Organisasi: PERSEPSI

  • Anggota DPR minta pemerintah perjelas narasi program 3 juta rumah

    Anggota DPR minta pemerintah perjelas narasi program 3 juta rumah

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi V DPR RI Danang Wicaksana Sulistya meminta pemerintah memperjelas narasi terkait program 3 juta rumah yang dicanangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029.

    “Kalau dibahasakan tadi roadmap tiga juta rumah dengan berbagai macam yang diupayakan oleh APBN apa, di luar APBN apa, ini perlu disampaikan dengan bahasa sederhana. Jadi, jangan sampai masyarakat mengira tiga juta rumah baru dan bahkan ada yang mengira gratis,” kata Danang dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu.

    Hal itu disampaikannya dalam rapat kerja bersama Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (19/5).

    Menurut dia, penyampaian informasi kepada publik terkait program tiga juta rumah masih belum utuh dan berpotensi menimbulkan persepsi yang keliru di tengah masyarakat.

    Untuk itu, dia menilai pemerintah perlu segera menyusun narasi publik yang lebih informatif dan mudah dipahami masyarakat terkait komponen program tersebut, mulai dari pembangunan rumah baru, renovasi, hingga kontribusi dari pihak ketiga.

    “Mohon narasi ini segera dibikinkan kepada publik bahwa pemenuhan program 3 juta rumah ini terdiri dari a, b, c, d, e walaupun mungkin tidak se-detail tadi (peta jalan program), tapi dengan bahasa sederhana,” ujarnya.

    Dia mengaku kerap mendapat pertanyaan dari konstituennya mengenai bentuk nyata dari program tersebut. “Karena warga kami, konstituen kami yang menanyakan itu banyak. Ini kapan? Mana yang dibangun? Mana yang tiga juta rumah itu toh, pak?,” ucapnya.

    Dia mengingatkan agar Kementerian PKP tidak hanya mengedepankan narasi pembangunan 3 juta rumah secara umum, tanpa menjelaskan isi dan bentuk kontribusinya.

    Berdasarkan informasi, lanjut dia, program 3 juta rumah yang digawangi pemerintah itu mencakup berbagai bentuk intervensi, seperti pembangunan rumah baru, renovasi, kontribusi dari pihak ketiga, serta kemudahan proses perizinan bangunan (PBG).

    “Khawatir pada saat kalau umpamanya narasi ini yang selalu dikembangkan terus, tanpa (menjelaskan) 3 juta rumah ternyata terdiri dari membangun, merenov, kemudian ada sumbangan dari pihak ke-3, ada mempermudah proses PBG masuk dalam salah satu program dari tiga juta itu,” tuturnya.

    Dia pun menegaskan kembali pentingnya kejelasan narasi yang disampaikan sejak awal agar masyarakat tidak salah memahami program ini sebagai pembangunan 3 juta unit rumah baru atau bahkan pemberian rumah secara cuma-cuma.

    “Saya minta dari awal untuk disampaikan agar tidak terjadi missed persepsi dari masyarakat seluruh Indonesia raya,” katanya.

    Dia mengaku mengkhawatirkan kesalahpahaman di publik dapat berpotensi menjadi bumerang politik bagi pemerintah, khususnya Presiden Prabowo Subianto

    “Saya kira perlu disampaikan agar jangan sampai ini menjadi backfire kepada Bapak Presiden pada saat merasa masyarakat ini menerima bahwa tiga juta (rumah) baru, tiga juta (rumah) gratis ternyata seperti ini,” ucap dia.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • City Branding Banyuwangi: dari Kota Santet ke Destinasi Wisata Unggulan

    City Branding Banyuwangi: dari Kota Santet ke Destinasi Wisata Unggulan

    Banyuwangi (beritajatim.com) – Dalam rangka menyegarkan kembali semangat kerja dan meningkatkan kapasitas Aparatur Sipil Negara (ASN), Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani menghadirkan pakar marketing nasional, Yuswohadi, untuk memberikan wawasan tentang pentingnya city branding bagi kemajuan daerah.

    “Semangat kita untuk memberikan layanan terbaik bagi masyarakat harus terus dijaga dan ditingkatkan. Untuk merecharge-nya, perlu disuntik dengan ilmu dan wawasan baru agar ada kesamaan persepsi sehingga lahir inovasi,” kata Ipuk.

    Kegiatan yang diikuti oleh Sekretaris Daerah, Kepala Dinas, Kepala Bidang, hingga para camat ini bertujuan menciptakan persepsi yang selaras dalam menjalankan visi Banyuwangi, khususnya dalam merawat dan mengembangkan citra daerah.

    Ipuk menegaskan bahwa city branding memiliki peranan penting karena selama ini Banyuwangi telah berhasil mentransformasi citranya dari kota santet menjadi destinasi pariwisata unggulan di Indonesia.

    “Namun citra ini akan hilang jika tidak dirawat dan terus diperbaharui dengan benar,” kata Ipuk.

