan penyadapan di luar penegakan hukum pidana. 

    Ketua Komisi Yudisial Amzulian Rifai mengatakan hingga kini materi penyadapan masih belum diatur dalam KUHAP tetapi tersebar di Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektornik (UU ITE) dan Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). 

    Merujuk ketentuan dua beleid tersebut, Amzulian berujar upaya penyadapan dimungkinkan dalam rangka penyelidikan ataupun penyidikan dalam penegakan hukum pidana. 

    “Selain untuk kepentingan penegakan hukum, rupanya penyadapan juga mendapatkan peluang penggunaannya untuk kepentingan penegakan disiplin dan pelanggaran etik,” ujarnya dalam rapat bersama Komisi III DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (10/2/2025).

    Progres Pembahasan 

    Adapun, saat ini panitia kerja (panja) Komisi III DPR sedang menggelar rapat dengan tim pengurus (timus) dan tim sinkronisasi (timsin) serta pemerintah guna menyinkronkan revisi KUHAP.

    Sebelumnya, panja Komisi III DPR telah merampungkan pembahasan 1.676 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) revisi Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam kurun waktu dua hari sejak Rabu (9/10/2025) hingga Kamis (10/10/2025). 

    Ketua Komisi III DPR Habiburokhman merincikan 1.676 DIM itu terdiri dari 1.091 DIM tetap, 295 DIM redaksional, 68 DIM diubah, 91 DIM dihapus, 131 merupakan substansi baru. 

    Dia melanjutkan, tahapan selanjutnya setelah pembahasan DIM selesai adalah pihaknya akan segera mengesahkan revisi KUHAP di tingkat I. 

    “Iya dong harus segera ya, karena KUHAP yang lama ini kan sangat tidak adil dan harus segera kita ganti dengan KUHAP yang baru,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (10/7/2025).

  • Belajar Cara Aman Mendaki dari Sherpa di Himalaya

    Belajar Cara Aman Mendaki dari Sherpa di Himalaya

    Jakarta

    Para Sherpa, sejak lama digambarkan sebagai “manusia super” yang berperan sebagai pemandu dan porter di Gunung Everest. Mereka menghadapi banyak bahaya di gunung dan kini mulai berbagi kisah dari sudut pandang mereka. Adakah cara meminimalisir risiko pekerjaan mereka?

    Radio di Posko Utama Gunung Everest sempat berbunyi, lalu hening.

    Dorchi Sherpa, pemimpin posko saat itu, menempelkan alat itu ke telinganya, berusaha mendengar siaran lain.

    Di luar tendanya, siluet besar pegunungan Himalaya terlihat di langit fajar.

    Tenda-tenda ekspedisi tersebar di punggung bukit berbatu di bawahnya, ramai dengan aktivitas pada tanggal 22 Mei, hari tersibuk musim pendakian semi 2024.

    “Saat mendengar transmisi terakhir itu, hati saya mencelos,” kata Dorchi pada saya kemudian, wajahnya serius mengingat kejadian itu. “Cuaca cerah, tapi jelas ada sesuatu yang salah di atas sana.”

    Pesan yang terputus-putus itu adalah panggilan darurat terakhir dari Nawang Sherpa, pemandu berusia 44 tahun. Ia sedang memimpin Cheruiyot Kirui, seorang pendaki asal Kenya, menuju puncak gunung tertinggi di dunia itu.

    Para pemandu dan porter terkenal di Himalaya ini, seringkali salah digambarkan sebagai “manusia super”, seolah-olah mereka tidak terpengaruh oleh ketinggian, usaha keras, dan kekurangan oksigen.

    Namun, prestasi legendaris mereka di Everest datang dengan pengorbanan besar, seperti yang diungkap dalam banyaknya penelitian, serta wawancara dengan para pendaki, dokter, dan pejabat setempat.

    Jadi, apa sebenarnya yang terjadi pada tanggal 22 Mei 2024dan apa yang diungkapkannya tentang perjuangan yang lebih besar terkait kesehatan dan kesejahteraan Sherpa?

    ‘Klien kelihatan tidak sehat’

    Seperti kebanyakan tragedi di Everest, kejadian ini bermula dari ambisi, dan bagi si pemandu, kebutuhan ekonomi.

    Nawang Sherpa, yang bekerja untuk perusahaan trekking asal Nepal, memulai pendakian terakhirnya menuju puncak Everest bersama Kirui.

    Istilah “Sherpa”, yang kini sering digunakan sebagai sebutan pekerjaan untuk pemandu di Himalaya, sebenarnya merujuk pada kelompok etnis dari dataran tinggi timur Nepal.

    Nawang Sherpa, dan orang-orang lain dengan nama keluarga Sherpa yang disebutkan dalam artikel ini, termasuk dalam kelompok etnis tersebut, selain juga bekerja sebagai pemandu.

    Sejak kegiatan pendakian gunung dimulai di wilayah itu, orang-orang Sherpa telah membawa beban terberat di Gunung Everest, mulanya untuk penjelajah kolonial, dan kemudian, untuk para turis.

    Getty ImagesIlustrasi: Sherpa yang selalu membawa beban terberat dalam setiap pendakian.

    Kirui berusaha bergabung dengan kelompok pendaki yang mencapai puncak tanpa bantuan oksigen tambahan.

    Sejak 1953, ketika Everest pertama kali didaki, hanya sekitar 2% dari semua pendakian yang sukses hingga ke puncak, menurut catatan dari Himalayan Database.

    Dalam unggahan media sosialnya sebelum ekspedisi, Kirui menunjukkan kegembiraannya mencoba pendakian “murni” ini, setelah sebelumnya berhasil mendaki gunung lain tanpa bantuan oksigen.

    Tantangan mendaki tanpa peralatan pendukung, jelas merupakan batas petualangan baru bagi pendaki gunung berpengalaman itu.

    Pada saat-saat kritis di ketinggian gunung, ketika tabung oksigen dibutuhkan, masih belum jelas apakah penolakannya adalah pilihan yang disengaja sesuai dengan ambisi yang ia inginkan, atau apakah penilaiannya sudah terganggu karena dampak ketinggian.

    Dorchi Sherpa, manajer posko utama, menerima transmisi radio dari Nawang saat mereka mencapai ketinggian 8.800 meter.

    Pada ketinggian itu, yang oleh para pendaki disebut zona kematian, tubuh manusia mulai mati. Dengan tekanan atmosfer sepertiga dari permukaan laut, napas mulai sulit dan hanya memberikan sedikit oksigen untuk mempertahankan fungsi dasar tubuh.

    “Kliennya sepertinya tidak sehat,” suara Nawang Sherpa berderak sampai ke Posko Utama pada pukul 08:07, gangguan angin membuat kata-katanya terputus-putus saat ia melapor kepada Dorchi.

    “Oksigen,” jawab Dorchi Sherpa segera. “Pasangkan dia oksigen dan mulailah turun.”

