Organisasi: PERSEPSI

  • Bukan Naik Gaji, Cuma Uang Rumah!

    Bukan Naik Gaji, Cuma Uang Rumah!

    GELORA.CO –  Isu kenaikan gaji anggota DPR kembali jadi sorotan publik.

    Media sosial sempat heboh dengan klaim bahwa para wakil rakyat bisa mengantongi hingga Rp3 juta per hari, atau sekitar Rp90 juta per bulan.

    Ketua DPR RI, Puan Maharani akhirnya buka suara untuk meluruskan kabar tersebut.

    Ia menegaskan tidak ada kenaikan gaji yang diberikan kepada anggota DPR. Yang terjadi hanyalah penggantian fasilitas rumah dinas dengan kompensasi uang tunai.

    “Tidak ada kenaikan gaji. Sekarang DPR sudah tidak mendapatkan rumah jabatan lagi, sehingga diberikan kompensasi berupa uang rumah,” ujar Puan usai menghadiri Upacara Penurunan Bendera di Istana Merdeka, Minggu 17 Agustus 2025.

    Menurut Puan, fasilitas rumah jabatan yang sebelumnya melekat pada anggota DPR telah dikembalikan kepada pemerintah.

    Sebagai gantinya, diberikanlah uang tunjangan rumah agar para anggota dewan bisa mengatur sendiri kebutuhan tempat tinggalnya selama menjabat di Jakarta.

    Pernyataan ini muncul setelah ramainya perdebatan publik di jagat maya.

    Sebagian warganet mempertanyakan kelayakan jumlah gaji yang diterima wakil rakyat, terutama ketika isu tentang biaya hidup masyarakat semakin tinggi.

    Seorang pengguna X menuliskan, “Kalau benar gaji DPR sampai Rp100 juta, pantas saja rakyat merasa jauh dari wakilnya. Harusnya transparan, biar nggak jadi fitnah.”

    Komentar-komentar serupa berseliweran, mencerminkan keresahan publik soal transparansi pengelolaan keuangan negara.

    Anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin, ikut memberi klarifikasi. Ia menyebut bahwa total penghasilan anggota DPR memang bisa mencapai angka Rp100 juta per bulan.

    Namun, angka tersebut bukan berarti gaji pokok murni, melainkan sudah termasuk berbagai tunjangan, termasuk kompensasi rumah.

    “Take home pay anggota DPR berbeda dengan periode sebelumnya. Ada penyesuaian karena fasilitas rumah dinas tidak lagi diberikan,” jelas Hasanuddin.

    Secara historis, anggota DPR memang mendapat fasilitas rumah dinas di Kalibata, Jakarta Selatan.

    Namun, belakangan pemerintah memutuskan untuk menarik kembali aset tersebut. Keputusan ini menimbulkan perubahan dalam skema penghasilan anggota dewan.

    Di sisi lain, isu soal gaji DPR selalu jadi bahan sensitif di mata publik. Banyak yang menilai besarnya penghasilan wakil rakyat tidak sebanding dengan kinerja dan representasi mereka di lapangan.

    Apalagi, masih ada kritik bahwa sebagian legislator jarang hadir dalam rapat atau terkesan jauh dari persoalan rakyat.

    Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Ari Wibowo, menyebut bahwa isu ini tidak bisa sekadar dilihat dari nominal.

    “Yang lebih penting adalah bagaimana DPR menunjukkan kinerja nyata. Transparansi soal gaji dan tunjangan wajib disampaikan agar publik tidak salah persepsi,” katanya.

    Dengan klarifikasi dari Puan, setidaknya publik mendapat penjelasan bahwa tambahan yang dimaksud bukanlah kenaikan gaji murni.

    Namun, isu ini kemungkinan besar masih akan terus menjadi perdebatan, mengingat tingginya sensitivitas masyarakat terhadap isu kesejahteraan pejabat negara.

    Ke depan, DPR mungkin perlu lebih terbuka soal detail komponen gaji dan tunjangan. Tanpa transparansi, isu seperti ini akan mudah memantik sentimen negatif di ruang publik.***

  • Tawuran di Manggarai Diduga Sengaja Dibuat untuk Konten, Pemprov DKI Buru Pelaku
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        16 Agustus 2025

    Tawuran di Manggarai Diduga Sengaja Dibuat untuk Konten, Pemprov DKI Buru Pelaku Megapolitan 16 Agustus 2025