    Lebih lanjut, Ipuk menekankan bahwa city branding tidak hanya soal citra, tetapi juga menyangkut identitas daerah yang berdampak pada peningkatan potensi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

    “Apabila potensi daerah akan dikenal luas, maka akan berdampak baik bagi kesejahteraan masyarakatnya,” tambahnya.

    Sementara itu, Yuswohadi menjelaskan bahwa city branding memiliki tujuan yang terangkum dalam rumusan TTTI (Tourist, Trade, Talent, Investor). Ia memaparkan bahwa branding yang tepat akan mengundang wisatawan (tourist), yang kemudian mendorong aktivitas perdagangan (trade), menarik investasi (investor), serta mendatangkan talenta (talent) yang berkontribusi pada pengembangan daerah.

    dia menekankan bahwa keempat elemen ini saling berpengaruh dan menghasilkan imbal balik yang menggerakkan pembangunan serta mendorong kesejahteraan masyarakat.

    “Empat hal tersebut bisa saling mempengaruhi satu sama lain yang nantinya akan saling menghasilkan imbal balik. Dengan terwujudnya empat hal inilah, maka pembangunan daerah akan bergerak maju dan melahirkan kesejahteraan,” terang penulis buku ‘Global Chaser’ itu.

    Menurut Yuswohadi, penentuan city branding harus berangkat dari potensi dan kondisi nyata yang dimiliki daerah. Ia menyampaikan pentingnya positioning suatu daerah. Positioning tersebut diambil dari kondidi dan potensi daerah yang ada.

    “Banyuwangi mengambil positioning sebagai kota pariwisata hari ini, adalah keputusan yang tepat. Ada beragam potensi pariwisata yang layak untuk dijual. Dan saat ini telah terbukti laku dijual,” paparnya.

    Namun demikian, ia mengingatkan bahwa city branding bukan sesuatu yang dapat berjalan otomatis tanpa perawatan. Perlu ada penguatan terus-menerus agar branding tersebut dapat berkembang secara alami dan melekat kuat.

    “Membangun city branding itu sulit, tapi lebih sulit lagi untuk merawat dan mempertahankan branding yang telah melekat,” tegasnya.

    Yuswohadi pun menutup paparannya dengan menegaskan pentingnya peran ASN sebagai ujung tombak pemerintahan daerah dalam menjaga dan merawat branding yang telah terbentuk.

    “ASN sebagai motor penggerak kebijakan Pemkab Banyuwangi yang memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan merawat branding ini,” pungkasnya. [alr/aje]

  • KI soroti baru 39 persen perguruan tinggi termasuk kategori informatif

    KI soroti baru 39 persen perguruan tinggi termasuk kategori informatif

    Padang (ANTARA) – Komisioner Komisi Informasi (KI) pusat menyoroti baru sekitar 39 persen perguruan tinggi negeri di Tanah Air yang termasuk kategori informatif sehingga perlu mendapat perhatian serius.

    “Kalau kita melihat data, baru sekitar 39 persen dari total perguruan tinggi negeri di Indonesia yang termasuk kategori informatif,” kata Komisioner KI pusat Rospita Vici Paulyn pada workshop bertajuk “Keterbukaan Informasi Publik dan Penandatangan Komitmen Keterbukaan Informasi Publik di lingkungan Universitas Andalas” di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat, Senin.

    Artinya, sambung dia, masih ada sekitar 61 persen perguruan tinggi negeri di Tanah Air yang perlu mendapat perhatian khusus agar menjadi kampus informatif kepada masyarakat.

    Menurut Vici, KI pusat masih mengkaji penyebab tingginya angka perguruan tinggi negeri yang tidak terbuka tentang informasi. Hal ini bisa saja dikarenakan ketidakpahaman atau memang sama sekali tidak mau terbuka kepada publik.

    Ketua Bidang Penelitian dan Informasi KI Pusat tersebut menegaskan di era keterbukaan informasi saat ini, perguruan tinggi wajib menjalankan perintah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).

    Artinya, semua pihak mulai dari masyarakat biasa, mahasiswa, dosen dan lain sebagainya berhak mengetahui sesuatu terutama yang menyangkut kepentingan publik.

    Vini mencontohkan masih banyak pihak salah kaprah dalam memahami tentang laporan keuangan termasuk di lingkup perguruan tinggi. Acap kali kampus khawatir laporan keuangan bisa menimbulkan persepsi yang keliru ketika disampaikan ke publik.

    “Undang-undang jelas menyatakan hal itu terbuka. Artinya tidak bisa disebut informasi yang dikecualikan ketika sudah diaudit,” ujarnya menegaskan.

    Untuk menciptakan atau menjadikan kampus yang informatif, maka peran rektor atau pimpinan kampus sangat penting. KI mengapresiasi Universitas Andalas (Unand) yang dinilai berhasil dalam meningkatkan peringkat keterbukaan informasi publik.

    “Tahun 2023 Unand berada di peringkat 25 lalu melejit dengan cepat menjadi peringkat 6 pada 2024,” kata dia.

