Organisasi: PERSEPSI

  • Bupati ajak partai politik bangun demokrasi sehat di Kepulauan Seribu

    Bupati ajak partai politik bangun demokrasi sehat di Kepulauan Seribu

    Jakarta (ANTARA) – Bupati Kepulauan Seribu Muhammad Fadjar Churniawan mengajak partai politik yang ada di kepulauan di Provinsi DKI Jakarta itu agar dapat berperan dalam membangun demokrasi sehat, adil, dan realistis.

    “Partai politik mempunyai makna yang sangat penting untuk memberikan pemahaman dan menyatukan persepsi tentang pentingnya pembangunan demokrasi yang sehat, adil dan realistis,” kata Fadjar setelah membuka kegiatan Peningkatan Kemitraan Pemerintah Daerah dengan Partai Politik di salah satu hotel di Jakarta Utara, Kamis.

    Dia pun mengajak para kader partai politik untuk bersama bahu-membahu mewujudkan semangat kebersamaan, kesatuan dan harmonisasi untuk mewujudkan suasana kehidupan bersama yang aman, damai dan harmonis di wilayah Kepulauan Seribu.

    Dia juga meminta para kader partai politik sebagai mitra strategis pemerintah daerah agar menjadi pelopor perekat keragaman dan pemersatu kemajemukan.

    Menurut dia, hal itu bertujuan agar Jakarta yang multi etnis, multi budaya, multi agama serta multi kultural tetap sejuk, damai, nyaman dan aman.

    “Partai politik dapat menjadi menjadi pelopor rasa kebersamaan, membangun ikatan tali silaturahmi antarkader maupun masyarakat lainnya dalam bingkai NKRI,” ujar Fadjar.

    Sementara itu, Kepala Suku Badan KesatuanBangsa dan Politik Kepulauan Seribu Achmad Yani Rivai Yusuf mengatakan ajakan bupati tersebut bertujuan membangun sinergi dan kolaborasi demi kepentingan bersama dengan menyalurkan aspirasi rakyat.

    Selain itu, sambung dia, ajakan tersebut juga bertujuan meningkatkan kualitas pelayanan publik, membangun etika dan budaya politik yang sehat, mengawasi penyelenggaraan pemerintahan, mewujudkan kedaulatan rakyat dan lainnya.

    “Ada sekitar lima puluh peserta yang berasal dari perwakilan partai politik, organisasi sayap partai dan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) atau UKPD (Unit Kerja Perangkat Daerah) terkait,” ungkap Achmad.

    Pewarta: Mario Sofia Nasution
    Editor: Rr. Cornea Khairany
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Purbaya Tak Sama dengan Dedi Mulyadi

    Purbaya Tak Sama dengan Dedi Mulyadi

    Oleh: Erizal 

    BERUNTUNG Purbaya Yudhi Sadewa tak seperti Dedi Mulyadi, disamakan dengan Joko Widodo alias Jokowi. Dedi Mulyadi sedang naik daun dan populer dikatakan banyak orang, termasuk oleh Rocky Gerung, adalah Mulyono Jilid II. Mulyono Jilid I, siapa lagi kalau bukan Jokowi. Bisa habis juga Dedi Mulyadi.

    Jokowi dulu, dikritik oleh banyak orang, bisa dipastikan bukan Jokowinya yang salah, tapi banyak orang yang mengkritik itu, meski kritikan itu benar sekalipun. Kini justru sebaliknya, siapa pun yang mengkritik Jokowi dipastikan benar, meski kritikan itu salah sekalipun.

    Di situlah ruginya Dedi Mulyadi disamakan dengan Jokowi, karena akhirnya bisa buruk. Hanya keledai yang mau masuk pada lubang yang sama. Artinya, orang tak melihat yang dilakukannya tulus. Hanya pencitraan. Padahal, bisa jadi memang berbeda dengan Jokowi.

    Dulu, jangankan IKN dan kereta cepat Whoosh, mobil Esemka saja dijual Jokowi banyak orang yang percaya. Kini, jangankan mobil Esemka, ijazahnya pun orang banyak yang tak percaya, meski sudah diakui oleh UGM dan Bareskrim melalui pengujian forensik sekalipun. 99,9% palsu kata Roy Suryo cs.

    Betapa ruginya Dedi Mulyadi disamakan dengan Jokowi saat ini. Kalau dulu, baru untung. Banyak kepala daerah yang meniru-niru gaya Jokowi, meski tak semua beruntung. Blusukan orang, blusukan pula dia. Blusukan Jokowi tetap pakai bansos, tidak hanya tangan kosong.

    Secara personal, tak ada yang bisa disamakan antara Dedi Mulyadi dan Jokowi. Dedi Mulyadi orator, Jokowi tidak. Kalau ditanya wartawan, jawabannya panjang, Jokowi pendek saja. Malah, tak dijawab sama sekali. Sudah, tapi belum. Dedi Mulyadi mana bisa begitu.

    Pendukung Dedi Mulyadi memang terlihat tak suka idolanya disamakan dengan Jokowi. Tapi pendukung Jokowi, terlihat sebaliknya. Mungkin agar sosok Jokowi terlihat masih relevan. Padahal setiap zaman tak hanya orangnya saja yang berbeda, tapi juga karakteristiknya.

    Tak hanya pendukung Jokowi yang terlihat suka mendekatkan diri pada tokoh populer seperti Dedi Mulyadi. Gibran Rakabuming Raka pun terlihat begitu. Ia mendekatkan diri kepada Dedi Mulyadi saat melesat. Malah saat Purbaya  melesat pun ia ikut nimbrung dengan mengatakan dukungan terhadap gaya ceplas-ceplos Purbaya. Entah untuk apa pula dukungan seperti itu sebagai Wapres?