    Menurut Dorchi Sherpa, Nawang memohon kepada Kirui selama beberapa menit untuk menerima tabung oksigen tambahan dari ranselnya.

    Kirui menolak, kata Dorchi. “Tidak pakai oksigen,” ia mengulang dengan gelisah. “Tidak pakai oksigen.”

    Pada pukul 09:23, ketika suara Nawang Sherpa kembali melalui radio, ketakutan telah menggantikan kekhawatiran. “Tidak bisa menggerakkannya,” lapornya. “Dia jadi… marah. Saya tidak bisa menyeretnya turun sendirian.”

    Selama dua jam berikutnya, Kirui menolak oksigen tambahan meski Nawang Sherpa mendesaknya berulang kali untuk menggunakannya, menurut Dorchi Sherpa.

    Meskipun menunjukkan tanda-tanda jelas penyakit ketinggian, termasuk merasa linglung dan bicara cadel, pendaki Kenya itu tetap bertekad untuk melanjutkan pendakiannya tanpa oksigen tambahan.

    Getty ImagesPara pendaki jalan beriringian menuju puncak Everest.

    Jalan buntu ini berujung fatal. Kedua pria itu meninggal di Everest. Jasad mereka masih di sana: jasad pendaki Kenya itu tetap berada di lokasi terakhir ia terlihat, sementara jasad Nawang belum ditemukan.

    Tidak jelas apa yang sebenarnya terjadi pada saat-saat terakhir yang krusial itu dan kemungkinan besar, kita tidak akan pernah tahu.

    Tentu saja, semua orang memulai perjalanan dengan niat terbaik. Kekasih Kirui, Nakhulo Khaimia, menggambarkan perjalanan itu sebagai impian lama baginya, yang telah ia persiapkan dengan cermat.

    “Dia mencurahkan waktu, energi, dan seluruh hidupnya untuk itu,” katanya. “Kehidupannya berputar pada persiapan untuk Everest.”

    James Muhia, yang tidak ikut dalam ekspedisi Everest tetapi pernah mendaki gunung lain bersama Kirui tanpa oksigen, mengatakan ia percaya temannya membawa tabung oksigen untuk digunakan dalam keadaan darurat.

    “Apakah dia menggunakan tabung darurat itu atau tidak, kita tidak tahu,” katanya.

    Sementara itu, Nawang adalah pemandu gunung berpengalaman yang belum pernah mencapai puncak Everest sebelumnya, tetapi telah mencapai puncak-puncak tinggi lainnya di Himalaya, menurut keluarganya.

    Namun, mereka yang bekerja di gunung, memperingatkan sejumlah faktor, termasuk kondisi kerja para Sherpa, dapat membuat situasi mematikan semacam ini menjadi sangat rumit, dan sulit diselesaikan dengan aman.

    Sorotan kepada Sherpa

    Menurut Sanu Sherpa, seorang pemandu veteran yang memegang rekor sebagai satu-satunya orang yang telah mencapai puncak ke-14 gunung dengan ketinggian 8.000 mdpl sebanyak dua kali, kematian Nawang bukanlah tragedi yang tiba-tiba terjadi, melainkan pola yang dapat diprediksi dalam pendakian gunung.

    Saya berbicara dengan Sanu Sherpa di apartemennya di Kathmandu, saat ia sedang bersiap untuk pendakian ke-45. Meskipun telah dua kali mendaki ke-14 gunung tertinggi di dunia, ia tidak berbicara tentang kepuasan pribadi melainkan tentang kewajiban profesional.

    “Saya tidak berpikir Nawang ceroboh atau bodoh,” katanya. “Dia melakukan persis seperti apa yang telah kami pelajari dalam pelatihan untuk bertanggung jawab hingga akhir. Tragedi ini bukan hanya karena dia meninggal, tetapi karena kematian adalah pilihan yang paling tepat secara profesional yang bisa dia buat.”

    Getty ImagesIlustrasi: Sherpa yang membawa barang-barang pendaki.

    Di Everest dan puncak-puncak Himalaya lainnya, tragedi yang melibatkan Sherpa seperti ini terjadi setiap tahun dengan sedikit perhatian publik, kata Sanu Sherpa. Ini menciptakan daftar panjang pengorbanan yang dilakukan demi ambisi orang asing.

    Dituntut untuk profesional sebagai pemandu dapat menempatkan mereka dalam bahaya besar, terutama jika digabungkan dengan risiko inheren melakukan pekerjaan berat di lingkungan ekstrem, demikian hasil beberapa penelitian.

    Pemandu Sherpa seringkali terjebak antara nilai-nilai tradisional pelayanan dan pengabdian, tekanan ekonomi dari industri di mana pemandu dipekerjakan berdasarkan reputasi pribadi mereka, dan kenyataan hidup atau mati saat bekerja di ketinggian ekstrem.

    Dalam situasi ini, kepuasan klien seringkali lebih diutamakan daripada keselamatan pribadi.

    Tragedi ini menyoroti risiko yang diambil oleh Sherpa seperti Nawang ketika mereka setuju untuk menemani seorang klien.

    Bekerja sebagai pemandu atau porter di Everest menawarkan peluang ekonomi langka di salah satu wilayah termiskin di dunia.

    Namun, pekerjaan ini menuntut harga yang tak tertandingi dalam profesi jasa apa pun, di mana para pekerja secara rutin mengorbankan kesejahteraan mereka demi klien.

    Ketika tragedi melanda, para Sherpa seringkali menghilang dari cerita.

    Menurut Himalayan Database, sebanyak 132 Sherpa tewas di lereng Everest, 28 di antaranya terjadi dalam 10 tahun terakhir.

    Mereka terjatuh ke jurang, hancur tertimpa serac yang runtuh (bongkahan es besar), atau menghilang begitu saja di luasnya gunung saat melayani klien mereka.

    Sementara para pendaki asing mungkin melihat bahaya ini sebagai risiko yang dapat diterima demi pencapaian pribadi mereka, bagi para pemandu dan porter di Everest, data tersebut menyajikan kenyataan tempat kerja yang suram: 1,2% dari pekerja ini meninggal saat bertugas.

    Ini adalah bahaya pekerjaan yang luar biasa menurut standar ukuran apa pun.

    Pada masa lalu, risiko yang dihadapi para Sherpa seringkali diremehkan. Sebaliknya, orang asing cenderung menonjolkan kekuatan dan ketahanan mereka.

    Ini adalah gambaran yang mulai secara terbuka ditentang oleh para Sherpa sendiri.

    Dawa Sherpa, perempuan Nepal pertama yang mendaki 14 puncak gunung tertinggi Himalaya itu, menyoroti kesalahpahaman berbahaya tentang Sherpa yang memiliki kemampuan manusia super.

    Ia telah menyaksikan dampak fisik yang terjadi: para pemandu menopang klien yang kesulitan selama berjam-jam, menyiapkan makanan di ketinggian, dan membatasi oksigen mereka agar klien bisa terus mendaki.

