Organisasi: PERSEPSI

  • Cadangan devisa pada April 2025 capai 152,5 miliar dolar AS

    Cadangan devisa pada April 2025 capai 152,5 miliar dolar AS

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    BI: Cadangan devisa pada April 2025 capai 152,5 miliar dolar AS
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Kamis, 08 Mei 2025 – 13:11 WIB

    Elshinta.com – Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir April 2025 tetap tinggi sebesar 152,5 miliar dolar Amerika Serikat (AS), meski menurun dibandingkan posisi pada akhir Maret 2025 sebesar 157,1 miliar dolar AS.

    Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso mengatakan, perkembangan tersebut antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah sebagai respons Bank Indonesia dalam menghadapi ketidakpastian pasar keuangan global yang makin tinggi.

    “Posisi cadangan devisa pada akhir April 2025 setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor atau 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor,” kata Ramdan dalam keterangan resminya di Jakarta, Kamis.

    Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

    Ke depan, Bank Indonesia memandang posisi cadangan devisa memadai mendukung ketahanan sektor eksternal sejalan dengan tetap terjaganya prospek ekspor, neraca transaksi modal dan finansial yang diprakirakan tetap mencatatkan surplus.

    Selain itu, adanya persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian nasional dan imbal hasil investasi yang menarik.

    “Bank Indonesia terus meningkatkan sinergi dengan Pemerintah dalam memperkuat ketahanan eksternal guna menjaga stabilitas perekonomian untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” tutup Ramdan.

    Sumber : Antara

  • Fakultas Teknologi Pertanian USM Gelar Lokakarya Kurikulum OBE, Libatkan Akademisi dan Industri

    Fakultas Teknologi Pertanian USM Gelar Lokakarya Kurikulum OBE, Libatkan Akademisi dan Industri

    TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) Universitas Semarang (USM) menggelar Lokakarya Peninjauan Kurikulum 2021 Menuju Kurikulum Outcome-Based Education (OBE) secara hybrid di Ruang Teleconference Lantai 8 Gedung USM pada Rabu, 7 Mei 2025.

    Kegiatan ini dibuka secara resmi oleh Dekan FTP USM, Prof Dr Ir Haslina MSi dan dihadiri oleh Perwakilan dari Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah, Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kendal, Dinas Ketahanan Pangan Kota Semarang, BBPOM Semarang dan Balai Besar Standarisasi dan Pelayanan Jasa Pencegahan Pencemaran Industri.

    Peserta lainnya berasal dari kalangan dunia pendidikan, seperti Kaprodi dari sejumlah Universitas, pimpinan SMK serta dari industri, seperti PT Perkebunan Teh Tambi Wonosobo, Yuasafood Wonosobo, Mie Ongklok Instan dan Sriboga Flour Mill Semarang.

    Dan dihadiri pula Ketua Badan Penjaminan Mutu USM beserta tim, Ketua Gugus Kendali Mutu FTP USM, dosen, tenaga kependidikan, alumni, dan perwakilan mahasiswa. Dan juga dihadiri peserta dari berbagai instansi, mitra industri, serta akademisi.

    Lokakarya ini menghadirkan dua narasumber dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Dr Ir Feri Kusnandar MSc dan Prof Dr Eko Hari Purnomo STP MSc, yang dipandu oleh Antonia Nani C MSi.

    Dalam sambutannya, Prof Haslina menjelaskan bahwa narasumber dari IPB dihadirkan untuk memberikan masukan konstruktif terhadap draft kurikulum OBE FTP USM.

    “Lokakarya ini sangat penting untuk mengevaluasi dan menyamakan persepsi dan makana dalam menyusun kurikulum berbasis OBE, agar selaras dengan kebutuhan industri dan menjadi acuan utama dalam akreditasi. Insya Allah, implementasi kurikulum OBE pada FTP USM akan mulai dilaksanakan pada semester gasal 2024/2025,” ungkapnya.

    Prof. Haslina berharap bahwa hasil dari kegiatan ini dapat menghasilkan kurikulum yang lebih baik, relevan, dan adaptif terhadap dinamika dunia kerja.

    Dalam wawancaranya Prof Feri Kusnandar menilai bahwa diskusi dalam lokakarya yang diselenggarakan FTP USM sangat menarik karena melibatkan berbagai pihak, mulai dari dosen, tenaga kependidikan, mahasiswa, alumni, hingga mitra industri.

    “Diskusi tentang bagaimana kurikulum dikembangkan, bagaimana proses pembelajaran harus dilakukan dan bagaimana prosesnya.

    Sangat menarik dan semua aktif, baik dari dosen maupun mahasiswa, lulusan, dan mitra. Semua aktif memberikan masukan, dan tentu saja masukan ini akan sangat penting bagi program studi untuk meningkatkan kualitas kurikulum dan proses penyelenggaraan pendidikan,” ujar Prof Feri.

    Prof Feri berharap bahwa Fakultas Teknologi Pertanian USM terus maju, dan saya berharap teman-teman dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa semakin bersemangat untuk menjadikan Prodi THP unggul dan kompetitif.

  • Wali Kota Kediri Tegaskan Sekolah Tak Boleh Wajibkan Iuran Kurban

    Wali Kota Kediri Tegaskan Sekolah Tak Boleh Wajibkan Iuran Kurban

    Kediri (beritajatim.com) – Audiensi antara Wali Kota Kediri Vinanda Prameswati bersama seluruh kepala sekolah jenjang SD dan SMP se-Kota Kediri membahas berbagai isu pendidikan, salah satunya terkait pelaksanaan peringatan hari besar Islam (PHBI) dan kegiatan penyembelihan hewan kurban di sekolah.

