Organisasi: PERSEPSI

  • Gaet Finnet, Alfamart Kini Terima Pembayaran Penerimaan Negara

    Gaet Finnet, Alfamart Kini Terima Pembayaran Penerimaan Negara

    Jakarta

    Alfamart bersama PT Finnet Indonesia (Finnet) meluncurkan layanan pembayaran Modul Penerimaan Negara (MPN). Hadirnya layanan ini memungkinkan masyarakat dapat langsung menyetor penerimaan negara melalui gerai-gerai Alfamart di seluruh Indonesia.

    Layanan MPN memungkinkan masyarakat melakukan pembayaran penerimaan negara seperti pajak, PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), cukai dan lainnya.

    “Hadirnya layanan ini merupakan bagian dari visi Alfamart untuk menyediakan dan memudahkan kebutuhan sehari-hari masyarakat, tidak hanya kebutuhan pokok namun juga transaksi layanan elektronik lainnya,” ujar Marketing Director Alfamart Ryan Alfons Kaloh, dalam keterangan tertulis, Jumat (24/11/2024).

    Hal tersebut ia sampaikan saat launching layanan MPN di toko Alfamart Drive Thru Alam Sutera, Tangerang, Kamis (21/11/2024). MPN adalah modul penerimaan negara yang memuat serangkaian prosedur penyetoran, pengumpulan data, dan pelaporan penerimaan negara dalam bentuk sistem yang terintegrasi.

    “Alfamart memahami bahwa akses pembayaran penerimaan negara harus inklusif dan mudah diakses oleh semua lapisan masyarakat. Dengan menggandeng Finnet, Alfamart menghadirkan solusi yang mendukung program pemerintah dalam digitalisasi layanan publik, yang sejalan dengan langkah Alfamart untuk mewujudkan transformasi digital,” kata Ryan.

    Sementara Direktur Enterprise Business Finnet Aziz Sidqi, mengatakan bahwa sebagai bagian dari Telkom Indonesia (Telkom) dan Yayasan Kesejahteraan Karyawan Bank Indonesia (YKKBI), Finnet berkomitmen untuk membangun ekosistem pembayaran digital di Indonesia. Dalam menjalankan bisnisnya, Finnet tetap dalam koridor yang diatur oleh Bank Indonesia sebagai regulator.

    “Sebagai perusahaan yang lahir dari Bapak Telkom dan Ibu Bank Indonesia di tahun 2006, menjadikan Finnet perusahaan yang sangat merah putih, yang berkomitmen membangun ekosistem pembayaran digital di Indonesia” jelas Aziz.

    Pada tahun 2018, Finnet dipercaya menjadi Lembaga Persepsi Lainnya (LPL) selain Bank dan POS. Dengan kepercayaan tersebut membuat Finnet dapat bersinergi dengan Pemerintah mendukung program yang telah dicanangkan demi meningkatkan penerimaan keuangan negara.

    “Dengan ditunjuknya Finnet sebagai LPL membuka peluang kami untuk berkontribusi bagi negeri dalam rangka memudahkan masyarakat untuk melakukan pembayaran baik pajak maupun bukan pajak yang pada akhirnya berimbas pada peningkatan pendapatan negara,” kata Aziz.

    “Setelah sekian lama kami berkolaborasi dengan Alfamart, pada hari ini kami menambah kolaborasi yang tidak hanya menambah manfaat bagi Alfamart dan Finnet tapi insyaallah akan menambah manfaat bagi bangsa kita tercinta,” sambung Aziz.

    Di sisi lain, Kementerian Keuangan RI (Kemenkeu) melalui Kepala Seksi Pengelolaan Rekening Penerimaan Direktorat Pengelolaan Kas Negara Hatta Hasanudin menyambut baik kolaborasi antara Alfamart, Finnet, dan tentunya Kemenkeu dalam membangun ekosistem pembayaran penerimaan negara secara digital dan aman.

    “Dengan adanya kolaborasi ini, diharapkan akses masyarakat semakin luas untuk dapat melakukan pembayaran penerimaan negara melalui banyak kanal yang tersedia, salah satunya di Alfamart,” kata Aziz.

