Organisasi: PERSEPSI

  • Akademisi FH Untag Nilai Putusan MKD atas Adies Kadir Sudah Tepat dan Proporsional

    Akademisi FH Untag Nilai Putusan MKD atas Adies Kadir Sudah Tepat dan Proporsional

    Surabaya (beritajatim.com) – Pengamat hukum politik dari Fakultas Hukum (FH) Untag Surabaya, Sultoni Fikri, menilai putusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI yang menyatakan Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Adies Kadir, tidak bersalah, sudah tepat dan proporsional.

    Menurutnya, pernyataan yang sempat menimbulkan perdebatan publik itu masuk dalam kategori slip of the tongue atau kekeliruan berbicara yang bersifat spontan.

    “Yang terjadi pada Bapak Adies Kadir jelas dapat dikategorikan sebagai slip of the tongue, bukan pelanggaran etik. Slip of the tongue adalah kekeliruan berbicara yang spontan, tanpa niat, dan tidak mengandung unsur kesengajaan untuk menyinggung atau merendahkan pihak lain,” ujar Sultoni di Surabaya, Rabu (5/11/2025).

    Ia menjelaskan, berdasarkan Pasal 20 ayat (2) Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2015, pelanggaran etik hanya dapat dinilai jika terdapat unsur pelanggaran hukum, pelanggaran tata tertib rapat, atau tindakan yang menurunkan martabat lembaga secara substansial. Karena pernyataan tersebut sudah diklarifikasi secara terbuka dan tidak menimbulkan akibat hukum, maka tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran etik.

    “Pernyataan beliau lebih tepat dipahami sebagai slip of the tongue yang telah terkoreksi secara etis dan komunikatif,” lanjut peneliti di Nusantara Center for Social Research ini.

    Sultoni juga menilai langkah cepat Adies yang langsung memberikan klarifikasi keesokan harinya sebagai bentuk tanggung jawab moral. Menurut dia, sikap tersebut menunjukkan kedewasaan etik pejabat publik dalam menjaga kepercayaan masyarakat.

    “Respons cepat terhadap kesalahan komunikatif menunjukkan adanya kesadaran moral dan tanggung jawab institusional. Itu sejalan dengan prinsip responsible speech dalam ruang demokrasi,” tutur alumnus Ilmu Politik Universitas Airlangga ini.

    Dia menambahkan, jika merujuk pada UU MD3 serta Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2015, tidak ada unsur pelanggaran substansial dalam kasus tersebut. Menurutnya, persepsi publik yang muncul lebih disebabkan penyebaran potongan video tanpa konteks penuh di media sosial.

    “Yang dinilai dalam pelanggaran etik adalah niat dan akibat hukum. Karena MKD telah memeriksa secara objektif dan menyatakan beliau tidak bersalah, maka persoalan ini selesai secara hukum dan etik,” kata Sultoni.

    Ia menilai MKD telah menggunakan pendekatan yang edukatif dan proporsional dalam menangani perkara tersebut. Pendekatan semacam ini, lanjut dia, penting agar penegakan etik tidak berubah menjadi alat politik atau pembunuhan karakter.

    “Keputusan MKD yang menyatakan Adies Kadir tidak bersalah adalah penerapan prinsip fair trial dalam ranah etik parlemen,” tegasnya.

    Sultoni menyimpulkan bahwa sikap klarifikasi cepat yang ditunjukkan Adies dapat menjadi contoh budaya akuntabilitas bagi pejabat publik. Ia menyebut, pejabat yang berani mengakui dan memperbaiki kekeliruan menunjukkan integritas yang patut dihargai.

    “Beliau telah menunjukkan bahwa pejabat publik yang berani mengakui kekeliruan dan segera memperbaikinya adalah pejabat yang memahami makna akuntabilitas. Itu contoh bahwa tanggung jawab moral adalah fondasi utama etika pejabat negara,” pungkas Sultoni. [asg/kun]

  • Apakah Ikan Punya Lidah? Ini Faktanya

    Apakah Ikan Punya Lidah? Ini Faktanya

    Jakarta

    Lidah dibutuhkan manusia untuk mencicipi rasa dan membantu berbicara. Kalau ikan, kira-kira mereka punya lidah tidak? Meski kesannya pertanyaan yang receh, mungkin kamu saat ini juga kebingungan untuk menjawab hal ini.

    Pertama, mari kita samakan persepsi soal apa itu lidah. Umumnya, lidah digambarkan sebagai organ berotot di dasar mulut dengan kemampuan bergerak secara mandiri. Dengan deskripsi ini, ikan tidak memiliki lidah, tetapi mereka memiliki organ yang sangat mirip, baik dalam bentuk maupun fungsi.