    “Mereka bukan manusia super. Sherpa sering memaksakan diri melampaui batas aman demi memprioritaskan tujuan puncak orang lain,” kata Dawa Sherpa.

    “Saya melihat mereka kembali dengan radang dingin atau kekurangan oksigen karena mereka mengorbankan keselamatan mereka demi pencapaian orang lain.”

    Ia mencatat bahwa pendaki kaya terkadang mempekerjakan beberapa Sherpa per ekspedisi.

    Ketika kelelahan saat turun, mereka berharap untuk dibantu secara fisik ke bawah. Dinamika ini, ia menekankan, membuat gunung menjadi lebih berbahaya bagi mereka yang memikul beban terberat.

    Kekuatan yang tidak setara

    Saat berbicara tentang bahaya yang mereka hadapi, para Sherpa yang diwawancarai oleh BBC terus kembali ke masalah mendasar dari ketidakseimbangan kekuatan yang sangat tidak setara: ketidakmampuan pemandu untuk menolak permintaan berbahaya klien, bahkan ketika kesehatan mereka terancam, karena takut kehilangan pekerjaan dan penghasilan.

    “Sherpa tidak mendaki untuk ketenaran dan kemuliaan, atau untuk suatu pencapaian.

    Mereka mendaki karena terkadang itu satu-satunya sumber penghidupan. Kenyataan mendasar itulah yang membentuk setiap keputusan yang dibuat di gunung,” kata Nima Nuru Sherpa, presiden Asosiasi Pendaki Gunung Nepal (NMA).

    Asosiasi ini menyediakan program pelatihan bagi pemandu dan porter untuk meningkatkan standar keselamatan dan kualifikasi profesional.

    “Kendala sistemik ini membantu menjelaskan mengapa pemandu seperti Nawang membuat pilihan yang mereka lakukan,” kata Nuru Sherpa.

    “Konsekuensi profesional dari meninggalkan klien, yang berpotensi kehilangan pekerjaan di masa depan dalam industri berbasis reputasi, kemungkinan besar sama beratnya dengan masalah keselamatan langsung pada saat-saat pengambilan keputusan ketika seseorang kehilangan oksigen.”

    Dia menambahkan, “Ketika seluruh keluarga Anda bergantung pada pekerjaan Anda sebagai pemandu gunung, pergi begitu saja menjadi hampir tidak mungkin.”

    Sementara itu, prestasi luar biasa para Sherpa sendiri cenderung menarik sedikit perhatian. Pada Mei 2025, Sherpa Nepal, Kami Rita memecahkan rekornya sendiri untuk jumlah pendakian Gunung Everest terbanyak, ketika ia mendaki puncak tertinggi di dunia untuk ke-31 kalinya.

    Sanu Sherpa mengatakan bahwa pencapaiannya sebagian besar tetap tidak diakui bahkan di Nepal sendiri, sementara prestasi yang jauh lebih kecil oleh pendaki gunung asing seringkali menerima perayaan dan imbalan finansial yang lebih besar.

    Getty ImagesPencapaian Sherpa tidak banyak mendapat pengakuan, dibandingkan pendaki asing dengan sedikit pencapaian tetapi mendapat imbalan finansial yang besar.

    Membawa sampanye ke Everest

    Hubungan tidak setara antara pendaki Barat dan Sherpa lahir dalam bayang-bayang kolonialisme.

    Ketika ekspedisi Inggris pertama kali mendekati Gunung Everest pada tahun 1920-an, mereka merekrut pria lokal sebagai “kuli”istilah yang dipinjam dari masa kolonialuntuk membawa perlengkapan mereka yang sangat banyak, termasuk semuanya mulai dari peralatan makan perak hingga kotak sampanye.

    Sherpa-Sherpa awal ini hanya menerima sedikit pengakuan. Nama mereka jarang muncul dalam catatan ekspedisi, kecuali jika terjadi bencana.

    Dalam kronik salah satu ekspedisi awal ini, petualang Inggris George Mallory menyebut mereka terutama ketika tujuh porter tewas dalam longsoran saljukematian pertama yang tercatat di Everest.

    Pada pertengahan abad ke-20, seiring dengan pudarnya kesan imperial dalam pendakian gunung, dinamika mulai bergeser.

    Pendakian Tenzing Norgay pada 1953 bersama Edmund Hillary terpaksa mengakui keterampilan Sherpa, setelah pers internasional awalnya meremehkan pencapaiannya, menggambarkannya sebagai pendamping yang mengagumkan dan teman yang ceria bagi Hillary yang heroik.

    Era komersial dimulai pada 1980-an, mengubah Everest menjadi pasar dan Sherpa menjadi penyedia layanan penting.

    Ketika klien kaya dengan keterampilan teknis terbatas mulai mengejar puncak, tanggung jawab Sherpa meluas secara dramatis.

    Tidak lagi hanya pembawa beban, mereka menjadi pemandu, teknisi keselamatan, dan terkadang penyelamat, peran yang menuntut keterampilan lebih besar tetapi datang dengan otoritas tambahan yang terbatas.

    Pemimpin ekspedisi Barat mempertahankan kekuatan pengambilan keputusan sementara Sherpa menanggung peningkatan risiko fisik.

    Bencana menjadi titik balik. Pada 2014, 16 pekerja Nepal tewas dalam satu longsoran salju saat mempersiapkan rute untuk klien komersial, Sherpa di seluruh Everest melakukan penghentian kerja yang belum pernah terjadi sebelumnya.

    Tindakan kolektif mereka memaksa perhitungan dalam ketidakadilan pada industri wisata alam itu dan menghasilkan perbaikan sederhana dalam cakupan asuransi dan kompensasi.

    Para ahli memperingatkan, akar masalahnya adalah ketidakseimbangan kekuatan antara pemandu dan klien, dalam lingkungan ekstrem di mana pemikiran seseorang menjadi kabur akibat ketinggian, dan setiap keputusan yang salah bisa berakibat fatal.

    Hasilnya, mereka memberi tahu BBC, industri wisata alam ekstrem itu telah menormalisasi kondisi yang mengancam jiwa sebagai bagian dari deskripsi pekerjaan bagi para pemandu, yang harus secara rutin menempatkan diri mereka dalam bahaya besar untuk memenuhi aspirasi pelanggan mereka.

    Kabut Otak

    Di Dingboche, pada ketinggian 4.410 meter di jalur menuju Everest Base Camp, petugas medis ekspedisi Abhyu Ghimire bergerak di antara ruang-ruang pemeriksaan di Mountain Medical Institute.

    Di luar jendelanya, puncak-puncak Ama Dablam yang bergerigi menjulang di antara langit biru cerulean. Ini adalah musim ekspedisi, dan hari-harinya membentang dari fajar hingga jauh setelah senja.

    Setelah berhasil mencapai puncak Everest sendiri dan bekerja sebagai petugas medis selama hampir satu dekade, dia telah menyaksikan secara langsung bagaimana ketinggian memengaruhi pikiran dan tubuh.