    Kepala SDN Ngronggo 6 Kediri, Rosikin, yang berlatar belakang guru agama, menyampaikan harapannya agar kebijakan terkait iuran kurban di sekolah diperjelas supaya tidak menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat. Ia mengungkapkan bahwa sebelumnya sudah pernah dilakukan audiensi dengan dinas pendidikan mengenai pelaksanaan kurban yang dikoordinasikan oleh wali murid atau komite sekolah.

    “Saya latar belakang guru agama. Terkait pelaksanaan peringatan Hari Besar Islam, yang mana rutinitas setiap tahun. Setahun lalu pernah audiensi dengan kepala dinas terkait penyembelihan hewan kurban. Waktu itu, memang intinya membolehkan dengan catatan tertentu. Di antaranya tidak ada paksaan, iuran yang sifatnya mengikat, dan pelaksanaannya pure dilaksanakan wali murid atau komite,” ujar Rosikin.

    Namun, menurutnya pelaksanaan kegiatan tersebut belum sepenuhnya nyaman di beberapa sekolah karena adanya persepsi negatif terhadap iuran yang dinilai memberatkan. Bahkan, dikonotasikan sebagai pungutan liar (pungli).

    “Kami merasa kurang nyaman. Pertama, setiap sekolah lembaga berbeda, ada komitenya guyub kompak, tidak ada masalah. Kebetulan di lembaga kami, dan beberapa sekolah lain merasakan kurang nyaman terhadap, terkait dengan tarikan dan iuran. Kami ingin usulkan kepada Mbak Wali, agar ada kebijakan supaya yang menjadikan demarkasi yang jelas. Bahwa itu amal untuk anak dan wali murid, bukan pungli. Sementara selama ini anomali karena dikatakan pungli. Ini adalah prioritas beramal anak-anak dan orang tua,” jelasnya.

    Menanggapi hal tersebut, Wali Kota Kediri Vinanda Prameswati menegaskan bahwa sekolah tidak diperbolehkan mewajibkan iuran untuk kurban atau zakat, meskipun tujuannya untuk pendidikan agama. Semua bentuk sumbangan harus bersifat sukarela dan tidak mengikat.

    “Saya kembali lagi, ketika niat bagus untuk mengajarkan anak-anak di bidang keagamaan untuk bayar zakat, untuk bayar kurban dan sebagainya. Tetapi kembali lagi, bahwa tidak semua orang tua ini mampu. Mereka akhirnya menyampaikan keberatan. Butuh adanya keringanan ekonomi,” tegas Vinanda.

    Wali kota termuda ini menegaskan, untuk sekolah diharuskan tidak ada kewajiban untuk membayar zakat dan hewan kurban. Tetapi sekolah diperbolehkan apabila ada orang tua siswa yang menyumbang, karena sifatnya sukarela.

    “Ketika sekolah sudah menerapkan peraturan wajib untuk membayar biaya kurban atas dasar adanya pendidikan atau wawasan keagamaan, ini akan menimbulkan ramai, dan di Undang-undang disampaikan bahwa tidak boleh adanya tarikan. Kita boleh mengajar dan memberi wawasan sebagai agama Islam memiliki kewajiban untuk membayar zakat, dan berkurban. Tetapi prakteknya kita serahkan kepada ortu,” paparnya.

    Kepala Dinas Pendidikan Kota Kediri, Anang Kurniawan, menambahkan bahwa kegiatan PHBI maupun PHBN dalam konteks pembinaan karakter siswa tetap diperbolehkan, asalkan tidak menyalahi aturan yang ada. Ia menyebutkan bahwa pihaknya sempat menghentikan kegiatan karena adanya edaran sekolah yang berisi angka nominal, sehingga bisa menimbulkan kesan pungli.

    “Untuk pembinaan atau pendidikan karakter baik PHBI atau PHBN, sebetulnya tidak ada larangan, bisa dilaksanakan, boleh dilaksanakan. PHBI ini sebentar lagi, nanti pada Juni. Kalau ada pengarahan, kalau ada batasan, jangan dilanggar. Karena ini pembelajaran, sesuai dikatakan Mbak Wali. Tetapi kita ada permen, harus dilaksanakan,” pungkas Anang. [nm/beq]

  • Baintelkam: Kritik Aktivis Bagian dari Demokrasi, Polri Siap Kawal Stabilitas dan Reformasi Hukum – Halaman all

    Baintelkam: Kritik Aktivis Bagian dari Demokrasi, Polri Siap Kawal Stabilitas dan Reformasi Hukum – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Ekonomi Badan Intelijen dan Keamanan (Baintelkam) Polri, Brigadir Jenderal Polisi Ratno Kuncoro, menegaskan bahwa kritik publik, termasuk dari kalangan aktivis dan mahasiswa, merupakan bagian sah dalam proses demokrasi.

    Pernyataan ini disampaikan menanggapi isu yang ramai di media sosial terkait tagar #IndonesiaGelap yang digaungkan oleh aktivis hukum, Feri Amsari.