    Harapannya, dengan hadirnya layanan ini di seluruh gerai Alfamart, dapat memberikan pengalaman yang positif bagi pelanggan Alfamart, Finnet sebagai penyelenggara sistem pembayaran dan meningkatkan pendapatan Negara.

    Sebagai informasi, acada launching tersebut turut dihadiri oleh VP Bill Payment Business Moch Wasi’ul Hakim, VP Enterprise Fulfillment and Delivery Roosdiono, perwakilan Ditjen Pengelola Kas Negara dan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara serta jajaran manajemen Alfamart.

    (prf/ega)

  • Industri minta pemerintah tegas berantas peredaran rokok ilegal

    Industri minta pemerintah tegas berantas peredaran rokok ilegal

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Industri minta pemerintah tegas berantas peredaran rokok ilegal
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Kamis, 21 November 2024 – 14:47 WIB

    Elshinta.com – Peredaran rokok ilegal di Indonesia semakin merajalela. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Indodata, peredaran rokok ilegal kini mencapai 46,95 persen, mengalami lonjakan signifikan dari 28,12 persen pada 2021 dan 30,96 persen pada 2022.

    Direktur Eksekutif Indodata, Danis T.S Wahidin, mengungkapkan bahwa faktor persepsi produk, harga, dan aksesibilitas menjadi alasan utama tingginya konsumsi rokok ilegal.

    “Perkembangan perokok ilegal tahun ini mencapai 46,95 persen. Kenaikan ini sangat mengkhawatirkan dan berdampak besar pada berbagai aspek, termasuk industri dan ekonomi nasional,” ujar Danis dalam pernyataan resminya yang diterima Reporter Elshinta, Supriyarto Rudatin, Kamis (21/11).

    Industri Merugi, 6 Juta Pekerja Terancam

    Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO), Benny Wachjudi, mengungkapkan bahwa maraknya peredaran rokok ilegal telah menimbulkan kerugian besar bagi industri hasil tembakau (IHT). Industri ini, yang menopang mata pencaharian sekitar enam juta pekerja, terancam dengan adanya penurunan produksi akibat penjualan rokok legal yang terus menurun.

    “Maraknya rokok ilegal ini merugikan semua pihak. Penurunan penjualan memengaruhi produksi, yang akhirnya berdampak pada nasib pekerja dan petani. Produksi, peredaran, dan penjualan rokok ilegal harus dianggap sebagai extraordinary crime yang membutuhkan penanganan serius dan terkoordinasi,” katanya.

    Benny menyoroti bahwa meskipun pemerintah telah melakukan upaya penindakan, langkah tersebut dinilai belum optimal. “Sepanjang pengetahuan saya, belum ada pelaku utama yang ditangkap. Penindakan yang tegas diperlukan untuk melindungi industri dan masyarakat dari dampak buruk rokok ilegal,”ucapnya.

    Regulasi Dinilai Memberatkan Industri

    Selain masalah rokok ilegal, Benny juga mengkritik sejumlah kebijakan pemerintah yang dinilai memberatkan industri. Ia mencontohkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan (PP Kesehatan), yang melarang penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak. Menurut Benny, aturan tersebut disusun tanpa melibatkan pihak yang terdampak.

    “Regulasi seperti PP Kesehatan dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik (RPMK Tembakau) akan semakin mempersulit industri. Penyeragaman kemasan, misalnya, justru berpotensi membuat rokok ilegal lebih sulit dibedakan dari produk legal,” ungkapnya.

    Benny juga menyoroti dampak kenaikan tarif cukai yang terlalu tinggi, yang menurutnya mendorong konsumen beralih ke rokok ilegal. “Kombinasi dari kebijakan seperti kenaikan tarif cukai yang berlebihan, penyeragaman kemasan, dan pembatasan ketat pada penjualan serta iklan rokok hanya akan menguntungkan rokok ilegal,” jelasnya.

    Permintaan Solusi Nyata dari Pemerintah

    Benny meminta pemerintah segera mengambil langkah-langkah konkret untuk mengatasi persoalan rokok ilegal. Ia menekankan perlunya upaya pemberantasan yang lebih terkoordinasi dan melibatkan seluruh pihak terkait, termasuk pelaku industri.