    Pengalaman tiga kali menang Pilpres, termasuk Gubernur dan Wali Kota, membuat Jokowi dan para pendukungnya hafal betul tokoh mana yang sedang dielu-elukan. Kalau ketemu dengan tokoh seperti itu, maka mendekati lebih baik daripada menjauhi, apalagi melawan. Cita rasa pemilih pada pemimpin, mungkin sudah hafal di luar kepala. Kekuasaan adalah candu.

    Purbaya beruntung, karena tak seperti Dedi Mulyadi, yang disamakan Jokowi. Bagaimana pula bisa menyamakan Purbaya dan Jokowi? Bak langit dan bumi. Purbaya bisa jadi penyakit pula buat Jokowi. Justru Purbaya lebih bisa disamakan dengan Prabowo.

    Ceplas-ceplos, apa adanya, tanpa tedeng aling-aling. Yang terasa dalam hati itulah yang disampaikan. Bukan harimau dalam perut, tapi kambing juga yang keluar. Jokowi dalam perutnya entah apa dan yang keluar anaknya bisa jadi Wapres. Purbaya dan Prabowo lebih mudah ditafsirkan. Lurus dan tak banyak belok-belok.

    Tidak saja publik yang menghakimi, kalau Purbaya diserang orang lain seperti Jokowi dan Dedi Mulyadi, tapi Purbaya itu sendiri. Purbaya mana ada relawan, apalagi buzzer. Bahkan, Dedi Mulyadi menyerangnya langsung diserang balik, tanpa peduli persepsi publik.

    Sayang, Dedi Mulyadi tak mau mengakui kesalahannya. Mengakui kesalahan bagi pemimpin populer memang tak mudah. Tapi Purbaya santai saja dan tak peduli lagi.

    Jokowi pun dibenarkannya sedikit saat mengatakan transportasi publik seperti Whoosh memang bukan untuk mencari untung. Dibenarkan sedikit, karena mungkin saja ia tahu kesalahan yang banyak dalam persoalan itu.

    Hasan Nasbi yang ikut-ikutan mengkritik jadi tak berkutik. Ini tak akan terjadi pada sosok Jokowi dulu. Jadi kalau fenomena Dedi Mulyadi masih bisa disamakan dengan Jokowi, Purbaya tidak. Sama sekali berbeda.

    Purbaya bukan fenomena masuk gorong-gorong atau membersihkan sungai. Ia menjelaskan sesuatu yang rumit menjadi sederhana dan dipahami semua orang. Ini permainan otak yang tak bisa dimainkan oleh otak kosong. Bukan pula olah tubuh ke sana-sini melihat gestur dan politik simbol yang multitafsir.

    Kelemahannya, orang jadi menuntut lebih dari Purbaya, bahkan di atas dari semua yang dikatakannya. Tapi ini pula bisa menunjukkan bahwa ia benar-benar bekerja tanpa agenda apa-apa.

    Sangat berkebalikan dengan Jokowi dan mungkin juga Dedi Mulyadi, tak banyak dituntut diawal, tapi terbukti mengambil jauh lebih banyak diakhir daripada yang dikerjakannya. 

    Purbaya enteng menolak masuk partai politik.dan memilih fokus pada pekerjaan yang diberikan Presiden. Tapi nanti kita tak pernah tahu.

    Direktur ABC Riset & Consulting

  • R&I Pertahankan Rating Credit RI BBB+, Bos BI Buka Suara

    R&I Pertahankan Rating Credit RI BBB+, Bos BI Buka Suara

    Jakarta

    Rating and Investment Information Inc (R&I) mempertahankan Sovereign Credit Rating (SCR) Indonesia pada peringkat BBB+, dua tingkat di atas peringkat investasi normal, dengan outlook stabil.

    Keputusan ini mencerminkan keyakinan terhadap fundamental ekonomi Indonesia yang tetap terjaga didukung oleh ekspansi demografi, sumber daya yang melimpah serta sektor industri pengolahan yang bertumbuh.

    R&I menilai inflasi Indonesia tetap stabil, dengan tingkat utang pemerintah yang tetap rendah, serta kebijakan moneter dan fiskal yang prudent. Namun, Indonesia perlu melakukan asesmen lebih lanjut terhadap langkah pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan menjaga kondisi fiskal yang tetap sehat dalam jangka menengah.

    Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan penegasan R&I atas peringkat Indonesia mencerminkan kepercayaan internasional yang kuat terhadap kondisi makroekonomi yang solid dan stabilitas sistem keuangan yang tetap terjaga di tengah ketidakpastian ekonomi dan keuangan global yang berlanjut.

    “Diperlukan upaya bersama yang lebih kuat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan berkelanjutan, sejalan dengan kapasitas perekonomian nasional. Sinergi yang erat antara Bank Indonesia dengan Pemerintah diharapkan dapat semakin memperkuat persepsi positif terhadap perekonomian Indonesia,” tutur Perry dalam keterangan tertulis, Selasa (28/10/2025).

    R&I memperkirakan ekonomi Indonesia secara keseluruhan tahun 2025 akan tumbuh pada kisaran 5%, sejalan dengan proyeksi Bank Indonesia di atas titik tengah kisaran 4,6%-5,4%.

