Organisasi: PERSEPSI

  • Pakar UGM Minta Pemerintah Segera Revisi Standar Garis Kemiskinan RI

    Pakar UGM Minta Pemerintah Segera Revisi Standar Garis Kemiskinan RI

    Liputan6.com, Yogyakarta – Mempertimbangkan adopsi ukuran paritas daya beli terbaru Bank Dunia atau World Bank menaikkan garis kemiskinan dunia yang menyebabkan sebesar 68,3% atau 194,72 juta jiwa penduduk Indonesia masuk dalam garis kemiskinan. Dosen Program Studi Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK) Fisipol UGM Nurhadi, mendukung usulan pemerintah yang berencana merevisi garis kemiskinan nasional. “Kalau kita lihat, memang garis kemiskinan yang digunakan saat ini sudah kurang relevan,” kata Nurhadi di Kampus UGM Rabu 25 Juni 2025.

    Alasan utama kurang relevan menurutnya yakni pertama, tidak lagi mencerminkan harga-harga aktual di masyarakat, Kedua, karena diperlukan penyesuaian agar data Indonesia kompatibel dengan standar global. Ketiga, karena pendekatan pengukuran kemiskinan yang digunakan selama ini sudah saatnya diperbarui.

    Guna merevisi garis kemiskinan nasional ini ia menekankan pentingnya menggunakan Multidimensional Poverty Index (MPI) atau Indeks Kemiskinan Multidimensi yang mengukur kemiskinan bukan hanya berdasarkan pendapatan, tetapi juga berdasarkan akses terhadap layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, sanitasi, dan perumahan. Metode ini menurutnya, memberikan gambaran lebih utuh. “Misalnya, ada rumah tangga yang secara ekonomi cukup, tapi akses ke layanan pendidikan dan kesehatan sangat terbatas, mereka seharusnya juga termasuk dalam kategori miskin,” katanya.

    Nurhadi menggarisbawahi usulan revisi ini juga memunculkan sejumlah kekhawatiran, salah satu kekhawatiran utama adalah potensi lonjakan angka kemiskinan secara statistik. Berdasarkan standar Bank Dunia, jika Indonesia menggunakan kategori lower middle-income country, maka tingkat kemiskinan bisa melonjak hingga sekitar 20 persen, kalau menggunakan upper middle-income country, jumlahnya bahkan bisa mencapai sekitar 60 persen. “Ini bisa menimbulkan persepsi negatif bahwa pemerintah gagal mengurangi kemiskinan. Padahal yang terjadi adalah perubahan standar pengukuran,” katanya.

    Nurhadi menyebut ada empat strategi utama yang diusulkan, pertama, penggunaan standar yang moderat. Ia menyarankan agar perhitungan garis kemiskinan ini menggunakan standar lower middle-income country agar angka kemiskinan meningkat secara wajar dan tidak drastis. Kedua, transisi data yang transparan dengan menampilkan data kemiskinan dalam dua versi (garis lama dan garis baru) secara bersamaan agar publik dapat memahami konteks perubahan tersebut. Strategi ketiga, perlu adanya upaya pemerintah melakukan edukasi dan komunikasi publik yang aktif dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa kenaikan angka kemiskinan bukan karena memburuknya kondisi perekonomian, melainkan karena adanya perubahan metode pengukuran, yaitu garis ukur dinaikkan untuk mencerminkan realitas yang lebih akurat.

    Terakhir, penyesuaian bentuk intervensi kebijakan yakni dengan memisahkan intervensi antara kelompok miskin lama dengan kelompok miskin baru, dimana kelompok miskin baru ini mendapatkan program pemberdayaan, bukan sekadar bantuan konsumtif. Namun menurutnya pemberdayaan sosial harus menjadi pendekatan utama dalam pengentasan kemiskinan. “Kita harus membantu masyarakat untuk bisa membantu dirinya sendiri – helping people to help themselves. Bukan hanya memberikan bantuan, tapi memberikan kapasitas, akses, dan kesempatan agar mereka bisa mandiri,” imbuh Nurhadi.