    Efek ini dapat semakin memperumit dinamika klien-pemandu, keputusan yang dibuat dan membahayakan nyawa.

    “Otak menjadi sangat ‘berkabut’ di ketinggian,” jelasnya dalam panggilan video di antara konsultasi pasien. “Otak seharusnya berfungsi pada saturasi oksigen 99% di atas permukaan laut. Di sana, bahkan saturasi oksigen 50-60% sering terdeteksi.”

    Kemunduran kognitif ini, tidak terlihat tetapi berpotensi mematikan, mengubah kepribadian dan pengambilan keputusan dengan cara yang menentang penjelasan rasional.

    “Otak berfungsi jauh di bawah kapasitas dan pengambilan keputusan menjadi sangat terganggu,” kata Ghimire. “Ini bahkan dapat menyebabkan halusinasi.”

    Transformasi ini bisa mendalam dan membingungkan: “[Bahkan] sahabat Anda di ketinggian itu dapat memicu reaksi yang sangat intens di sana, sehingga jika seseorang hanya meminta Anda untuk mengoper botol air, Anda mungkin melemparkannya ke wajah mereka. Seseorang yang familiar menjadi orang asing,” jelasnya.

    Menurut Ghimire, pendaki Kenya Kirui akan mengalami kerusakan kognitif progresif saat dia mendaki lebih tinggi tanpa oksigen tambahan.

    Pada saat Nawang Sherpa menghubungi base camp untuk melaporkan kliennya tampak tidak sehat, pusat pemikiran rasional Kirui mungkin sudah tidak berfungsi, kata Ghimire.

    Penolakan Kirui terhadap oksigen tambahan sejalan dengan efek paradoks hipoksia (kekurangan oksigen) yang dikenal: semakin otak kekurangan oksigen, semakin tidak mampu ia mengenali gangguannya.

    Penilaian Nawang Sherpa sendiri akan semakin terganggu oleh ketinggian meskipun ia menggunakan oksigen tambahan, kata Ghimire, karena oksigen dalam tabung tersebut tidak cukup untuk memberikan kondisi oksigen setara dataran biasa kepada pendaki, melainkan, hanya memberikan oksigen sebanyak yang akan mereka miliki pada ketinggian sekitar 6.000 7.000m.

    Pasokan oksigen yang terbatas ini, bersama dengan kelelahan, potensi dehidrasi, dan dingin ekstrem yang dihadapi pemandu, dapat mengurangi kejernihan mentalnya sendiri, kata Ghimire.

    Selain itu, Nawang Sherpa akan menghadapi apa yang Ghimire gambarkan sebagai masalah umum: “Sering kali, klien yang menghadapi hipoksia menjadi sulit dan menolak untuk mendengarkan apa yang dikatakan pemandu mereka.”

    Bahaya tersembunyi di ketinggian yang lebih rendah

    Tantangan fisik yang dihadapi para pekerja gunung di Nepal jauh melampaui momen-momen krisis di atas Base Camp.

    Dampak fisik sehari-hari dimulai jauh lebih rendah dari puncak gunung, menumpuk selama bertahun-tahun pelayanan mereka.

    “Pada ketinggian di atas 4.000m, tinggal untuk waktu yang lama dapat menyebabkan penyakit gunung kronis,” Ghimire menjelaskan.

    Kondisi ini, yang secara medis dikenal sebagai penyakit Monge (atau Penyakit Gunung Kronis), bermanifestasi sebagai trias gejala berbahaya: “polisitemia, di mana darah menjadi sangat kental, hipertensi pulmonal, di mana paru-paru menjadi tertekan, dan hipoksia kronis, yaitu oksigen yang terus-menerus rendah dalam darah,” katanya.

    Getty ImagesSalah satu pendaki di Himalaya.

    Ada juga risiko berbeda untuk pemandu Sherpa dan non-Sherpa. Etnis Sherpa memiliki adaptasi genetik terhadap ketinggian selama beberapa generasi, sementara pekerja yang semakin banyak direkrut dari kelompok Nepal lainnya tidak memiliki keunggulan biologis ini, kata Ghimire.

    Perbedaan ini penting secara medis, karena mereka yang tidak memiliki adaptasi ketinggian menghadapi risiko yang jauh lebih tinggi saat melakukan pekerjaan yang sama di lingkungan yang kekurangan oksigen.

    Dinamika populasi di wilayah Khumbu memperparah risiko ini. “Banyak orang dari dataran rendah datang ke sini mencari pekerjaan,” kata Ghimire. “Mereka bermigrasi ke dataran tinggi tetapi tidak memiliki dua gen yang telah diteliti yang akan membuat mereka lebih tangguh terhadap kondisi ini.

    Mereka terpaksa menghabiskan waktu lama di dataran tinggi, yang menyebabkan masalah jantung, masalah darah, kekurangan vitamin D, dan berbagai masalah kesehatan lainnya.”

    Menurut Nima Ongchuk Sherpa, seorang dokter dari Khunde, tiga porter dari daerah yang lebih rendah telah kehilangan nyawa akibat komplikasi terkait ketinggian tahun ini, bahkan semuanya di bawah base camp.

    Dukungan lebih banyak untuk sherpa

    Di markas Departemen Pariwisata di pusat Kathmandu, Rakesh Gurung, mantan direktur bagian pendakian gunung, berbicara dengan kekhawatiran yang terukur.

    Duduk di balik meja kayu tua di kantor pemerintahan sederhana, tempat izin pendakian diproses dan peraturan ekspedisi dirancang, ia merenungkan tantangan industri.

    “Ada kegagalan sistematis dalam memberikan keselamatan yang layak bagi Sherpa,” ia mengakui. “Meskipun kami memiliki peraturan dasar, membuat dan menegakkan kode etik yang komprehensif terbukti sangat sulit.

    Industri ini terfragmentasi, dengan lusinan operator bersaing dalam harga daripada standar keselamatan.”

    Dia mengatakan departemen pariwisata kekurangan sumber daya dan keahlian khusus untuk secara efektif memantau apa yang terjadi di ketinggian ekstrem.

    Selain itu, lanskap politik Nepal yang terus berubah mempersulit penyusunan rencana yang efektif, katanya.

    “Kami telah memiliki beberapa pemerintahan yang berbeda dalam dekade terakhir saja, pengembangan kebijakan yang konsisten hampir tidak mungkin. Setiap pemerintahan baru membawa prioritas yang berbeda dalam manajemen pariwisata.”

    Ketidakseimbangan kekuatan ini melampaui hubungan pemandu-klien individual hingga kerangka peraturan itu sendiri, serta ekonomi tenaga kerja di ketinggian. Seorang pemandu Sherpa veteran mungkin mendapatkan antara $5.000 dan $12.000 (antara Rp80 juta – Rp190 juta) dalam satu musim pendakian di negara dengan pendapatan per kapita tahunan sekitar $1.399 (Rp22 juta).