    Selain itu, R&I juga meyakini inflasi akan terjaga dalam kisaran target, sementara defisit transaksi berjalan diperkirakan tetap rendah sekitar 1% dari PDB. Dari sisi fiskal, Pemerintah tetap berkomitmen kuat untuk menjaga defisit fiskal di bawah 3% dari PDB.

    “Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati dan memantau perkembangan ekonomi dan keuangan global serta domestik, mengambil langkah kebijakan yang diperlukan, serta terus meningkatkan sinergi dengan Pemerintah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” pungkas Perry.

    Tonton juga video “Kala Jokowi Sebut Whoosh Bukan Sekedar Cari Laba, tapi Investasi Sosial” di sini:

    (hal/hns)

  • Fokus ekspansi, TOBA pastikan tak ikut di “waste to energy” Danantara

    Fokus ekspansi, TOBA pastikan tak ikut di “waste to energy” Danantara

    Saat ini TBS sedang menjajaki peluang investasi dan akuisisi bisnis hijau di pasar regional, seperti Vietnam, Malaysia dan Thailand

    Jakarta (ANTARA) – PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) memastikan untuk fokus memperluas peluang ekspansi ke pasar internasional utamanya di Asia Tenggara, dan tidak memprioritaskan untuk ikut proyek waste to energy (WTE) Danantara Indonesia.

    Perseroan telah melakukan ekspansi bisnis ke pasar Asia Tenggara pada 2023 melalui akuisisi Asia Medical Enviro Services (AMES), dan terakhir akuisisi CORA Environment pada 2025, yang mana inisiasi bisnis waste management tersebut menunjukkan hasil nyata dan semakin menjanjikan.

    “Kemajuan bisnis pengelolaan limbah ini menjadi sebuah advantage sekaligus peluang bagi TBS untuk membentuk platform pengolahan limbah regional di Asia Tenggara melalui ekspansi ke pasar internasional,” ujar SVP Corporate Finance and Investor Relations TOBA Mirza Rinaldy Hippy dalam Paparan Kinerja Kuartal III-2025 di Jakarta, Selasa.

    Mirza mengatakan bisnis pengolahan limbah di pasar internasional Asia Tenggara memiliki potensi yang menarik, sehingga keikutsertaan dalam proyek waste to energy yang dijalankan oleh Danantara Indonesia tidak menjadi prioritas bagi perseroan.

    “Saat ini TBS sedang menjajaki peluang investasi dan akuisisi bisnis hijau di pasar regional, seperti Vietnam, Malaysia dan Thailand,” ujar Mirza.

    Selain akuisisi, lanjutnya, perseroan juga aktif melakukan ekspansi organik melalui investasi belanja modal untuk penambahan kapasitas pengelolaan dan penambahan fasilitas daur ulang di Singapura.

    “Aspirasi menjadi pemain global ini menegaskan transformasi bisnis kami untuk menjadi perusahaan yang sepenuhnya fokus pada bisnis hijau dan energi bersih yang berdampak dan berkelanjutan, sekaligus diharapkan dapat membawa nama Indonesia di kancah internasional di bidang energi terbarukan,” ujar Mirza.

    TOBA menyiapkan anak usaha yaitu CORA Environment sebagai salah satu jangkar bisnis, setelah perseroan diproyeksikan meninggalkan sepenuhnya bisnis batu bara pada tahun 2030 mendatang.

    Entitas ini sebelumnya bernama SembWaste dan Sembcorp Environment, yang diakuisisi TOBA pada awal tahun 2025.

    Sembcorp Environment Pte Ltd merupakan perusahaan regional Asia Tenggara berbasis di Singapura, yang fokus pada bisnis ekonomi sirkular dan pengelolaan limbah.

    “Sebagai pemain di bisnis pengolahan limbah di tingkat regional, TOBA sejatinya paling siap mengembangkan bisnis waste to energy,” ujar Mirza.

    Per September 2025, segmen pengelolaan limbah TBS menghasilkan pendapatan 111,92 juta dolar AS atau menyumbang sekitar 39 persen dari total pendapatan konsolidasi, serta 88 persen dari adjusted EBITDA

    Dari aspek operasional, CORA Environment di Singapura dan Indonesia mengelola hampir 1 juta ton limbah per tahun dan melayani lebih dari 470 ribu pelanggan serta ribuan perusahaan.

    Selain, CORA, Asia Medical Enviro Services (AMES) telah memproses lebih dari 3 ribu ton limbah rumah sakit di Singapura.

    Sementara itu, ARAH Environmental telah mengelola lebih dari 6.000 ton limbah rumah sakit dan domestik di Indonesia. AMES dan ARAH merupakan anak usaha TOBA yang fokus pada pengolahan limbah rumah sakit.

    “Keberhasilan dalam bisnis pengolahan limbah di Singapura dan Indonesia, membuat TBS untuk ancang-ancang ekspansi ke negara lain di regional, seperti Thailand, Vietnam dan Malaysia,” ujar Mirza.

    Dalam kesempatan ini, Analis Mirae Sekuritas Farras Farhan mengapresiasi keputusan TOBA yang memilih jalan sendiri dalam pengembangan proyek energi hijau berbasis limbah, kendati secara kapabilitas dan kapasitas layak mengikuti tender Danantara Indonesia.

    “Ketidakikutsertaan TBS dalam tender proyek WTE Danantara merupakan bentuk kedisiplinan good governance yang dapat menganulir terbentuknya persepsi conflict of interest mengingat eks-wadirut sekarang menjabat CIO Danantara. Ini sesuatu yang positif karena menunjukkan keteladanan,’’ ujar Farras.