    Dalam konteks ini, Nurhadi menyoroti pentingnya lembaga seperti Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin) yang saat ini telah memiliki Rencana Induk Pengentasan Kemiskinan Nasional. Menurutnya integrasi antara pendekatan teknokratis dan politis sangat penting untuk memastikan reformulasi garis kemiskinan berjalan dengan aman dan berdampak nyata. “Revisi garis kemiskinan adalah langkah maju, tapi kita perlu bijak dan cermat dalam menanganinya. Tujuan akhirnya tetap untuk menjamin keadilan sosial dan kesejahteraan yang lebih merata,” ujarnya.

  • 6
                    
                        KemenHAM Jadi Penjamin 7 Tersangka Perusakan Rumah Singgah Retret di Sukabumi
                        Bandung

    6 KemenHAM Jadi Penjamin 7 Tersangka Perusakan Rumah Singgah Retret di Sukabumi Bandung

    KemenHAM Jadi Penjamin 7 Tersangka Perusakan Rumah Singgah Retret di Sukabumi
    Editor
    SUKABUMI, KOMPAS.com –
    Kementerian Hak Asasi Manusia (KemenHAM)menyatakan siap menjadi penjamin bagi tujuh tersangka kasus perusakan rumah singgah yang terjadi di Kampung Tangkil RT 4 RW 1, Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten
    Sukabumi
    ,
    Jawa Barat
    .
    Staf Khusus Menteri HAM, Thomas Harming Suwarta, menyampaikan bahwa Kemenkumham akan mengajukan permohonan penangguhan penahanan secara resmi kepada pihak kepolisian.
    “Kami siap dari Kementerian HAM untuk memberikan jaminan agar para tujuh tersangka kami lakukan penangguhan penahanan dan ini (permintaan penangguhan penahanan) kami akan sampaikan secara resmi kepada pihak kepolisian,” kata Thomas saat berada di Pendopo Kabupaten Sukabumi, Kamis (3/7/2025), usai menghadiri kegiatan bersama Bupati, Kapolres, dan tokoh agama.
    Thomas menilai bahwa peristiwa perusakan yang terjadi berawal dari miskomunikasi di masyarakat.
     
    Ia menekankan pentingnya menjaga persepsi yang tepat agar tidak memicu tindakan yang kontraproduktif.
    “Jadi, saya pikir kita sama-sama tahu bahaya dari mispersepsi dan miskomunikasi ini di masyarakat,” ujarnya.
    Sebelumnya diberitakan, sekelompok warga mendatangi rumah di lokasi tersebut pada Jumat (27/6/2025) karena menduga tempat itu digunakan untuk kegiatan ibadah umat tertentu.
    Padahal, vila itu sedang digunakan oleh para pelajar untuk kegiatan retret pelajar kristen.
    Akibat aksi warga, sejumlah fasilitas vila dirusak, termasuk pagar dan kendaraan.
    Polisi pun menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam kasus ini.
    (Kontributor Sukabumi Riki Achmad Saepulloh|Editor: Eris Eka Jaya)
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Emoji Gen-Z Penuh Arti Tersembunyi, Orang Tua Wajib Tahu

    Emoji Gen-Z Penuh Arti Tersembunyi, Orang Tua Wajib Tahu

    Jakarta, CNBC Indonesia – Satu emoji bisa memiliki makna yang berbeda antara gen Z dan generasi yang lebih tua. Salah satunya emoji smiley yang diberikan untuk menambah kesan keramahan pada saat bertukar chat.

    Namun Anda perlu berhati-hati saat memberikan emoji smiley atau senyum kepada seseorang dari gen Z. Karena beberapa dari mereka bisa mengartikannya bukan untuk keramahan.

    Sejumlah gen Z memandang sebaliknya. Emoji smiley diartikan sebagai pandangan sinis, pasif-agresif hingga sarkastis.

    Bahkan beberapa dari mereka terkejut saat menerima emoji smiley dari rekan kerja yang lebih tua. “Saya pakai itu (emoji senyum) untuk sarkasme,” ujar Hafeezat Bishi (21) kepada Wall Street Journal.