    Sementara itu, Rektor Unand Efa Yonnedi mengatakan di tengah era digitalisasi semua pihak termasuk perguruan tinggi dituntut cepat dalam menyajikan informasi.

    “Selain cepat, Unand juga harus inovatif dan kreatif termasuk memanfaatkan dengan baik kecerdasan buatan,” ujar Efa Yonnedi, yang juga merupakan eks Konsultan Bank Dunia tersebut.

    Terkait keberhasilan Unand dalam meningkatkan peringkat sebagai perguruan tinggi kategori informatif dari posisi 25 menjadi 6, Efa menyebut hal itu merupakan kerja bersama semua civitas academica dalam memberikan layanan terbaik.

    Pewarta: Muhammad Zulfikar
    Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Perkuat Sinergi, Pemkot Mojokerto Gelar Retreat dan Sinergi Tim

    Perkuat Sinergi, Pemkot Mojokerto Gelar Retreat dan Sinergi Tim

    Mojokerto (beritajatim.com) – Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto menggelar kegiatan Retreat dan Sinergi Tim di Ubaya Training Center (UTC), Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto. Kegiatan yang berlangsung mulai tanggal 15–18 Mei 2025 tersebut diikuti oleh seluruh kepala perangkat daerah, camat, dan lurah se-Kota Mojokerto.

    Wali Kota Mojokerto Ika Puspitasari mengatakan, kegiatan ini bertujuan untuk menyatukan visi dan memperkuat sinergi antar perangkat daerah demi mewujudkan Kota Mojokerto yang lebih maju, berkarakter, sejahtera, dan berkelanjutan. “Kegiatan ini menjadi momen penting untuk menyamakan persepsi dalam merancang langkah strategis,” ungkapnya, Kamis (15/5/2025).

    Hal tersebut dilakukan guna mewujudkan Panca Cita, cita-cita besar yang harus dicapai bersama dalam lima tahun ke depan. Masih kata Ning Ita (sapaan akrab, red), selama empat hari pelaksanaan, para peserta tidak hanya diajak menyelaraskan persepsi, namun juga mensinergikan program kerja perangkat daerah.

    “Dalam tiga hari pertama, masing-masing perangkat daerah memaparkan program sesuai tugas dan fungsinya yang harus selaras dengan Panca Cita, Asta Cita, dan Nawa Bhakti Satya. Target SAKIP (Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) akan tercapai apabila ada komitmen dari seluruh perangkat daerah,” katanya.

    Oleh karena itu, lanjutnya, SAKIP akan menjadi bagian dari Perjanjian Kinerja masing-masing perangkat daerah. Orang nomor satu di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto juga mendorong agar perangkat daerah memperkuat program lintas sektor atau cross-cutting yang bersifat kolaboratif.

    “Tanggalkan ego sektoral. Perbanyak program keroyokan agar dampaknya lebih luas dan dirasakan langsung oleh masyarakat. Seluruh jajaran Pemerintah Kota Mojokerto diharapkan dapat kembali bertugas dengan lebih solid, harmonis, dan semangat untuk membawa Kota Mojokerto menuju masa depan yang berdaya saing dan berkelanjutan,” tegasnya.

    Selain pemaparan program, peserta retreat juga akan mendapatkan berbagai materi pembekalan dari Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Provinsi Jawa Timur serta Korem 082/CPYJ. [tin/aje]

  • Wartawan Harus Netral, Jangan Takut Tekanan! Ketua PWI Pamekasan Tegaskan Etika Nomor Satu

    Wartawan Harus Netral, Jangan Takut Tekanan! Ketua PWI Pamekasan Tegaskan Etika Nomor Satu

    Pamekasan (beritajatim.com) – Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pamekasan, Hairul Anam, mengingatkan seluruh insan pers agar tidak silau pada jabatan atau iming-iming materi dalam menjalankan tugas jurnalistik. Pesan tegas itu disampaikannya saat Pelantikan Pengurus PWI Pamekasan Periode 2025–2028 yang berlangsung di Ballroom Azana Style Hotel Madura, Rabu (14/5/2025).

    “Wartawan memiliki tugas mulai sebagai penyampai informasi, membuka wawasan dan jembatan aspirasi masyarakat. Untuk itu penting bagi para insan pers agar selalu membekali diri dengan pengetahuan, kompetensi dan etika jurnalistik yang baik,” ujar Hairul Anam dalam sambutannya yang disambut tepuk tangan hadirin.

    Hairul tak segan mengingatkan agar wartawan tetap menjaga jarak dari tekanan, intimidasi, bahkan rayuan politik yang bisa menodai independensi dan kepercayaan publik.

    “Karena itu, insan pers harus selalu menjunjung tinggi profesionalitas dengan komitmen selalu menjaga netralitas dan independensi,” tegasnya.

    Lebih lanjut, Hairul menegaskan bahwa wartawan yang bermartabat adalah mereka yang fokus meningkatkan kualitas, bukan sekadar mengejar kesejahteraan instan.