    Namun, penghasilan ini menopang keluarga dan datang dengan risiko fisik yang luar biasa. Ketika tragedi menimpa, jaring pengaman finansial tetap tidak memadai, kata para pemandu.

    “Yang hilang adalah perhitungan berkelanjutan dengan ketidakadilan struktural yang membuat Nepal terikat pada ekonomi berbahaya ini, dan ketiadaan alternatif nyata,” kata Nima Nuru Sherpa, presiden Asosiasi Pendaki Gunung Nepal.

    “Ketika suatu komunitas memiliki pilihan terbatas, gunung menjadi bukan hanya latar belakang kita tetapi sebuah keharusan, terlepas dari dampak fisik.”

    Pemerintah baru-baru ini meningkatkan asuransi jiwa wajib untuk Sherpa menjadi sekitar $14.400 (Pound 10.825), tetapi para pemandu mengatakan ini jauh dari cukup untuk memberikan kompensasi kepada keluarga yang bergantung atas hilangnya pendapatan dan perawatan seumur hidup.

    Keluarga Nawang Sherpa menerima pembayaran asuransi standar ini setelah kematiannya, dengan majikannya mengumpulkan sumber daya tambahan untuk memberikan beberapa dukungan tambahan.

    Getty ImagesSeorang pemandu Sherpa veteran mungkin mendapatkan antara $5.000 dan $12.000 dalam satu musim pendakian di negara dengan pendapatan per kapita tahunan sekitar $1.399.

    Bahkan peraturan keselamatan dasar pun sulit ditegakkan di tempat kerja tertinggi di dunia.

    Menurut Departemen Pariwisata, peraturan pendakian gunung di Nepal secara eksplisit melarang pendakian solo di atas 8.000 meter demi alasan keselamatan. Namun, setiap musim selalu ada pendaki terkenal yang mencoba upaya semacam itu, dengan sedikit konsekuensi.

    Sandesh Maskey, seorang petugas ekspedisi di Departemen Pariwisata, mengatakan bahwa pendaki dilarang mendaki Everest sendirian.

    “Kami belum memberikan izin kepada [pendaki solo] untuk melakukan ini sendirian. Itu tidak etis dan mereka akan melanggar hukum jika melakukannya.”

    “Kami berharap pendaki bersikap etis, tetapi orang-orang yang memiliki kekuasaan dan uang melanggar aturan karena mereka tahu bahwa begitu mereka berada di gunung, kami tidak memiliki cara praktis untuk memantau atau menghentikan mereka,” katanya.

    “Begitu pendaki bergerak di atas Base Camp, mekanisme pengawasan tradisional menjadi tidak praktis.”

    Musim semi ini, sebagai tanggapan atas meningkatnya masalah keselamatan, Departemen Pariwisata menerapkan peraturan baru untuk musim pendakian 2025.

    Baca juga:

    Semua ekspedisi ke puncak di atas 8.000 meter sekarang harus menjaga rasio satu pemandu untuk setiap dua pendaki.

    Departemen juga telah membuat perangkat teknologi reflektor wajib untuk semua ekspedisi guna membantu menemukan pendaki yang hilang.

    Namun Sanu Sherpa, pemandu berpengalaman di Kathmandu yang sedang mempersiapkan ekspedisi berikutnya, ragu bahwa ini akan mengubah banyak halmengingat betapa sulitnya menegakkan aturan-aturan ini di Everest.

    Saat dia bersiap untuk memulai ekspedisi Everest lagi keesokan harinya, dia mengakui bahwa dia selalu ingin berhenti dari pekerjaannya.

    “Sangat menakutkan dengan empat anak dan hidup mereka sepenuhnya bergantung pada saya. Mereka bertanya mengapa saya mendaki gunung sama sekali.”

    Kisah ini diperbarui pada 02/06/2025 untuk memperjelas bahwa Cheruiyot Kirui belum pernah mendaki Gunung Everest tanpa oksigen sebelumnya.

    Versi Bahasa Inggris dari Artikel ini berjudul ‘It’s terrifying’: The Everest climbs putting Sherpas in danger dapat Anda baca di laman BBC Future.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Dokter Jantung Kena Serangan Jantung, Beberkan Gejala Tak Biasa yang Dialami

    Dokter Jantung Kena Serangan Jantung, Beberkan Gejala Tak Biasa yang Dialami

    Jakarta

    Seorang dokter jantung yang pernah mengalami serangan jantung sempat tak percaya dia juga akan merasakan kondisi yang sama dengan banyak pasiennya. Pada saat pertama kali merasakan gejala, dia menyangkalnya dan merasa keluhan itu bukan akibat serangan jantung.

    Sebagai seorang ahli jantung, Dr William Wilson berbicara kepada pasien tentang gejala serangan jantung setiap hari, tetapi ketika nyeri dadanya sendiri mulai muncul, reaksi pertamanya adalah ketidakpercayaan.

    “Jauh di lubuk hati, saya tahu apa itu, meskipun saya menyangkalnya seperti biasa selama mungkin sekitar 10 menit karena saya berpikir bahwa ini tidak mungkin terjadi pada saya,” ujar Dr Wilson, yang berpraktik di Parkview Health di Fort Wayne, Indiana, kepada TODAY.

    Serangan jantung Wilson, yang terjadi pada Januari 2018, benar-benar mengejutkannya. Ia berusia 63 tahun saat itu, tidak merokok, dan tidak memiliki tekanan darah tinggi atau kolesterol tinggi. Ia memiliki berat badan normal dan sangat aktif berolahraga.

    Satu-satunya faktor risikonya adalah riwayat penyakit jantung dalam keluarga, ayahnya pernah mengalami serangan jantung dan stroke.

    Gejala yang dialami

    Dr Wilson sedang libur ketika masalah jantungnya mulai muncul. Istrinya dijadwalkan bertemu pelatihnya di pusat kebugaran pagi itu, jadi dia datang dan hanya berjalan-jalan santai ketika nyeri dada mulai terasa.

    “Saya tidak ingin orang-orang berpikir bahwa saya sedang di pusat kebugaran dan benar-benar berlatih keras, lalu menjadi gila, berolahraga terlalu keras, itu sama sekali bukan kejadian yang sebenarnya,” kata Dr Wilson.

    “Hal yang sama persis ini bisa saja terjadi di toko swalayan atau di rumah karena saya tidak melakukan aktivitas berat.”

    Selain nyeri dada, Wilson menyadari tubuhnya basah kuyup, berkeringat seperti yang belum pernah ia alami sebelumnya, kenangnya. Ketika ia bercermin, ia melihat wajahnya berubah menjadi abu-abu.

    Sebelum mencari pertolongan, Wilson memiliki keinginan kuat untuk pergi ke kamar mandi, fenomena yang disebabkan oleh perubahan tubuh yang terjadi selama serangan jantung. Krisis ini memengaruhi sistem saraf otonom, yang mengontrol fungsi tubuh yang tidak dapat dikendalikan seseorang, seperti berkeringat.