    “Kami setuju dengan semangat Habis Gelap Terbitlah Terang. Namun, kondisi saat ini saya pandang sebagai bagian dari proses kehidupan berbangsa dan bernegara. Setiap pemimpin pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Yang terpenting adalah memastikan arah bangsa tetap pada jalur yang sesuai dengan harapan masyarakat,” ujar Ratno.

    Menurutnya, tantangan utama bangsa saat ini adalah menjaga stabilitas ekonomi dan keamanan. Untuk itu, Polri terus menjalin kerja sama erat dengan TNI sebagai bagian dari pemerintahan.

    “Polri harus memastikan tidak ada dinamika sosial dan politik yang mengganggu ketertiban masyarakat. Isu-isu seperti obstruction of justice pun akan kami dalami secara serius sesuai sistem peradilan pidana yang berlaku,” tegasnya.

    Reformasi Hukum dan KUHAP Baru

    Ratno juga mengungkapkan keterlibatan dirinya dalam penyusunan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru. KUHAP 2023 direncanakan akan mulai berlaku pada 1 Januari 2026, menggantikan KUHAP 1981 yang dinilai sudah tidak relevan.

    “Sudah saatnya KUHAP diperbarui. Kami mohon dukungan dari seluruh masyarakat. DPR juga membuka ruang seluas-luasnya bagi publik untuk memberi masukan,” jelasnya, mengutip pernyataan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburrahman.

    Ia juga menekankan pentingnya kebebasan pers sebagai elemen utama dalam demokrasi. Wartawan, menurutnya, tidak boleh ditekan atau diteror, dan semua sengketa pers semestinya diselesaikan melalui mekanisme Dewan Pers, bukan melalui kriminalisasi.
    Pendekatan Restoratif dan Pemberantasan Korupsi

    Ratno menekankan perlunya pendekatan Restorative Justice dalam penanganan perkara ringan, sebagai bagian dari reformasi hukum yang berpihak pada keadilan dan efisiensi.

    “Hukum adat dan kearifan lokal bisa menjadi dasar penyelesaian masalah secara berkeadilan. Ini bagian dari reformasi hukum,” ujarnya.

    Dalam hal pemberantasan korupsi, Ratno mengajak semua pihak untuk belajar dari negara-negara yang memiliki indeks persepsi korupsi rendah.

    “Kita harus komitmen menurunkan tingkat korupsi, sejalan dengan harapan masyarakat dan Presiden Prabowo,” katanya.

    Netralitas Polri dan Penanganan Aksi

    Di tengah dinamika politik, Ratno menegaskan bahwa Polri tetap netral dan bertindak sebagai pengawal demokrasi.

    “Kami tidak berpolitik. Silakan kritik, silakan demo. Polisi di lapangan tidak boleh menganggap massa aksi sebagai musuh,” tegasnya.

    Ia memastikan bahwa pengamanan aksi dilakukan secara humanis dan profesional, sesuai standar operasional prosedur.

    “Semua kritik yang konstruktif adalah booster bagi kami untuk mempercepat penyelesaian masalah bangsa dan menyukseskan program pemerintah,” pungkasnya.

    Respons terhadap Isu Global dan Kritik Feri Amsari

    Terkait kondisi global, Ratno menyebut bahwa Indonesia relatif lebih stabil dibanding negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara yang terdampak perang dagang dan tarif Amerika Serikat.

    “Thailand, Vietnam, dan Filipina mengalami koreksi pertumbuhan karena ketergantungan terhadap ekspor ke Amerika. Kita lebih kuat karena sumber daya yang luar biasa. Koreksi dari IMF untuk Indonesia hanya dari 5,1 persen ke 4,7%, masih relatif baik,” paparnya.

    Sementara itu, pengamat hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, menilai tagar #IndonesiaGelap mencerminkan keresahan mendalam masyarakat terhadap arah kebijakan negara. Ia menyebut ada berbagai pelanggaran konstitusional dan kelemahan birokrasi di masa pemerintahan Prabowo-Gibran.

    “Pembentukan undang-undang yang tertutup, kembalinya peran TNI-Polri di luar konstitusi, dan program Makan Bergizi Gratis yang masih bermasalah adalah bagian dari kegelisahan publik,” ujar Feri, Rabu (7/5/2025).

    Ia juga menyoroti lemahnya sektor peradilan, dengan kasus suap yang melibatkan hakim hingga Rp60 miliar dan praktik obstruction of justice oleh aparat.

    Menurutnya, TNI dan Polri seharusnya diprofesionalkan sesuai amanat konstitusi, bukan justru menambah beban kerja baru.

    Feri juga menyoroti kekosongan posisi Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat sejak 2023, yang menurutnya mengganggu komunikasi diplomatik.

    “Presiden Prabowo sebaiknya segera mengisi posisi Dubes RI di AS. Selain itu, diplomasi luar negeri dan ruang-ruang strategis pemerintahan perlu diperbaiki,” tegasnya.

    Feri mengingatkan pentingnya konsolidasi dalam sistem presidensial.

    “Dalam sistem presidensial, presiden sebelumnya harus memberi ruang kepada presiden baru untuk bekerja secara transparan, bukan menciptakan matahari kembar,” tutupnya.

  • Dompet Digital Kini Sudah Bisa Menjadi Rekening-Wallet Tempat Menabung – Halaman all

    Dompet Digital Kini Sudah Bisa Menjadi Rekening-Wallet Tempat Menabung – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dompet digital (e-wallet) kini tidak lagi sebatas hanya bertransaksi.

