Organisasi: PERSEPSI

  • Beda Rapor Ekonomi 1 Tahun Prabowo, Jokowi, dan SBY, Siapa Paling Unggul?

    Beda Rapor Ekonomi 1 Tahun Prabowo, Jokowi, dan SBY, Siapa Paling Unggul?

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto akan memasuki umur setahun pada 20 Oktober 2025. Sejumlah tantangan masih berada di depan mata apalagi kalau mau mengejar target pertumbuhan ekonomi 8%.

    Berkaca kepada tahun-tahun sebelumnya, kinerja tahun pertama pemerintahan Prabowo tidak lebih baik dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), namun sedikit lebih impresif dari Jokowi.

    Prabowo resmi menjabat sebagai kepala pemerintahan dan negara pada 20 Oktober 2024. Pada kuartal IV/2024 atau tiga bulan pertama pemerintahan Prabowo, ekonomi tumbuh 5,02% secara tahunan atau year on year (YoY).

    Tiga bulan selanjutnya atau kuartal I/2025, pertumbuhan ekonomi sebesar 4,87% YoY. Kemudian pada kuartal II/2025, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,12% YoY.

    Artinya, dari tiga kuartal pertama pemerintahan Prabowo, perekonomian rata-rata tumbuh 5%.

    Angka itu sedikit lebih baik dari pendahulunya, Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) ketika pertama kali menjadi orang nomor di Indonesia pada 20 Oktober 2014. Pada kuartal IV/2015 atau tiga bulan pertama pemerintahan Jokowi, ekonomi 50,1% YoY.

    Tiga bulan selanjutnya atau kuartal I/2015, pertumbuhan ekonomi sebesar 4,71% YoY. Kemudian pada kuartal II/2025, pertumbuhan ekonomi mencapai 4,67%. Alhasil, rata-rata pertumbuhan ekonomi dalam tiga kuartal pertama pemerintahan Jokowi sebesar 4,8%.

    Ditarik lagi ke belakang, satu tahun pertama pemerintahan SBY mempunyai catatan yang lebih impresif dari sisi pertumbuhan ekonomi. SBY pertama kali menjabat sebagai presiden pada 20 Oktober 2004.

    Pada kuartal IV/2024 atau tiga bulan pertama pemerintahan SBY, pertumbuhan ekonomi mencapai 6,65% YoY. Kemudian pada kuartal I/2005, pertumbuhan ekonomi sebesar 6,35%. Selanjutnya pada kuartal II/2025, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,54%.

    Artinya, rata-rata pertumbuhan ekonomi dalam tiga kuartal pertama pemerintahan SBY tercatat di angka 6,18%.

    Dengan demikian, rata-rata pertumbuhan ekonomi tahun pertama Prabowo (5%) sedikit lebih baik dari Jokowi (4,8%), namun masih jauh lebih rendah dari SBY (6,18%). 

    Apa yang Perlu Dilakukan Prabowo?

    Sejumlah pengamat memberikan pandangan terkait dengan target ekonomi yang dikejar oleh pemerintah hingga 8%.

    Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Teuku Riefky menilai upaya pemerintah mencapai target pertumbuhan ekonomi nasional dinilai masih jauh dari harapan. 

    Meski sempat mencatatkan pertumbuhan sebesar 5,12%, pencapaian itu dinilainya masih lemah dan belum ditopang oleh kebijakan yang mampu mempercepat laju ekonomi menuju target ambisius 8%.

    “Pencapaian target makro sangat lemah. Memang kemarin 5,12%, tapi belum terlihat ada program yang benar-benar mendukung pertumbuhan. Saat ini mempertahankan angka 5% saja sudah sulit,” ujarnya kepada Bisnis.com dikutip Sabtu (18/10/2025).

    Dia meminta pemerintah mengurangi misalokasi sumber daya fiskal yang menyebabkan belanja negara tidak efektif dalam mendorong produktivitas ekonomi. 

    Dia menekankan perlunya perbaikan kualitas institusi agar anggaran dapat digunakan secara lebih tepat sasaran dan berdampak langsung pada peningkatan kinerja ekonomi nasional.

    Teuku Riefky memperkirakan kinerja ekspor nasional masih sangat bergantung pada kondisi global yang tengah tidak menentu, sementara dua mesin pertumbuhan lainnya yakni konsumsi masih diwarnai pelemahan daya beli masyarakat. Lalu investasi asing yang masih menunjukkan kontraksi.

    “Perbaiki kualitas institusi, iklim investasi sehingga investasi masuk lapangan pekerjaan tercipta, daya beli meningkat, penerimaan negara akan masuk dengan sendirinya,” terangnya.

    Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menjelaskan bahwa Indonesia perlu keluar dari zona nyaman pertumbuhan ekonomi berbasis konsumsi rumah tangga jika ingin mencapai target ambisius pertumbuhan 8%.

    “Kalau kita punya target pertumbuhan ekonomi 8%, itu tidak bisa hanya mengandalkan konsumsi rumah tangga. Harus dari ekspor dan investasi,” ujarnya.

    Indonesia, sambungnya, telah terjebak dalam middle income trap selama lebih dari tiga dekade sejak 1993.

    “Artinya, mau tidak mau, suka tidak suka, pertumbuhan di atas 6% itu sudah menjadi keharusan,” jelasnya.

    Untuk memperkuat ekspor, tambah Esther, strategi utama yang harus dilakukan adalah diversifikasi produk dan pasar, seperti mengembangkan industri kreatif. Indonesia selama ini masih bergantung pada komoditas seperti sawit, batu bara, dan karet.

    Selain itu, perluasan pasar ekspor juga menjadi prioritas karena saat ini mitra utama Indonesia adalah China dan Amerika Serikat. Pemerintah harus lebih agresif menembus pasar baru.

    Selain mendorong ekspor dan investasi, kebijakan fiskal (APBN) juga perlu diarahkan dari aktivitas konsumtif ke aktivitas produktif. Pemerintah diharapkan lebih fokus mendukung sektor-sektor yang menciptakan nilai tambah ekonomi dan lapangan kerja.

    “Selama ini banyak aktivitas ekonomi yang sifatnya konsumtif. Padahal, APBN seharusnya menjadi instrumen untuk memperkuat produktivitas nasional,” jelasnya.

    Penciptaan Lapangan Kerja

    Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah menggarisbawahi bahwa pemulihan ekonomi nasional selama satu tahun terakhir dinilai masih menghadapi tantangan besar dalam aspek penciptaan lapangan kerja.

    Meski konsumsi rumah tangga mulai menunjukkan perbaikan, indikator yang berkaitan dengan job creation justru melemah di hampir semua sektor.

    “Kalau lihat satu tahun ke belakang, kaitannya dengan konsumsi, ini yang belum dibahas. Sebetulnya ada satu catatan PR besar yang belum bisa diselesaikan dengan baik, yaitu penciptaan lapangan pekerjaan,” katanya.