    “Pemerintah perlu meninjau ulang kebijakan yang ada agar tidak malah memperburuk situasi. Solusi yang komprehensif dan melibatkan berbagai pihak sangat diperlukan untuk memastikan industri tembakau tetap terlindungi,” tutup Benny.

    Sumber : Radio Elshinta

  • Tax Amnesty Jangan Hanya Jadi Jalan Pintas untuk Dongkrak Penerimaan Negara

    Tax Amnesty Jangan Hanya Jadi Jalan Pintas untuk Dongkrak Penerimaan Negara

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi XI DPR menilai rancangan undang undang (RUU) pengampunan pajak atau tax amnesty yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025, harus berdasarkan pada analisis kebutuhan fiskal negara dan target yang jelas. Ia menyebut jangan sampai tax amnesty menjadi jalan pintas untuk tingkatkan penerimaan negara.

    Wakil Ketua Komisi XI DPR Hanif Dhakiri mengatakan, tanpa reformasi sistem perpajakan yang mendasar, kebijakan ini berisiko memperkuat ketidakpatuhan pajak dan melemahkan kepercayaan terhadap sistem perpajakan.

    “RUU tax amnesty tidak boleh hanya menjadi solusi sementara untuk meningkatkan penerimaan negara. Program ini harus dirancang dengan hati-hati dan diiringi reformasi sistem pajak yang menyeluruh agar memberikan dampak positif jangka panjang,” ujar Hanif, Kamis (21/11/2024).

    Indonesia telah melaksanakan dua kali program tax amnesty sebelumnya, yaitu pada 2016-2017 dan 2022. Dua program tersebut berhasil meningkatkan penerimaan negara secara signifikan, tetapi juga meninggalkan tantangan dalam menjaga kepercayaan wajib pajak.

    Hanif menggarisbawahi tiga aspek penting yang harus diperhatikan. Pertama, tax amnesty harus menjadi bagian dari reformasi sistem perpajakan yang lebih luas. Program ini harus diiringi penguatan basis data wajib pajak, percepatan digitalisasi pajak, dan penegakan hukum yang tegas.

    “Reformasi ini penting untuk memastikan sistem perpajakan yang lebih kredibel dan mampu mendorong kepatuhan wajib pajak secara sukarela,” kata Hanif.

    Kedua, pembahasan RUU ini perlu dilakukan secara transparan dan didasarkan pada kebutuhan yang jelas. Pemerintah harus menyajikan data dan analisis akurat mengenai dampak fiskal dan proyeksi manfaat dari kebijakan ini. Ketiga, kebijakan ini harus menjaga keadilan bagi wajib pajak yang patuh.

    “Jangan sampai tax amnesty menciptakan ketimpangan atau persepsi bahwa ketidakpatuhan dapat diampuni tanpa konsekuensi. Hal ini dapat merusak kepercayaan publik terhadap sistem pajak,” ujarnya.

    Kendati demikian, RUU tax amnesty juga punya urgensi, yaitu menarik dana yang mungkin cukup besar yang selama ini berada di luar sistem keuangan negara, untuk mendongkrak penerimaan, mendorong pertumbuhan, dan memperkuat keuangan negara.

    Black money hasil praktik dari underground economy dan transfer pricing dari ekspor yang di parkir di luar negeri, menjadi potensi besar yang harus diintegrasikan ke dalam sistem perekonomian formal.

    Hanif menyebut, semua harus dikalkulasi, sehingga plus minus dan desain dari tax amnesty harus dikaji secara mendalam. Walaupun telah masuk Prolegnas, ia menyebut pembahasan RUU ini tetap bergantung pada relevansi dan urgensinya.

    “Jika setelah dikaji manfaatnya tidak optimal atau justru merugikan, maka pembahasan RUU tax amnesty ini dapat ditunda atau bahkan dikeluarkan dari Prolegnas. Kalau manfaatnya besar ya kita lanjutkan,”  pungkas Hanif.