    Farras menilai keputusan TBS Energy untuk tidak mengikuti tender Danantara Indonesia bukan berarti mengurangi minat perusahaan di sektor waste to energy, namun menunjukkan fokus strategis perseroan untuk memperkuat portofolio bisnis yang sudah matang.

    “CORA Environment sudah melewati tahap pembentukan model bisnis dan integrasi teknologi pengelolaan limbah. Dengan rekam jejaknya yang berasal dari SembWaste dan Sembcorp Environment, CORA sudah punya pengalaman operasional regional. Jadi masuk akal bila TBS memilih fokus ekspansi ke negara-negara yang lebih siap secara regulasi dan infrastruktur,” ujar Farras.

    Sebagaimana diketahui, Danantara Indonesia menyatakan terdapat lebih dari 107 perusahaan tertarik mengikuti tender proyek waste to energy dalam bentuk Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL).

    Pada tahap awal, Danantara Indonesia menyebutkan bahwa akan terdapat 10 PSEL di sepuluh kota di Indonesia, yang rencananya akan diluncurkan pada akhir tahun 2025.

    Pewarta: Muhammad Heriyanto
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • R&I Pertahankan Peringkat Utang Indonesia di BBB+ dengan Outlook Stabil

    R&I Pertahankan Peringkat Utang Indonesia di BBB+ dengan Outlook Stabil

    Bisnis.com, JAKARTA — Lembaga pemeringkat Rating and Investment Information, Inc. (R&I) mempertahankan peringkat utang jangka panjang Indonesia atau Sovereign Credit Rating (SCR) pada level BBB+ dengan outlook stabil pada 24 Oktober 2025.

    Dalam keterangannya, R&I menilai inflasi Indonesia masih stabil, sementara rasio utang pemerintah tetap rendah dengan kebijakan fiskal dan moneter yang dianggap prudent.

    Hanya saja, lembaga yang bermarkas di Jepang itu menekankan perlunya asesmen lanjutan atas langkah pemerintah mendorong pertumbuhan ekonomi sambil menjaga kesehatan fiskal jangka menengah.

    Adapun, R&I memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran 5% pada 2025, sejalan dengan proyeksi Bank Indonesia yang menempatkan pertumbuhan di atas titik tengah rentang 4,6%–5,4%.

    Inflasi diperkirakan tetap berada dalam kisaran sasaran, sementara defisit transaksi berjalan diproyeksikan sekitar 1% terhadap PDB. Dari sisi fiskal, pemerintah disebut tetap berkomitmen menjaga defisit di bawah 3% dari produk domestik bruto (PDB).

    Respons Perry Warjiyo

    Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan bahwa keputusan R&I mencerminkan kepercayaan kuat investor internasional terhadap stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan nasional di tengah ketidakpastian global.

    “Diperlukan upaya bersama yang lebih kuat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan berkelanjutan, sejalan dengan kapasitas perekonomian nasional,” ujar Perry dalam keterangannya, Selasa (28/10/2025).

    Dia menekankan pentingnya sinergi kebijakan antara Bank Indonesia sebagai otoritas moneter dan pemerintah sebagai otoritas fiskal untuk memperkuat persepsi positif terhadap perekonomian nasional.

    Ke depan, Bank Indonesia menyatakan komitmen untuk terus memantau perkembangan ekonomi global dan domestik serta memperkuat koordinasi kebijakan dengan pemerintah guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

    Data Utang Pemerintah 

    Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat total outstanding utang pemerintah pusat menembus angka Rp9.138,05 triliun atau hampir menyentuh 40% dari produk domestik bruto alias PDB.

    Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (DJPPR) Kemenkeu, realisasi atau angka sementara utang pemerintah pusat Juni 2025 itu terbagi menjadi utang berasal dari pinjaman Rp1.157,18 triliun, serta penerbitan SBN Rp7.980,87 triliun. Secara total, angka itu turun apabila dibandingkan dengan Mei 2025 yakni Rp9.177,48 triliun.

    “Per akhir Juni [rasio utang] 39,86%, satu level yang cukup rendah, cukup moderate dibanding banyak negara baik peer group negara tetangga maupun G20,” terang Direktur Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko Kemenkeu, Suminto, pada Media Gathering APBN 2026, Jumat (10/10/2025). 

    Apabila dibandingkan dengan data berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2020-2024, data terbaru utang pemerintah pusat itu melesat dari tahun-tahun sebelumnya. Pada 2024, utang pemerintah pusat berdasarkan LKPP adalah Rp8.813,16 triliun. 

    Sementara itu, utang pemerintah pusat pada 2023 sebesar Rp8.190,38 triliun, Rp7.776,74 triliun, Rp6.913,98 triliun serta Rp6.079,17 triliun. 

  • Obat Terkenal di RI Punya Efek Samping Ngeri, Diungkap Ahli Saraf

    Obat Terkenal di RI Punya Efek Samping Ngeri, Diungkap Ahli Saraf

    Jakarta, CNBC Indonesia – Paracetamol selama ini menjadi obat pereda nyeri yang banyak digunakan. Namun, riset terbaru menunjukkan bahwa obat ini ternyata dapat memengaruhi cara seseorang menilai risiko dan mengambil keputusan.

    Penelitian yang dilakukan oleh The Ohio State University mengungkap bahwa acetaminophen atau dikenal juga sebagai paracetamol, dengan merek populer Tylenol dan Panadol, diduga dapat meningkatkan perilaku berisiko.