    Yang dimiliki ikan sebagai pengganti lidah adalah sesuatu yang disebut basihyal, lempengan tulang yang terletak di dasar mulut yang agak mirip lidah. Itu memiliki tulang, tidak berotot, tidak memiliki kuncup pengecap, dan hampir tidak bisa bergerak.

    Diperkirakan struktur ini berevolusi untuk melindungi aorta ventral, pembuluh darah utama dari jantung, yang letaknya sangat dekat dengan mulut ikan. Tanpa organ pelindung yang keras ini, posisi aorta akan membuatnya rentan terhadap benturan dari mangsa hidup yang bergerak.

    Namun, seperti halnya lidah, basihyal juga berfungsi saat makan. Ikan menggunakan apendiks tulang ini untuk mengarahkan makanan menuju tenggorokan, tidak seperti mamalia yang menggunakan otot lidah untuk memposisikan makanan di mulut untuk dikunyah.

    Mengutip IFL Science, ukuran dan bentuk basihyal berbeda antar spesies ikan. Beberapa bahkan dilengkapi dengan peningkatan yang signifikan yakni gigi. Ikan sheepshead, misalnya, memiliki gigi geraham yang terpasang langsung pada basihyal-nya. Struktur ini sempurna untuk mengunyah kepiting dan tiram. Salah satu genus ikan argentinid bahkan diberi nama Glossanodon, yang berarti ‘gigi lidah’.

    Fungsi ‘lidah’ ikan juga berbeda antar spesies. Ikan pemanah, misalnya, menggunakan basihyal mereka sebagai bagian dari mekanisme pistol semprot, menyemprotkan air untuk menjatuhkan serangga yang ada di dahan dan langsung ke mulut mereka siap memangsa. Di sisi lain, lamprey justru dapat menjulurkan lidahnya yang bertabur gigi dan menggunakannya untuk mengikis daging mangsanya.

    Mari kita simpulkan, apakah ikan punya lidah? Tidak, tetapi mereka memiliki ‘alat bertulang’ di dalam mulutnya dan ini bisa mengecap dengan kulitnya.

    (ask/ask)

  • Survei PRI: Kinerja Prabowo dongkrak elektabilitas Partai Gerindra 

    Survei PRI: Kinerja Prabowo dongkrak elektabilitas Partai Gerindra 

    Jakarta (ANTARA) – Lembaga survei Pusat Riset Indonesia (PRI) mengungkapkan tingginya kepuasan publik terhadap kinerja satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto telah mendongkrak elektabilitas Partai Gerindra.

    “Tingkat kepuasan publik dirasakan sangat tinggi dan mendapat apresiasi publik tersebut berdampak langsung kepada elektabilitas partai di mata masyarakat,” kata Direktur Eksekutif PRI Deni Yusup di Jakarta, Selasa.

    Hal itu disampaikan Deni saat merilis survei nasional bertajuk “Persepsi dan Perilaku Publik Terhadap Satu Tahun Kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka di Mata Masyarakat Indonesia dan Memotret Elektabilitas Partai Politik”.

    Deni menjabarkan sebanyak 82,44 persen publik menyatakan puas terhadap kinerja satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

    Hal itu, kata Deni, membuat Partai Gerindra mengalami tren kenaikan elektabilitas. Pada pelaksanaan pemilu 2024 Partai Gerindra mencatatkan elektabilitas sebesar 13,22 persen, kemudian saat survei dilaksanakan pada Oktober 2025, Gerindra mengalami kenaikan elektabilitas menjadi sekitar 22,13 persen.

    “Peningkatan signifikan ini dampak dari kerja kerja politik partai Gerindra dan juga program-program nyata dari Presiden RI Prabowo Subianto
    sekaligus Ketua Umum Gerindra,” ujarnya.

    Deni menilai infrastruktur mesin politik Partai Gerindra, pengaruh dari sosok Prabowo Subianto sebagai Presiden yang menakhodai jalannya pembangunan sekaligus ketua umum partai, berpotensi untuk terus unggul di aspek elektabiliras lima tahun ke depan.

    Deni mengungkapkan kepuasan publik terhadap kinerja Presiden juga turut mengangkat elektabilitas Partai Golkar dari 15,29 persen menjadi 17,21 persen.

    “Partai Golkar, dari hasil survei PRI ini menunjukkan tren positif imbas dari partai Golkar bagian dalam Kabinet Prabowo Gibran, dari 15,29 persen menjadi 17,21 persen mengalami kenaikan sekitar 1,92 persen. Hal ini tidak lain dampak dari menguatnya dua instrumen, yakni sosok Ketua Umum Golkar Bahlil Lahadalia sekaligus Menteri ESDM dan solidnya infrastruktur Partai Golkar,” kata Deni.

    Survei PRI juga menunjukkan PDI Perjuangan mengalami penurunan elektabilitas menjadi 14,10 persen dari 16,72 persen pada saat Pemilu 2024.