    Dompet digital kini sudah bisa menjadi rek-wallet (rekening e-wallet).

    Keunggulan rek-wallet ini adalah menggabungkan kenyamanan e-wallet dengan manfaat tabungan digital, hasil kolaborasi OVO Nabung by Superbank.

     

    Pengguna yang menabung lewat fitur tersebut akan mendapatkan keuntungan bunga 5 persen per tahun.

    “Produk ini hadir karena kami melihat kebiasaan baru dari generasi muda, terutama Gen Z dan milenial, yang kini lebih banyak menyimpan uang di e-wallet dibanding rekening bank,” ujar Eddie Martono, Chief Operating Officer OVO, dalam peluncuran resmi di Jakarta, Rabu (7/5/2025).

    Riset Studi Analisis Ekosistem dan Persepsi terhadap Bank Digital di Indonesia dari Populix mencatat 54 persen Gen Z dan Milenial gunakan bank digital terutama untuk top-up e-wallet.

    Hal ini mencerminkan adanya pergeseran dalam perilaku finansial, khususnya di kalangan generasi muda, dari sistem keuangan konvensional menuju solusi digital yang lebih praktis.

    Sementara itu, riset dari JakPat pada paruh kedua 2024 juga menunjukkan, 94 persen Gen Z di Indonesia menggunakan e-wallet, baik untuk transaksi offline maupun online, dimana 60 persen di antaranya bahkan menjadikannya sebagai tempat menyimpan dana, mempertegas peran e-wallet yang tidak hanya sebagai alat bayar, namun juga instrumen simpanan.  

    Eddie Martono mengungkapkan menabung di aplikasi tersebut mendapatkan beberapa keuntungan.

    Antara lain tidak memiliki saldo minimum, tanpa biaya admin bulanan, dan menawarkan bunga hingga 5% per tahun.

    “Ini fitur penting yang selama ini ditunggu oleh pengguna. Tidak ada minimum balance, tidak ada admin fee, tapi tetap mendapatkan bunga kompetitif,” tambah Eddie.

    Ingin Gen Z dan Milenial lebih rajin menabung

    Business Director Superbank, Sukiwan melihat peluang penguatan agar pengguna bisa menabung dengan mudah. Maka, lahirlah kolaborasi antara keduanya.

    “Kita juga menyampaikan bahwa dengan hadirnya OVO Nabung kita mau membentuk sebuah kebiasaan baru daripada nasabah untuk menabung karena ini penting,” kata dia.

    Sukiwan berpesan kepada generasi muda agar lebih banyak lagi menabung berapapun nominalnya.

    “Saran dari saya menabunglah lebih banayak,” kata Suki.

    Masyarakat punya pilihan bervariatif

    Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) melihat perkembangan berbagai instrumen 
    pembayaran digital saat ini memberikan pilihan kepada masyarakat sesuai dengan kebutuhan setiap segmen masyarakat.

    “Dengan  demografi penduduk yang didominasi Gen Z, fitur-fitur yang menawarkan fleksibilitas dan kemudahan akses akan menjadi tuntutan bagi Penyedia Jasa Pembayaran untuk terus berinovasi,” kata Direktur Eksekutif ASPI Yanti Pusparini pada kesempatan yang sama.

    Yanti berharap masyarakat yang sebelumnya belum terakses keuangan digital semakin banyak bisa menjangkaunya.

    “Di sisi bank dapat menjangkau calon nasabah penabung baru dari customer based pengguna uang elektronik, yang sebelumnya masih underbanked atau unbanked. Diharapkan dapat mendorong lebih banyak pengguna uang elektronik unregistered untuk beralih ke registered sehingga proses Know Your Customer juga akan lebih baik,” pungkasnya.

  • Satpol PP kunjungi sekolah di Joglo untuk edukasi ketertiban umum

    Satpol PP kunjungi sekolah di Joglo untuk edukasi ketertiban umum

    Intinya ingin memberikan pemahaman bahwa kami memiliki peran yang luas dalam menjaga ketertiban masyarakat

    Jakarta (ANTARA) – Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) mengunjungi SMA/ SMK Sumpah Pemuda di Joglo, Kembangan, Jakarta Barat untuk memberikan edukasi mengenai ketertiban umum.

    Kepala Satpol PP Jakarta Barat, Agus Irwanto menyebut kegiatan ini diikuti 100 pelajar yang bertujuan untuk menyamakan persepsi tentang ketertiban umum dan mengubah stigma negatif terhadap Satpol PP.

    “Intinya ingin memberikan pemahaman bahwa kami memiliki peran yang luas dalam menjaga ketertiban masyarakat,” kata Agus di Jakarta, Rabu, dalam kegiatan Satpol PP Goes to School bertajuk “Pelajar Tertib, Satpol PP Bermartabat, Indonesia Hebat”.

    Dia dalam kesempatan tersebut meluruskan pandangan yang keliru terhadap petugas Satpol PP yang dianggap sebagai tukang gusur.

    “Seperti yang disampaikan oleh kepala sekolah tadi, banyak dari adik-adik semua kalau melihat Satpol PP biasanya benci, sebel, karena tahunya kami ini cuma tukang gusur. Padahal sebenarnya tidak seperti itu,” ujar Agus.

    Agus juga menekankan pentingnya pendampingan terhadap generasi muda agar tumbuh dan memiliki karakter yang kuat dan bermental tangguh.