    Tawuran di Manggarai Diduga Sengaja Dibuat untuk Konten, Pemprov DKI Buru Pelaku
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menyoroti tawuran antarkelompok warga yang kembali pecah di kawasan Manggarai, Jakarta Selatan, pada Kamis (14/8/2025).
    Ia menduga, peristiwa tersebut sengaja direkam dan diviralkan di media sosial untuk membentuk persepsi negatif seolah tawuran di wilayah itu terjadi setiap saat.
    “Kami melihat, menduga, memang ada beberapa tawuran yang terjadi memang sengaja diviralkan, dibuat videonya, dibuat kontennya,” ujar Pramono di Balai Kota Jakarta, Jumat (15/8/2025).
    Menurut Pramono, tawuran memang menjadi masalah sosial yang kerap muncul di kawasan Manggarai.
    Namun, derasnya unggahan video ke media sosial memperparah dampak peristiwa tersebut karena cepat menyebar dan memicu reaksi berlebihan dari masyarakat.
    “Jadi sekarang ini memang secara jujur dan aparat sendiri juga, Satpol PP sendiri sudah memberikan laporan kepada kami, memang ada yang mengkontenkan,” ungkapnya.
    Pemprov DKI Jakarta menilai, fenomena ini bukan sekadar tawuran biasa, melainkan sudah dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk menciptakan konten yang dapat memperburuk citra wilayah.
    Pramono menegaskan, Pemprov DKI akan bekerja sama dengan kepolisian, TNI, serta tokoh masyarakat untuk mencegah tawuran serupa kembali terjadi.
    Ia juga meminta aparat penegak hukum menindak tegas pihak yang membuat dan menyebarkan video tawuran.
    “Kami dengan Satpol PP dan tentunya dengan aparat penegak hukum meminta bahwa siapa pun yang melakukan, mengkontenkan ini tentunya harus kita cari bersama-sama dan harus diambil tindakan,” kata Pramono.
    Laporan Satpol PP memperkuat dugaan adanya individu yang merekam dan menyebarkan video tawuran di media sosial.
    Dugaan tersebut kini menjadi perhatian serius pemerintah daerah dan aparat keamanan.
    Tawuran pada Kamis (14/8/2025) sore berlangsung di bawah kolong Stasiun Manggarai dan menyebabkan kemacetan di Jalan Sultan Agung arah Manggarai.
    Dari pantauan lapangan, bus Transjakarta hingga kendaraan pribadi sempat tertahan, sementara sebagian sepeda motor hanya bisa melintas dengan menyelip di antara kendaraan yang terjebak.
    Bahkan, bus Transjakarta Koridor 4D yang ditumpangi jurnalis Kompas.com turut terdampak akibat bentrokan tersebut.
    Massa yang terlibat tawuran saling serang menggunakan petasan, sehingga membuat situasi semakin ricuh.
    Untuk meredam konflik serupa, Pemprov DKI memastikan langkah koordinasi berlapis dengan melibatkan aparat penegak hukum dan tokoh masyarakat setempat.
    Pemerintah menilai kolaborasi lintas sektor penting untuk menekan potensi tawuran yang kerap muncul menjelang malam hari di kawasan Manggarai.
    “Pemprov Jakarta bersama aparat keamanan akan menindak siapa pun yang terbukti membuat konten dari tawuran dan menyebarkannya, karena ini bisa memperburuk kondisi sosial,” tegas Pramono.
    (Reporter: Ruby Rachmadina | Editor: Akhdi Martin Pratama, Larissa Huda)
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kemendagri Siapkan Rakornas Produk Hukum Daerah 2025, Fokus Perkuat Kemudahan Investasi & Asta Cita – Page 3

    Kemendagri Siapkan Rakornas Produk Hukum Daerah 2025, Fokus Perkuat Kemudahan Investasi & Asta Cita – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Direktorat Jenderal Otonomi Daerah (Otda) siap menyelenggarakan Rapat Koordinasi Nasional Produk Hukum Daerah 2025 pada 26–28 Agustus di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Rakornas kali ini mengangkat tema “Produk Hukum Daerah untuk Kemudahan Investasi dan Pemantapan Asta Cita” dengan tagline “Produk Hukum Daerah Berkualitas, Investasi Mudah, Asta Cita Mantap”.

    Kegiatan rakornas ini menjadi forum untuk menyamakan persepsi terkait mekanisme pembentukan produk hukum daerah yang berkualitas, mendukung iklim investasi, dan mempercepat pencapaian program strategis nasional.

    Dirjen Otda Akmal Malik menyebut, latar belakang pelaksanaan Rakornas adalah kebutuhan mendesak dalam memperbaiki iklim investasi di daerah. Fokusnya pada peningkatan kemudahan perizinan serta jaminan kepastian hukum. asalnya, data Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan realisasi investasi pada triwulan pertama 2025 melambat dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

    Produk hukum daerah dinilai berperan penting sebagai instrumen legal yang memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha. Selain itu, produk hukum daerah juga mendukung penyelenggaraan perizinan berusaha di daerah sesuai ketentuan perundang-undangan.

    “Tidak hanya perihal landasan hukum dalam penyelenggaraan perizinan berusaha di daerah, adanya produk hukum daerah juga dapat mendatangkan investor karena dianggap sebagai wujud kepastian hukum yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada stakeholders khususnya investor,” ujarnya di Jakarta, Kamis (14/8/2025).

    Sebagai informasi, Rakornas akan dihadiri para gubernur, bupati/wali kota, pimpinan DPRD, kepala biro hukum pemerintah provinsi, pelaku usaha, asosiasi profesi, organisasi kemasyarakatan, hingga pihak terkait lainnya. Agenda kegiatan meliputi apel bersama, penandatanganan kesepakatan sinkronisasi dan harmonisasi pembentukan produk hukum daerah oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Menteri Hukum, diskusi panel dengan narasumber nasional, pemberian penghargaan Indeks Kepatuhan Daerah, serta pembukaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Expo Tahun 2025.

     

    (*)

  • Forum percepatan transformasi pesantren PKB, dorong transformasi pesantren Lewat penguatan ekonomi d

    Forum percepatan transformasi pesantren PKB, dorong transformasi pesantren Lewat penguatan ekonomi d

    Sumber foto: Radio Elshinta/HUB

    Forum percepatan transformasi pesantren PKB, dorong transformasi pesantren Lewat penguatan ekonomi d
    Dalam Negeri   
    Editor: Valiant Izdiharudy Adas   
    Jumat, 15 Agustus 2025 – 18:23 WIB

    Elshinta.com – DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menggelar kegiatan Tadarus Ekonomi Pesantren dengan tema “Memajukan Usaha Bisnis Pesantren” di kantor DPP PKB, Jumat (14/8/2025).