    “Orang sering merasa perlu buang air kecil atau besar ketika hal itu terjadi,” ucap Dr Wilson.

    Pasien serangan jantung sering kali merasa ingin buang air kecil atau buang air besar besar secara tiba-tiba karena tekanan yang dialami tubuh mengganggu kendali fungsi tubuh.

    Dr Wilson MD kemudian menelepon unit gawat darurat tempat ia menangani pasien-pasiennya sendiri, memberi tahu mereka tentang serangan jantungnya. Setibanya di sana, staf rumah sakit sudah siap menyambutnya”, menunjukkan momen yang menegangkan bagi sang dokter.

    “Saya mungkin bukan orang yang mereka duga akan mengalami serangan jantung. Kunci untuk menangani serangan jantung adalah pergi ke rumah sakit secepat mungkin,” ucapnya.

    Halaman 2 dari 2

    (kna/kna)

  • Dilaporkan ke Polisi, Lita Gading Minta Ahmad Dhani Introspeksi Diri

    Dilaporkan ke Polisi, Lita Gading Minta Ahmad Dhani Introspeksi Diri

    Jakarta, Beritasatu.com – Psikolog Lita Gading mengaku santai dan tidak terpengaruh atas laporan Ahmad Dhani ke Polda Metro Jaya kepada dirinya atas tuduhan Pelanggaran UU Perlindungan Anak dan ITE pada Kamis (10/7/2025).

    Bahkan Lita mendoakan Dhani agar sang musisi dan anggota DPR tersebut mendapat hidayah.

    “Semoga yang melaporkan saya dibukakan pintu hatinya agar bisa introspeksi diri,” tutur Lita Gading melalui pesan singkatnya, Jumat (11/7/2025).

    Lita menegaskan dirinya tidak akan mengeluarkan pernyataan apa pun dan mengklarifikasi segala sesuatu yang telah ia buat.

    “Tidak ada klarifikasi apa pun (soal pelaporan Ahmad Dhani), maaf ya. Saya masih di luar Indonesia,  jadi tidak tahu persis apa yang dilaporkan, karena saya sekarang masih di luar negeri,” tegasnya.

    Terbaru, dalam unggahannya di akun media sosialnya @lita.gading, psikolog kelahiran 10 September 1975 itu juga sempat menyindir suami Mulan Jameela tersebut menggunakan buzzer untuk menyerangnya seusai melaporkan dirinya ke polisi.

    “Katanya keren, katanya hebat, katanya punya power, kok bayar buzzer? Aduh, buzzernya buzzer murahan lagi. Sudah keciduk loh dua orang. Eeeee hati-hati ya,” katanya.

    Sebagai informasi,  psikolog Lita Gading dilaporkan Ahmad Dhani ke pihak Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan juga ke Polda Metro Jaya dengan nomor laporan LP/4750/VII/2025/SPKT/Polda Metro Jaya atas konten di media sosial miliknya yang dianggap melakukan menyerang Ahmad Dhani dan putrinya Shafeea Ahmad yang masih di bawah umur.

    Lita sendiri sempat menyebut konten-konten yang dibuatnya hanya untuk tujuan edukasi ke masyarakat bukan untuk menyerang pihak mana pun,  termasuk Ahmad Dhani dan sang putri.

  • Dian Sandi PSI: Ijazah Jokowi Asli, yang Ribut Itu Cuma Cari Sensasi Politik

    Dian Sandi PSI: Ijazah Jokowi Asli, yang Ribut Itu Cuma Cari Sensasi Politik

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Kader PSI, Dian Sandi Utama menyebut, analisa Rismon terkait perbedaan cetakan huruf pada ijazah Jokowi terbilang ngawur.

    Hal ini diungkapkan Dian usai Bareskrim Polri menggelar agenda gelar perkara khusus terkait dugaan ijazah palsu mantan Presiden Jokowi.

    “Pak Rismon bilang huruf ijazah Pak Jokowi beda dengan temannya. Padahal, saya bandingkan dengan ijazah alumni lain seperti Andi Pramaria, hasilnya persis sama,” kata Dian dalam keterangannya (11/7/2025).

    Dikatakan Dian, metode analisa yang digunakan Rismon yang selama ini dikenal sebagai Pakar Digital Forensik tidak akurat.

    Termasuk, kata Dian, Pakar Telematika Roy Suryo yang juga menjadi bagian dari kelompok Rismon Sianipar.

    “Mereka itu cuma comot-comot data untuk menguatkan tudingan. Kalau ada ijazah lain yang sama dengan Pak Jokowi, mereka diam saja. Metodenya acak-acakan,” tegas Dian.

    Dian selaku pihak yang mengunggah foto ijazah Jokowi lalu diteliti Rismon cs bilang, jika dirinya nanti dinyatakan bersalah, itu murni karena penilaian negara, bukan karena dirinya bersalah secara fakta.

    “Yang penting bagi saya sekarang, persoalan ini cepat selesai. Saya juga tidak mau Pak Jokowi terus dicaci maki,” tandasnya.

    Kata Dian, beban pembuktian soal ijazah ini sudah selesai sejak Universitas Gadjah Mada (UGM) menyatakan ijazah Jokowi asli.

    “Lawan mereka itu UGM, bukan Pak Jokowi. Pak Jokowi itu sekarang santai saja, sedang menikmati waktu dengan anak cucunya,” terangnya.

    Dian menambahkan, pihak yang terus menggulirkan isu ini sebenarnya hanya ingin menyerang politik Jokowi. Bukan uang lain.

  • Kecerdasan Buatan (AI) Perlambat Pengembangan Software hingga 19%, Ini Studinya

    Kecerdasan Buatan (AI) Perlambat Pengembangan Software hingga 19%, Ini Studinya

    Bisnis.com, JAKARTA — Lembaga penelitian Kecerdasan Buatan (AI), METR, menemukan bahwa penggunaan alat-alat AI ternyata malah memperlambat pengembangan perangkat lunak (software), alih-alih meningkatkan pekerjaan. Hal tersebut diungkap dalam studi terbaru mereka pada Kamis (11/07/25), 

    Lembaga tersebut telah melakukan studi mendalam pada sekelompok developer berpengalaman pada awal tahun ini saat mereka menggunakan asisten pengkodean AI, Cursor, untuk membantu mereka menyelesaikan tugas dalam proyek sumber terbuka (Open-source) yang mereka kenal.

    Dilansir Reuters, sebelum studi ini, para pengembang perangkat lunak open-source percaya bahwa penggunaan AI akan mempercepat proses, dan memperkirakan waktu penyelesaian tugas akan berkurang hingga 24%.

    Penulis utama studi tersebut, Joel Becker dan Nate Rush, juga mengharapkan adanya peningkatan kecepatan signifikan hingga dua kali lipat.

    Namun, nyatanya, hasil studi menunjukkan hal yang sebaliknya, bahwa penggunaan AI malah meningkatkan waktu penyelesaian tugas sampai 19%.