    Ia menambahkan, semua indikator terkait penciptaan lapangan kerja menunjukkan pelemahan, mulai dari tingkat partisipasi tenaga kerja hingga persepsi masyarakat terhadap ketersediaan pekerjaan. Bahkan, indeks kepercayaan ekonomi konsumen pada aspek lapangan kerja menjadi yang paling pesimis dibandingkan indikator lainnya

  • Survei: Gibran dinilai mampu imbangi Prabowo pada 1 tahun pemerintahan

    Survei: Gibran dinilai mampu imbangi Prabowo pada 1 tahun pemerintahan

    Jakarta (ANTARA) – Hasil survei Rumah Politik Indonesia (RPI) mencatat mayoritas publik puas dengan kinerja satu tahun Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang dinilai mampu mengimbangi dan memberikan kontribusi positif terhadap Presiden Prabowo Subianto dalam menjalankan program-program prioritas selama satu tahun Kabinet Merah Putih berjalan.

    Direktur Eksekutif RPI Fernando Emas berpendapat Gibran telah memberikan kontribusi sesuai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) sebagai wapres dalam satu tahun pemerintahan.

    “Gibran proaktif dalam bekerja, namun tidak mendahului atau melampaui kewenangannya,” ucap Fernando dalam keterangan di Jakarta, Sabtu.

    Dari hasil survei, mayoritas publik puas dengan kinerja satu tahun Wapres dengan angka yang menyatakan puas sebanyak 79,2 persen, sangat puas 3,8 persen, cukup puas 10,7 persen, tidak puas 5,4 persen, serta sisanya tidak menjawab atau menjawab tidak tahu.

    Fernando melihat walaupun Prabowo tidak menugaskan secara khusus bidang-bidang tertentu kepada Gibran, tetapi Wapres tetap bekerja meski tidak mendahului maupun melampaui yang ditugaskan atau kewenangan Gibran, sehingga menjadi pendorong yang memuaskan para responden atau masyarakat.

    Dia berharap Presiden ke depannya bisa memberikan banyak kewenangan dan tugas kepada Wapres untuk memaksimalkan berbagai potensi yang dimilikinya.

    Contohnya, kata dia, Prabowo bisa memberikan penugasan khusus pada Gibran untuk mengawasi jalannya program Makan Bergizi Gratis (MBG), sehingga bisa mencegah atau meminimalisir berbagai masalah pelaksanaan program MBG.

    “Apalagi Mas Gibran itu kalau kita lihat melek teknologi. Diharapkan dengan penggunaan teknologi, bisa melakukan pengawasan-pengawasan terhadap pelaksanaan program MBG tersebut,” ungkapnya.

    Dari survei tersebut, lanjut Fernando, publik juga mengungkapkan hal-hal positif atau keunggulan dari figur Gibran. Sebanyak 23,3 persen publik menilai Wapres merupakan figur yang sederhana dan sebanyak 20,5 persen publik memandang Gibran sebagai tokoh yang melek teknologi.

    Lalu, sebanyak 16,9 persen masyarakat menilai Gibran merupakan figur yang energik, mampu membawa perspektif baru sebanyak 15,1 persen, tokoh muda sebanyak 14,9 persen, visioner sebanyak 8,9 persen, dan sisanya lain-lain penilaian terhadap Gibran.

    Survei terbaru RPI kali ini bertajuk Survei Persepsi 1 Tahun Kinerja Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

    Digelar pada 9-16 Oktober 2025, survei dilakukan terhadap masyarakat berumur di atas 17 tahun atau yang sudah memiliki hak pilih dan berasal dari 38 provinsi di Indonesia.

    Survei dilakukan dengan metode multistage random sampling atau teknik pengambilan sampel yang menggabungkan dua atau lebih metode pengambilan sampel acak dalam beberapa tahap.

    Jumlah sampel yang di peroleh sebanyak 1.200 responden dengan margin of error alias tingkat kesalahan dari ukuran sampel tersebut sebesar 3 persen pada tingkat kepercayaan ± 95 persen.

    Pewarta: Agatha Olivia Victoria
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • InJourney menghadirkan sunrise di Candi Borobudur bagi wisatawan

    InJourney menghadirkan sunrise di Candi Borobudur bagi wisatawan

    Kami ingin memberikan kesempatan yang lebih luas kepada masyarakat untuk merasakan pengalaman yang lebih bermakna melalui program Borobudur Sunrise serta kunjungan naik struktur candi.

    Magelang (ANTARA) – InJourney Destination Management melalui anak usahanya PT Taman Wisata Borobudur (PT TWB) resmi membuka akses kunjungan Borobudur Sunrise dan naik struktur Candi Borobudur setiap hari bagi wisatawan reguler maupun pelajar.

    Direktur Utama InJourney Destination Management Febrina Intan, di Magelang, Jawa Tengah, Sabtu, menyampaikan kebijakan ini merupakan bagian dari strategi penguatan pengalaman wisata berbasis warisan budaya yang berkelanjutan dan inklusif, sekaligus mendukung peningkatan perekonomian di kawasan melalui aktivasi pariwisata yang berkualitas.

    Reaktivasi Borobudur Sunrise serta kunjungan naik candi tiap hari ini dilakukan dalam koordinasi dengan pihak-pihak terkait seperti Museum dan Cagar Budaya Kementerian Kebudayaan RI, Pemerintah Kabupaten Magelang, serta ASITA dan segenap pelaku wisata lainnya. Pendekatan ini memastikan bahwa setiap langkah pengelolaan dilakukan dalam bingkai regulasi, kaidah pelestarian, dan etika pariwisata berkelanjutan.

    Ia menyampaikan, pembukaan akses Borobudur Sunrise dan kunjungan naik candi harian ini merupakan respons atas tingginya antusiasme wisatawan secara global.

    Program yang masih dalam tahap uji coba akan terus dievaluasi secara berkala dengan melibatkan berbagai pihak. Borobudur Sunrise diharapkan menjadi bagian dari upaya memperluas pengalaman berkunjung yang penuh makna di warisan budaya dunia Candi Borobudur.

    “Kami ingin memberikan kesempatan yang lebih luas kepada masyarakat untuk merasakan pengalaman yang lebih bermakna melalui program Borobudur Sunrise serta kunjungan naik struktur candi. Selain menjadi daya tarik utama, hal ini juga memperkuat misi pelestarian melalui pendekatan yang lebih akrab dan substantif serta diharapkan bisa memberikan multiplier effect bagi pelaku UMKM dan pegiat wisata di kawasan,” ujarnya lagi.

    Reaktivasi akses sunrise ke Candi Borobudur merupakan bentuk konkret menyatukan pelestarian dengan pengembangan pariwisata yang komprehensif. Pengelola akan mengukur dampak fisik, persepsi pengunjung, dan feedback publik sebelum menetapkan jadwal reguler. Semua berbasis data dan konservasi. Termasuk harga, merupakan bagian mekanisme kontrol agar pengalaman tetap berkualitas dan mendukung upaya konservasi.