    Persaingan elektabilitas di papan tengah berlangsung dengan sangat ketat, dengan rincian elektabillitas PKB 8,15 persen, Demokrat, 7,89 persen, PAN 7,89 persen. Nasdem 7,48 persen, PKS 6, 15 persen.

    Sementara masyarakat yang masih belum menentukan sikap (swing vooters) berjumlah sekitar 2,38 persen.

    Hasil survei menunjukkan Partai Demokrat juga mengalami kenaikan elektabilitas sebagai dampak dari masuknya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dalam Kabinet Merah Putih.

    PAN tidak ketinggalan mengalami kenaikan atau trend positif setelah Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan masuk dalam kabinet.

    Hal menariknya yang ditemukan dalam survei PRI, kata Deni, adalah hadirnya partai non parlemen yang mengalami kenaikan atau tren positif yakni PSI yang pada tahun 2024 bertengger di angka 2,81 persen menjadi 4,25 persen di Oktober 2025.

    Di sisi lain PPP mengalami penurunan elektabilitas dari 3,87 persen menjadi 1,85 persen.

    Survei dilakukan dengan metode multistage random sampling, responden terdistribusi secara acak di 38 provinsi di seluruh nusantara. Seluruh responden berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah. Data survey diambil secara proporsional pada tingkat Provinsi dan random di tingkat kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan/desa, kampung/RW/RT.

    Survei digelar pada 10-20 Oktober 2025 dengan margin of error sekitar 2,9 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Jumlah sampel responden yang diwawancara sebanyak 1.200 responden warga negara Indonesia.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Survei PRI: Kepuasan publik terhadap pemerintahan Prabowo 82,44 persen

    Survei PRI: Kepuasan publik terhadap pemerintahan Prabowo 82,44 persen

    Jakarta (ANTARA) – Lembaga survei Pusat Riset Indonesia (PRI) merilis hasil survei yang menyatakan 82,44 persen publik puas terhadap kinerja satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka

    “Saya kira selama satu tahun ini sangat memuaskan di mata publik,” kata Direktur Eksekutif PRI Deni Yusup di Jakarta, Selasa.

    Deni menjelaskan sebanyak 14,89 persen responden menyatakan sangat puas terhadap pemerintahan Presiden Prabowo dan 67,55 persen menyatakan puas. Hanya 10,55 persen yang menyatakan tidak puas dan 3,36 persen yang menyatakan sangat tidak puas, serta 3,65 persen menyatakan tidak tahun/tidak menjawab.

    Hal itu disampaikan Deni saat merilis survei nasional bertajuk Persepsi dan Perilaku Publik Terhadap Satu Tahun Kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka di Mata Masyarakat Indonesia dan Memotret Elektabilitas Partai Politik.

    Deni mengungkapkan tingginya tingkat kepuasan publik tersebut didorong oleh berbagai program yang merakyat dan sudah banyak rakyat yang merasakan program yang digelontorkan Presiden Prabowo.

    Program tersebut, antara lain Makan Bergizi Gratis (MBG) bagi anak sekolah, ketahanan energi, program Sekolah Rakyat, Cek Kesehatan Gratis (CKG), ketahanan pangan, koperasi merah putih, diikuti program penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, serta yang terbaru adalah program pengurangan pajak melalui Menteri Keuangan RI.

    Adapun penilaian rincian penilaian publik tersebut yakni kinerja Prabowo Subianto sudah bagus lewat program MBG dan Sekolah Rakyat dengan 20,55 persen dukungan, tindakan cepat dan realistis dalam penanganan hukum dan korupsi dengan dukungan 15,25 persen.

    Pelaksanaan dan perbaikan ketahanan energi 14,60 persen, mengurangi kemiskinan untuk seluruh lapisan 11,36 persen. serius dalam memperbaiki kondisi pendidikan, lapangan kerja & pangan 10,33 persen.

    Selanjutnya, 10,15 persen menilai program kesehatan gratis dan sekolah dilaksanakan dengan sangat serius, pembangunan ekonomi kerakyatan lewat Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih 7,36 persen, percaya dengan tanggung jawab yang sudah rakyat berikan sebanyak 7,35 persen, serta pemberian rumah susun untuk warga kecil sebanyak 3,05 persen.

    Survei dilakukan dengan metode multistage random sampling, responden terdistribusi secara acak di 38 provinsi di seluruh nusantara. Seluruh responden berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah. Data survei diambil secara proporsional pada tingkat provinsi dan random di tingkat kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan/desa, kampung/RW/RT.