    “Tahun ini kami hadir kembali karena program ini dianggap bagus, efektif, dan dibutuhkan. Bahkan DPRD DKI meminta agar jumlah kegiatannya ditambah menjadi sepuluh pada tahun 2026,” kata dia.

    Sementara itu, Sekretaris Yayasan Al Mujahidin, Abdul Hasan menilai kehadiran Satpol PP di sekolah penting untuk mengenalkan fungsi Satpol PP secara utuh.

    “Jadi agar tidak lagi dipandang sebelah mata akibat ketidaktahuan yang sering membuat aturan yang baik justru disalahpahami,” kata Abdul.

    Menurut Abdul, keberadaan Satpol PP penting untuk membina para pendidik terutama di luar lingkungan sekolah.

    “Harapan kami, jika ada siswa yang masih berkeliaran di jalan atau warung pada jam-jam yang seharusnya mereka sudah di rumah, mohon Satpol PP turut mengingatkan. Di sekitar sekolah juga ada beberapa titik yang sering dijadikan tempat berkumpul,” ujar Abdul.

    Abdul mengaku, teguran dari tenaga pendidik yang diberikan di luar jam sekolah kerap kali berbenturan dengan masyarakat.

    “Bukan kami tidak berani menegur, tapi sebagai pendidik, ruang gerak kami terbatas di luar sekolah. Kadang ketika kami menegur, justru timbul benturan dengan masyarakat. Karena itu, kami mohon dukungan khususnya dari Satpol PP,” ujarnya.

    Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
    Editor: Ganet Dirgantara
    Copyright © ANTARA 2025

  • Mediasi Kedua Gugatan Ijazah Jokowi di PN Solo Deadlock

    Mediasi Kedua Gugatan Ijazah Jokowi di PN Solo Deadlock

    Jakarta

    Pengadilan Negeri (PN) Solo menggelar sidang mediasi kedua perkara nomor 99/Pdt.G/2025/PN Skt terkait perbuatan melawan hukum soal dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi). Namun, mediasi kedua berakhir deadlock atau tanpa kesepakatan.

    Kuasa hukum Jokowi, YB Irpan mengatakan pihak penggugat masih mengajukan tuntutan yang sama, agar Jokowi selaku tergugat 1, menunjukkan ijazah aslinya di publik. Hal itu ditolak oleh pihak tergugat 1.

    “Tuntutan yang diajukan penggugat sama, agar tergugat 1 dalam hal ini Jokowi menunjukkan ijazah aslinya secara terbuka di muka publik. Secara tegas kami tetap menyatakan untuk menolak atas tuntutan tersebut. Sudah selayaknya dalam mediasi kali ini, sudah kami konsultasikan dengan Pak Jokowi, meminta kepada mediator, agar mediasi tidak terjadi adanya suatu kesepakatan untuk damai, atau dengan kata lain deadlock, sehingga tidak kepanjangan,” kata Irpan dilansir detikJateng, Rabu (7/5/2025).

    Dalam mediasi itu, Jokowi sebenarnya sudah diundang oleh mediator untuk hadir secara langsung sebagai prinsipal. Irpan menilai Jokowi tidak perlu hadir dengan berbagai alasan.

    “Ada beberapa pertimbangan seperti pihak penggugat tidak memiliki legal standing, tidak memiliki kepentingan, tidak memiliki hak untuk mengajukan gugatan terkait dugaan Jokowi menggunakan ijazah palsu dalam proses Pilwalkot Solo, Pilgub Jakarta, dan Pilpres. Sudah layak dan pantas Pak Jokowi tidak datang untuk menyelesaikan proses mediasi secara win win solution dengan pihak penggugat,” jelasnya.

    “Ini kan simpel, kalau orang di jalan dicegat, kendaraannya dilengkapi surat-surat, kan tinggal tunjukkan STNK-nya. Yang kedua, jika Jokowi tidak hadir dan memberikan keputusan, justru ini menjadi persepsi buruk. Karena pada akhirnya orang akan mengatakan sekolah tidak penting, karena ijazahnya saja dirahasiakan,” kata Taufiq.

    (rdp/idh)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Inpres Pengentasan Kemiskinan Ekstrem, Ini Saran dari Pakar UGM

    Inpres Pengentasan Kemiskinan Ekstrem, Ini Saran dari Pakar UGM

    Liputan6.com, Yogyakarta – Pakar Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan dari Fisipol UGM Hempri Suyatna menanggapi soal terbitnya Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 8 Tahun 2025 tentang Pengentasan dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem. Hempri menyebut keberhasilan pengentasan kemiskinan tidak cukup hanya bergantung pada instruksi normatif, namun dukungan tingkat implementasi penyelesaian akar persoalan di lapangan. “Substansi Inpres ini sudah bagus, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana implementasinya. Jangan sampai hanya berhenti pada aturan di atas kertas,” ujarnya, Selasa (29/5/2025).

    Hempri mengatakan masalah penyelesaian yang perlu diselesaikan adalah perbedaan persepsi para pemangku kepentingan tentang konsep kemiskinan dan kesejahteraan. Pasalnya ada perbedaan dalam data dan indikator masyarakat miskin dari Badan Pusat Statistik dengan Bank Dunia dan masih sering terjadi ketidaksamaan pandangan antara pemerintah, swasta, hingga masyarakat tentang siapa yang masuk kategori miskin atau sejahtera.