    Borobudur Sunrise memberikan pengalaman khas menyaksikan matahari terbit dari puncak Candi Borobudur. Pemandangan menunggu matahari terbit dengan rona merah jingga yang memerah di ufuk timur, ditemani siluet Gunung Merapi dan Merbabu ini menjadi pengalaman kontemplatif yang mengagumkan. Borobudur Sunrise pun telah menjadi salah satu daya tarik wisata ikonik yang diminati wisatawan, terutama wisatawan mancanegara, sebelum pandemi.

    “Aktivitas menikmati momen menunggu matahari terbit yang terhenti sejak tahun 2020 ini merupakan langkah strategis perusahaan dalam menghadirkan kembali salah satu ikon wisata unggulan yang dinanti wisatawan dengan pendekatan yang lebih terkurasi, terbatas dan istimewa, berbasis pada prinsip pelestarian warisan budaya yang tetap terjaga,” katanya.

    Sebelumnya, kunjungan naik Candi Borobudur terjadwal di hari Selasa-Minggu untuk wisatawan secara umum dan di hari Senin, khusus untuk kunjungan bagi pelajar sekolah. Saat ini, kunjungan naik Candi Borobudur bagi pelajar dan wisatawan umum bisa dilakukan setiap hari.

    Alur kedatangan pengunjung Borobudur Sunrise ini melalui Kantor Unit Borobudur dengan memasuki akses Pintu 7 Taman Wisata Candi Borobudur pada pukul 04.00 WIB. Pengunjung menerima sejumlah perlengkapan khusus, antara lain senter, upanat, pemandu wisata, souvenir, dan voucher sarapan.

    Pada pukul 05.00 WIB wisatawan menikmati panorama sunrise dari lantai 9 Candi Borobudur. Setelahnya, pengunjung diajak untuk menikmati sarapan pagi di Bukit Dagi. Hidangan otentik lokal nan nikmat sambil menikmati pemandangan Candi Borobudur dan jajaran bukit Menoreh di kejauhan, menjadi sajian pagi yang tak terlupakan.

    Reservasi tiket Borobudur Sunrise bisa dilakukan melalui WhatsApp +62 857 2758 7800 atau melalui link resmi ticket.injourneydestination.id dengan harga tiket sebesar satu juta rupiah bagi wisatawan mancanegara maupun wisatawan domestik dengan kuota maksimal 100 orang per hari.

    Pengunjung tetap diwajibkan menggunakan upanat untuk mengurangi gesekan langsung pada struktur batu candi. Pengelola juga mengatur sirkulasi agar tidak menimbulkan tekanan berlebih pada bagian-bagian yang rentan.

    “Borobudur Sunrise yang telah menjadi daya tarik global dihadirkan melalui serangkaian kajian dan penyusunan rencana kunjungan yang lebih terstruktur, pengalaman ini dihidupkan kembali secara bertahap dengan kuota terbatas dan pengawasan ketat, guna memastikan keberlanjutan dan kelestarian struktur candi,” ujarnya pula.

    Program ini diharapkan bisa menggerakkan ekonomi lokal berbasis budaya. Melalui konektivitas layanan berbasis lokal, yang didukung dengan ekosistem UMKM di sekitar, wisata sunrise ini menjadi motor penggerak ekosistem ekonomi kreatif di kawasan Borobudur.

    “Kami mencoba membangkitkan Borobudur sebagai salah satu destinasi pariwisata yang brandingnya kuat. Kami membuka akses bagi pelajar itu tidak hanya hari Senin, tapi setiap hari. Ini kami harap bisa mendorong peningkatan wisatawan dari kalangan pelajar, supaya bisa seperti dulu lagi. Karena pelajar ini adalah pangsa pasar besar yang berpotensi bagi pelaku UMKM di Kampung Seni Borobudur,” katanya lagi.

    Pewarta: Heru Suyitno
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Pameran Otomotif Dunia Makin Sepi, Tapi Masih Ampuh Goda Pembeli

    Pameran Otomotif Dunia Makin Sepi, Tapi Masih Ampuh Goda Pembeli

    Jakarta

    Pameran otomotif di dunia pelan-pelan makin ditinggalkan pengunjung. Sebab, beberapa konsumen tak mau repot-repot ke lokasi acara dan mulai beralih ke internet untuk ‘safari belanja’.

    Disitat dari Carscoops, Jumat (17/10), Detroit Auto Show di Amerika Serikat biasanya selalu ramai dipenuhi pengunjung dari berbagai belahan dunia, namun belakangan mulai sepi. Pameran itu tahun ini hanya didatangi 275 ribu orang, padahal enam tahun lalu sempat tembus 774 ribu orang.

    Namun, sebuah studi baru menunjukkan bahwa pameran mobil ternyata masih punya tempat di hati calon pembeli. Riset yang dilakukan Clarify Group atas permintaan New York, Los Angeles, dan Canadian International Auto Shows menemukan bahwa 40 persen pengunjung pameran berniat membeli mobil baru dalam 12 bulan ke depan.

    Pameran New York Auto Show Foto: Doc. NY Auto Show

    Lebih jauh lagi, pengunjung pameran tercatat 2,9 kali lebih mungkin membeli atau menyewa mobil dalam setahun dibanding konsumen biasa. Dalam jangka dua tahun, 68 persen di antaranya berencana mengganti mobil dengan yang baru. Angka ini menunjukkan, walau jumlah pengunjung menurun, kualitas audiens tetap tinggi.

    Menariknya, hanya 37 persen pengunjung yang datang dengan niat mencari informasi untuk keputusan pembelian. Padahal, pameran merupakan kesempatan ideal untuk membandingkan banyak mobil dalam satu tempat. Meski begitu, 84 persen mengaku kunjungan mereka membantu dalam membuat keputusan membeli.

    Dari mereka yang berencana membeli dalam setahun, 58 persen langsung mencari informasi lebih lanjut di internet setelah berkunjung. Sebanyak 55 persen pergi ke diler, 39 persen melakukan test drive, dan 28 persen akhirnya benar-benar membeli mobil baru. Angka ini memperlihatkan bahwa pengalaman langsung di pameran tetap punya efek nyata pada penjualan.

    Namun, absennya sejumlah merek punya pengaruh besar. Sekitar 23 persen pengunjung mengatakan mereka jadi mempertimbangkan merek lain, sementara 20 persen malah enggan melirik merek yang tidak hadir. Pesan tersiratnya jelas: kehadiran merek di pameran masih penting dalam membentuk persepsi konsumen.

    Ada pula tanda-tanda pergeseran generasi. Pengunjung Gen Z tercatat 1,5 kali lebih mungkin merekomendasikan pameran mobil kepada teman atau keluarga dibanding rata-rata pengunjung lain.