    “Acetaminophen tampaknya membuat orang merasa lebih sedikit emosi negatif ketika mempertimbangkan aktivitas berisiko, mereka tidak merasa terlalu takut,” jelas Baldwin Way, ahli saraf dari The Ohio State University, saat hasil penelitiannya dipublikasikan, dikutip dari Science Alert, Selasa (28/10/2025).

    Temuan yang dipublikasikan dalam jurnal Social Cognitive and Affective Neuroscience ini menyebutkan, efek obat pereda nyeri itu tidak hanya mengurangi rasa sakit fisik, tetapi juga bisa menimbulkan respons emosional, termasuk rasa takut, empati, dan kecemasan terhadap risiko.

    Dalam serangkaian eksperimen yang melibatkan lebih dari 500 mahasiswa, tim peneliti memberikan dosis 1.000 mg acetaminophen kepada sebagian peserta, sedangkan sebagian lainnya mendapat plasebo. Peserta kemudian mengikuti simulasi permainan memompa balon virtual di layar komputer.

    Setiap pompa menghasilkan uang imajiner. Namun jika balon meledak, seluruh uang hilang. Hasilnya menunjukkan bahwa peserta yang mengonsumsi paracetamol cenderung lebih sering memompa dan meledakkan balon, dibandingkan dengan kelompok plasebo yang lebih berhati-hati.

    Menurut Way, hal ini menunjukkan bahwa konsumsi paracetamol dapat menurunkan kecemasan dan rasa takut terhadap risiko, sehingga seseorang menjadi lebih berani bertindak tanpa mempertimbangkan konsekuensi secara mendalam.

    Selain simulasi balon, para peserta juga diminta menilai tingkat risiko dari berbagai situasi, seperti bungee jumping, mengemudi tanpa sabuk pengaman, hingga bertaruh uang pada pertandingan olahraga. Dalam beberapa skenario, peserta yang mengonsumsi paracetamol menilai aktivitas tersebut sebagai lebih “aman” dibanding kelompok kontrol.

    Para peneliti menegaskan bahwa efek ini masih bersifat hipotetis dan memerlukan penelitian lebih lanjut. Namun, dengan sekitar 25% populasi AS mengonsumsi paracetamol setiap minggu, dampak potensialnya terhadap persepsi risiko masyarakat perlu diperhatikan.

    Penelitian serupa oleh Universitas Wina pada 2023 juga menemukan bahwa konsumsi obat pereda nyeri secara rutin dapat mengurangi empati dan perilaku prososial, menunjukkan hubungan kompleks antara penggunaan analgesik dan fungsi psikologis manusia.

    Meskipun ada potensi dampak terhadap persepsi risiko, acetaminophen tetap menjadi salah satu obat terpenting dan paling banyak digunakan di dunia, bahkan termasuk dalam daftar obat esensial menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

    “Kita benar-benar membutuhkan lebih banyak penelitian tentang efek acetaminophen dan obat bebas lainnya terhadap keputusan dan risiko yang kita ambil,” kata Way.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Komdigi Bakal Tingkatkan Pengawasan Konten di Internet

    Komdigi Bakal Tingkatkan Pengawasan Konten di Internet

    Jakarta

    Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menegaskan arah baru dalam pengawasan ruang digital nasional. Melalui dokumen Rencana Strategis (Renstra) 2025-2029, Komdigi mengungkapkan akan meningkatkan pengawasan konten di internet.

    Komdigi menjelaskan di tengah pesatnya perkembangan teknologi digital dan diikuti oleh persebaran informasi yang tidak mengenal batasan ruang dan waktu, tata kelola ekosistem digital dan pengawasan ruang digital di Indonesia dinilai masih dihadapi berbagai isu dan tantangan, baik aspek sosial kemasyarakatan, bisnis, dan industri.

    Untuk aspek sosial kemasyarakatan, penyebaran konten negatif, mulai dari judi online, pornografi, radikalisme, hingga berita bohong atau hoaks di media sosial, kata Komdigi, mengancam kohesi sosial dan keamanan individu.

    Di sisi lain, pertumbuhan jumlah pengguna internet RI menyebabkan kelompok anak-anak dan remaja semakin rentan terhadap paparan konten negatif dan aktivitas ilegal di dunia maya.

    Lalu, untuk aspek industri dan industri, Komdigi mengatakan, aktivitas di ruang digital menimbulkan berbagai isu krusial, seperti perlindungan data pribadi dan maraknya praktik penipuan online yang menjadi hambatan serius bagi kepercayaan publik terhadap layanan digital.

    “Akses pemanfaatan ruang digital seharusnya dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh semua kelompok masyarakat. Tetapi, derasnya arus informasi akibat perkembangan teknologi mendorong sulitnya menyaring konten negatif seperti pornografi, judi online, kekerasan, cyberbullying, kriminalitas dan sebagainya,” tulis Komdigi di dalam Renstra yang saat ini sedang dalam tahap konsultasi publik.

    Komdigi juga menyebutkan bahwa peraturan yang ada belum sepenuhnya adaptif terhadap perkembangan teknologi baru, sehingga pengawasan ruang digital menjadi kurang efektif.

    Salah satunya, perkembangan teknologi baru seperti AI, blockchain, dan IoT sudah sangat pesat, Berbagai ancaman teknologi baru bermunculan mulai dari AI deepfake dan manipulasi, AI phishing, malware dan ransomware, serangan distributed denial-of-service (DDoS), pencurian data hingga manipulasi persepsi dan realitas, menjadi tantangan baru yang perlu direspons secara tepat.

    Dalam agenda perencanaan lima tahun ke depan (2025-2029), keamanan dan kedaulatan ruang digital menjadi elemen kunci dalam menciptakan ekosistem digital
    yang inklusif dan kondusif.