    Temuan ini menantang keyakinan bahwa AI selalu membuat insinyur manusia yang mahal jauh lebih produktif, yang menjadi sebuah faktor penarik investasi besar ke perusahaan yang menjual produk AI untuk membantu pengembangan perangkat lunak.

    Literatur sebelumnya tentang peningkatan produktivitas telah menemukan peningkatan yang signifikan. Satu studi menemukan bahwa penggunaan AI mempercepat proses kerja programmer hingga 56%, sementara itu, di studi lainnya menemukan bahwa pengembang mampu menyelesaikan lebih banyak tugas sekitar 26% dalam waktu tertentu.

    Studi METR terbaru menunjukkan bahwa peningkatan tersebut tidak berlaku untuk semua skenario pengembangan perangkat lunak. Khususnya, studi terbaru tersebut menunjukkan bahwa pengembang yang sangat memahami kekhasan dan persyaratan basis kode open-source yang besar dan mapan justru mengalami perlambatan.

    Perlambatan ini disebabkan oleh pengembang yang perlu menghabiskan waktu untuk memeriksa dan mengoreksi apa yang disarankan model AI.

    “Ketika kami menonton video, kami menemukan bahwa AI memberikan beberapa saran tentang pekerjaan mereka, dan saran tersebut seringkali tepat, namun tidak persis seperti yang dibutuhkan” Kata Becker terkait hasil tugas AI yang mungkin terkadang salah menggambarkan tugas di dunia nyata, dikutip The Economic Times.

    Becker dan Rush, selaku penulis memperingatkan bahwa mereka tidak memperkirakan perlambatan ini akan terjadi pada skenario lain, seperti misalnya pada insinyur junior atau insinyur yang bekerja pada basis kode yang tidak mereka kenal.

    Meski demikian, mayoritas partisipan studi masih menggunakan Cursor hingga saat ini. Mereka masih mempercayai AI akan membuat pengalaman pengembangan menjadi lebih mudah, bahkan mampu mengedit esai alih-alih menatap halaman kosong. (Muhamad Rafi Firmansyah Harun)

  • ‘Dulu Digadang-gadang Mendunia, Kini Diseret ke Meja Hijau’

    ‘Dulu Digadang-gadang Mendunia, Kini Diseret ke Meja Hijau’

    Jakarta

    Mobil buatan Indonesia, Esemka, kembali menjadi perbincangan. Alih-alih perbincangan soal pengembangan pasar, produk baru, atau data penjualan, merek yang bermarkas di Jawa Tengah itu justru ramai beritanya karena kasus hukum.

    Ya, PT SMK (Solo Manufaktur Kreasi) selaku produsen mobil Esemka digugat karena wanprestasi. Padahal Presiden Ketujuh RI, Joko Widodo (Jokowi), pernah memprediksi mobil Esemka bakal laku keras di pasar Indonesia karena dinilai memiliki harga kompetitif.

    Jokowi menggunakan mobil Esemka sebagai kendaraan dinas saat menjabat Wali Kota Solo. Foto: Rachman Haryanto

    Sejarah Esemka di Indonesia

    Pengembangan Esemka telah dimulai pada 2007. Awalnya mobil ini dibuat sebagai proyek belajar siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Solo, Jawa Tengah. Kemudian pada Mei 2009, karya pikap bernama Digdaya muncul ke publik. Tapi sepanjang sejarahnya, Esemka selalu berkaitan dengan politik dan Jokowi.

    Publik kemudian makin mengenal Esemka usai Jokowi yang menjabat Wali Kota Solo (2005-2012) menjadikan SUV Esemka bernama Rajawali, sebagai kendaraan dinasnya.

    Saat Jokowi ikut Pilkada DKI Jakarta 2012, mobil tersebut sempat digunakan dalam perjalanan dari Solo ke Jakarta. Namun pamor Esemka sempat tenggelam ketika Jokowi terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta (2012-2014). Meski demikian, Esemka meroket lagi saat Jokowi mengadakan kampanye Pilpres 2014.

    Presiden Ketujuh RI Joko Widodo (Jokowi) meninjau pabrik mobil Esemka di Boyolali, Jawa Tengah. Bahkan Jokowi tampak semringah saat menjajal pikap keluaran Esemka. Foto: Istimewa/Setpres

    Perusahaan bernama Adiperkasa Citra Esemka Hero (ACEH) yang merupakan gabungan Solo Manufaktur Kreasi (SMK) dan Adiperkasa Citra Lestari (ACL) lantas membangun pabrik Esemka di Boyolali, Jawa Tengah, pada 2017. Tapi mereka baru meluncurkan kendaraan pertamanya dua tahun setelahnya, atau 2019.

    Pada September 2019, Esemka memperkenalkan dua kendaraan niaga mereka, yaitu Esemka Bima 1.2 dan Esemka Bima 1.3 dengan harga sekitar Rp 110 juta. Jokowi pun turut hadir dalam acara peluncuran mobil pertama Esemka tersebut, bahkan mengatakan mobil ini akan laris manis di pasaran.

    “Tidak mudah, tidak gampang, masuk pasarnya ini juga tidak gampang dan tidak mudah. Tetapi kalau kita sebagai sebuah bangsa mau menghargai karya kita sendiri, brand dan prinsipal kita sendiri ini akan laku,” ujar Jokowi di pabrik Esemka di Boyolali, Jawa Tengah, September 2019.

    Namun setelah peresmian pabrik dan peluncuran produk, alih-alih berkembang dan masuk keanggotaan Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia), nama Esemka justru tenggelam dan tidak terdengar lagi. Padahal, mereka sebelumnya sempat digadang-gadang akan meluncurkan mobil baru dari berbagai model, mulai dari SUV, MPV, EV berbasis baterai, hingga supercar.

    AHY di booth Esemka IIMS 2023 Foto: Fandi / detikcom

    Ikut Pameran IIMS 2023

    Menariknya, setelah tiga tahun menghilang dari industri otomotif Indonesia, tiba-tiba nama Esemka muncul sebagai peserta di pameran IIMS (Indonesia International Motor Show) 2023. Saat itu Esemka menempati Hall A JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat. Lokasinya persis di tengah-tengah antara booth Suzuki dan Jeep.

    Esemka membawa dua produk andalan yang telah dijual di pasar Indonesia, yakni Esemka Bima Pick Up dan kendaraan elektrifikasi, Bima EV. Sejak hari pertama pameran, booth Esemka nyaris tak pernah sepi disambangi pengunjung yang penasaran.

    Bahkan, bukan hanya masyarakat dari kalangan biasa, sejumlah pesohor bangsa turut berkunjung ke booth mereka, mulai dari Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Moeldoko, Kaesang Pangarep, hingga Jokowi yang saat itu masih menjabat sebagai presiden.