    Sementara, mereka yang berusia di atas 30 tahun menganggap emoji senyum menjadi penambah kesan positif dalam pesan. “Saya pakai supaya pesan terasa ringan,” ujar Sara Anderson (31).

    Penulis buku Digital Body Language, Erica Dhawan menjelaskan soal perbedaan persepsi ini. Gen Z disebutnya memiliki kamus emoji yang berbeda dari generasi berikutnya dan memiliki bahasa rahasia nya sendiri.

    Dia menambahkan, gen Z menilai emoji memiliki arti-arti baru. Untuk orang-orang yang berusia di atas 30 tahun akan cenderung menggunakan emoji sesuai dengan pengertiannya.

    “Orang berusia di atas 30 tahun cenderung menggunakan emoji sesuai arti di ‘kamus’,” kata Dhawan.

    Dalam unggahannya di Instagram, Dhawan menyebutkan emoji kuda, salju dan bola biliar kerap digunakan untuk mewakili konteks narkoba.

    Amit Kalley, pendiri situs For Working Parents, mengatakan emoji menjadi kode komunikasi sarat makna tersembunyi. Khususnya untuk menyampaikan pesan ujaran kebencian.

    Sebuah peneliti di Oklahoma State University mengatakan penggunaan emoji dapat mencerminkan kepribadian serta strategi membentuk kesan sosial.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Forkopimda Sukabumi dan Tokoh Lintas Agama Bersatu Redam Isu Pasca Insiden Perusakan Rumah Singgah

    Forkopimda Sukabumi dan Tokoh Lintas Agama Bersatu Redam Isu Pasca Insiden Perusakan Rumah Singgah

    Liputan6.com, Sukabumi Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Sukabumi menggelar silaturahmi dengan tokoh lintas agama se-Kabupaten Sukabumi di Pendopo Kabupaten Sukabumi pada Kamis (3/7/2025).

    Pertemuan ini diadakan untuk menanggapi insiden perusakan rumah singgah di Kampung/Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, pada Jumat (28/6/2025) lalu, sekaligus memperkuat kerukunan antar umat beragama di Sukabumi.

    Bupati Sukabumi, Asep Japar (Asjap), dalam kesempatan tersebut menghimbau seluruh masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi. Ia juga menambahkan bahwa situasi di Cidahu saat ini sudah kondusif. 

    “Jadi saya menyampaikan kepada semua jangan mudah terprovokasi, sing nyaah ka Sukabumi (sayangi Sukabumi), masyarakat Sukabumi. Untuk Cidahu sudah selesai tidak ada apa-apa,” ujar Asjap.

    Asjap menjelaskan bahwa upaya pencegahan telah dilakukan bersama pihak kepolisian dan pemerintah daerah dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat. 

    Ia mengindikasikan bahwa insiden keagamaan tersebut sebetulnya berawal dari miss komunikasi. Menanggapi status bangunan rumah dirusak, Asjap meluruskan persepsi yang keliru di masyarakat. 

    “Sebetulnya ada miss komunikasi antara tempat ibadah dan rumah ibadah. Jadi itu bukan tempat ibadah, dan itu bukan gereja,” jelasnya. 

    Ia juga menegaskan bahwa bangunan tersebut adalah rumah, bukan tempat ibadah, dan tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sebagai tempat ibadah.

    Terkait kegiatan retret, Asjap menyatakan bahwa semua pihak telah berembuk dan langkah ke depan akan dibahas bersama. Mengenai aktor intelektual, Asjap enggan berkomentar lebih lanjut karena bukan kewenangannya, namun ia berharap tidak ada aktor di balik insiden tersebut.

    “Dari Sukabumi warga harus bersatu, apapun agamanya, Sukabumi dari dulu aman, damai, tentram bagi seluruh umat beragama,” imbuhnya.