    Direktur Forum Percepatan Transformasi Pesantren (FPTP), Saifullah Ma’shum mengatakan bahwa Tadarus Ekonomi Pesantren menjadi rangkaian dari konferensi internasional transformasi pesantren yang menitikberatkan pada mentransformasi aspek kemudahan ekonomi. 

    “Jadi forum percepatan transformasi pesantren mengadakan acara yang merupakan bagian dari rangkaian panjang di mulai dari konferensi internasional transformasi pesantren, terus kita roadshow untuk menyamakan visi persepsi tentang perlunya pesantren bertransformasi, hari ini kita mulai kerja berat, kerja panjang yaitu mentransformasi pada aspek kemudahan ekonomi,” ujarnya.

    Menurut Saifullah, banyak forum serupa sudah pernah diadakan, namun belum memberikan hasil maksimal. FPTP mencoba pendekatan baru agar forum seperti ini berdampak nyata. 

    “Pesantren selama ini sudah membantu negara dengan pendidikan murah dan guru yang mengabdi dengan ikhlas, tapi dukungan negara, terutama anggaran, masih minim. Karena itu, pesantren harus mandiri sambil memberdayakan ekonomi umat di sekitarnya,” tambahnya

    Saifullah menambahkan, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar menitipkan pesan agar pesantren melakukan evaluasi total, terbuka terhadap perubahan, dan mempercepat langkah untuk mengejar ketertinggalan. 

    “Pesantren harus maju, bertransformasi, berevolusi, dan terbuka,” ujarnya.

    Sementara itu, Ketua Pusat Studi Pembangunan dan Pedesaan IPB, Jaenal Effendi, menekankan pentingnya profesionalisme dan penguatan sumber daya manusia (SDM) di pesantren. 

    “Problem utama bangsa ini dari nomor satu sampai lima adalah SDM. Pesantren terpanggil untuk menyiapkan SDM yang profesional secara utuh untuk membangun bangsa, baik melalui sektor pertanian, peternakan, kehutanan, maupun ekonomi kreatif,” ujarnya.

    Jaenal juga menilai, perkembangan ekonomi pesantren membutuhkan dukungan pemerintah dan stakeholder. 

    “Aktivitas ekonomi pesantren harus terlindungi dan mampu berkembang hingga ke level ekspor-impor. Pesantren adalah agen perubahan, transformasi, dan inovasi yang memberi dampak positif bagi masyarakat,” tegasnya.

    Forum Percepatan Transformasi Pesantren (FPTP) menargetkan edukasi kepada sedikitnya 2.000 pesantren di seluruh Indonesia. Pertemuan serupa akan digelar secara masif, terencana, dan melibatkan lebih banyak pesantren di berbagai daerah.

    Penulis: Hutomo Budi

    Sumber : Radio Elshinta

  • 5 Alasan Kenapa Seseorang Sering Mengucapkan Maaf

    5 Alasan Kenapa Seseorang Sering Mengucapkan Maaf

    YOGYAKARTA – Terlalu sering mengucapkan maaf, dikenal dengan over-apologizing, ternyata bisa karena untuk menyenangkan orang lain. Bagi orang yang punya kebiasaan ini, disebut people-pleasing. Pernah merasa Anda terlalu sering meminta maaf bahkan untuk hal-hal yang bukan salah Anda? Yuk, kita telusuri penyebab psikologis yang umum dialami sehingga seseorang sering mengucapkan maaf.

    1. Dorongan people-pleasing

    Seseorang mungkin meminta maaf secara berlebihan karena keinginan kuat untuk menyenangkan orang lain. Ini bisa muncul dari kebiasaan menghindari konflik atau ingin orang lain merasa nyaman bahkan saat Anda sama sekali tak bersalah. Menurut terapis psikologi dilansir Psych Central, Jumat, 15 Agustus, dengan people-pleasing, over-apologizing dimotivasi oleh keinginan untuk mengatur emosi orang lain dan membuat mereka merasa baik. Kebiasaan ini sering tertanam sejak lama dan tanpa disadari demi menjaga harmoni.

    Ilustrasi alasan kenapa seseorang sering mengucapkan maaf (Freepik/Azerbaijan_stockers)

    2. Rasa bersalah palsu dan perfeksionisme

    Terkadang rasa bersalah muncul meski Anda tak perlu memikulnya. Banyak dari kita dibesarkan merasa bertanggung jawab atas suasana hati atau keadaan orang lain. Rasa bersalah ini bisa diperburuk oleh perfeksionisme. Bagi orang yang mengalaminya, ia akan merasa selalu kurang, lalu minta maaf untuk hal kecil misalnya lambat dalam membalas pesan.

    3. Harga diri rendah

    Jika seseorang memiliki harga diri rendah, mungkin ia merasa terlalu mengganggu atau tidak pantas dan itu diungkapkan lewat “maaf” berulang-ulang. Orang dengan harga diri rendah merasa tidak layak mendapat perhatian atau waktu orang lain, sehingga minta maaf untuk sekadar berbicara atau meminta bantuan. Banyak pakar psikologi menyebut self-esteem rendah sebagai akar penting kebiasaan ini.

    4. Refleks trauma atau pola sosial budaya

    Sering mengucapkan maaf bahkan saat tidak melakukan kesalahan juga bisa berasal dari reaksi trauma. Misalnya jika dulu hidup dalam lingkungan keras di mana kata “maaf” jadi cara bertahan. Menurut psikolog, korban trauma terkadang belajar membuat diri serendah mungkin agar tidak memancing amarah atau kekerasan. Selain itu, dalam budaya tertentu terutama yang menempatkan perempuan sebagai penjaga harmoni, ia dilatih untuk sering minta maaf sebagai manifestasi rendah diri atau kepatuhan sosial.