    “Jangan-jangan ketidakmampuan pengentasan isu kemiskinan selama ini disebabkan karena para pengambil keputusan tidak memiliki persepsi yang sama tentang konsep kemiskinan dan kesejahteraan sehingga memunculkan fenomena salah sasaran,” ujarnya.

    Hempri memberikan catatan dalam tiga strategi utama dalam Inpres Pengentasan Kemiskinan Ekstrem tersebut, yakni pengurangan beban pengeluaran, peningkatan pendapatan, dan penurunan kantong kemiskinan. Menurutnya pendekatan ini baik, namun perlu dilengkapi dengan penguatan dimensi sosial dalam upaya pengentasan kemiskinan.

    “Kemiskinan jangan hanya dilihat dari dimensi ekonomi. Kita memiliki modal sosial yang kuat, seperti gotong royong dan solidaritas komunitas yang seharusnya dioptimalkan dan diberdayakan mengingat indeks kedermawanan dan religiositas masyarakat kita begitu tinggi,” ungkapnya.

    Hempri menegaskan dalam implementasi Inpres ini penting adanya fleksibilitas pendekatan di tiap daerah. Ia menilai bahwa Inpres ini harus berfungsi sebagai pedoman umum, sedangkan pelaksanaannya di tingkat daerah perlu disesuaikan dengan potensi dan kebutuhan lokal. “Kalau diterapkan secara seragam tanpa mempertimbangkan karakteristik daerah, khawatirnya malah tidak efektif. Harus ada variasi model pembangunan sesuai kekuatan lokal masing-masing,” jelasnya.

    Sementara, Hempri menyoroti persoalan klasik yang berulang dalam upaya pengentasan kemiskinan, yaitu lemahnya koordinasi antar-lembaga. Hempri menegaskan hingga kini tumpang tindih program masih kerap terjadi, baik di antara lembaga pemerintah sendiri, antara pemerintah dan swasta, maupun dengan masyarakat.

    “Kita sudah punya BUMDes dan koperasi unit desa. Lalu muncul lagi koperasi merah putih. Ini menunjukkan kolaborasi dan koordinasi kita masih jauh dari ideal. Kalau setiap ganti rezim ganti kebijakan, kita terus mulai dari nol. Sebaiknya yang sudah ada diperbaiki dan diperkuat, bukan dihapus dan diganti,” tuturnya.

    Dalam konteks efisiensi anggaran yang saat ini digaungkan pemerintah, Hempri menegaskan pentingnya penerapan efisiensi yang adil dan merata di semua tingkat pemerintahan. “Kalau daerah diminta berhemat, pusat juga harus sama. Jangan sampai pusat tetap jor-joran, ini soal keadilan,” ujarnya.

    Hempri pun mendorong pemerintah dalam menyusun master plan pengentasan kemiskinan yang komprehensif dan berjangka panjang. Menurutnya, walaupun telah ada dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), diperlukan sebuah blueprint khusus yang lebih terarah dan mendetail untuk mengawal pengentasan kemiskinan secara berkelanjutan. “Kontrol terbaik adalah dari masyarakat. Dengan pengawasan yang kuat dari level desa dan kelurahan, ketidaktepatan sasaran bisa segera terdeteksi dan diperbaiki,” ujarnya soal Inpres Pengentasan Kemiskinan Ekstrem.

  • Survey Penilaian Integritas KPK Melorot, Surabaya Jadi Kota Rentan Korupsi

    Survey Penilaian Integritas KPK Melorot, Surabaya Jadi Kota Rentan Korupsi

    Surabaya (beritajatim.com) – Kota Surabaya kini resmi masuk dalam kategori zona merah dalam Survei Penilaian Integritas (SPI) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2024. Penurunan skor yang signifikan dari tahun sebelumnya membuat Surabaya dinilai sebagai daerah dengan risiko tinggi terhadap praktik korupsi.

    Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Surabaya, Imam Syafi’i, mengaku terkejut dengan temuan tersebut. Di menjelaskan, hasil SPI tahun ini menunjukkan skor Surabaya anjlok dari 79,57 pada 2023 menjadi 72,11 pada 2024, yang berarti berada di zona merah atau kategori rentan korupsi menurut standar KPK.

    “Ya, jadi kemarin saya mendapat kabar ya. Kabar itu kemudian saya follow up dengan membuka website-nya KPK. Ternyata cukup mengagetkan yang dulu SPI KPK Kota Surabaya itu itu tahun 2023 79,57 sekarang turun menjadi 72,11 Ini turunnya agak banyak,” kata Imam di Surabaya, Selasa (6/5/2025).

    Penurunan SPI ini cukup ironis, sebab di saat yang sama skor Monitoring Center for Prevention (MCP) Kota Surabaya justru meningkat dari 97 menjadi 98. MCP sendiri merupakan indikator yang diisi langsung oleh pemerintah daerah sebagai bentuk laporan preventif pencegahan korupsi. “Yang MCP alhamdulillah kita naik. Di situ kita sudah bagus, termasuk yang terbaik lah kalau di Jawa Timur,” ujar mantan jurnalis ini.

    Namun, politisi NasDem ini menyebutkan hasil kontras antara hasil MCP yang tinggi dengan SPI yang anjlok. Dia pun menduga adanya potensi ketidaksesuaian atau bahkan manipulasi data dalam laporan MCP karena diisi langsung oleh pihak Pemkot Surabaya. “Pemkot itu kan kalau MCP itu yang ngisi angka-angka itu Pemkot sendiri. Artinya bisa juga itu ‘mensiasati’. Tapi mudah-mudahan enggak,” tegasnya.