    Survei digelar pada 10 hingga 20 Oktober 2025 dengan margin of error sekitar 2,9 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen. Jumlah sampel yang diwawancara sebanyak 1.200 responden warga negara Indonesia.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • OURI: Biro Psikologi di Jakarta Terinspirasi Filosofi Jepang Oubaitori

    OURI: Biro Psikologi di Jakarta Terinspirasi Filosofi Jepang Oubaitori

    Jakarta

    Biro psikologi baru OURI Mind Care and Support resmi dibuka di Darmawangsa Square, Jakarta Selatan. Didirikan oleh dua psikolog muda lulusan luar negeri, biro ini menawarkan layanan kesehatan mental dengan pendekatan profesional dan suasana yang hangat bagi anak, remaja, hingga dewasa muda.

    Co-Founders OURI, Ghianina Y. Armand, BSc, MSc, M.Psi, Psikolog dan Asaelia Aleeza, BSc, MSc, M.Psi, Psikologi menekankan pentingnya penanganan kesehatan mental sejak usia dini, mengingat tren meningkatnya kasus depresi dan kecemasan pada anak dan remaja.

    “Rekan-rekan kita sudah melihat bahwa dari statistik ini, bahwa dari anak-anak, remaja, itu sudah mulai melintas, depresi, kecemasan, sehingga penting untuk kita menangani dari usia dini. Oleh karena itu, target individu layanan kami adalah dari usia 3 hingga 40 tahun,” ujar Asaelia dalam acara Grand Opening di Darmawangsa Square, Jakarta, Jumat (31/10/2025).

    Biro yang digagas oleh Ghianina dan Asaelia ini mengusung layanan berbasis riset yang dikombinasikan dengan nilai-nilai kultural Indonesia. Latar belakang pendidikan para pendirinya beragam, mulai dari Universitas Indonesia, University of Illinois, University College London, hingga University of Exeter, yang memperkuat pendekatan ilmiah dan empatik dalam setiap sesi terapi.

    “Kami ingin menghadirkan layanan psikologi yang berbasis research yang kita dapatkan dari luar negeri. Kita juga coba menyesuaikan secara kulturnya Indonesia seperti apa, dan yang kita integrasikan ke pelayanan kita,” kata Asaelia.

    OURI lahir dari filosofi Jepang ‘Oubaitori’, yang berarti setiap bunga mekar pada waktu dan temponya masing-masing. Filosofi ini menjadi dasar cara OURI memandang setiap individu, bahwa proses pemulihan dan pertumbuhan emosional tiap orang bersifat unik dan tidak bisa dibandingkan.

    “Kalau pergi ke biro psikologi, mau konsultasi tentang kesehatan mental, itu kayaknya tempatnya menyeramkan ataupun menegangkan. Tapi mungkin bisa dilihat dari sini, kami mencoba untuk membuat suasana sehangat mungkin. Tidak mengintimidasi juga,” tutur Asaelia.

    Ia berharap OURI dapat menjadi ruang aman dan suportif bagi setiap individu yang datang.

    “Kami berharap melalui layanan OURI, kami dapat mendampingi bukan hanya anak-anak, tetapi juga keluarga agar dapat pulih bersama. Dari keluarga yang pulih, kami percaya generasi berikutnya pun dapat tumbuh dengan kesehatan mental dan emosional yang lebih baik. Pada akhirnya, harapan kami adalah terciptanya Indonesia yang lebih sehat – tidak hanya secara individu, tetapi juga sebagai komunitas,” lanjutnya.

    Sementara itu, Co-Founder OURI Ghianina Armand, menjelaskan bahwa biro ini menyediakan layanan lengkap mulai dari asesmen psikologis, minat bakat, dan perkembangan, konseling individu dan kelompok, terapi pasangan dan pra-nikah, hingga program komunitas di sekolah dan institusi. Jenis-jenis terapi yang digunakan termasuk terapi berbasis riset, antara lain: Cognitive Behavioral Therapy (CBT), Acceptance and Commitment Therapy (ACT), serta Theraplay. Selain itu, OURI juga menyediakan art therapy dengan Registered Certified Art Therapist sebagai medium untuk ekspresi diri dan proses penyembuhan secara kreatif.

    “Nah, pendekatan OURI sendiri itu personalised. Jadi memang kita menyesuaikan betul-betul dengan kebutuhan klien. Jadi klien yang datang, mau anak, mau remaja, ataupun dewasa muda, itu kebutuhannya apa, masalahnya apa, kita akan sesuaikan pendekatan kita dan treatment-nya dengan kebutuhan mereka,” ujar Ghianina.

    Ruang-ruang di OURI dirancang dengan pencahayaan lembut dan warna menenangkan, menciptakan atmosfer ramah sejak langkah pertama klien masuk. Pendekatan ini menjadi bagian dari visi OURI untuk mengubah persepsi masyarakat terhadap ruang terapi yang kaku menjadi tempat yang hangat dan membumi.

    Melalui tagline ‘your wellbeing journey, our shared mission’, OURI berharap menjadi mitra yang tumbuh bersama klien dalam membangun kehidupan yang lebih seimbang dan sehat secara emosional.