    5. Menghambat persepsi profesional

    Kebiasaan minta maaf berlebihan bisa merusak citra Anda di tempat kerja atau hubungan profesional. Dilansir Psychology Today, terlalu sering mengucapkan maaf bisa mengganggu karir sebab hanya digunakan untuk mendapatkan validasi dari orang lain. Selain itu, sering meminta maaf bisa membuat Anda tampak tidak percaya diri. Ironisnya, terlalu sering mengucapkan maaf membuat orang tak lagi mendengar pendapat Anda karena dianggap tak tulus atau kurang kompeten.

    Kebiasaan sering mengucapkan maaf yang terkadang enggak tepat waktunya, perlu diubah. Strategi untuk menguranginya, dengan sadar diri, mengganti dengan “terima kasih”, menahan refleks, dan memperkuat self-compassion. Strategi mengatasinya ini, bisa dimulai secara perlahan dan hormati prosesnya.

  • Australia Berubah Sikap soal Palestina, Apa Artinya Bagi Negara Tetangga?

    Australia Berubah Sikap soal Palestina, Apa Artinya Bagi Negara Tetangga?

    Jakarta

    Baca beritanya dalam bahasa Inggris

    Australia akan mengakui Palestina sebagai sebuah negara di Sidang PBB yang akan digelar bulan September nanti, yang menjadi sebuah tonggak sejarah baru.

    Keputusan ini menjadi sejalan bagi negara-negara tetangganya di Asia Tenggara, seperti Indonesia.

    Tapi, perubahan sikap ini tidak sesuai dengan kebijakan di kebanyakan negara-negara di kawasan Pasifik, yang lebih dekat dengan Israel dan Amerika Serikat dengan didasari alasan bantuan, pembangunan, dan agama.

    Lantas bagaimana perubahan sikap Australia akan berdampak bagi hubungannya dengan negara-negara di kawasan Asia Pasifik?

    Asia Tenggara yang tidak selalu bersatu

    Pemerintah Indonesia menyambut keputusan Australia dengan menyebutnya sebagai sebuah “keberanian”.

    “Kita sambut baik langkah penting Australia untuk mengakui negara Palestina. Keputusan tersebut menunjukkan keberanian dan komitmen Australia terhadap penegakan hukum internasional,” kata Wakil Menteri Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir, kepada RRI, Selasa kemarin.

    Baru setahun kemudian, Filipina menjadi negara keempat di Asia Tenggara yang mengakui Palestina sebagai sebuah negara.

    Tapi Asia Tenggara tidak selalu bersatu untuk isu Palestina.

    “Sudah ada beberapa perpecahan di dalam blok [Asia Tenggara] terkait Palestina, dengan negara-negara seperti Myanmar dan Laos kurang vokal, sementara Malaysia, Indonesia, dan Filipina merupakan pendukung kuat,” kata Dr Muhammad Zulfikar Rakhmat dari Centre of Economic and Law Studies (CELIOS) di Jakarta.

    Indonesia adalah negara yang aktif mendukung Palestina. khususnya untuk bantuan kemanusiaan, namun menurut Dr Zulfikar Indonesia belum mengambil sikap yang lebih tegas seperti menuntut diakhirinya genosida yang dilakukan Israel.

    “Salah satu alasannya adalah kebijakan luar negeri Indonesia yang relatif pragmatis, yang memprioritaskan stabilitas dan hubungan ekonomi, terutama dengan negara-negara besar di kawasan,” jelasnya.

    “Apa yang dapat dilakukan Indonesia, dan juga dapat dilakukan oleh negara-negara lain di Asia Tenggara, adalah memanfaatkan kekuatan kolektif untuk mendorong sanksi yang lebih kuat terhadap Israel dan mengadvokasi pergeseran menuju perdamaian yang lebih adil dan langgeng, misalnya melalui gerakan boikot, divestasi, dan sanksi (BDS) internasional,” jelasnya.

    Salah satu advokat terkuat untuk memperjuangkan Palestina di Asia Tenggara bisa jadi negara Malaysia.

    Mereka menolak semua bentuk diplomatik, termasuk yang tidak resmi, dengan Malaysia dan sudah melarang siapapun yang bepergian dengan paspor Israel masuk ke negaranya, ujar Dr Mary Ainslie dari University of Nottingham.

    Ia mengatakan para pemimpin Malaysia juga punya kedekatan dengan Hamas hingga menimbulkan kritikan internasional, karena Hamas dicap sebagai kelompok teroris oleh negara-negara Barat, termasuk oleh Australia.

    Setelah serangan Hamas ke Israel di bulan Oktober 2023, PM Malaysia, Anwar Ibrahim, dilaporkan berbicara dengan salah satu petinggi Hamas.

    Dr Zulfikar mengatakan meski tidak terlalu vokal, negara-negara seperti Vietnam dan Kamboja, secara resmi juga mengakui Palestina.

    “Di sisi lain, Thailand secara historis mempertahankan sikap yang lebih netral, tapi pengakuannya terhadap Palestina di masa lalu menunjukkan adanya dukungan,” kata Dr Zulfikar.

    Ia juga mengatakan pengakuan kolektif Asia Tenggara terhadap Palestina didasarkan pada prinsip-prinsip “anti-kolonialisme dan hak asasi manusia”.

    Namun, negara-negara Asia Tenggara berhati-hati untuk tidak mengkritik Israel secara berlebihan karena mereka tidak ingin catatan hak asasi manusia di negara masing-masing juga diawasi, kata Dr Mary.