    “Oleh karena itu, arah kebijakan bidang pengawasan ruang digital difokuskan pada perlindungan masyarakat agar terciptanya kesetaraan di ruang digital,” kata Komdigi.

    Untuk mewujudkan hal tersebut, disusun dua sasaran strategis yaitu meningkatkan pengawasan dan kesetaraan di ruang digital serta menyediakan ruang digital yang terpercaya bagi masyarakat.

    Terkait strategi dalam meningkatkan perlindungan masyarakat di ruang digital, Komdigi menjelaskan hal itu dapat dilakukan dengan menerapkan tata kelola perlindungan masyarakat di ruang digital, menerapkan tata kelola teknologi baru (seperti Kecerdasan Artifisial, Blockchain, dan sebagainya di ruang digital), memperkuat perlindungan data pribadi, serta meningkatkan kecepatan dan akurasi penyidikan digital.

    Sedangkan, strategi menyediakan ruang digital yang terpercaya bagi masyarakat, Komdigi mengatakan, pemerintah perlu menyediakan ruang digital yang terpercaya bagi aktivitas masyarakat.

    “Adapun strategi yang dapat dilakukan diantaranya dengan memperkuat pelindungan aktivitas masyarakat di ruang digital dan menyediakan layanan publik bidang pengawasan ruang digital,” pungkas Komdigi.

    (agt/fyk)

  • BI: Peringkat BBB+ dari R&I cerminkan kepercayaan dunia ke ekonomi RI

    BI: Peringkat BBB+ dari R&I cerminkan kepercayaan dunia ke ekonomi RI

    Jakarta (ANTARA) – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan, penegasan R&I atas peringkat kredit Indonesia di level BBB+ mencerminkan kepercayaan internasional yang kuat terhadap kondisi makroekonomi yang solid.

    Di samping itu, peringkat kredit tersebut juga menunjukkan kepercayaan terhadap stabilitas sistem keuangan yang tetap terjaga di tengah ketidakpastian ekonomi dan keuangan global yang berlanjut.

    Perry dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, mengingatkan perlunya upaya bersama yang lebih kuat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan berkelanjutan, sejalan dengan kapasitas perekonomian nasional.

    “Sinergi yang erat antara Bank Indonesia dengan Pemerintah juga diharapkan dapat semakin memperkuat persepsi positif terhadap perekonomian Indonesia,” kata Perry.

    Pada Jumat (24/10), lembaga pemeringkat Rating and Investment Information, Inc. (R&I) mempertahankan Sovereign Credit Rating (SCR) Republik Indonesia pada peringkat BBB+, dua tingkat di atas investment grade, dengan outlook stabil.

    Keputusan ini mencerminkan keyakinan R&I terhadap fundamental ekonomi Indonesia yang tetap terjaga didukung oleh ekspansi demografi, sumber daya yang melimpah serta sektor industri pengolahan yang bertumbuh.

    R&I menilai inflasi Indonesia tetap stabil, dengan tingkat utang pemerintah yang tetap rendah, serta kebijakan moneter dan fiskal yang prudent.

    Namun di sisi lain, R&I menilai perlu asesmen lebih lanjut terhadap langkah pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan menjaga kondisi fiskal yang tetap sehat dalam jangka menengah.

    R&I memperkirakan ekonomi Indonesia secara keseluruhan tahun 2025 akan tumbuh pada kisaran 5 persen. Hal ini sejalan dengan proyeksi Bank Indonesia di atas titik tengah kisaran 4,6-5,4 persen.

    R&I juga meyakini inflasi akan terjaga dalam kisaran target, sementara defisit transaksi berjalan diperkirakan tetap rendah sekitar 1 persen dari PDB.

    Sementara dari sisi fiskal, Pemerintah tetap berkomitmen kuat untuk menjaga defisit fiskal di bawah 3 persen dari PDB.

    Ke depan, Bank Indonesia pun akan terus mencermati dan memantau perkembangan ekonomi dan keuangan global serta domestik.

    Selain itu, bank sentral tetap mengambil langkah kebijakan yang diperlukan, serta terus meningkatkan sinergi dengan Pemerintah untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • 24.000 Anak di Gorontalo Tak Sekolah, Pemda: Bukan Hanya Masalah Ekonomi
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        28 Oktober 2025