    “Sebab kami sangat yakin jika kemampuan menulis dan analisis kita baik, disertai dengan etika jurnalistik yang tinggi, tentu dengan sendirinya akan membawa kesejahteraan bagi kita semua. Jangan dahulukan kesejahteraan, tetapi utamakan kualitas dan kompetensi,” tegasnya lagi, penuh penekanan.

    Dalam rangkaian pelantikan tersebut, PWI juga menggelar Forum Pentahelix bertema “Madura sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)” yang menghadirkan berbagai elemen strategis, mulai dari pemerintah daerah, pengusaha, akademisi, hingga komunitas.

    “Hal ini kita lakukan semata-mata untuk melihat potensi daerah, sekaligus menyamakan persepsi antar stakeholder yang ada di Madura,” ujar Hairul.

    Ia berharap sinergi ini bisa menjadi landasan penting menciptakan iklim yang sehat bagi investasi dan perdagangan di Madura.

    “Mudah-mudahan diskusi ini dapat memberikan manfaat dan dapat menambah wawasan penting bagi kita semua, sekaligus bersama-sama menciptakan lingkungan yang kondusif bagi investasi, ekspor, dan kegiatan perdagangan guna mendorong pertumbuhan ekonomi dan mempercepat reformasi ekonomi,” pungkasnya.

    Acara ini turut dihadiri oleh Bupati dan Wakil Bupati Pamekasan, KH Kholilurrahman dan Sukriyanto, serta jajaran pejabat Pemkab, akademisi, anggota DPRD, mahasiswa, organisasi wartawan, dan tokoh masyarakat. [pin/ian]

  • Viral Vidio Pengambilan Material Bangunan di Tamansari, Ini Penjelasan Kades

    Viral Vidio Pengambilan Material Bangunan di Tamansari, Ini Penjelasan Kades

    Probolinggo (beritajatim.com) – Sebuah video yang memperlihatkan pengambilan material bangunan dari kawasan perumahan di Desa Tamansari, Kabupaten Probolinggo, viral di media sosial. Video tersebut memunculkan spekulasi adanya penyalahgunaan material proyek desa oleh warganet.

    Menanggapi hal ini, Kepala Desa Tamansari, Soetadji, memberikan klarifikasi terkait kejadian tersebut. Ia menyebut video itu diambil pada Selasa, 13 Mei 2025, sekitar pukul 10 pagi saat dirinya mengawasi perbaikan tanggul.

    Menurut Soetadji, tanggul yang rusak berada di dekat Tembok Penahan Tanah (TPT) dan merupakan jalur utama warga beraktivitas. Agar akses masyarakat tidak terganggu, pihak desa mengambil langkah perbaikan sementara.

    Material berupa buis beton yang digunakan diambil dari area perumahan yang belum dihuni. “Kami sudah dapat izin dari pengelola dan keluarga pemilik lahan, jadi tidak asal ambil,” jelas Soetadji, Rabu (14/5/2025).

    Namun saat pekerjaan berlangsung, dua perempuan datang dan merekam kegiatan tanpa konfirmasi. Mereka menyatakan ingin menyebarkan video tersebut ke media sosial karena mempertanyakan pengambilan material itu.

    “Salah satu dari mereka bicara dengan nada tinggi dan sempat saling dorong, tapi tidak ada pemukulan. Saya hanya menepis ponsel yang diarahkan ke wajah saya,” ujar Soetadji menjelaskan insiden tersebut.

    Ia menyayangkan video tersebar tanpa penjelasan dari pihak desa sehingga menimbulkan persepsi negatif. Padahal menurutnya, tindakan itu semata-mata demi memperlancar mobilitas warga yang terganggu.

    “Ini hanya solusi sementara sampai anggaran desa turun. Setelah itu akan dilakukan perbaikan permanen dengan pengecoran dan paving,” tambahnya menegaskan.

    Soetadji juga memastikan bahwa seluruh penggunaan dana desa mengikuti prosedur dan aturan yang berlaku. Ia mengimbau masyarakat tidak mudah terprovokasi informasi sepihak di media sosial.

    “Saya harap penyebar video juga memberi penjelasan agar tak memicu kesalahpahaman. Mari kita jaga agar lingkungan desa tetap kondusif,”*
    pungkasnya.

    Sementara itu, Fathur Rozy, warga setempat, menyampaikan bahwa tidak ada pemberitahuan dari pihak desa kepada pemilik rumah soal pengambilan beton tersebut. “Waktu itu tidak ada warga, cuma pekerja dan pak kades saja, kesannya ambil sembarangan,” ungkapnya melalui pesan singkat. (ada/ian)

  • Polisi akan bongkar posko ormas di sepanjang jalan Jakarta Timur

    Polisi akan bongkar posko ormas di sepanjang jalan Jakarta Timur

    sudah meminta bantuan Serse, Samapta, TNI/Polri, dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) se-Jakarta Timur

    Jakarta (ANTARA) – Polres Metro Jakarta Timur (Jaktim) akan membongkar seluruh posko organisasi masyarakat (ormas) yang berada di sepanjang jalan wilayahnya.