    SPI sendiri disusun berdasarkan survei eksternal KPK terhadap elemen masyarakat seperti pengusaha, kontraktor, media, dan mahasiswa. Oleh karena itu, hasilnya dianggap lebih representatif terhadap persepsi dan realitas integritas birokrasi pemerintah.

    “Yang SPI itu penilaiannya karena survei, jadi KPK itu menanyai pihak-pihak yang terlibat. Mestinya antara SPI dan MCP tidak boleh berbeda kalau sama-sama objektif,” jelas Imam.

    Karena nilai SPI yang rendah tersebut, Surabaya gagal masuk dalam 10 besar kota besar dengan indeks integritas tertinggi di Indonesia. Surabaya bahkan kalah dari kota-kota seperti Yogyakarta, Denpasar, Salatiga, dan Tegal. “Ini harus dijelaskan oleh Pemkot. Kenapa MCP-nya naik, tapi SPI-nya malah turun. Itu membingungkan,” kata Imam.

    Dalam rincian SPI yang diperolehnya dari laman resmi KPK, beberapa indikator utama menunjukkan skor yang rendah. Misalnya, pengelolaan barang dan jasa (PBJ) hanya meraih 74,17, jauh di bawah skor ideal. Padahal, sektor ini dikenal rawan korupsi karena menyangkut pengadaan proyek dan anggaran publik. “Yang kecil justru pengelolaan PBJ ini. Ini harus dijadikan kompas petunjuk bagi Pemkot untuk memperbaiki yang kurang-kurang,” tegasnya lagi.

    Selain PBJ, indikator lain yang dinilai seperti integritas pelaksanaan tugas (80,09), pengelolaan anggaran (78,6), sosialisasi antikorupsi (81,26), dan transparansi (91,04) masih berada di atas batas aman, namun tetap harus dievaluasi. “Syukur kalau nilai buruk tapi kenyataannya baik. Tapi akan lebih baik kalau hasilnya objektif dan menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan nyata,” pungkasnya.[asg/kun]

  • Akademisi: Tenaga Kerja Asing China Jadi Tantangan Hubungan RI-Tiongkok – Halaman all

    Akademisi: Tenaga Kerja Asing China Jadi Tantangan Hubungan RI-Tiongkok – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kehadiran Tenaga Kerja Asing (TKA) dari China di Indonesia yang bekerja di sejumlah sektor seperti tambang mineral di Indonesia menjadi tantangan serius bagi hubungan bilateral antara Indonesia dengan Republik Rakyat China (RRC).

    Menurut dosen Program Studi Magister Ilmu Hubungan Internasional Universitas Paramadina, Jakarta, tersebut, isu TKA China perlu mendapat perhatian yang serius pemerintah dan masyarakat Indonesia. 

    Ini karena jumlah TKA China terus meningkat dan presentase kenaikan tersebut jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan TKA asing dari negara lain.

    “Saya mengharapkan agar diskusi ini bukan hanya berfokus pada bagaimana memberdayakan masyarakat dan pekerja lokal, tetapi juga mendorong agar transfer teknologi dari China benar-benar terlaksana,” ujarnya di acara seminar bertajuk “Tenaga Kerja Asing dan Hubungan Indonesia China” yang diselenggarkan Paramadina Public Policy Institute (PPPI) bersama Forum Sinologi Indonesia (FSI) di Jakarta, Senin, 5 Mei 2025.

    Seminar ini juga menghadirkan pemerhati Tiongkok Universitas Pelita Harapan (UPH) Johanes Herlijanto dan Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan RI, Anggiat Napitupulu, dan Sub Koordinator Uji Kelayakan dan Pengesahan RPTKA Sektor Industri Kementerian Ketenagakerjaan RI, Ali Chaidar Zamani. 

    Ketua FSI Johanes Herlijanto berpendapat, isu TKA China sangat relevan bagi studi mengenai China dan hubungan Indonesia China karena isu ini dapat dipahami dalam kerangka migran baru asal RRC. 

    Menurutnya, berbeda dari “migran lama” yang membentuk komunitas etnik Tionghoa yang telah berakar dan menjadi bagian dari masyarakat setempat di Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lain, fenomena migran baru mulai muncul sejak tahun 1980-an, dan sebagian besar di antara mereka masih memegang kewarganegaraan RRC. 

    “Sebagian dari mereka berpendidikan tinggi dan memilih untuk bermigrasi ke negara-negara yang relatif kaya, seperti negara-negara di Eropa, Amerika Utara, dan Australia atau Selandia Baru,” kata Johanes yang juga dosen Magister Ilmu Komunikasi UPH Jakarta.

    Menurutnya, seiring dengan kebijakan RRC untuk memberikan bantuan serta berinvestasi dengan negara lain, TKA China turut membentuk fenomena “migran baru” tersebut. 

    Kedatangan TKA menjadi bagian dari ‘bantuan terikat’ dari China yang mensyaratkan pemanfaatan tenaga kerja dan bahan asal negaranya sendiri untuk mengerjakan proyek-proyek yang didanai oleh bantuan atau investasi dari China.

    Menurut Johanes, kehadiran tenaga kerja itu mendapat penerimaan yang beragam dari masyarakat Indonesia dari berbagai periode. 