    “Kami berkomitmen untuk menjadi partner dan pendamping bagi individu maupun kelompok, mendukung setiap klien kami dalam perjalanan untuk tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih sehat secara mental.,” ujar Asaelia.

    (akd/ega)

  • Dua pakar sebut disinformasi akar kesalahpahaman terhadap Sahroni

    Dua pakar sebut disinformasi akar kesalahpahaman terhadap Sahroni

    Jakarta (ANTARA) – Pakar sosiologi Trubus Rahardiansyah menilai pernyataan Ahmad Sahroni saat menanggapi seruan soal pembubaran DPR, bukanlah bentuk penghinaan ataupun ujaran kebencian.

    Hal itu disampaikan Trubus menjawab pertanyaan hakim Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI Habiburokhman terkait pernyataan Ahmad Sahroni yang sempat viral dan menimbulkan polemik di ruang publik, dalam sidang dengan agenda Permintaan Keterangan Saksi dan Pendapat Ahli.

    “Apa yang disampaikan Pak Ahmad Sahroni itu merespons setting atau situasi yang melatarbelakanginya. Nah saya melihat apa yang disampaikan itu tidak menyinggung apa pun. Walaupun di situ ada kata tolol yang diviralkan, itu menurut saya lebih ke menyampaikan bahwa tidak mungkin DPR dibubarkan. Kita kan sistemnya bukan parlementer, tapi non-parlementer,” kata Trubus dalam sidang MKD DPR RI, Senin.

    Trubus juga menyoroti banyaknya pihak yang sengaja menggiring opini publik keluar dari konteks aslinya melalui manipulasi informasi di media sosial.

    “Ini kan sebenarnya arahnya ke sana. Tapi kemudian dipahami (berbeda) karena itu tadi, manipulasi. Makanya di pasal 35 UU ITE itu kan dilarang orang memanipulasi dan mengubah-ubah itu. Jadi apa yang disampaikan Pak Ahmad Sahroni bukan suatu ucapan kriminal ataupun kebencian,” ujarnya.

    Pandangan Trubus tersebut sejalan dengan pendapat saksi ahli lainnya yakni pakar analisis perilaku Gustia Aju Dewi, yang menilai bahwa saat ini potongan-potongan informasi digunakan untuk membentuk persepsi publik yang keliru.

    “Zaman sekarang perang bukan lagi dengan senjata api, tapi senjatanya informasi yang diselewengkan, bisa dipotong. Jadi 90 persen kebenaran itu bukan kebenaran, karena ada 10 persen yang tidak dimasukkan sehingga informasi tersebut menjadi disinformasi,” kata Gustia Aju.

    Gustia juga menegaskan bahwa para penyebar DFK (Disinformasi, Fitnah, dan Kebencian) dapat dilacak dengan teknologi digital forensik, termasuk untuk mengetahui siapa yang pertama kali menggulirkan narasi manipulatif di media sosial.

    “Siapa yang menggulirkan sampai sekarang belum terungkap. Sebenarnya dengan teknologi AI itu mudah dilakukan digital forensik, Yang Mulia, untuk ditelusuri siapa yang pertamakali mengeluarkan narasi-narasi DFK,” ujarnya.

    Pernyataan para ahli ini memperkuat posisi bahwa gelombang opini negatif terhadap DPR, termasuk terhadap Ahmad Sahroni, bukan muncul secara alami, melainkan merupakan hasil dari penggiringan opini dan disinformasi yang terstruktur di media sosial.

    Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI mulai menggelar sidang atas kasus lima anggota DPR RI yang dinonaktifkan partainya di kompleks parlemen, Jakarta, Senin, dengan menghadirkan sejumlah saksi.

    Ketua MKD DPR RI Nazaruddin Dek Gam mengatakan pemeriksaan pendahuluan itu digelar untuk mencari titik terang terkait rangkaian peristiwa yang mendapat perhatian publik pada 15 Agustus sampai 3 September 2025, yang terkait penonaktifan lima anggota DPR itu.

    “Ada lima anggota DPR RI yang telah dinyatakan nonaktif oleh partai masing-masing, yaitu Adies Kadir, Nafa Urbach, Surya Utama, Eko Hendro Purnomo, dan Ahmad Sahroni,” kata Dek Gam saat membuka sidang.

    Adapun sejumlah saksi yang diundang untuk menjalani pemeriksaan MKD itu, antara lain Deputi Persidangan Setjen DPR RI Suprihartini, Koordinator orkestra pada sidang tahunan Letkol Suwarko, ahli kriminologi Prof. Dr. Adrianus Eliasta, ahli hukum Dr. Satya Arinanto, ahli sosiologi Trubus Rahardiansyah, ahli analisis perilaku Gusti Aju Dewi, dan Wakil Koordinator Wartawan Parlemen Erwin Siregar.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Purbaya Gembar-gembor Indonesia Tidak Gelap: Jangan Takut!