    Los Angeles Auto Show President Terri Toennies menegaskan, pameran tetap berperan penting dalam perjalanan membeli mobil karena membantu konsumen membuat keputusan lebih yakin dan terinformasi.

    Presiden Clarify Group Darren Slind juga menambahkan, hasil riset ini menantang anggapan lama bahwa konsumen sudah kehilangan minat pada pengalaman otomotif langsung. Meski demikian, penurunan pengunjung juga tak bisa dilupakan begitu saja.

    (sfn/lua)

  • Senjata Tak Akan Menyembuhkan Luka Papua
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        17 Oktober 2025

    Senjata Tak Akan Menyembuhkan Luka Papua Nasional 17 Oktober 2025

    Senjata Tak Akan Menyembuhkan Luka Papua
    Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.
    LEBIH
    dari enam dekade sudah berlalu sejak Papua Barat resmi menjadi bagian dari Indonesia. Namun hingga kini, hati dan pikiran masyarakat Papua tetap terasa masih jauh dari Jakarta.
    Ketegangan yang terus berulang antara aparat keamanan dan warga sipil, laporan kekerasan di daerah-daerah pegunungan, serta munculnya berbagai organisasi perjuangan kemerdekaan yang semakin aktif di panggung internasional, menunjukkan bahwa persoalan Papua bukanlah semata masalah keamanan.
    Lihat saja peristiwa bentrok antara aparat kepolisian dengan elemen pemuda pada