    “Menyebut adanya pelanggaran di negara lain bisa malah menunjukkan masalah yang sama secara internal, seperti perlakuan terhadap pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari genosida [di Myanmar] dan perlakuan yang umumnya buruk terhadap minoritas dan migran di negara-negara Asia Tenggara,” kata Dr Mary.

    Ia juga mengatakan negara-negara Asia Tenggara cenderung tidak “aktif” mendukung perjuangan Palestina, karena mereka juga punya hubungan ekonomi dan teknologi yang kuat dengan Israel, namun tersembunyi.

    Tak hanya itu, negara-negara anggota ASEAN juga senang untuk tidak melakukan intervensi apa pun terhadap masalah dalam negeri masing-masing, karena berpotensi bisa mengganggu hubungan, ujar Dr Mary.

    Dr Zulfikar mengatakan pengakuan Australia atas negara Palestina dapat memperkuat solidaritas antarnegara ASEAN, atau justru sebaliknya, memperburuk hubungan.

    Ini semua tergantung pada kepentingan nasional masing-masing negara terkait Palestina.

    Sementara itu negara-negara lain, termasuk Jepang, Korea Selatan, dan Singapura, menyatakan mendukung Palestina tetapi belum mengakui kenegaraan Palestina.

    “Perbedaan antara mengakui negara Palestina dan mendukung solusi dua negara terletak pada cakupan dan penekanannya,” jelas Dr Zulfikar.

    “Mengakui negara Palestina merupakan pengakuan formal atas Palestina sebagai entitas berdaulat, sering kali melalui jalur diplomatik atau hukum.”

    “Di sisi lain, mendukung solusi dua negara mengacu pada dukungan terhadap kerangka politik yang lebih luas yang bertujuan untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina dengan mendirikan dua negara merdeka, Israel dan Palestina, yang hidup berdampingan secara damai dan aman.”

    Para pengamat sepakat jika keputusan Australia untuk mengakui negara Palestina tidak mungkin mengubah posisi negara lain.

    Berbeda sikap dengan negara-negara Pasifik

    Papua Nugini, Fiji, Nauru, Palau, Tuvalu, dan Tonga tidak mengakui kenegaraan Palestina.

    Banyak negara-negara ini bergantung pada Amerika Serikat untuk bantuan dan keamanan.

    Hubungan kuat Pasifik dengan Amerika Serikat dan Israel sudah terlihat saat Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada bulan Juni lalu, ketika enam negara Pasifik bergabung dengan Amerika Serikat dan Israel dengan memilih untuk menentang gencatan senjata antara Israel dan Gaza.

    Profesor Derek McDougall dari University of Melbourne mengatakan agama juga memainkan peran penting dalam hubungan Israel dan negara-negara Pasifik.

    Ia mengatakan meskipun di Fiji, mayoritas warganya adalah Pribumi yang biasanya mendukung perjuangan Palestina, bukan berarti bersimpati dengan Palestina karena kebanyakan penduduk Pribumi Fiji adalah Kristen evangelis.

    “Di Amerika Serikat, orang-orang Kristen evangelis, bahkan mungkin lebih banyak daripada orang Yahudi, yang memberikan dukungan politik yang signifikan bagi Israel,” katanya.

    Meskipun Australia mengambil posisi yang berlawanan dengan banyak negara Pasifik, Sione Tekiteki, seorang pengacara dan dosen hukum senior di Auckland University of Technology, mengatakan tidak akan “merusak secara signifikan” hubungannya dengan negara-negara tetangga di Kepulauan Pasifik.

    “Kebijakan luar negeri ‘sahabat untuk semua’ yang telah lama berlaku di kawasan ini berarti negara-negara Pasifik jarang membiarkan posisi mitra mereka dalam konflik yang letaknya jauh untuk menentukan lingkup hubungan bilateral dan regional mereka,” kata Dr Sione.

    Ia mengatakan Australia akan tetap menjadi mitra kunci di Pasifik karena bantuan dan pembangunan substansial yang diberikannya.

    Baik Dr Sione maupun Profesor Derek percaya kredibilitas komitmen iklim Australia, beserta posisinya soal China dan lingkungan keamanan regional yang lebih luas, akan jauh lebih berpengaruh dalam membentuk persepsi Pasifik daripada sikapnya terhadap Palestina.

    “Catatan pemungutan suara PBB sebelumnya menunjukkan negara-negara Pasifik sering mengambil jalan mereka sendiri dalam isu-isu Timur Tengah, dan tidak secara konsisten mengikuti pola pemungutan suara Australia dan Selandia Baru,” kata Dr Sione.

    (ita/ita)

  • Kritik pakai data, bukan perasaan

    Kritik pakai data, bukan perasaan

    Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi saat menyampaikan keterangan di agenda konferensi pers, bertempat di Kantor PCO, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (14/8/2025). ANTARA/Andi Firdaus

    Serapan tenaga kerja diragukan, PCO: Kritik pakai data, bukan perasaan
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Jumat, 15 Agustus 2025 – 09:43 WIB

    Elshinta.com – Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menegaskan kritik terkait serapan tenaga kerja sebaiknya dilakukan dengan mengacu pada data resmi, bukan semata pada persepsi atau perasaan.

    “Kalau tidak percaya atau meragukan data silakan kita berdebat untuk menyajikan data yang lain. Jadi tidak hanya pakai perasaan, jadi ada data juga yang disandingkan supaya kita bisa diskusikan soal data itu,” kata Hasan di Jakarta, Kamis.