    Purbaya Gembar-gembor Indonesia Tidak Gelap: Jangan Takut!

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menekankan ekonomi Indonesia saat ini berada di jalur yang semakin kuat dan positif di tengah ketidakpastian global.

    Purbaha menyampaikan optimismenya terhadap arah pertumbuhan ekonomi nasional yang kian membaik berkat pengelolaan kebijakan fiskal dan moneter yang tepat.

    “Jangan takut dengan prospek ekonomi kita ke depan. Uncertainty global selalu ada, tapi selama kita bisa me-manage kebijakan ekonomi domestik dengan baik, kita akan tetap tumbuh dengan baik. Dengan langkah-langkah yang sama yang akan kita lakukan ke depan, harusnya ekonomi akan semakin cepat,” kata Purbaya dalam sesi diskusi bersama jurnalis dan masyarakat di ajang IdeaFest 2025, Jakarta pada Minggu (2/11).

    Optimisme tersebut didukung oleh kebijakan pemerintah dalam memperkuat permintaan domestik yang menjadi penggerak utama ekonomi nasional.

    “Sekitar 80–90 persen pertumbuhan Indonesia bersumber dari aktivitas ekonomi dalam negeri, sehingga kestabilan kebijakan fiskal dan dorongan belanja pemerintah menjadi kunci penting menjaga momentum pertumbuhan,” tegasnya.

    Kinerja ekonomi yang solid juga tercermin dari meningkatnya kepercayaan publik terhadap pemerintah dan kondisi pasar.

    Berdasarkan survei indeks kepercayaan konsumen yang, persepsi masyarakat terhadap perekonomian nasional menunjukkan tren membaik dalam dua bulan terakhir.

    Purbaya menggarisbawahi bahwa fondasi ekonomi Indonesia berada di jalur yang tepat. Dengan pengelolaan kebijakan yang hati-hati, efisiensi belanja publik, dan semangat optimisme, pemerintah yakin dapat membawa Indonesia menuju pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan inklusif di tahun-tahun yang akan datang. (Pram/fajar)

  • Suara Terdengar Saat Jeda Live, Admin Medsos Wali Kota Surabaya Minta Maaf dan Mengundurkan Diri

    Suara Terdengar Saat Jeda Live, Admin Medsos Wali Kota Surabaya Minta Maaf dan Mengundurkan Diri

    Surabaya (beritajatim.com) – Sebuah insiden terjadi saat akun Instagram Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, melakukan siaran langsung. Ketika live dijeda, percakapan tim media sosial tetap terekam dan terdengar jelas oleh penonton.

    “Lek kayak gitu, Mat. Ini kan videone bagus, simpen dulu ae. Nek besok-besok hujan bisa dipakai, epok-epok keliling,” ujar suara perempuan dalam rekaman tersebut.

    Percakapan itu terdengar seolah membahas penyimpanan rekaman video untuk digunakan kembali pada momen lain. Admin yang berbicara tampaknya tidak menyadari bahwa suaranya masih tersambung ke siaran langsung. “Eh iki lek wis ngene, lak gak metu suarane yo?” katanya lagi, memastikan audio tidak lagi terdengar.

    Potongan rekaman tersebut kemudian viral di media sosial dan menimbulkan persepsi negatif di tengah publik. Sebagian warganet menilai percakapan itu bisa memunculkan anggapan bahwa kegiatan turun lapangan wali kota sekadar kebutuhan konten.

    Sementara itu, diketahui bahwa Wali Kota Eri Cahyadi tidak mengetahui percakapan tersebut karena sedang berada di lapangan saat live dijeda.

    Admin media sosial yang bersangkutan, melalui akun Instagram pribadinya @heningdzikrillah, menyampaikan permohonan maaf sekaligus pengunduran diri. Dia menegaskan bahwa percakapan itu merupakan kelalaian pribadi dan tidak mencerminkan sikap Wali Kota Surabaya.

    “Dengan penuh penyesalan, saya ingin menyampaikan permohonan maaf yang sedalam-dalamnya kepada seluruh masyarakat, kepada semua pihak yang merasa terganggu, dan terutama kepada Bapak Wali Kota yang selama ini telah memberikan kepercayaan kepada saya,” tulisnya.