    aksi demonstrasi Aliansi Mahasiswa Pemuda Peduli Tanah Adat Papua di Kota Jayapura, Papua, pada Rabu (15/10/2025).
    Ratusan mahasiswa Papua tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Pemuda Peduli Tanah Adat Papua (AMPPTAP) menggelar aksi demonstrasi menolak investasi dan militerisasi di Tanah Papua.
    Aksi tersebut berakhir ricuh, dua mobil polisi dan satu mobil PDAM Jayapura dibakar massa hingga 3 orang luka terkena lemparan batu.
    Peristiwa ini memperjelas fakta bahwa masalah Papua multidimensional, tak bisa disederhanakan hanya sebagai masalah keamanan.
    Papua adalah cermin dari kegagalan negara memahami rakyatnya sendiri. Pendekatan militeristik yang terus dipertahankan telah memperdalam jurang ketidakpercayaan, memperkuat sentimen perlawanan, dan secara perlahan membuka jalan bagi legitimasi perjuangan referendum yang kini, menurut rencana para pejuang Papua merdeka, akan diupayakan pada tahun 2027 mendatang.
    Buku “Papua: Geopolitics and the Quest for Nationhood” (2018) karya Bilveer Singh menggambarkan dengan tajam akar persoalan ini.
    Singh, pakar politik dari Universitas Nasional Singapura, menegaskan bahwa Papua tidak dapat dipahami hanya dari kacamata integrasi nasional atau pemberantasan separatisme.
    Di balik perlawanan politik yang sering dicap “gerakan pengacau keamanan”, terdapat sejarah panjang ketidakadilan dan marginalisasi.
    Proses Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969 yang dinilai cacat oleh banyak kalangan di dalam komunitas internasional menjadi luka awal yang tidak pernah sembuh.
    Ketika ketidakadilan struktural seperti ketimpangan ekonomi, diskriminasi sosial, dan eksploitasi sumber daya alam terus berlangsung, maka gagasan tentang “merdeka” menjadi simbol harapan atas harga diri dan kebebasan masyarakat Papua.
    Singh menilai bahwa pendekatan keamanan Indonesia justru memperkuat narasi separatisme itu, karena negara gagal menunjukkan empati dan pengakuan terhadap identitas Papua sebagai bagian sejajar dari bangsa Indonesia.
    Ironisnya, pendekatan keamanan telah menjadi pola refleks dan repetitif negara dalam menghadapi setiap gejolak di Papua.
    Peningkatan jumlah pasukan, operasi intelijen, serta kontrol ketat terhadap wilayah dan kontrol atas informasi dianggap sebagai satu-satunya cara menjaga “stabilitas nasional”. Padahal, stabilitas yang dibangun di atas rasa takut bukanlah stabilitas sejati.
    Stephen Hill dalam bukunya “Merdeka: Hostages, Freedom and Flying Pigs in West Papua” (2014) menjelaskan bahwa kekerasan yang terus-menerus diulang hanya memperkuat siklus kebencian.
    Bagi Hill, Papua adalah ruang di mana makna “merdeka” selalu dinegosiasikan antara kekuasaan dan kemanusiaan.
    Ketika negara memaksa rakyatnya untuk patuh melalui kekuatan senjata, maka yang hilang bukan hanya rasa aman, melainkan juga rasa memiliki terhadap Indonesia.
    Dalam konteks inilah, pendekatan keamanan justru menjauhkan Indonesia dari cita-cita “merangkul Papua dalam satu keluarga bangsa.”
    Kini, konsekuensi dari pendekatan yang keliru tersebut mulai tampak nyata. Organisasi-organisasi perjuangan Papua merdeka semakin gencar mencari dukungan di tingkat internasional.
    Di dalam komunitas negara-negara Melanesia, Papua mendapat ruang yang kian luas melalui Melanesian Spearhead Group (MSG) dan jejaring solidaritas Pasifik.
    Dukungan moral dari negara-negara seperti Vanuatu, Solomon Islands, dan bahkan Fiji mulai menunjukkan bahwa isu Papua telah menjadi simbol solidaritas regional bagi bangsa-bangsa Melanesia.
    Indonesia memang berusaha mengimbangi dengan diplomasi ekonomi dan politik. Namun luka identitas yang tak kunjung diakui membuat diplomasi tersebut sering tampak artifisial di mata publik Melanesia.
    Setiap tindakan kekerasan di lapangan menjadi bahan bakar baru bagi kampanye Papua merdeka di dunia internasional, sekaligus mengikis citra Indonesia sebagai negara demokrasi yang menghormati hak asasi manusia.
    Lebih jauh lagi, dukungan dari negara-negara Barat mulai menunjukkan arah yang mengkhawatirkan.
    Australia, yang selama ini berhati-hati dalam bersikap terhadap isu Papua, kini mulai mengambil posisi strategis.
    Penempatan pasukan Australia di kawasan Papua Nugini yang berdekatan dengan Darwin bukan hanya langkah pertahanan semata, tetapi juga bentuk kesiapsiagaan terhadap potensi referendum di Papua Barat yang direncanakan pada 2027 itu.
    Di beberapa forum keamanan Pasifik, pejabat Australia bahkan menyinggung pentingnya “stabilitas berbasis hak asasi manusia” di kawasan.
    Kalimat yang tampak diplomatis ini sejatinya mengirim sinyal bahwa Barat ingin memastikan, jika referendum terjadi, Indonesia tidak melakukan intervensi yang dapat mencederai legitimasi proses tersebut.
    Bila langkah ini berlanjut, Indonesia bisa terjebak dalam situasi serupa dengan Timor Timur dua dekade lalu, di mana tekanan internasional dan citra buruk akibat kekerasan negara justru mempercepat lepasnya wilayah itu dari republik.
    Indonesia tentu memiliki alasan untuk mempertahankan Papua sebagai bagian integral dari negara. Papua adalah wilayah kaya sumber daya, strategis secara geografis, dan merupakan simbol keutuhan nasional.
    Namun, cara mempertahankannya tidak bisa terus-menerus bergantung pada pendekatan kekuatan.
    Seperti diingatkan Bilveer Singh, legitimasi negara di mata rakyatnya tidak dibangun dengan bayonet, tetapi dengan rasa keadilan dan keterlibatan sejati yang manusiawi.
    Selama pemerintah Jakarta masih memandang Papua sebagai “daerah rawan”, alih-alih sebagai “daerah yang perlu didengarkan,” maka jarak emosional akan terus melebar.
    Pendekatan keamanan memang bisa menekan gejolak sesaat, tetapi tidak pernah menyembuhkan sebab-musababnya.
    Masalahnya, pendekatan pembangunan yang seharusnya menjadi jembatan menuju rekonsiliasi justru sering terkooptasi oleh logika keamanan.
    Program infrastruktur masif seperti Trans Papua, pembangunan bandara, dan perluasan tambang sering dijadikan simbol kemajuan, tanpa memperhatikan ketimpangan yang terjadi di tingkat sosial dan budaya.
    Masyarakat lokal kerap tersisih dari proyek-proyek tersebut, baik secara ekonomi maupun lingkungan.
    Akibatnya, pembangunan yang dimaksudkan untuk “menyatukan” Papua justru dianggap sebagai bentuk eksploitasi baru.
    Hal ini sesuai dengan kritik Singh bahwa kebijakan
    top-down
    dari Jakarta gagal memenangkan hati masyarakat karena tidak berangkat dari kebutuhan dan aspirasi mereka sendiri.
    Sementara itu, organisasi-organisasi Papua merdeka seperti United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) terus memperluas pengaruhnya di dunia internasional.
    Dengan strategi diplomasi yang rapi dan dukungan diaspora Papua di Eropa serta Pasifik, mereka berhasil menggeser persepsi global terhadap konflik Papua dari isu separatisme menjadi isu hak menentukan nasib sendiri.
    Kampanye mereka di forum PBB, gereja-gereja global, hingga parlemen-parlemen negara Barat semakin mengisolasi Indonesia secara moral.
    Dalam konteks ini, setiap tindakan represif di lapangan menjadi “amunisi politik” yang memperkuat narasi bahwa Papua berada di bawah penjajahan modern.
    Jika tren ini berlanjut, Indonesia akan menghadapi situasi diplomatik yang jauh lebih rumit menjelang tahun 2027.
    Rencana referendum yang kini mulai dibicarakan di lingkaran aktivis Papua merdeka, dengan dukungan moral dari komunitas Melanesia dan sikap waspada Australia, plus dukungan jaringan gereja, bisa menjadi momentum politik yang akan sulit dihadang.
    Dunia yang kini semakin sensitif terhadap isu hak asasi manusia dan dekolonisasi akan mudah bersimpati pada perjuangan Papua, terutama bila Indonesia gagal memperlihatkan perubahan nyata dalam pendekatan di lapangan.
    Dalam skenario terburuk, tekanan internasional bisa memaksa Indonesia membuka ruang dialog yang diarahkan pada penentuan nasib sendiri, seperti yang pernah terjadi di Timor Timur pada 1999.
    Namun, peluang tersebut tentu tidak harus menjadi kenyataan jika Indonesia berani mengubah pendekatannya sekarang.
    Sejarah membuktikan bahwa kekuasaan yang bertahan lama bukan karena ketakutan, tetapi karena kepercayaan.
    Papua membutuhkan pengakuan, bukan pengawasan. Rakyat Papua ingin didengar, bukan diawasi.
    Karena itu, pemerintah harus menata ulang paradigma keamanannya dengan menempatkan hak asasi manusia dan rekonsiliasi sebagai fondasi utama kebijakan.
    Perlu ada mekanisme keadilan transisional yang mengakui kekerasan masa lalu, membuka ruang dialog sejajar antara Jakarta dan perwakilan masyarakat Papua, serta memastikan pembangunan dijalankan dengan menghormati hak-hak adat dan budaya.
    Indonesia memang memiliki kesempatan untuk membalikkan arah sejarah, tetapi waktu semakin sempit. Setiap tindakan represif yang terjadi hari ini adalah satu langkah menuju hilangnya kepercayaan di esok harinya.
    Papua tidak bisa terus didekati dengan bahasa perintah, tapi harus dirangkul dengan bahasa kemanusiaan.
    Seperti yang disampaikan Stephen Hill, kemerdekaan sejati tidak selalu berarti pemisahan dari negara, tetapi kebebasan untuk diakui dan dihormati sebagai manusia yang setara.
    Bila Indonesia gagal memahami pesan sederhana tersebut, maka upaya mempertahankan Papua justru akan menjadi proses yang perlahan-lahan menyiapkan jalan bagi kemerdekaan.
    Pendek kata, persoalan Papua bukan hanya ujian bagi Papua dan masyarakatnya, tetapi juga ujian moral bagi Indonesia.
    Apakah negara ini benar-benar siap menjadi rumah bagi seluruh bangsanya, termasuk mereka yang berbeda warna kulit, budaya, dan sejarah?
    Ataukah Indonesia akan terus memaksa persatuan melalui ketakutan dan senjata, sampai akhirnya kehilangan yang paling berharga terjadi, kepercayaan rakyatnya sendiri?
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bahlil sebut sumur rakyat dapat izin operasi paling lambat November 

    Bahlil sebut sumur rakyat dapat izin operasi paling lambat November 

    Kami targetkan November akhir sudah harus jalan. Kalau andaikan 100 persen belum, tapi bertahap mungkin sudah bisa berjalan

    Musi Banyuasin, Sumsel (ANTARA) – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa izin resmi untuk pengelolaan sumur minyak rakyat akan mulai diberikan paling lambat akhir November 2025.

    “Kami targetkan November akhir sudah harus jalan. Kalau andaikan 100 persen belum, tapi bertahap mungkin sudah bisa berjalan. Mana yang siap, kita jalan duluan,” ujar Bahlil seusai meninjau kegiatan penambangan sumur masyarakat di Desa Mekar Sari Kecamatan Keluang Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, Kamis.

    Ia menyampaikan dengan terbitnya Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025, sumur-sumur minyak yang selama ini dikelola masyarakat secara mandiri kini mendapatkan pengakuan hukum.

    Izin akan diberikan kepada BUMD, koperasi, dan UMKM agar masyarakat dapat bekerja tanpa rasa takut melanggar aturan.