    24.000 Anak di Gorontalo Tak Sekolah, Pemda: Bukan Hanya Masalah Ekonomi Regional 28 Oktober 2025

    24.000 Anak di Gorontalo Tak Sekolah, Pemda: Bukan Hanya Masalah Ekonomi
    Tim Redaksi
     
    GORONTALO, KOMPAS.com
    – Terdapat 24.171 anak tidak sekolah (ATS) di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Gorontalo, berdasarkan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) per Juli 2025. Jumlah tertinggi berada di Kabupaten Pohuwato dengan 2.822 anak.
    Dari total tersebut, sebanyak 8.774 anak tercatat drop out, 6.893 anak lulus namun tidak melanjutkan pendidikan, dan 8.504 anak belum pernah bersekolah.
    Data ini diungkap dalam diskusi kelompok terpumpun bertema strategi penanggulangan anak putus sekolah karena faktor sosial-ekonomi keluarga yang digelar Badan Perencanaan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Bapppeda) Provinsi Gorontalo, Senin (27/10/2025).
    Ketua Tim Peneliti Kajian Pendidikan Bapppeda Provinsi Gorontalo, Muchtar Ahmad, menjelaskan bahwa persoalan anak tidak sekolah tidak semata disebabkan oleh faktor ekonomi, tetapi juga karena rendahnya kesadaran, akses pendidikan, dan dukungan sosial di tingkat keluarga serta lingkungan.
    “Banyak anak di daerah pedesaan dan terpencil yang akhirnya berhenti sekolah karena jarak yang jauh, biaya transportasi, serta rendahnya kemampuan ekonomi orang tua,” ujar Muchtar Ahmad.
    Menurut Muchtar, hal ini sejalan dengan peta jalan pendidikan yang mencatat penyebab utama anak tidak sekolah (ATS) adalah kemiskinan, hambatan sosial-budaya, serta persepsi yang keliru terhadap pendidikan.
    Ia menambahkan, keterbatasan akses pendidikan dan kurangnya relevansi antara pendidikan dan dunia kerja juga menjadi masalah yang belum terselesaikan.
    Dalam diskusi itu, Muchtar memaparkan berbagai isu lintas sektor yang berkaitan dengan anak tidak sekolah, seperti anak di daerah khusus, pekerja anak, anak korban kekerasan, anak berkonflik dengan hukum, penyandang disabilitas, anak terlantar, korban perkawinan anak, hingga anak jalanan.
    Ia menegaskan pentingnya strategi nasional (stranas) untuk mengatasi masalah ini, salah satunya melalui pendataan dan pemetaan Anak Tidak Sekolah (ATS) serta Anak Berisiko Putus Sekolah (ABPS).
    “Tujuannya untuk memastikan semua anak usia 7–18 tahun teridentifikasi status pendidikannya, baik yang tidak pernah sekolah, putus sekolah, maupun berisiko putus sekolah,” jelasnya.
    Selain itu, penjangkauan dan reintegrasi anak ke jalur pendidikan formal, non-formal, atau pelatihan vokasional juga menjadi langkah penting.
    “Penjangkauan dan reintegrasi anak ke jalur pendidikan atau pelatihan bertujuan mengembalikan anak tidak sekolah ke sistem pendidikan sesuai usia dan kebutuhan mereka,” ujar Muchtar.
    Dari hasil kajian, Muchtar menyimpulkan bahwa penanganan anak putus sekolah harus dilakukan secara kolaboratif, lintas sektor, dan berkelanjutan.
    “Tidak cukup hanya dengan memberikan bantuan pendidikan, tetapi juga dengan memperkuat ekonomi keluarga, meningkatkan kesadaran pentingnya pendidikan, dan menciptakan akses yang lebih adil bagi seluruh anak,” katanya.
    Ia juga merekomendasikan beberapa program untuk mendukung upaya ini, seperti sekolah berbasis asrama di daerah terpencil, program Patroli Anak Sekolah Keluarga Cerdas (PASKAS), serta gerakan “Back to School” bagi anak-anak yang telah putus sekolah.
    Sekretaris Bapppeda Provinsi Gorontalo, Nalienly Grace Rawung, yang hadir mewakili Kepala Bapppeda, menegaskan bahwa isu anak putus sekolah merupakan persoalan krusial yang perlu segera ditangani.
    “Kita ketahui bersama bahwa pendidikan menjadi salah satu program unggulan Gubernur Gusnar Ismail dan Wakil Gubernur Ida Syahidah,” ujar Grace.
    Menurutnya, akses terhadap pendidikan adalah hak mendasar sekaligus kunci utama memutus mata rantai kemiskinan antargenerasi.
    Ia menambahkan, kajian ini menyoroti faktor sosial-ekonomi keluarga sebagai penyebab utama anak tidak sekolah.
    “Masalah ini tidak bisa diselesaikan hanya dari sisi pendidikan semata, tetapi juga harus menyentuh aspek kesejahteraan, pengentasan kemiskinan, dan pemberdayaan sosial,” tutur Grace.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dilema dan Pilihan Strategis ASEAN di Bawah Kebijakan “Tarif Resiprokal” Amerika Serikat

    Dilema dan Pilihan Strategis ASEAN di Bawah Kebijakan “Tarif Resiprokal” Amerika Serikat

    Pada pagi hari waktu setempat, 26 Oktober, Presiden Amerika Serikat Donald Trump tiba di Kuala Lumpur, Malaysia, untuk memulai kunjungan resmi perdananya sekaligus menghadiri KTT ASEAN ke-47. Dalam rangkaian lawatan ke Asia kali ini, Gedung Putih hanya menjadwalkan satu hari untuk KTT ASEAN. Dibandingkan perhelatan KTT itu sendiri, hal yang tampaknya lebih menarik perhatian Washington adalah partisipasi dalam penandatanganan perjanjian damai Thailand–Kamboja. Media Politico bahkan melaporkan bahwa Gedung Putih menjadikan agenda tersebut sebagai prasyarat kehadiran AS di KTT ASEAN.

    Terlihat jelas bahwa pemerintahan AS saat ini menunjukkan minimnya kesabaran terhadap kerja sama bilateral maupun multilateral yang melibatkan negara-negara ASEAN. Faktanya, Kantor Urusan Multilateral pada Biro Urusan Asia Timur dan Pasifik—yang menangani relasi AS–ASEAN serta isu kawasan Sungai Mekong—telah dibubarkan dalam restrukturisasi Departemen Luar Negeri AS. Selain itu, selama masa jabatan pertamanya, Trump hanya menghadiri KTT ASEAN pada 2017; dan kali ini besar kemungkinan menjadi satu-satunya kehadirannya di KTT ASEAN pada masa jabatan keduanya. Berbeda dengan periode pertama, kebijakan Washington terhadap Asia Tenggara kini jauh lebih keras. Penangguhan bantuan untuk negara-negara di kawasan serta peluncuran kebijakan “tarif resiprokal” menunjukkan bahwa pemaksaan ekonomi telah menjadi instrumen utama pemerintah AS untuk mencoba membentuk ulang pengaruhnya di Asia Tenggara.