    Dalam pernyataannya, ia mengakui bahwa tindakannya menyalahi standar kerja dan siap bertanggung jawab. “Saya menyampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya dan sebagai bentuk tanggung jawab moral, saya menyampaikan pengunduran diri saya dengan penuh kesadaran dan penyesalan,” ujarnya. [asg/kun]

  • 40 Tahun BPPM Balairung UGM, Ketika Algoritma Menggeser Nalar Publik

    40 Tahun BPPM Balairung UGM, Ketika Algoritma Menggeser Nalar Publik

    Yogyakarta (beritajatim.com) – Peringatan 40 tahun BPPM Balairung Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta menjadi momentum refleksi kritis tentang bagaimana algoritma media digital dan disinformasi kini memengaruhi cara masyarakat memahami isu publik. Melalui seminar bertema “Disinformasi & Algoritma: Bagaimana Media Digital Membentuk Opini Publik”, berbagai tokoh pers, akademisi, dan jurnalis membedah perubahan besar dalam lanskap media yang semakin dikendalikan logika mesin.

    Ketua Kagama Persma, Dia Mawesti, menegaskan bahwa algoritma media sosial kini tidak hanya menjadi alat penyebar informasi, tetapi juga telah berubah menjadi aktor yang menentukan isu apa yang dianggap penting oleh publik.

    “Teknologi — khususnya algoritma — nggak hanya jadi alat, tetapi juga jadi ‘aktor’ yang sangat berperan dalam membentuk opini publik dan persepsi masyarakat, bahkan menentukan isu apa yang dianggap penting dan apa yang dilupakan,” ujarnya.

    Dia menilai, tantangan dunia pers masa kini berbeda dari masa lalu. Jika dulu jurnalis menghadapi represi dan sensor fisik, kini tekanan bergeser ke ranah digital. Disinformasi, banjir informasi, dan bias algoritmik menciptakan medan baru yang menguji independensi dan etika jurnalistik.

    “Kita tidak lagi hanya berhadapan dengan sensor dan tekanan fisik seperti yang dialami aktivis pers mahasiswa 30–40 tahun lalu. Sekarang, kita juga harus berhadapan dengan disinformasi, algoritma media sosial, dan bias digital yang membentuk cara masyarakat memahami realitas,” jelasnya.

    Ia menekankan pentingnya memperkuat literasi digital, etika, dan independensi pers, agar kebebasan berekspresi tidak tergantikan oleh dominasi algoritma.

    “Kita perlu menjaga etika, independensi, dan literasi digital agar kebebasan berekspresi tidak tergantikan oleh kebebasan algoritma,” tegasnya.

    Dalam konteks perayaan empat dekade Balairung, Dia mengajak insan pers mahasiswa untuk kembali ke akar idealisme mereka sebagai penjaga nurani publik.

    “Melalui seminar ini, saya berharap akan lahir gagasan-gagasan baru, jejaring kolaborasi yang lebih kuat, serta semangat untuk terus menghidupkan idealisme pers mahasiswa sebagai penjaga nurani, tak hanya bagi mahasiswa sendiri tapi juga bagi publik yang lebih luas,” pungkasnya.

    Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian Masyarakat, dan Alumni UGM, Arie Sujito, menilai peran pers mahasiswa masih sangat relevan di tengah era disinformasi dan kecerdasan artifisial (AI). Menurutnya, setiap generasi pers mahasiswa menghadapi tantangan zamannya masing-masing, namun nilai keberaniannya untuk bersuara tetap menjadi inspirasi.

    “Persma menemukan babaknya masing-masing sesuai zamannya. Tetapi jauh lebih penting adalah apa yang sudah dikerjakan bisa menginspirasi generasi saat ini,” ujarnya.

    Arie menegaskan, relevansi pers mahasiswa kini justru makin tinggi ketika ruang kebebasan semakin terbuka namun tidak selalu dapat dipertanggungjawabkan.

    “Membicarakan kebebasan bersuara masih sangat relevan hingga saat ini. Tetapi makin terbuka ruang, kualitas dan strategi kita menjadi faktor penentu,” tegasnya.

    Sementara itu, Asia Pacific Visual and Data Journalist BBC News, Aghnia Adzkia, menyoroti paradoks kemajuan teknologi AI dalam industri media. Di satu sisi, AI mempermudah kerja jurnalis; namun di sisi lain, mempercepat produksi disinformasi.

    “AI memang sangat memudahkan dalam pekerjaan, namun juga membawa hal-hal yang mengkhawatirkan,” terangnya.

    Aghnia memberi contoh bagaimana AI digunakan untuk membuat konten yang menyerupai fakta, seperti video tentang kehidupan di era Majapahit, yang bisa menyesatkan jika dikonsumsi tanpa konteks.

    “Konten semacam ini jika dimaksudkan hanya untuk hiburan tentu tidak masalah, namun berbeda halnya jika digunakan untuk menyebarkan informasi,” ujarnya.

    Ia mengingatkan bahwa disinformasi berbasis AI membutuhkan penanganan kolektif dari berbagai pihak, mengingat skalanya yang massif.

    “Solusinya tidak bisa bergerak sendiri-sendiri,” katanya.