    Pernyataan Hasan merespons pemberitaan tentang keraguan serikat buruh terhadap data penyerapan tenaga kerja yang dilaporkan Kementerian Perindustrian, yang mencapai 303.000 orang pada paruh pertama 2025.

    Hasan menjelaskan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor industri mencatat pertumbuhan sekitar 5,6 persen, sementara investasi tumbuh 6,9 persen.

    Adapun hingga Agustus 2025, investasi yang masuk telah menciptakan 1.259.000 lapangan kerja baru.

    “Yang jelas dari BPS, sektor industri tumbuh sekitar 5,6 persen, kemudian juga investasi tumbuh sekitar 6,9 persen. Ini yang menjadi pengungkit pertumbuhan kita,” ujarnya.

    Hasan merujuk data Kementerian Investasi dan Hilirisasi yang mencatat lima sektor terbesar merealisasikan investasi pada paruh pertama tahun ini adalah industri logam dasar, transportasi dan telekomunikasi, pertambangan, perumahan, serta kawasan industri.

    “Jadi, kalau misalnya ada yang meragukan silakan munculkan data yang lain, jadi kita kalau mau berdebat data dengan data jadi bisa enak,” kata Hasan.

    Dalam rilis Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Juli 2025, kepercayaan industri tercatat sebesar 52,89 poin, atau naik 1,05 poin dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 51,84.

    Menurut Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif di Jakarta, Rabu (6/8), tren ini mencerminkan optimisme dan ketahanan pelaku industri nasional di tengah tekanan global dan pelemahan ekonomi di sejumlah negara mitra dagang utama seperti Amerika Serikat, Eropa, Jepang dan China.

    Dia menambahkan geliat pertumbuhan manufaktur tidak hanya tercermin dari angka statistik, tetapi juga dari aktivitas nyata di lapangan.

    Pada semester I tahun 2025, tercatat sebanyak 1.641 perusahaan telah melaporkan pembangunan fasilitas produksi baru melalui Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) dengan nilai investasi mencapai Rp803,2 triliun.

    Dampak langsung dari ekspansi industri ini adalah penyerapan tenaga kerja baru yang diperkirakan mencapai 303 ribu orang.

    Angka ini jauh lebih besar dibandingkan jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) yang disampaikan oleh kementerian lain maupun asosiasi pengusaha.

    ‎Febri menyatakan pihaknya berkomitmen untuk terus menjaga momentum pertumbuhan industri pengolahan sebagai fondasi utama pertumbuhan ekonomi nasional dan penciptaan lapangan kerja yang berkualitas.

    Sumber : Antara

  • Viral Rumah Doa Kristen di Pelosok Garut Ditutup Forkopimcam

    Viral Rumah Doa Kristen di Pelosok Garut Ditutup Forkopimcam

    Garut

    Beredar kabar bahwa rumah doa umat Kristen di kawasan Caringin, Garut, Jawa Barat, ditutup paksa oleh Forum Komunikasi Pimpinan Kecamatan (Forkopimcam) setempat. Kemenham melalui Kantor Wilayah Jawa Barat hingga Bupati Garut bicara.

    Kabar tersebut mencuat ke publik usai kisahnya diunggah di media sosial. Seperti dilihat detikJabar, Kamis, (14/8/2025) malam, unggahan tersebut menyatakan rumah doa ditutup.

    “Penginjil Dani Nataniel yang melayani puluhan umat Kristen di Rumah Doa Imanuel, Caringin, Garut diusir oleh Forkopimcam pada 2 Agustus 2024. Seluruh aktivitas ibadah juga dilarang rumah doanya ditutup paksa,” tulis unggahan tersebut, seperti dilansir detikJabar.

    Terkait penutupan rumah doa itu, Kemenham melalui Kantor Wilayah Jawa Barat turun tangan, pada Kamis, (14/8/2025) ini. Pihaknya telah mendatangi lokasi dan meminta keterangan dari berbagai pihak terkait kasus tersebut.

    “Penanganannya meliputi kunjungan lokasi, permintaan klarifikasi pada Forkopimcam, warga setempat, Ketua FKUB, pemerintah daerah dan pengumpulan dokumen terkait,” kata Menurut Kepala Kanwil Kemenham Jabar, Hasbullah Fudail,

    Namun, pemerintahan desa dan kecamatan, FKUB, Polsek hingga warga setempat tidak mengetahui adanya kegiatan rumah doa, karena pemilik rumah doa tersebut tidak melapor ke Forkopimcam.

    “Menurut keterangan Forkopimcam, penutupan dilakukan sebagai upaya untuk meredam potensi konflik sosial yang mulai bergejolak,” katanya.

    Dari hasil penuturan Kemenham sendiri diketahui, tidak ada warga beragama kristen di lokasi tersebut.

    “Kami aman melakukan koordinasi lanjutan dengan Kemenag Provinsi Jabar dan menghadiri pertemuan dengan pemilik dan penjaga rumah dia yang akan dilakukan pada tanggal 19 Agustus mendatang dan memastikan hak-haknya terpenuhi,” tutur Hasbullah.

    Terkait hal ini, Bupati Garut Syakur Amin menuturkan Pemkab Garut akan turut serta melakukan mediasi dalam perkara ini.

    “Kita tunggu saja mediasinya seperti apa. Tujuannya supaya ada kesamaan persepsi,” ungkap Syakur.

    Baca selengkapnya di sini

    (idh/dhn)

  • Serapan tenaga kerja diragukan, PCO: Kritik pakai data, bukan perasaan

    Serapan tenaga kerja diragukan, PCO: Kritik pakai data, bukan perasaan

    Jakarta (ANTARA) – Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menegaskan kritik terkait serapan tenaga kerja sebaiknya dilakukan dengan mengacu pada data resmi, bukan semata pada persepsi atau perasaan.