    Bahlil menyebut minyak dari sumur rakyat akan dibeli oleh Pertamina atau Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) dengan harga 80 persen dari Indonesian Crude Price (ICP).

    Bahlil menyebut skema ini sebagai harga terbaik dalam sejarah legalisasi sumber daya rakyat.

    Bahlil menekankan bahwa kebijakan ini merupakan bentuk nyata kehadiran negara dalam mengelola kekayaan alam secara adil.

    “Jangan ada persepsi bahwa urusan minyak ini hanya pengusaha besar saja,” ucap dia.

    Meski penambangan sumur minyak rakyat dilegalkan, Bahlil menekankan pengelolaan sumur rakyat wajib mengikuti standar keselamatan kerja (K3) dan perlindungan lingkungan.

    SKK Migas dan kontraktor K3S akan mengawasi pelaksanaannya.

    Jika terjadi pelanggaran atau kecelakaan, izin akan dievaluasi.

    “Saya janji kepada ibu-bapak semua, paling lambat November, semua sudah selesai. Dan izin sudah diberikan,” kata dia.

    Bahlil menyampaikan bahwa hasil produksi dari sumur minyak rakyat nantinya akan dimasukkan sebagai bagian dari pendapatan daerah, diperhitungkan dalam skema bagi hasil untuk pemerintah daerah, serta turut dihitung sebagai kontribusi terhadap produksi minyak nasional.

    Kementerian ESDM mencatat terdapat sekitar 45 ribu sumur minyak rakyat di seluruh Indonesia. Jika setiap sumur menghasilkan satu barel per hari maka potensi tambahan lifting minyak nasional bisa mencapai 45 ribu barel per hari.

    Pewarta: Shofi Ayudiana
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • 83,5% Publik Puas Kinerja Prabowo, Sektor Energi Unggul

    83,5% Publik Puas Kinerja Prabowo, Sektor Energi Unggul

    Bisnis.com, JAKARTA – Lembaga riset Index Politica mencatat tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Prabowo Subianto mencapai 83,5% setelah satu tahun pemerintahan Kabinet Merah Putih. Survei ini dilakukan pada 1–10 Oktober 2025 terhadap 1.600 responden di 27 provinsi, menggunakan metode multistage random sampling dengan margin of error ±3% dan tingkat kepercayaan 95%.

    Direktur Riset Index Politica, Fadhly Alimin Hasyim, menyebut sektor energi menjadi salah satu pilar utama dalam menjaga kepercayaan publik terhadap pemerintah.

    “Kementerian ESDM ini sangat vital. Banyak programnya belum terekspos, padahal berperan besar menjaga devisa dan memperkuat APBN,” ujarnya dalam konferensi pers di Hotel Sultan, Jakarta, Senin (13/10/2025).

    Fadhly menilai program B40 Biodiesel yang dijalankan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di bawah kepemimpinan Bahlil Lahadalia menjadi salah satu langkah konkret menuju kemandirian energi nasional.

    “Program ini menghemat sekitar Rp147 triliun. Jika ditingkatkan ke B45, potensi efisiensinya mencapai Rp197 triliun, dan bila mencapai B50, dampaknya terhadap neraca perdagangan dan APBN akan lebih besar lagi,” katanya.

    Menurutnya, program ini bukan hanya soal energi terbarukan, tetapi juga berimplikasi langsung terhadap penghematan impor bahan bakar minyak (BBM) dan stabilitas fiskal.

    Selain itu, Bahlil juga dinilai berhasil menghidupkan kembali sumur-sumur minyak tua yang sebelumnya tidak produktif.

    “Program revitalisasi sumur minyak yang dianggap tidak ekonomis ini berhasil meningkatkan lifting nasional,” ujar Fadhly.

    Program biodiesel dan bioetanol, lanjut Fadhly, sejalan dengan agenda transisi energi dan komitmen Net Zero Emission 2060.

    “Program biofuel seperti B40 dan rencana E10 bensin bukan hanya pro lingkungan, tapi juga pro rakyat. Program ini memperkuat ekonomi hijau dan mengurangi ketergantungan impor,” tegasnya.

    Fadhly menyebut keberhasilan program-program tersebut ikut berkontribusi pada tingginya tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahan Prabowo–Gibran.

    “Sektor energi adalah tulang punggung ekonomi nasional. Kinerja ESDM memberi dampak nyata terhadap fiskal, lingkungan, dan stabilitas harga energi,” ujarnya.

    Tujuh Menteri Paling Dikenal Publik

    Dalam survei yang sama, masyarakat diminta menyebut nama menteri yang paling dikenal (top of mind). Hasilnya, tujuh menteri menempati posisi teratas:

    Purbaya Yudhi Sadewa, Menteri Keuangan – program stimulus Rp200 triliun ke bank Himbara dan BSI.
    Bahlil Lahadalia, Menteri ESDM – program peningkatan lifting minyak dan biodiesel B45.
    Jenderal (Purn) Sjafri Sjamsoedin, Menteri Pertahanan – program transfer teknologi kapal selam, drone, dan pesawat tempur.
    Dr. Wihaji, Menteri BKKBN – penurunan angka stunting balita.
    Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan – revitalisasi irigasi dan bendungan.
    Dr. Amran Sulaiman, Menteri Pertanian – program swasembada beras dan jagung.
    Dr. Nasaruddin Umar, Menteri Agama – penurunan biaya haji.

    Sebanyak 87,5% responden mengaku mengetahui aktivitas dan kebijakan para menteri. Faktor utama yang memengaruhi persepsi publik mencakup keberhasilan program (41,5%), keramahan dan kesantunan (17,5%), serta pemberitaan positif di media (16,2%).

    Fadhly menegaskan, hasil survei ini menjadi barometer bagi arah kebijakan ekonomi nasional ke depan.

    “Kinerja sektor energi yang kuat, efisiensi fiskal, dan dorongan pada energi bersih menjadi kombinasi yang memperkuat kepercayaan publik. Ini fondasi penting menuju kedaulatan energi Indonesia,” tutupnya.

  • Wawancara Khusus: Blak-blakan Lukman Hakim Saifuddin Bongkar Tradisi Kiai, Santri dan Pesantren – Page 3

    Wawancara Khusus: Blak-blakan Lukman Hakim Saifuddin Bongkar Tradisi Kiai, Santri dan Pesantren – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Pesantren kembali menjadi sorotan publik. Dalam beberapa pekan terakhir, dua peristiwa berbeda menyeret lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia ini ke ruang diskusi yang ramai, bahkan kadang bising. Pertama, robohnya bangunan Pondok Pesantren Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur, yang menelan korban luka dan menimbulkan duka mendalam.

    Peristiwa itu memunculkan banyak pertanyaan tentang standar keamanan, pengawasan, dan tata kelola pembangunan infrastruktur pesantren, terutama di tengah meningkatnya jumlah lembaga pendidikan berbasis komunitas di berbagai daerah. Di saat yang hampir bersamaan, sebuah tayangan di salah satu televisi swasta tentang tradisi dan kehidupan santri di pesantren menuai kecaman publik.