    “Mohon maaf ini, saya tidak mau lihat ada posko-posko organisasi yang ada simbol-simbol ormas di jalanan-jalanan itu, nanti saya tertibkan, saya bongkar. Mau tidak mau, suka atau tidak suka, ini sudah menjadi kewenangan kami untuk menertibkan itu,” kata Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Pol Nicolas Ary Lilipaly di Jakarta Timur, Rabu.

    Nicolas menyebut, pihaknya sudah meminta bantuan Serse, Samapta, TNI/Polri, dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) se-Jakarta Timur untuk menertibkan posko-posko organisasi di pinggir jalan.

    “Dalam hal ini kami membantu Satpol PP untuk menertibkan itu. Dan juga ada posko-posko yang didirikan tanpa ada surat izin ataupun sesuai dengan peraturan undang-undang yang berlaku, maka kita juga akan tertibkan,” ujar Nicolas.

    Lalu, Nicolas menyebut, pihaknya sudah melakukan pemetaan terhadap lokasi yang seringkali dijadikan lokasi berdirinya posko ormas.

    Hal ini merupakan komitmen bersama untuk menindak tegas ormas yang bertindak tak sesuai aturan.

    Polres Metro Jaktim juga melakukan pendekatan awal terlebih dahulu sebagai proses menyamakan persepsi dengan ormas saat menertibkan posko.

    “Saya tawarkan untuk dibongkar ya. Untuk posko-posko yang ada identitas ormas itu dibongkar minimal. Kalau tidak dibongkar kita cat, hilangkan identitas. Hilangkan identitas tapi kita hadirkan nasionalisme di situ,” ucap Nicolas.

    Menurut Nicolas, setiap organisasi seharusnya memiliki kantor yang jelas, dimana isinya terdapat meja, kursi, dan administrasi yang terstruktur. Sehingga tidak ada posko yang berdiri di pinggir jalan dan mengganggu estetika wilayah Jakarta Timur.

    “Kalau bila perlu kita cat saja merah putih, posko-posko tidak ada sembarangan dibangun di pinggir jalan, ada simbol prmas itu di jalanan, saya tidak mau,” tegas Nicolas.

    Sebelumnya, Polres Metro Jakarta Timur (Jaktim) menggandeng organisasi masyarakat (ormas) untuk mencegah aksi premanisme yang mengganggu kenyamanan masyarakat di Jakarta Timur.

    Nicolas menyebut, pihaknya sudah beberapa kali bertemu dengan organisasi kemasyarakatan. Dalam pertemuan tersebut, polisi membahas situasi keamanan dan ketertiban masyarakat dengan para pimpinan ormas yang ada di Jakarta Timur.

    Adapun tindakan premanisme yang dimaksud juga termasuk para debt collector (mata elang), pungutan liar, intimidasi, dan lain sebagainya. Polisi juga terus mengejar dan melakukan penyelidikan untuk mengungkap pelaku premanisme.

    Sejumlah ormas ada di Jakarta Timur, di antaranya Forum Betawi Rempug (FBR), Pemuda Pancasila (PP), Forum Komunikasi Anak Betawi (Forkabi), Laskar Merah Putih (LMP), GP Anshor, hingga Badan Pembina Potensi Keluarga Besar (BPPKB) Banten.

    Pewarta: Siti Nurhaliza
    Editor: Ganet Dirgantara
    Copyright © ANTARA 2025

  • Meneguhkan peran media dalam menyuarakan isu kawasan

    Meneguhkan peran media dalam menyuarakan isu kawasan

    Di tengah era digital yang kerap menukar kedalaman dengan kecepatan dan menggantikan verifikasi dengan viralitas, EAMC menawarkan sesuatu yang justru langka, yakni ruang untuk berpikir, menyimak, dan menyelami kompleksitas zaman.

    Jakarta (ANTARA) – Dalam dunia yang ditandai oleh ketidakpastian, polarisasi informasi, dan meningkatnya ketegangan geopolitik, jurnalisme tidak lagi hanya berperan sebagai penyampai kabar.

    Ia menjadi medan pertarungan gagasan, arena etik, dan bahkan dalam banyak kasus, satu-satunya ruang publik yang masih berani merawat kebenaran.

    Di kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara, yang tengah bergerak cepat menuju integrasi ekonomi namun sekaligus rapuh oleh retakan politik dan lingkungan, peran media bukan sekadar penting, ia menentukan arah sejarah.

    Maka penyelenggaraan East Asia Media Caucus (EAMC) oleh Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) tidak datang begitu saja.

    Ia muncul dari kesadaran yang mendalam bahwa media, bila dibekali dengan pengetahuan dan jejaring lintas disiplin, dapat menjadi fondasi moral dan intelektual kawasan ini.