    “Kalau tidak percaya atau meragukan data silakan kita berdebat untuk menyajikan data yang lain. Jadi tidak hanya pakai perasaan, jadi ada data juga yang disandingkan supaya kita bisa diskusikan soal data itu,” kata Hasan di Jakarta, Kamis.

    Pernyataan Hasan merespons pemberitaan tentang keraguan serikat buruh terhadap data penyerapan tenaga kerja yang dilaporkan Kementerian Perindustrian, yang mencapai 303.000 orang pada paruh pertama 2025.

    Hasan menjelaskan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor industri mencatat pertumbuhan sekitar 5,6 persen, sementara investasi tumbuh 6,9 persen.

    Adapun hingga Agustus 2025, investasi yang masuk telah menciptakan 1.259.000 lapangan kerja baru.

    “Yang jelas dari BPS, sektor industri tumbuh sekitar 5,6 persen, kemudian juga investasi tumbuh sekitar 6,9 persen. Ini yang menjadi pengungkit pertumbuhan kita,” ujarnya.

    Hasan merujuk data Kementerian Investasi dan Hilirisasi yang mencatat lima sektor terbesar merealisasikan investasi pada paruh pertama tahun ini adalah industri logam dasar, transportasi dan telekomunikasi, pertambangan, perumahan, serta kawasan industri.

    “Jadi, kalau misalnya ada yang meragukan silakan munculkan data yang lain, jadi kita kalau mau berdebat data dengan data jadi bisa enak,” kata Hasan.

    Dalam rilis Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Juli 2025, kepercayaan industri tercatat sebesar 52,89 poin, atau naik 1,05 poin dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 51,84.

    Menurut Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif di Jakarta, Rabu (6/8), tren ini mencerminkan optimisme dan ketahanan pelaku industri nasional di tengah tekanan global dan pelemahan ekonomi di sejumlah negara mitra dagang utama seperti Amerika Serikat, Eropa, Jepang dan China.

    Dia menambahkan geliat pertumbuhan manufaktur tidak hanya tercermin dari angka statistik, tetapi juga dari aktivitas nyata di lapangan.

    Pada semester I tahun 2025, tercatat sebanyak 1.641 perusahaan telah melaporkan pembangunan fasilitas produksi baru melalui Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) dengan nilai investasi mencapai Rp803,2 triliun.

    Dampak langsung dari ekspansi industri ini adalah penyerapan tenaga kerja baru yang diperkirakan mencapai 303 ribu orang.

    Angka ini jauh lebih besar dibandingkan jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) yang disampaikan oleh kementerian lain maupun asosiasi pengusaha.

    ‎Febri menyatakan pihaknya berkomitmen untuk terus menjaga momentum pertumbuhan industri pengolahan sebagai fondasi utama pertumbuhan ekonomi nasional dan penciptaan lapangan kerja yang berkualitas.

    Pewarta: Fathur Rochman
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Sinema dan Politik Ingatan Kolektif
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        14 Agustus 2025