     

  • Kopdes Merah Putih harus jadi bisnis produktif

    Kopdes Merah Putih harus jadi bisnis produktif

    Warga menggunakan jasa layanan di gerai Koperasi Desa Merah Putih Desa Hutadaa di Kabupaten Gorontalo, Gorontalo, Selasa (17/6/2025). (ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin/bar)

    Budi Arie: Kopdes Merah Putih harus jadi bisnis produktif
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Kamis, 03 Juli 2025 – 20:20 WIB

    Elshinta.com – Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi menekankan pentingnya transformasi Koperasi Desa Merah Putih agar menjadi entitas bisnis yang produktif.

    Dalam Rapat Koordinasi Penguatan Usaha Kopdes/Kel Merah Putih Se-Provinsi Jawa Barat yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis (3/7), Budi Arie mendorong kopdes untuk tidak hanya sekadar program, melainkan menjadi lembaga ekonomi yang melayani kebutuhan nyata warga.

    “Kita tidak sedang bicara koperasi sebagai ide, tetapi sebagai aksi nyata. Koperasi harus hadir sebagai lembaga yang melayani kebutuhan warga dari sembako murah, pembiayaan terjangkau, layanan kesehatan, hingga distribusi logistik,” kata Budi Arie dalam keterangan kementerian.

    Berdasarkan data statistik nasional, saat ini telah terbentuk 80.480 Kopdes/Kel Merah Putih, dengan 93,04 persen atau 74.877 unit telah memperoleh legalitas dari Kementerian Hukum.

    Budi Arie mengapresiasi kinerja Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang berhasil mendampingi pembentukan koperasi. 100 persen desa di Jawa Barat telah melaksanakan musyawarah desa khusus dan 99,73 persen atau 5.941 koperasi telah memiliki legalitas badan hukum koperasi.

    Meskipun target pembentukan telah tercapai, Budi Arie mengingatkan bahwa tantangan besar masih menanti di fase operasionalisasi. Pemerintah pusat dan daerah diharapkan dapat memastikan usaha koperasi berjalan konkret, produktif, sehat, dan terpercaya.

    Ia menyebut tahapan ini memerlukan penguatan aspek manajerial, penerapan tata kelola yang baik, serta digitalisasi koperasi secara menyeluruh.

    Budi Arie juga menyoroti beberapa tantangan lain, seperti partisipasi masyarakat dan kesadaran kolektif terhadap koperasi yang belum merata, serta persepsi publik yang kerap tercoreng oleh koperasi bermasalah dan pinjaman online (pinjol) ilegal berkedok koperasi.

    Dalam menghadapi tantangan tersebut, dia menekankan pentingnya pemahaman tiga aspek bagi setiap pengelola Kopdes Merah Putih, yaitu manusia, organisasi, sistem.

    Penguatan sumber daya manusia (SDM) yang kompetitif, menurutnya, adalah kebutuhan mutlak. Dari sisi organisasi, koperasi harus memiliki legalitas yang jelas dan tata kelola yang baik.

    Sementara itu, dari sisi sistem, koperasi harus ditopang oleh sistem digital yang transparan, akuntabel, dan terintegrasi.

    “Melalui kolaborasi yang solid, koperasi desa akan menjadi soko guru ekonomi rakyat, bukan hanya bertahan tapi juga memimpin perubahan,” pungkas dia.

    Sumber : Antara

  • Isu Ijazah Jokowi Dijadikan Bahan Survei, Yusuf Dumdum: Ampun

    Isu Ijazah Jokowi Dijadikan Bahan Survei, Yusuf Dumdum: Ampun

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pegiat media sosial, Yusuf Dumdum merasa heran terkait isu ijazah Jokowi yang masih terus jadi pembahasan. Polemik mengenai keabsahan ijazah itu bahkan sudah berlarut-larut hingga dua tahun belakangan ini.

    Dimana, menurutnya pembahasan terkait ijazah ini sudah lama dan belum selesai jadi pembahasan sampai sekarang.

    Lewat cuitan di akun media sosial X pribadinya, Yusuf Dumdum menyatakan rasa herannya. Yang paling membuat tercengan adalah terkait isu ini yang bahkan saat ini sudah dibuatkan survei.