    Tayangan tersebut dinilai tidak sensitif dan cenderung menyudutkan kehidupan pesantren, menimbulkan reaksi keras dari berbagai kalangan, mulai dari kiai, alumni pesantren, hingga organisasi keagamaan.

    Dua peristiwa ini menyentuh akar yang sama, bagaimana pesantren dilihat dan diperlakukan dalam ruang publik modern. Pesantren bukan sekadar institusi pendidikan keagamaan, tetapi juga ruang sosial dan budaya yang telah berabad-abad membentuk karakter bangsa. Namun, di era keterbukaan informasi dan cepatnya arus media, wajah pesantren kini diuji, antara pelestarian nilai dan tantangan zaman.

    Untuk menelisik lebih dalam, Liputan6.com berbincang dengan Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Agama RI periode 2014–2019, yang dikenal sebagai salah satu tokoh moderat dan pembela kuat keberagaman di Indonesia.

    Dalam wawancara khusus ini, Lukman berbicara tentang makna pesantren di tengah krisis persepsi, pentingnya pengawasan dan pembinaan pemerintah terhadap lembaga pendidikan berbasis komunitas, serta cara menjaga marwah pesantren agar tetap menjadi benteng moral dan kebangsaan di tengah perubahan sosial yang cepat.

    Berikut wawancara khusus dalam Bincang Liputan6 yang dipandu dua jurnalis Liputan6, Luqman Rimadi dan Lia Harahap: 

     

    Menengok soal insiden yang terjadi di Pesantren Al Khoziny di Sidoarjo. Seperti apa tata kelola Pesantren kita saat ini ?   

    Pesantren ini adalah suatu institusi lembaga pendidikan yang telah ada jauh sebelum Indonesia itu sendiri lahir. Pesantren tidak hanya sebagai lembaga pendidikan semata, dia juga lembaga dakwah, dia juga lembaga pengembangan masyarakat. Jadi memang punya pengaruh yang sangat luas di tengah-tengah masyarakatnya.

    Karenanya pemerintah merasa perlu merekognisi, mengakui sekaligus mengapresiasi, memberikan penghargaan kepada pesantren ini, karena kontribusinya yang sangat besar terbukti dengan adanya hari santri, misalnya dengan adanya undang-undang khusus tentang pesantren dan banyak hal-hal lain. Jadi itu pesantren dalam konteks Indonesia yang punya dampak sangat positif dalam kehidupan kita bersama, berbangsa, bernegara. Kasus kejadian kemarin itu memang sesuatu yang dalam pandangan saya ini musibah, kecelakaan. Kecelakaan itu adalah sesuatu yang tidak dikehendaki oleh pihak manapun.

    Saya memaknai peristiwa yang terjadi di Al-Khoziny, robohnya bangunan di pesantren lalu kemudian mengakibatkan korban jiwa puluhan itu, dan belasan lain yang luka, itu adalah musibah, kecelakaan yang tentu harus diambil pelajaran dari situ. 

    Harus ada introspeksi, harus lalu kemudian menimbulkan mawas diri dan evaluasi kita. Poinnya adalah harus ada hikmah yang bisa kita ambil, dan ini hikmahnya sangat besar peristiwa yang kemarin itu. Jangan hanya memaknai musibah itu dari sisinya yang negatif, yang menyedihkan. Juga banyak sisi-sisi positif dari musibah itu. Karena ujian, cobaan itu adalah sesuatu medium cara untuk bagaimana kita bisa naik kelas. Nah, untuk bisa naik kelas maka mari kita lihat juga dari sisinya yang positif. Lalu kemudian bisa lebih berbenah diri, lebih mawas diri, dan seterusnya.

     

    Pak, tapi dalam perjalanannya perkembangan pesantren, dulu dengan sekarang kan pasti ada perbedaannya. Apa yang perlu diperbarui dari tata kelola pesantren ini?

    Pesantren itu memang sangat beragam, jenisnya, ragamnya, macamnya itu berbeda-beda. Nah, kurikulumnya yang diajarkan dan segala sesuatu yang terkait dalam pesantren itu. Tapi di antara beragamnya pesantren, khusus terkait dengan pembangunan, sarana-prasarana, pendirian, bangunan-bangunan yang ada di lingkungan pesantren, kurang lebihnya sama. Mereka umumnya melakukan secara swadaya, karena tidak  ada pesantren pemerintah.  Cara mereka membangun bangunan yang ada di lingkungan pesantren memang beragam. Ada yang betul-betul memenuhi SOP bagaimana lazimnya atau seharusnya sebuah bangunan itu didirikan sejak tahap perencanaannya, lalu pengorganisasiannya, pelaksanaannya, sampai pemantauannya, sampai monitoringnya. Itu betul-betul mengikuti SOP sebagaimana mestinya, kalau mau mendirikan suatu bangunan.

    Tapi tidak sedikit pesantren yang karena ketidaktahuan, keterbatasan pimpinannya atau orang-orang yang ada di sana, kemudian tidak mengikuti ketentuan itu sebagaimana mestinya. Sehingga kemudian menimbulkan persoalan-persoalan. Saya pikir benar kejadian kemarin itu membuat kita semua harus sadar diri, berintrospeksi, bagaimana tata kelola pendirian bangunan di lingkungan pesantren itu harus lebih diperbaiki pada semua tahapannya. Yang tidak kalah pentingnya, di tiap tahapan itu perlu ada mitigasi. Mitigasi itu adalah antisipasi kita bila terjadi hal-hal yang tidak kita kehendaki.

    Sampai detik akhir proses pencarian di Al Khoziny berakhir. Tidak ada tuntutan dari wali santri yang anak-anaknya menjadi korban. Bagaimana Anda melihatnya ?  

    Saya justru bersyukur dengan tidak adanya tuntutan seperti itu. Kalau ada tuntutan, artinya kan ada pihak-pihak yang ingin membawanya ke proses hukum. Kalau para pihak, masyarakat itu sendiri sudah bisa menyelesaikan masalahnya sendiri, tidak perlu dibawa ke proses hukum, itu lebih baik. Kalau tadi dikatakan ada kritik kenapa tidak ada yang memprotes atau membawa ke proses hukum, buat saya malah justru sebaliknya, kenapa harus dikritik, justru itu harus disyukuri. Karena hukum itu adalah cara terakhir ketika diantara kita tidak bisa menyelesaikan masalah kita sendiri. Lalu memerlukan lembaga peradilan untuk menyelesaikan persoalan kita. Dunia pesantren punya cara pandangnya tersendiri ketika menyelesaikan, menyikapi konflik-konflik, peristiwa seperti ini. 

    Bukankah pertanggungjawaban itu Penting?  