    Sinema dan Politik Ingatan Kolektif Nasional 14 Agustus 2025

    Sinema dan Politik Ingatan Kolektif
    Peneliti & Assessor pada IISA Assessment Consultancy & Research Centre
    PADA
    1935, sutradara Leni Riefenstahl merilis
    Triumph of the Will
    , mahakarya sinematik yang mendokumentasikan kongres Partai Nazi di Nuremberg.
    Melalui komposisi visual yang megah, permainan cahaya dramatis, dan penyuntingan presisi, Riefenstahl tidak sekadar merekam peristiwa; ia merancang mitos.
    Film itu mengubah politisi menjadi dewa, massa menjadi ornamen kekuasaan, dan ideologi fasis menjadi tontonan yang agung dan tak terelakkan.
    Dunia menyaksikan bagaimana proyektor film dapat menjadi senjata paling ampuh untuk memanipulasi persepsi dan menata ulang realitas.
    Sejarah ini memberi kita pelajaran pahit: ketika kekuasaan ingin menancapkan hegemoninya, sinema sering kali menjadi jalan pintas yang paling memikat.
    Di Indonesia, pertarungan narasi ini bukanlah hal baru. Ia hidup dalam ketegangan antara proyek-proyek visual raksasa yang didanai negara dan aksi-aksi hening yang menolak lupa.
    Di satu sisi, ada memori yang ingin diproduksi massal, dibungkus dalam seluloid atau format digital, dan didistribusikan seluas-luasnya.
    Di sisi lain, ada ingatan kolektif yang dirawat secara organik, dari mulut ke mulut, dari generasi ke generasi, seperti yang dilakukan oleh para aktivis Aksi Kamisan setiap Kamis sore di depan Istana Negara, Jakarta.
    Diamnya payung-payung hitam mereka adalah antitesis dari riuh rendah pengeras suara bioskop.
    Tulisan ini berargumen bahwa sinema, dalam sejarahnya, terlalu sering diinstrumentalisasi sebagai medium politik untuk memaksakan ingatan tunggal, membungkam narasi alternatif, dan pada akhirnya, menghindari tanggung jawab sejarah.
    Selama lebih dari tiga dekade, generasi Indonesia—mulai dari murid sekolah dasar hingga pegawai negeri—diwajibkan menonton film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI.
    Ritual tahunan ini adalah contoh sempurna bagaimana kekuasaan menggunakan aparatus sinematik untuk rekayasa sosial. Film garapan Arifin C. Noer tersebut bukan sekadar tontonan, melainkan kurikulum kepatuhan.
    Menggunakan pisau analisis filsuf Italia, Antonio Gramsci, film ini berfungsi sebagai alat hegemoni yang paripurna.
    Kekuasaan Orde Baru tidak hanya dipertahankan lewat todongan senjata, tetapi juga lewat proyektor yang menanamkan narasi tunggal ke alam bawah sadar publik.
    Persetujuan (
    consent
    ) massa diproduksi secara sistematis hingga narasi versi negara dianggap sebagai satu-satunya “akal sehat” (
    common sense
    ).
    Lebih jauh, seperti yang dijelaskan oleh pemikir Perancis Roland Barthes dalam
    Mythologies
    , film tersebut beroperasi pada level mitos.
    Secara denotatif, ia menampilkan rangkaian peristiwa. Namun, secara konotatif, ia membangun mitologi modern: mitos tentang kekejaman absolut Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dihadapkan dengan mitos kepahlawanan suci Tentara Nasional Indonesia (TNI).
    Adegan-adegan penyiksaan yang brutal, meski diragukan kebenarannya secara historis, menjadi tanda visual yang menaturalisasi demonisasi PKI.
    Akibatnya, jutaan orang yang dituduh komunis dan simpatisannya, yang dibantai tanpa pengadilan, lenyap dari ingatan resmi. Mereka menjadi hantu dalam sejarah bangsa yang megah.
    Teoris film Jean-Louis Baudry bahkan berpendapat bahwa kondisi menonton di ruang gelap bioskop menempatkan penonton dalam posisi pasif, mirip kondisi mimpi, yang membuat mereka lebih rentan terhadap suntikan ideologi.
    Film “G30S/PKI” adalah mesin yang memproduksi ketakutan sekaligus kepatuhan dalam satu paket. Setelah puluhan tahun memutar film yang sama untuk menjejali “kebenaran” tunggal, apakah kita benar-benar merdeka berpikir, atau hanya berganti operator proyektor?
    Kini, di era yang katanya lebih demokratis, hantu instrumentalisasi sinema kembali muncul dalam wujud yang lebih modern dan berwarna.
    Polemik seputar film animasi “Merah Putih: One for All” yang mencuat pada pertengahan 2025, menjadi studi kasus yang relevan.
    Kritik tajam yang datang dari legislator di Komisi X DPR RI hingga pengamat film tidak hanya menyoroti kualitas animasi yang dianggap tidak sepadan dengan klaim anggarannya, tetapi juga kecurigaan adanya aliran dana negara.
    Inilah titik krusial di mana kita harus waspada. Model Propaganda yang dirumuskan oleh Edward S. Herman dan Noam Chomsky menyediakan kerangka yang pas untuk membacanya.
    Salah satu filter utama dalam model mereka adalah kepemilikan dan sumber pendanaan media.
    Ketika proyek budaya, apalagi yang mengusung tema seberat nasionalisme, didanai atau didukung oleh negara, pertanyaan fundamentalnya adalah: kepentingan siapa yang sedang dilayani?
    Filter lainnya adalah sumber informasi dan ideologi dominan. Film ini, dengan narasi kepahlawanan anak-anak dari beragam suku, menyajikan ideologi nasionalisme yang tampak mulia.
    Namun, nasionalisme yang dipoles indah dan disajikan sebagai hiburan berisiko menjadi propaganda lunak. Ia menyederhanakan isu-isu kompleks seperti ketidakadilan sosial, konflik agraria, dan pelanggaran hak asasi manusia di berbagai daerah dengan satu selimut magis bernama “persatuan”.
    Pesan ini, meski positif, bisa berfungsi untuk melenakan publik dari masalah nyata. Tentu, mediumnya berbeda dari film “G30S/PKI”, tapi potensi fungsionalisasinya serupa: menggunakan sumber daya besar untuk menyebarkan satu versi narasi yang dianggap “benar” oleh penguasa.
    Jika nasionalisme diproduksi dengan ongkos miliaran rupiah dari kas negara, apakah yang sesungguhnya sedang kita beli: kecintaan pada Tanah Air, atau kesetiaan buta pada naratornya?
    Setiap hari Kamis, para korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat berdiri diam di seberang Istana. Mereka tidak punya proyektor, efek khusus, maupun anggaran miliaran.
    Senjata mereka adalah foto-foto orang terkasih yang telah hilang atau dibunuh, payung hitam, dan kebisuan yang memekakkan.
    Aksi mereka adalah sinema perlawanan dalam bentuknya yang paling murni: pertunjukan visual yang menolak untuk dilupakan.
    Di sinilah letak politik ingatan kolektif yang sesungguhnya. Film-film seperti “G30S/PKI” atau proyek ambisius yang didanai negara mencoba menciptakan memori yang utuh, heroik, dan tanpa cela— jalan pintas sejarah.
    Sebaliknya, Aksi Kamisan memaksa kita untuk mengingat apa yang robek, luka yang belum sembuh, dan keadilan yang tak kunjung datang. Mereka adalah penjaga ingatan kolektif yang menolak amnesti massal yang coba ditawarkan melalui hiburan.
    Kehadiran fisik mereka di depan pusat kekuasaan adalah penanda bahwa sejarah tidak bisa diselesaikan hanya dengan membuat film.
    Pertarungan antara sinema propaganda dan aksi memori ini adalah cerminan dari pertarungan yang lebih besar tentang jiwa bangsa.
    Di tengah hingar-bingar sinema kepahlawanan yang menelan anggaran raksasa, masihkah kita bisa mendengar bisik sunyi mereka yang menuntut keadilan, atau sudahkah suara mereka hilang ditelan deru suara
    dolby surround
    ?
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.