    “Ampuunn soal ijazah ini belum kelar-kelar,” tulisnya dikutip Rabu (2/7/2025):

    “Juga sampai dibikin survei 🤦‍♂️,” tuturnya.

    Sebelumnya, Lembaga survei Median juga merilis hasil survei terkait isu terkini, yakni ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).

    Berdasarkan hasil survei, 55,5 persen masyarakat yang mengikuti survei yakin ijazah Jokowi asli.

    Survei ini digelar pada 12-18 Juni 2025. Ada 907 responden dari 38 provinsi yang dilibatkan dalam survei tersebut.

    Adapun untuk metode survei dilakukan dengan kuesioner berbasis Google Form yang disebar ke para responden.

    Hasil survei dimaksudkan untuk menggali persepsi pengguna medsos di Indonesia.

    Para responden diberi pertanyaan ‘akhir-akhir ini banyak berita di mana sekelompok orang mempertanyakan keaslian ijazah mantan Presiden Jokowi, menurut Anda apakah ijazah Jokowi asli atau palsu?’.

    Hasilnya, 14,4 persen menganggap ijazah Jokowi palsu.

    Berikut ini hasilnya,

    Ijazah Jokowi asli 55,5%
    Ijazah Jokowi palsu 14,4%
    TT/TJ 30,1%

  • Menkomdigi Meutya Hafid Minta Jajaran Gercep Atur Pengembangan AI dan Tata Kelola Internal – Page 3

    Menkomdigi Meutya Hafid Minta Jajaran Gercep Atur Pengembangan AI dan Tata Kelola Internal – Page 3

    Salah satu fokus utama arahan Menkomdigi Meutya Hafid adalah konsolidasi lintas kementerian terkait pengembangan AI nasional.

    Kementerian Komdigi telah mengambil langkah proaktif dengan mengumpulkan perwakilan dari 39 kementerian dan lembaga.

    Tujuannya adalah untuk menyamakan persepsi dan menyusun peta jalan AI di Indonesia secara komprehensif.

    Meutya Hafid menyampaikan apresiasinya terhadap kolaborasi yang terjalin antar kementerian dan lembaga. Ia berharap upaya ini dapat memperkuat sinergi dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan ekosistem AI di Indonesia.

    Dengan adanya kesamaan visi dan tujuan, diharapkan implementasi AI di berbagai sektor dapat berjalan lebih efektif dan efisien.

    “Kemarin kita mengumpulkan 39 K/L, mau duduk bersama, itu juga sesuatu yang perlu kita apresiasi, artinya alignment di bidang AI mudah-mudahan bisa terjaga,” ujar Meutya Hafid. 

  • 1 Juta Sarjana di RI Nganggur!

    1 Juta Sarjana di RI Nganggur!

    Jakarta

    Rilis Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,28 juta orang per Februari 2025. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1,01 juta di antaranya merupakan lulusan universitas alias sarjana.

    Data tersebut ditampilkan saat Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyampaikan sambutannya dalam acara Seminar Nasional Kajian Tengah Tahun INDEF 2025. Tercatat bahwa tingkat pengangguran pada Februari berada di angka 4,76% dari angkatan kerja RI.

    Berdasarkan bahan paparan tersebut, dirinci jumlah pengangguran berdasarkan status per pendidikannya. Di jajaran pertama, jumlah pengangguran paling banyak berasal dari status pendidikan SD dan SMP 2,42 juta orang.

    Kemudian di posisi kedua, ada masyarakat dengan status pendidikan SMA sebanyak 2,04 juta. Disusul pendidikan SMK yang menyumbang pengangguran sebanyak 1,63 juta orang, lalu lulusan universitas ada sebanyak 1,01 juta orang, dan terakhir ada lulusan diploma dengan sumbangsih 177,39 ribu orang pengangguran.

    Yassierli menilai, pengangguran menjadi suatu permasalahan klasik sekaligus pekerjaan rumah (PR) bagi Indonesia. Menurutnya, untuk menyelesaikan masalah pengangguran di Tanah Air perlu dilihat dari dua sisi yakni supply dan demand.