    Kejadian kemarin itu, Pesantren Al-Khoziny itu sudah menjadi pukulan yang luar biasa, khususnya bagi  dunia pesantren. Bagi pemerintah, bagi  negara juga itu hikmah tersendiri, pelajaran tersendiri. Kenapa kok selama ini kita enggak aware ya, pemerintah misalnya tidak melakukan kontrol, pengawasan, bagaimana konstruksi bangunan-bangunan lembaga-lembaga pendidikan keagamaan kita. Itu tidak hanya pesantren, lembaga pendidikan keagamaan kan banyak juga gitu.

    Poin saya adalah, saya setuju harus ada tanggung jawab pihak-pihak yang lalu kemudian karena kelalaiannya, itu lalu kemudian menimbulkan kerugian pihak lain, apalagi korban jiwa, itu harus dimintai tanggung jawabannya. Tapi tanggung jawab itu kan beda-beda jenisnya. Yang paling ujung adalah ketika korban atau yang merasa dirugikan, menuntut tuntutan itu. Tapi kalau yang dirugikan dalam tanda kutip, itu lalu kemudian bisa mengikhlaskan, itu kan yang terbaik. Saya melihatnya begitu.

     

     

  • Senator Irman Gusman optimistis Mentawai bisa jadi ikon wisata dunia

    Senator Irman Gusman optimistis Mentawai bisa jadi ikon wisata dunia

    Ikon Sumatera Barat itu sesungguhnya ada di sini

    Kabupaten Kepulauan Mentawai (ANTARA) – Senator atau Anggota DPD RI Irman Gusman menyatakan optimistis Kabupaten Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) bisa menjadi ikon pariwisata dunia jika dikelola dengan maksimal.

    “Saya optimistis bahwa Kabupaten Kepulauan Mentawai memiliki potensi besar untuk menjadi ikon wisata dunia,” kata anggota DPD RI Irman Gusman saat melakukan reses di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Rabu.

    Kunjungan kerja ke Kabupaten Kepulauan Mentawai tersebut dalam rangka menyerap aspirasi daerah, sekaligus melihat potensi serta tantangan pembangunan di wilayah terluar Indonesia tersebut.

    Menurut dia, Bumi Sikerei (julukan Mentawai) memiliki potensi pariwisata dan kebudayaan yang tergolong besar. Keberadaannya harus didukung penuh lewat kebijakan pemerintah pusat maupun provinsi agar bisa menjadi motor penggerak ekonomi lokal maupun nasional.

    Dalam kunjungan kerja tersebut, Irman Gusman berjanji akan memperjuangkan keadilan pembangunan bagi Kabupaten Kepulauan Mentawai, sebab dengan jaminan pemerataan pembangunan tadi maka potensi pariwisata dan ekonomi otomatis akan bertumbuh.

    “Saya punya harapan agar Mentawai bisa menjadi lebih baik. Potensi alam dan pariwisatanya luar biasa. Saya ingin membantu agar potensi ini bisa direalisasikan dan memberi manfaat nyata bagi masyarakat,” kata dia.

    Ia menyebutkan setiap tahun ribuan wisatawan mancanegara dari berbagai negara datang ke Kabupaten Kepulauan Mentawai. Dari jumlah itu, sekitar 50 persen berasal dari Australia dan Eropa. Angka ini menunjukkan Mentawai sudah dikenal di dunia internasional

    “Ikon Sumatera Barat itu sesungguhnya ada di sini,” ujarnya.

    Dalam sesi diskusi bertajuk “Transformasi Pariwisata Mentawai, dari Surga Tersembunyi Menuju Ikon Wisata Dunia”, Irman menekankan pentingnya perencanaan dan sinergi lintas sektor agar pembangunan di daerah itu bisa lebih cepat dan terarah.

    “Persepsi dan niat baik adalah langkah awal. Dengan perencanaan yang matang dan dukungan pemerintah pusat, potensi yang ada bisa dioptimalkan,” ucap dia.

    Sementara itu, Bupati Kepulauan Mentawai Rinto Wardana Samaloisa menyambut baik dukungan Irman Gusman terhadap kemajuan sektor pariwisata di kabupaten tersebut. Kolaborasi antara pemerintah pusat dengan daerah dinilai menjadi kunci penting dalam memajukan daerah.

    Pada kesempatan itu, ia menyampaikan saat ini daerah itu masih menghadapi sejumlah tantangan di antaranya infrastruktur dasar seperti jalan, listrik dan air bersih. Pemerintah daerah saat ini memiliki enam program prioritas yakni pembangunan jalan, komunikasi dan jaringan internet, penyediaan listrik, sumber air bersih, layanan kesehatan dan peningkatan ekonomi masyarakat.

    “Mentawai sempat disebut kabupaten termiskin di Sumbar. Saya protes, karena ukuran kemiskinan itu tidak sesuai. Di sini tidak ada beras, tapi ada sagu, ikan segar, dan bahan pangan lokal yang melimpah,” ujarnya.

    Pewarta: Muhammad Zulfikar
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Forum Santri Tuntut Atalia Praratya Dipecat

    Forum Santri Tuntut Atalia Praratya Dipecat

    GELORA.CO -Puluhan santri yang tergabung dalam Forum Santri Nusantara (FSN) Bandung Raya mendatangi kediaman Anggota DPR Atalia Praratya di kawasan Ciumbuleuit, Kota Bandung, Selasa 14 Oktober 2025.

    Kedatangan mereka sebagai bentuk protes atas pernyataan Atalia yang dinilai menyinggung dunia pesantren terkait pembangunan Pondok Pesantren Al Khoziny dengan anggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

    Aksi yang berlangsung singkat itu dijaga ketat oleh aparat kepolisian. Massa tiba sekitar pukul 15.16 WIB, menyampaikan orasi serta tuntutan di depan rumah Atalia, lalu membubarkan diri secara tertib sekitar pukul 15.40 WIB.

    Koordinator FSN Bandung Raya, Riki Ramdan Fadilah mengatakan, pernyataan Atalia telah menimbulkan keresahan di kalangan santri. Menurutnya, pernyataan tersebut seolah menggiring opini negatif bahwa pesantren identik dengan pelanggaran hukum.

    “Yang kami tolak adalah pandangan beliau yang seperti tidak sepakat penggunaan APBN untuk membangun kembali Ponpes Al Khoziny. Seolah-olah pesantren tidak pantas mendapat dukungan negara,” ujar Riki dikutip dari RMOLJabar.

    Riki berpandangan ucapan Atalia telah membentuk persepsi buruk di tengah masyarakat tentang pesantren. Oleh karena itu, pihaknya mendesak Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, untuk segera mengambil tindakan tegas.

    “Kami meminta Bahlil Lahadalia memecat Ibu Atalia dari keanggotaan DPR RI. Ucapannya telah menimbulkan kegaduhan dan bertentangan dengan nilai keadilan sosial serta konstitusi,” pungkas Riki.