    Di tengah era digital yang kerap menukar kedalaman dengan kecepatan, dan menggantikan verifikasi dengan viralitas, EAMC menawarkan sesuatu yang justru langka yakni ruang untuk berpikir, menyimak, dan menyelami kompleksitas zaman.

    Pertemuan ini tidak hanya mempertemukan jurnalis dan pakar. Ia mempertemukan dua dunia yang sering terpisah, dunia narasi dan dunia kebijakan.

    Chief Operating Officer ERIA Toru Furuichi mengatakan, peran jurnalis sangat penting dalam membantu masyarakat memahami isu-isu kompleks dan menjembatani komunikasi antara publik dan pembuat kebijakan.

    Ketika dunia yang bekerja dengan bahasa manusia disatukan dalam forum seperti ini bersama dunia yang sibuk dengan rumus, strategi, dan data, lahirlah kemungkinan baru yaitu informasi yang bukan hanya faktual, tapi juga transformatif; bukan hanya benar, tetapi juga bermakna.

    Pembahasan isu Myanmar misalnya, bukan semata-mata soal instabilitas politik atau kekerasan militer.

    Ia juga tentang bagaimana krisis satu negara dapat menjalar secara sistemik ke negara-negara lain melalui migrasi, perdagangan, jaringan sosial, hingga narasi publik yang membentuk persepsi regional.

    Ketika jurnalis memahami itu tidak sebagai berita satu hari, tapi sebagai fenomena yang berlapis dan penuh implikasi, maka mereka mulai menulis bukan hanya untuk mengejar eksklusivitas, tetapi untuk menciptakan kesadaran kolektif.

    Di titik inilah jurnalisme melampaui dirinya sendiri sebagai profesi dan menjelma menjadi etika publik.

    Jurnalisme seperti itu tentu tidak lahir dalam ruang tertutup. Ia butuh ekosistem yang sehat, interaksi lintas sektor, dan yang sering dilupakan kemauan untuk belajar bersama.

    Inilah yang dibangun perlahan oleh ERIA melalui Media Welcome Day dan pembukaan akses ke dalam laboratorium-laboratorium pengetahuan mereka.

    Ketika pusat seperti Asia Zero Emission Center atau E-DISC diperkenalkan bukan hanya sebagai proyek, tapi sebagai visi bersama yang harus didebatkan dan dikritisi, maka media tidak ditempatkan sebagai penonton, tetapi sebagai mitra strategis dalam membentuk masa depan kawasan.

    Namun relasi antara media dan lembaga riset tidak pernah sederhana. Ada ketegangan laten yang mesti diakui bahwa media bekerja dengan waktu yang cepat, sementara riset berjalan lambat, media bicara dalam bahasa emosional yang mudah dipahami publik, sementara riset sering tenggelam dalam abstraksi dan istilah teknis.

    Di sinilah pentingnya forum seperti EAMC, yang tidak berpretensi menyelesaikan semua perbedaan itu, tapi berani membukakan ruang dialog yang jujur.

    Sebab ketika dialog dimulai dari kesediaan untuk mendengarkan, bukan dari keinginan untuk mendominasi, maka percakapan bisa berubah menjadi pembelajaran.

    Penafsir dunia

    Hal yang kerap terlupakan adalah bahwa wartawan bukanlah sekadar penyampai fakta. Mereka adalah penafsir dunia.

    Dalam tradisi jurnalisme yang matang, kerja wartawan adalah kerja intelektual yang memadukan observasi, penalaran, dan empati. Ketika jurnalis Indonesia bisa duduk berdampingan dengan jurnalis dari Laos, Jepang, atau Filipina, bukan hanya informasi yang mereka tukar.

    Senior Communications Advisor di ERIA Kavi Chongkittavorn juga percaya percaya bahwa media memiliki peran strategis dalam membentuk narasi publik yang sehat.

    Mereka saling memperkaya perspektif, memahami konteks sosial masing-masing, dan pada akhirnya mengikis prasangka yang sering dibangun oleh media yang tertutup pada lintas budaya.

    Di sini, solidaritas kawasan tidak dibentuk oleh kesepakatan politik, melainkan oleh perjumpaan manusia yang tulus.

    Tentu kita tidak naif. Forum seperti ini bukan tanpa keterbatasan. Tidak semua media memiliki kebebasan yang sama. Tidak semua jurnalis bekerja dalam lingkungan yang suportif.

    Bahkan dalam forum seperti EAMC pun, ada ketimpangan representasi yang bisa menyulitkan dialog setara.

    Tetapi semua juga tahu, bahwa perubahan besar sering kali berawal dari pertemuan-pertemuan kecil yang jujur.

    Dan mungkin inilah kontribusi terbesar EAMC yaitu menciptakan ruang, bukan hanya untuk berbagi data, tetapi juga untuk saling melihat dan memahami.

    Pada akhirnya, pertanyaan mendasarnya bukan apakah media bisa berperan dalam membentuk masa depan kawasan.