    “Saya tetap melihat bahwa solusi pengangguran itu kita harus melihatnya dua sisi. Yaitu adalah supply dan demand,” kata Yassierli di Aryaduta Hotel Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (2/7/2025).

    Menurutnya, secara demand atau ketersediaan lapangan kerja, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto memiliki sejumlah program prioritas yang diproyeksikan dapat menyerap jutaan tenaga kerja.

    Salah satu yang disinggungnya ialah program Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdes) Merah Putih. Program yang menghabiskan anggaran hingga ratusan triliun ini akan membentuk setidaknya 80 ribu koperasi.

    “Kalau seandainya pengelola, karena koperasi itu nanti ada pengelola, ada pekerja, 25 orang saja dikali 80 ribu itu sudah 2,5 juta, 2 juta sekian (lapangan kerja terbentuk). Itu gambaran. Apalagi kemudian ketika koperasi itu diberikan insentif modal, dan dia bisa berkembang dan seterusnya,” ujarnya.

    Di samping itu, ia menilai, keberadaan Kopdes Merah Putih ini juga akan mengubah ekspektasi masyarakat terkait tentang pekerjaan. Dalam hal ini, masyarakat tidak akan lagi terpaku pada persepsi bahwa kerja harus di perusahaan-perusahaan besar yang berlokasi di Kota Metropolitan.

    Selain pengangguran, Yassierli juga menyoroti masalah kualitas tenaga kerja Indonesia. Setidaknya, sebanyak 85% tenaga kerja RI merupakan lulusan sekolah menengah seperti SMA dan SMK.

    “Dan ini menjadi tantangan kita. Kalau pengangguran standar lah,” kata dia.

    Tonton juga “Pengangguran di RI Capai 7,28 Juta, Menaker Berikan Solusinya” di sini:

    (shc/kil)

  • Ini alasan BNN tak tangkap artis pengguna narkoba

    Ini alasan BNN tak tangkap artis pengguna narkoba

    Jakarta (ANTARA) – Badan Narkotika Nasional (BNN) mengungkapkan bahwa artis pengguna narkoba tidak lagi ditangkap lantaran hukum Indonesia lebih mengarah ke pendekatan rehabilitasi.

    “Rezim hukum kita sebenarnya sudah sadari bersama, kemudian kebijakan-kebijakan pendidikan di Polri juga sama. Bahwa pendekatan hukum kita adalah pendekatan rehabilitasi,” ujar Kepala BNN Marthinus Hukom di sela agenda pemusnahan barang bukti narkoba di Palmerah, Jakarta Barat, Rabu.

    Namun, ia menyebut bahwa hal itu bukan berarti artis bebas melakukan pelanggaran hukum dan tidak perlu diringkus.

    Dengan demikian, kata Marthinus, bukan hanya artis atau figur publik saja yang mendapatkan hak tersebut, tetapi juga seluruh warga negara yang terjerat kasus serupa.

    Hal itu sesuai dengan Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika yang berisikan amanat bahwa negara wajib memberikan rehabilitasi kepada para pengguna.

    Ada pula Pasal 103 KUHP yang mengamanatkan kepada Hakim untuk memutuskan rehabilitasi bagi para pengguna.

    “Masyarakat boleh melaporkan apabila ada saudara, tetangga, hingga orang-orang terdekatnya menggunakan narkoba untuk mendapatkan rehabilitasi gratis dari BNN,” kata Marthinus.

    Lebih lanjut, Marthinus menambahkan bahwa penangkapan artis pengguna narkoba dapat menjadi bumerang bagi masyarakat.

    Hal itu karena menjadi atensi publik, termasuk penggemar artis bersangkutan akan terarah pada berita penangkapan.

    “Saya sudah sampaikan, jangan menangkap artis lalu mempublikasikan, berlebihan, karena artis itu patron sosial. Sebagai patron sosial, dia menjadi rujukan berperilaku, rujukan moral dari sebagian generasi-generasi atau anak-anak kita yang mengidolakan mereka,” ujar Marthinus.