    Dari perspektif industri media, Direktur Eksekutif Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Elin Y Kristanti menyoroti dampak digitalisasi yang justru menggerus kepercayaan publik terhadap media. Ia menyebut, tekanan algoritma membuat banyak media kehilangan orientasi dan mengubah fokus dari kebutuhan pembaca menjadi kebutuhan mesin.

    “Saya sebagai wartawan tidak pernah berpikir menulis berita untuk mesin, tetapi kenyataan yang terjadi saat ini seperti itu,” ujarnya.

    Menurut Elin, kehadiran AI memperparah kondisi karena model generatif menyedot konten media tanpa kompensasi yang adil.

    “Laporan investigasi itu membutuhkan biaya besar, tetapi disedot oleh AI tanpa perlu membayar,” ungkapnya.

    Ia menegaskan, keberadaan media tetap vital untuk menjaga agar demokrasi tidak dikendalikan oleh algoritma atau opini liar di media sosial.

    “Media harus ada untuk mengawal demokrasi. Tidak bisa kita menyerahkan demokrasi kepada netizen,” tegas Elin.

    Anggota Komite Independen Publisher Right, Fransiskus Surdiarsis, juga menyoroti ketimpangan antara platform AI dan media. Ia menyebut konten media sering dijadikan bahan pelatihan (feeding) bagi AI tanpa adanya tanggung jawab finansial dari platform tersebut.

    “Konten media sering digunakan untuk feeding (memberi makan) AI tapi tanpa kompensasi,” terangnya.

    Frans memperingatkan bahwa situasi ini berpotensi merusak ekosistem media dan mempercepat penyebaran disinformasi. “Makin ke sini, informasi yang beredar makin banyak mengandung unsur kebohongan,” ujarnya.

    Sementara itu, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP UGM, Abdul Gaffar Karim, menegaskan bahwa disinformasi telah menjadi faktor penting dalam penurunan kualitas demokrasi modern. Ia menjelaskan bahwa isu-isu yang melemahkan kepercayaan publik terhadap lembaga negara sering kali sengaja dipelihara oleh elite politik.

    “Isu-isu soal rendahnya tingkat kepercayaan terhadap lembaga negara memang dibuat oleh aristokrat untuk melanggengkan kekuasaanya,” tegasnya.

    Gaffar menutup dengan pesan kuat bahwa melawan disinformasi berarti melindungi demokrasi. “Karena disinformasi adalah perusak demokrasi modern,” ujarnya. [beq]

  • Ahok Ungkap Pernah Ditawari Jabatan Menteri Jika Dukung Prabowo: Saya Bilang, Justru Kalau Ganjar Kalah, Saya Harus Fight!

    Ahok Ungkap Pernah Ditawari Jabatan Menteri Jika Dukung Prabowo: Saya Bilang, Justru Kalau Ganjar Kalah, Saya Harus Fight!

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Mantan Komisaris Utama Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), kembali membuat pernyataan mengejutkan.

    Dalam videonya yang beredar, Ahok mengaku pernah ditawari posisi strategis apabila bersedia mendukung Prabowo Subianto sebagai presiden.

    “Kamu bisa jadi dirut, terus jadi menteri. Saya tawarkan jadi dirut Pertamina. Juni kemarin,” ujar Ahok, dikutip Sabtu (1/11/2025).

    Dikatakan Ahok, tawaran tersebut tidak berhenti sampai di situ. Ia bahkan dijanjikan akan diangkat menjadi menteri setelah reshuffle kabinet.

    “Terus dia bilang begitu menang, Maret ini akan reshuffle. Saya diangkat jadi menteri,” ungkapnya.

    Namun, Ahok menegaskan dirinya menolak tawaran tersebut.

    Ia justru memilih untuk tetap mendukung Ganjar Pranowo, meski peluangnya untuk menang disebut kecil.

    “Tapi saya bilang, justru kalau Ganjar akan kalah, saya harus melepaskan jabatan saya untuk fight untuk kemenangan Ganjar,” tegasnya.

    Ahok menyebut, dalam politik tidak seharusnya seseorang menggunakan persepsi yang keliru.

    “Jadi kita jangan gunakan persepsi yang salah. Saya bilang gitu loh,” lanjutnya.

    Ia menegaskan, ketika seseorang merasa calon yang didukung akan kalah, justru seharusnya semakin berjuang, bukan malah mundur.

    “Kalau kamu merasa Ganjar akan kalah, tidak bisa satu putaran, kamu harus keluar dong untuk all out berjuang buat dia,” imbuhnya.

    Ahok juga mengaku sempat ditakut-takuti oleh sejumlah pihak yang mempertanyakan bagaimana ia akan bertahan jika kehilangan jabatan.

    “Lalu mereka bilang, kalau gitu kamu mau makan apa? Saya takut-takutin,” katanya.