    Pameran IIMS 2023 pun menjadi pameran otomotif terakhir yang diikuti Esemka hingga berita ini ditulis. Faktor biaya jadi kendala besar bagi merek asal Boyolali itu untuk unjuk gigi di pameran otomotif berskala internasional.

    “Saat ini saya ingin semua (pameran) ikut, tapi kan orang bisnis harus menghitung. Bikin booth mahal banget (ya), saya juga enggak nyangka semahal ini, karena remeh temehnya banyak banget,” ujar Eddy Wirajaya selaku Presiden Direktur PT SMK, di arena IIMS 2023, 25 Februari.

    TNI AU pakai mobil Esemka Bima (Farih/detikcom) Foto: TNI AU pakai mobil Esemka (Farih/detikcom)

    Para Pelanggan Esemka

    Dengan lini produk yang masih sedikit dan jumlah jaringan purnajual yang tidak diketahui, siapakah para pelanggan mobil Esemka? Dalam catatan detikOto, para pelanggan Esemka, sebagian besar datang dari instansi pemerintah.

    Misalnya TNI Angkatan Udara, menggunakan mobil Esemka sebagai mobil dinas di beberapa satuan. Inkopau memesan sebanyak 35 unit Esemka Bima untuk dihibahkan ke TNI AU untuk mobilitas di Skadron Udara dan Skadron Teknik di sisi udara, hanggar, apron, dan taxyway.

    Mobil Esemka untuk kendaraan dinas TNI AU diberi warna kuning. Di bagian atap mobil dilengkapi dengan lampu sirine berwarna oranye. Kemudian di bak belakang terdapat tulisan ‘Skadron Udara’ disertai dengan profil police line miring.

    Ignasius Jonan Punya Mobil Esemka Foto: Instagram @ignasius.jonan

    Tak cuma TNI AU, mobil Esemka Bima bermesin 1.300 cc juga digunakan Pemerintah Kota Semarang. Mobil tersebut dimanfaatkan Pemerintah Kota Semarang untuk sarana prasarana dari Bus Rapid Transit (BRT) Trans Semarang.

    Ada dua mobil yang dibeli oleh Pemkot Semarang dan dimodifikasi dengan ditambah power steering serta tutup pada bagian bak terbukanya. Selain itu mobil bermesin 1.300 cc itu juga dimodifikasi mendukung Bahan Bakar Gas (BBG).

    Tak hanya dari kalangan instansi, mobil Esemka juga menarik minat tokoh pejabat seperti Ignasius Jonan. Pada 2020 lalu, pria yang pernah menjabat sebagai Dirut PT KAI (Kereta Api Indonesia), Menteri Perhubungan, dan Menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia) itu pernah membeli Esemka Bima Pick Up 1.2. Jonan bahkan memamerkan mobil tersebut di Instagram pribadinya.

    Halaman selanjutnya mobil Esemka diseret ke meja hijau…

    Penggugat mobil Esemka, Aufaa Luqmana Re A (jas abu-abu), dan kuasa hukumnya, Sigit N Sudibyanto (jas merah), saat di Pengadilan Negeri Solo, Kamis (24/4/2025) Foto: Agil Trisetyawan Putra/detikJateng

    Digugat Sebab Wanprestasi

    Pada April 2025, mobil Esemka digugat ke pengadilan lantaran dinilai wanprestasi. Bahkan sang penggugat meminta pabrik Esemka diperiksa, untuk melihat apakah pabrik tersebut masih beroperasi memproduksi mobil. Namun permintaan itu ditolak oleh PT SMK.

    Gugatan tersebut diajukan Aufaa Luqmana Re A. Dia menggugat Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) sebagai tergugat 1, kemudian Wakil Presiden ke-13 RI Ma’ruf Amin sebagai tergugat 2, dan pabrik Esemka PT Solo Manufaktur Kreasi sebagai tergugat 3. Gugatan ini dilayangkan gara-gara Aufaa kesulitan membeli mobil Esemka.

    Gugatan Aufa, adik dari Almas Tsaqibbirru Re A, diajukan secara online dengan nomor pendaftaran online PN SKT-08042025051, Selasa (8/4). Untuk diketahui, kakak Aufa yaitu Almas dikenal pernah melayangkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia minimal capres dan cawapres ke Mahkamah Konstitusi (MK).

    Dalam gugatannya, Aufaa menuntut ganti rugi wanprestasi sebesar Rp 300 juta.

    “Tuntutannya adalah, menyatakan para tergugat itu tidak dapat memenuhi janjinya dalam hal memproduksi mobil Esemka secara massal, sehingga dikategorikan sebagai perbuatan wanprestasi. Pihak penggugat merasa dirugikan kepentingan hukumnya, sehingga menuntut para tergugat paling rendah harga mobil pikap Esemka, masing-masing Rp 150 juta. Karena dia ingin beli dua mobil, jadi Rp 300 juta,” ujar kuasa hukum Aufaa, Sigit N Sudibyanto, saat konferensi pers di Serengan, Solo, Selasa (8/4/2025).

    Menurut Sigit, Aufaa menggugat Jokowi karena telah memprogramkan Esemka sebagai mobil nasional saat menjabat Presiden.

    Pabrik mobil Esemka di Demangan, Sambi, Boyolali, Jawa Tengah. Foto: Jarmaji/detikJateng

    “Ini adalah gugatan wanprestasi. Dasarnya adalah penggugat merasa dirugikan atas janji dari tergugat 1 yaitu Bapak Jokowi, karena telah memprogramkan mobil Esemka sebagai brand mobil nasional,” kata Sigit.

    Dia menjelaskan, Jokowi beberapa kali mempromosikan mobil Esemka. Dari saat Jokowi menjabat Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta, kemudian hingga awal menjabat sebagai presiden. Namun hingga saat ini produksi massal mobil Esemka tidak pernah terealisasi.

    Sigit lantas menjelaskan, Aufaa bahkan sempat mendatangi pabrik Esemka di Boyolali pada tahun 2021. Namun hingga saat ini Aufaa belum bisa memiliki mobil Esemka.

    Terbaru, Aufaa meminta hakim menggelar Pemeriksaan Setempat (PS) ke pabrik PT SMK di Boyolali. Hal itu disampaikan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Solo.

    Untuk melihat kondisi sebenarnya di pabrik Esemka, penggugat meminta untuk dilakukan sidang PS. Hal itu diajukan untuk memastikan apakah PT SMK sudah berhenti beroperasi atau belum.

    Permintaan penggugat itu langsung ditolak oleh tergugat 3, PT SMK. Lewat kuasa hukumnya, Sundari, penolakan itu sudah disampaikan secara lisan, dan nantinya akan disampaikan secara tertulis.

    “Jadi untuk PS, dilakukan untuk kasus-kasus objek tanah, sedangkan dalam kasus kita bukan objek tanah. Melainkan tergugat satu (Jokowi) yang dianggap tidak bisa menepati janjinya. Jadi bukan tentang objek tanah sehingga PS kita tolak. Apalagi itu yuridiksi di Boyolali,” ucap Sundari.