    Dampak kebijakan luar negeri AS tersebut melampaui ekspektasi banyak negara ASEAN. Selama ini, sebagian elit strategis di kawasan memandang AS sebagai “hegemon yang murah hati”: tidak bernafsu ekspansi wilayah namun memiliki kapabilitas militer dan ekonomi untuk menopang tatanan kawasan, sekaligus memberi bantuan dan akses pasar bagi negara-negara ASEAN. Survei yang dilakukan ISEAS–Yusof Ishak Institute pada 3 Januari–15 Februari tahun ini terhadap elit strategis ASEAN menunjukkan, ketika ditanya “pihak mana yang paling Anda percaya dalam mendorong agenda perdagangan bebas global”, 19% responden masih memilih AS, sementara ASEAN dan Tiongkok masing-masing dipilih oleh 23,8% dan 20,6% responden. Jelas, banyak pihak tidak menyangka negara-negara ASEAN akan menjadi sasaran langsung kebijakan AS. Baru setelah kebijakan “tarif resiprokal” diterapkan, negara-negara ASEAN makin menyadari realitasnya: prasyarat yang menopang teori “hegemon yang murah hati” telah runtuh. Ng Eng Hen, mantan Menteri Pertahanan Singapura, menyatakan bahwa persepsi negara-negara Asia terhadap AS telah bergeser dari sebelumnya sebagai “kekuatan dengan legitimasi moral” menjadi “tuan tanah pemungut sewa”.

    Kebijakan kawasan yang berjalan saat ini setidaknya menimbulkan tiga tantangan jangka menengah–panjang bagi ASEAN:

    Tekanan untuk “memilih kubu” kian meningkat

    Dari sisi ekonomi, lewat kebijakan tarif resiprokal, Washington berupaya mendorong “decoupling” ekonomi ASEAN dari Tiongkok—antara lain dengan menindak re-ekspor untuk menutup jalur masuknya produk Tiongkok ke pasar AS melalui negara-negara ASEAN, serta dengan menaikkan kriteria asal barang (rules of origin) agar membatasi permintaan ASEAN atas produk antara yang dibuat di Tiongkok. Dari sisi politik dan keamanan, AS memasukkan banyak isu tersebut ke dalam agenda ekonomi-perdagangan, berupaya menggunakan tarif sebagai alat tekan agar negara-negara ASEAN menyelaraskan posisi dengan AS dalam kompetisi terhadap Tiongkok.

    Kebijakan AS memecah ASEAN dan melemahkan pengaruh normatifnya

    Menghadapi tekanan maksimal Washington, ASEAN gagal menyusun posisi tawar kolektif; sebagian anggota memilih langkah unilateral untuk memperoleh kelonggaran. Singapura—ekonomi paling maju di ASEAN—mendapat tarif dasar 10%, sementara Myanmar dan Laos yang kurang berkembang menghadapi tarif ekspor ke AS hingga 40%; kesenjangan kebijakan ini berpotensi memperlebar jurang pembangunan intra-ASEAN. Penguatan aliansi Filipina–AS juga memperdalam fragmentasi strategis antar anggota. Dalam isu yang menyentuh kepentingan kekuatan besar, konsensus ASEAN akan makin sulit tercapai. Selain itu, selama ini ASEAN mendukung sistem perdagangan multilateral dengan WTO sebagai inti. Kebijakan tarif resiprokal AS jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip fundamental WTO, seperti perlakuan negara paling diuntungkan (Most-Favoured-Nation/MFN), sehingga mengikis otoritas normatif ASEAN dalam tatanan perdagangan internasional dan menyalahi visi integrasi ekonomi kawasan yang terbuka, inklusif, dan berbasis aturan.

    Lingkungan dagang ASEAN–AS tetap sarat ketidakpastian

    Laporan UNDP menunjukkan kenaikan harga akibat tarif baru berpotensi menurunkan total ekspor Asia Tenggara ke AS sebesar 9,7%, dengan Vietnam berisiko merugi lebih dari US$25 miliar. Negara-negara yang meneken perjanjian dagang dengan AS kini wajib menindak re-ekspor—namun bagaimana definisi operasional dan standar penilaiannya tetap tidak jelas. Di luar itu, negara-negara ASEAN akan berada di bawah pengawasan AS dalam jangka panjang; begitu suatu produk diklasifikasikan sebagai hasil re-ekspor, ekspor ke AS dapat dikenai tarif punitif hingga 40%.

    Kesimpulan

    Kebijakan AS yang keras terhadap ASEAN menciptakan risiko besar di bidang ekonomi dan keamanan, namun sekaligus mendorong refleksi dan penyesuaian strategis yang lebih dalam. Masa depan ASEAN pada akhirnya ditentukan oleh kemampuannya untuk: (i) memperkuat persatuan internal, (ii) menjalankan strategi penyeimbangan yang luwes dan pragmatis, serta (iii) memperdalam kemitraan lintas kawasan, khususnya dengan negara-negara Global South—agar krisis saat ini dapat diubah menjadi peluang historis untuk memperdalam integrasi kawasan dan mencapai kemandirian strategis yang sesungguhnya.