    Pertanyaannya adalah apakah masyarakat, sebagai komunitas kebijakan dan pengetahuan, bersedia mempercayakan masa depan itu juga pada mereka?

    Apakah kita bersedia mengubah relasi kita dengan media, dari relasi instrumen menjadi relasi kolaboratif?

    Dan apakah kita cukup rendah hati untuk menerima bahwa jurnalis bukan hanya mereka yang melaporkan apa yang terjadi, tetapi juga mereka yang bisa membayangkan dunia yang belum ada?

    Jika jawabannya ya, maka forum seperti EAMC bukan hanya penting untuk diadakan sekali dalam setahun.

    Ia harus menjadi kultur baru dalam hubungan antara pengetahuan dan komunikasi, antara kebijakan dan publik, antara data dan cerita.

    Sebab pada akhirnya, masa depan kawasan ini tidak akan ditentukan hanya oleh para pemimpin atau ekonom.

    Tetapi akan ditentukan oleh bagaimana semua, termasuk para jurnalis, memilih untuk memahami, menyampaikan, dan membentuk dunia bersama.

    Copyright © ANTARA 2025

  • DPR apresiasi Polri tindak 3.326 kasus premanisme

    DPR apresiasi Polri tindak 3.326 kasus premanisme

    “Saya menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada jajaran Kepolisian Republik Indonesia atas kinerja luar biasa selama operasi ini. Penanganan aksi premanisme ini tidak hanya menunjukkan efektivitas aparat dalam penegakan hukum, tetapi juga memp

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Komisi III DPR RI Moh Rano Alfath memberikan apresiasi tinggi kepada Polri atas keberhasilan mengungkap 3.326 kasus premanisme di berbagai wilayah Indonesia selama periode 1–9 Mei 2025.

    Menurutnya, capaian ini merupakan bukti nyata kehadiran negara dalam menjamin rasa aman masyarakat.

    “Saya menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada jajaran Kepolisian Republik Indonesia atas kinerja luar biasa selama operasi ini. Penanganan aksi premanisme ini tidak hanya menunjukkan efektivitas aparat dalam penegakan hukum, tetapi juga memperkuat persepsi publik terhadap supremasi hukum di Indonesia,” kata Rano dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.

    Dia menegaskan bahwa premanisme merupakan ancaman serius terhadap stabilitas sosial dan ekonomi, karena menyasar ruang publik strategis seperti kawasan industri, tempat usaha, dan aktivitas masyarakat kecil. Ia menilai operasi yang digelar Polri sebagai respons cepat dan relevan terhadap arahan Presiden Prabowo Subianto.

    “Dalam konteks akademis, premanisme merupakan bentuk kriminalitas terorganisir yang bisa berkembang menjadi kejahatan lebih kompleks bila tidak ditangani dengan segera. Karena itu, pendekatan Polri melalui deteksi dini, tindakan preventif, hingga represif adalah contoh praktik baik dalam tata kelola keamanan nasional,” jelasnya.

    Rano juga menekankan pentingnya sinergi antara TNI, Polri, pemerintah daerah, dan masyarakat sipil dalam membentuk sistem ketahanan sosial yang kuat. Ia menilai masyarakat harus berani melaporkan aksi premanisme dan mendapatkan jaminan perlindungan hukum atas pengaduan tersebut.

    “Upaya kolektif dalam memberantas premanisme adalah bagian dari pembangunan peradaban hukum. Saya mendukung penuh tindakan tegas Polri terhadap pelaku maupun oknum yang mencoba bersembunyi di balik organisasi masyarakat,” ujar Rano.

    Sementara itu, Polri mencatat telah menangani 3.326 kasus dalam Operasi Kepolisian Kewilayahan yang menyasar praktik premanisme di seluruh Indonesia. Operasi ini dimulai pada 1 Mei 2025.

    Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho menyatakan operasi ini merupakan langkah konkret untuk menumpas premanisme yang meresahkan masyarakat dan menghambat iklim investasi.

    “Operasi ini adalah upaya nyata Polri dalam menjaga rasa aman masyarakat dan mendukung iklim usaha yang sehat,” tambah Sandi.

    Beberapa kasus menonjol yang berhasil diungkap dalam operasi ini antara lain: Polres Subang mengamankan 9 pelaku premanisme di kawasan industri; Polresta Tangerang menangkap 85 pelaku; Polda Banten mengamankan 146 orang pelaku; Polda Kalimantan Tengah memanggil Ketua GRIB Kalteng terkait penutupan PT BAP; dan Polres Metro Jakarta Selatan mengamankan 10 orang yang membawa senjata tajam dan senjata api.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

  • Komisi I DPR Dukung Satgas Bentukan Kemenko Polkam Bersih-bersih Preman Berkedok Ormas – Halaman all

    Komisi I DPR Dukung Satgas Bentukan Kemenko Polkam Bersih-bersih Preman Berkedok Ormas – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota DPR Komisi I dari Fraksi PAN, Farah Puteri Nahlia menyebut pembentukan Satgas Terpadu Operasi Penanganan Premanisme dan Ormas oleh Kemenko Polkam sebagai bentuk hadirnya negara untuk menjaga stabilitas nasional, iklim investasi dan ketertiban umum.