    DI pertengahan 2000-an, masyarakat Indonesia menganggap kehadiran TKA China sebagai inspirasi, khususnya karena etos kerja mereka, yang antara lain memperlihatkan kedisiplinan.

    Namun sejak 2015 di masyarakat Indonesia telah berkembang persepsi negatif masyarakat terhadap kehadiran TKA China, khususnya terkait jumlah dan persentasi mereka, potensi mereka menjadi pesaing bagi para pencari kerja lokal.

    Mereka juga jadi sorotan masyarakat Indonesia kesenjangan budaya, dan isu terkait legalitas status kerja mereka. 

    Dalam pandangan Johanes, meski persepsi yang berkembang di masyarakat bisa berbeda dari realita yang ada, kekhawatiran yang berkembang dalam masyarakat dapat dipahami. 

    Johanes juga memberi perhatian khusus pada persentasi TKA China yang cukup tinggi serta kecenderungan peningkatannya dari tahun ke tahun.

    Soal legalitas sebagian TKA China juga patut mendapat perhatian khusus. 

    “Seperti dituliskan dalam studi dari seorang profesor di sebuah universitas di manca negara, sebagian dari TKA asal China tak jarang melakukan praktik ‘easy come easy go,’ yaitu datang dengan visa yang tak sesuai aturan izin kerja untuk bekerja di Indonesia, lalu pergi meninggalkan Indonesia ketika masa berlaku visa habis, dan kembali lagi ke Indonesia setelah beberapa waktu,” kata Johanes. 

    Menurutnya, Pemerintah China sebenarnya dapat mencari solusi untuk mengurangi kehadiran TKA-nya di negara lain, antara lain dengan memberi perhatian pada transfer teknologi dan pengetahuan. 

    “Alih-alih berkutat pada anggapan bahwa pekerja Indonesia kurang mumpuni dan memiliki kesulitan komunikasi dengan pihak China, RRC diharapkan meningkatkan komitmen untuk melakukan transfer teknologi dan transfer pengetahuan sehingga di masa mendatang terdapat pekerja-pekerja Indonesia yang memiliki kecakapan setara dengan TKA asal China dan dapat berkomunikasi dengan baik dengan rekan-rekan mereka asal RRC,” pungkasnya.

    Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan RI Anggiat Napitupulu menilai, telah terjadi perubahan dalam hal perizinan sejak berlakunya Undang Undang Cipta Kerja.

    Menurutnya, perubahan tersebut antara lain berupa penyederhanaan perizinan TKA, serta visa dan izin tinggal yang dapat diperoleh dengan lebih cepat. 

    Dia menjelaskan, kebijakan investasi RRC kini telah bergeser, dari yang dulu dikenal sebagai 3 M, yaitu Money (modal atau uang), Manpower (tenaga kerja), dan material (bahan baku) berubah menjadi pendekatan yang lebih strategis dan berkualitas tinggi.

    “China kini memiliki fokus baru, seperti transfer teknologi, kolaborasi industri, green investment (investasi hijau), ekonomi digital dan infrastruktur cerdas, dan memberi penekanan pada penggunaan TKA yang berada pada level tinggi, seperti teknisi dan supervisor,” ujarnya. 

    Ali Chaidar Zamani dari Sub Koordinator Uji Kelayakan dan Pengesahan RPTKA Sektor Industri Kementerian Ketenagakerjaan RI mengatakan, selama 2024 saja pihaknya telah menerbitkan pengesahan RPTKA sebanyak 101 ribu lebih.

    “Angka ini masih berupa perizinan di atas kerja, dan belum tentu merepresentasikan jumlah TKA asing yang memasuki Indonesia,” ujarnya. 

    Zamani menjelaskan alasan yang sering disampaikan perusahaan ketika mengajukan permohonan penggunaan TKA China adalah karena proyek yang dikerjakan adalah proyek serah kunci (turn key project). Pengoperasian teknologi dan mesin-mesinnya juga mengacu negara asal. 

    “Ada isu kepercayaan, disiplin dan etos kerja, serta ketersediaan tenaga ahli,” ungkapnya. 

    Meski demikian, TKA yang datang tidak menggantikan tenaga kerja lokal, tetapi melengkapi kebutuhan sementara yang belum dapat dipenuhi dalam negeri. 

    Zamani juga menyatakan, pemerintah terus mendorong penguatan kapasitas sumber daya manusia nasional agar ke depan posisi posisi yang saat ini diisi oleh TKA dapat sepenuhnya diambil alih oleh tenaga kerja Indonesia. 

    Namun demikian, pemerhati ekonomi dari Universitas Paramadina, Muhammad Iksan, menyatakan bahwa kehadiran TKA asal RRC dalam beberapa waktu ke depan masih akan mewarnai masyarakat Indonesia. 

    “Ini karena Indonesia masih akan menjadi negara tujuan investasi RRC di masa mendatang,” ujarnya.

    Menurutnya, Pemerintah Indonesia perlu mengurangi ekses atau dampak negatif dari kedatanganan TKA China dengan memperkuat pengawasan izin bekerja yang baru, disertai percepatan alih pengetahuan dan alih teknologi bagi perusahan penanaman modal asing asal RRC.

    “Dengan demikian dominasi penggunaan TKA asal RRC dapat dikurangi,” ujar Iksan. (tribunnews/fin)