    Ia menyebut, ketika ada penangkapan terhadap mereka dan terpublikasi, maka sebenarnya yang terjadi adalah persepsi publik sedang dibelah, khususnya generasi muda dengan berbagi interpretasi.

    Menurutnya, interpretasi itu dapat berupa anggapan bahwa menggunakan narkoba bisa membuat seseorang menjadi lebih aktif dan kreatif.

    “Maka saya sampaikan, bukan tidak boleh menangkap artis atau tidak boleh menjerat hukum terhadap artis yang menggunakan, karena jeratan hukum terhadap artis adalah pendekatan rehabilitasi, jeratan hukum terhadap pengguna adalah pendekatan rehabilitasi,” katanya.

    Menurut Marthinus, anak-anak dapat saja berpikiran untuk menggunakan narkoba sejak kecil, terlebih jika pengguna yang dilihat adalah artis idola.

    Marthinus memastikan bahwa pandangan itu merupakan hasil studi mendalam, bukan sekadar pendapat pribadinya.

    “Nah ini mungkin bisa juga menjadi kajian-kajian dalam wilayah akademis, karena menurut saya itu yang terjadi. Saya mempertanggungjawabkan ini, dunia akhirat, saya bertanggung jawab terhadap pernyataan saya ini,” katanya.

    Namun demikian, Marthinus memastikan bahwa pihaknya akan menindak tegas apabila seorang artis menjadi bandar narkoba.

    Data yang dihimpun ANTARA menyebutkan, sejak sejak 2020 hingga pertengahan 2025, sedikitnya 20–22 artis Indonesia telah terjerat kasus penyalahgunaan narkoba.

    Kemudian, pada 2024, pemerintah telah merehabilitasi sekitar 40 ribu pengguna narkoba. Dari jumlah tersebut, sebanyak 17.311 direhabilitasi oleh Kementerian Kesehatan dan 13.852 oleh BNN.

    Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kepala BNN Larang Anggotanya Tangkap Artis Pengguna Narkoba
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        2 Juli 2025

    Kepala BNN Larang Anggotanya Tangkap Artis Pengguna Narkoba Megapolitan 2 Juli 2025

    Kepala BNN Larang Anggotanya Tangkap Artis Pengguna Narkoba
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kepala Badan Narkotika Nasional (
    BNN
    ) Komjen Pol Marthinus Hukom melarang anggotanya menangkap artis pengguna
    narkoba
    .
    “Sejak pertama saya hadir menjadi Kepala BNN, saya sudah sampaikan jangan menangkap artis lalu mempublikasikan, berlebihan, karena artis itu patron sosial,” ujar Marthinus dalam acara pemusnahan narkoba di Palmerah, Jakarta Barat, Rabu (2/7/2025).
    “Sebagai patron sosial, dia menjadi rujukan berperilaku, rujukan moral dari sebagian generasi-generasi atau anak-anak kita,” tambah dia.
    Menurutnya, ketika seorang artis ditangkap dan dipublikasikan karena memakai narkoba, hal itu akan membelah persepsi publik dengan berbagai interpretasi.
    “Ada interpretasi menghukum mereka, ada juga yang akan berkata begini ‘wah, menjadi artis, memakai narkoba, membuat mereka percaya diru untuk berkreatif, memberikan motivasi untuk tampil, percaya diri di depan kamera dan lain-lain. Itu persepsi publik terbelah seperti itu,” kata Marthinus.
    Menurut Marthinus, para pengguna narkoba harusnya direhabilitasi jika ditangkap.
    Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang mengamanatkan bahwa negara wajib memberi rehabilitasi kepada pengguna.
    Kemudian, termaktub secara spesifik dalam Pasal 103 yang menyebut kewenangan hakim untuk memerintahkan pecandu narkotika menjalani rehabilitasi, bukan tindakan penangkapan.
    “Kebijakan-kebijakan penyidikan di Polri juga sama, bahwa pendekatan hukum kita adalah pendekatan rehabilitasi,” ucap dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.