    Pembentukan Satgas ini juga diharapkan dapat mengatasi praktik premanisme yang kerap disalahgunakan dengan mengatasnamakan ormas.

    “Saya memberikan dukungan penuh atas inisiatif Menko Polkam untuk membentuk Satgas dalam menangani premanisme dan ormas yang bermasalah. Menurut saya, ini sangat penting untuk menjaga stabilitas nasional dan iklim investasi yang kondusif di Indonesia,” ujar Farah kepada wartawan, Jumat (9/5/2025).

    Sebagai contoh, Farah menyoroti insiden yang sebelumnya menimpa pabrik mobil listrik asal Tiongkok, BYD, yang mengalami gangguan oleh ormas saat pembangunan fasilitas pabriknya di Subang, Jawa Barat. 

    Ia kemudian menyoroti praktik premanisme oleh oknum ormas yang juga mengancam keamanan masyarakat seperti dalam kasus pengeroyokan anggota Polri di Depok, yang berujung pada aksi anarkis termasuk pembakaran mobil yang baru-baru ini terjadi.

    “Peristiwa-peristiwa ini menunjukkan betapa pentingnya tindakan konkret dan cepat dari negara. Kita tidak bisa membiarkan kelompok tertentu merusak tatanan sosial dan mengancam stabilitas,” tegas Farah.

    Menurut Farah, kehadiran ormas sejatinya memiliki tujuan mulia sebagai mitra pembangunan sosial dan demokrasi. Namun, ketika ormas menyimpang dari tujuan tersebut dan menjadi sumber keresahan publik serta hambatan bagi investor, maka negara tidak boleh tinggal diam. 

    Dirinya menilai langkah pembentukan Satgas antipremanisme ini sangat relevan dengan situasi global saat ini, di mana iklim investasi sangat bergantung pada persepsi terhadap stabilitas dan kredibilitas negara.

    “Investasi asing tidak hanya butuh regulasi yang jelas, tapi juga ekosistem sosial yang stabil dan bebas dari intimidasi oleh kelompok tertentu. Negara tidak boleh kalah oleh premanisme yang dibungkus atas nama ormas,” sambungnya.

    Kerugian ekonomi akibat premanisme bukan hanya asumsi, melainkan telah terbukti secara nyata. Himpunan Kawasan Industri (HKI) mencatat bahwa premanisme yang dilakukan oknum ormas telah menyebabkan batalnya investasi senilai ratusan triliun rupiah di Indonesia. 

    Selain menimbulkan kerugian finansial langsung, praktik ini menciptakan ketidakpastian hukum, meningkatkan biaya operasional pelaku usaha, dan menurunkan kepercayaan investor terhadap keamanan berusaha di Tanah Air.

    Fenomena serupa juga terjadi di berbagai negara. Di Peru, pemerasan oleh kelompok kriminal menyebabkan kerugian ekonomi sebesar USD 1,6 miliar per tahun. 

    Di Meksiko, pemalakan oleh ‘kartel’ berdampak langsung pada inflasi, dengan harga barang seperti jeruk nipis dan tortilla naik hingga 20 persen. Sementara di Italia, pendapatan organisasi kriminal dapat mencapai EUR 44 miliar per tahun—sekitar 2,9 persen dari PDB nasional—akibat aktivitas ilegal termasuk pemerasan dan penguasaan proyek publik.

    “Data ini menunjukkan bahwa premanisme adalah ancaman nyata bagi perekonomian negara. Maka, respons tegas dan terstruktur dari pemerintah Indonesia adalah langkah yang sangat tepat,” ujar Farah.

    Ia menambahkan bahwa negara tidak boleh ragu untuk menggunakan instrumen hukum terhadap aktor-aktor non-negara yang telah menyalahgunakan peran sosial ormas menjadi alat tekanan terhadap masyarakat maupun pelaku usaha.

    “Setiap warga negara berhak merasa aman. Investasi tidak akan datang ke tempat yang rawan intimidasi. Pemerintah wajib hadir memastikan ruang publik bebas dari tindakan-tindakan menyimpang yang dapat mengganggu pembangunan nasional,” tambahnya.

    Farah juga mengapresiasi rencana pembentukan kanal pengaduan resmi bagi masyarakat dan pelaku usaha yang merasa dirugikan oleh tindakan ormas tertentu. Menurutnya, ini merupakan cerminan komitmen pemerintah dalam membangun sistem responsif yang berpihak pada korban.

    “Pendekatan represif saja tidak cukup. Pemerintah sudah tepat membuka kanal pengaduan dan membuka peluang pembinaan bagi ormas. Ini akan memperkuat kohesi sosial dan mencegah stigmatisasi,” pungkas Farah.