  • Lapangan kerja isu yang dikhawatirkan warga Jakarta saat ini

    Lapangan kerja isu yang dikhawatirkan warga Jakarta saat ini

    Jakarta (ANTARA) – Sebuah survei yang dilakukan lembaga riset pasar, Jakpat mengungkapkan bahwa lapangan pekerjaan atau pengangguran menjadi salah satu isu yang dikhawatirkan warga di Jakarta saat ini dengan besaran sebanyak sembilan persen.

    Survei juga mengungkapkan masalah lain yang dikhawatirkan warga Jakarta, yakni pengangguran (9 persen), kesenjangan sosial (9 persen), kemiskinan (9 persen) dan ekonomi sulit (9 persen), masalah keamanan (7 persen) seperti kriminalitas (7 persen) dan kerusuhan (7 persen).

    Kepala Peneliti Jakpat, Aska Primardi dalam keterangannya, Kamis, mengungkapkan,
    survei yang juga dilakukan di sejumlah kota lainnya di Indonesia ini bertujuan untuk mengetahui sejumlah hal mencakup masalah sosial dan politik di wilayah tersebut.

    Apalagi dalam waktu dekat, masyarakat menghadapi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024.

    Tujuan lainnya yakni mengetahui aspek evaluasi sosial dan politik dibandingkan dengan tahun sebelumnya, serta citra pemimpin daerah yang diinginkan masyarakat.

    Kondisi sosial dan politik di Indonesia sangat dinamis, segala bentuk perubahan dapat terjadi dalam waktu singkat. Karena itu Jakpat berinisiatif untuk melakukan riset ini untuk memberikan gambaran umum kondisi politik di enam daerah dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia.

    Survei dilakukan pada 27 Agustus hingga 3 September 2024, melibatkan sebanyak 809 responden dari generasi Z (usia 15 -27 tahun) sebanyak 33 persen, milenial (28-43 tahun) sebanyak 50 persen dan generasi X (lebih dari 44 tahun) sebanyak 17 persen.

    Kuesioner survei didistribusikan pada 809 responden Jakpat di Jakarta secara acak melalui aplikasi seluler.

    Dia mengemukakan bahwa survei juga memperlihatkan sebanyak empat dari 10 masyarakat setuju bahwa situasi politik dan sosial di wilayahnya berada di kondisi sama saja dibandingkan dengan periode kepemimpinan sebelumnya.

    “Saat ini kita sudah memasuki era post-truth, dimana kebenaran faktual bukanlah titik penentu keputusan seseorang, tetapi lebih banyak ditentukan oleh opini, persepsi, dan perasaan subjektif seseorang,” ujar Aska.

    Menurut dia, indikator keberhasilan kebijakan seorang pemimpin bukan hanya dinilai dari data dan faktanya secara langsung, tetapi juga bagaimana perasaan publik terhadap kebijakan tersebut.

    “Semua politisi saat ini berlomba untuk memenangkan sentimen positif dari publik,” tutur Aska.

    Pemungutan suara Pilkada tahun ini dijadwalkan pada 27 November 2024 dan diselenggarakan di 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota. Pada kesempatan ini, kata Aska, masyarakat akan memilih sosok yang mereka yakini mampu menyuarakan kepentingan mereka.

    Ini karena pilihan masyarakat mempengaruhi kehidupan bersama. Pejabat terpilih diharapkan mampu memberikan kontribusi nyata bagi daerahnya serta menjadi wakil rakyat yang mumpuni di berbagai bidang, dari politik hingga sosial.

    Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2024

  • Mahfud MD: Kasus Tom Lembong Murni Politisasi Bukan Kriminalisasi

    Mahfud MD: Kasus Tom Lembong Murni Politisasi Bukan Kriminalisasi

    Bisnis.com, JAKARTA – Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menilai penangkapan mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong pada kasus importasi gula sarat dengan nilai politis.

    Hal ini disampaikan olehnya dalam diskusi daring dengan tema Ragu Kebijakan Pemberantasan Korupsi yang diadakan oleh Universitas Paramadina & Institut Harkat Negeri, Kamis (21/11/2024). 

    “Kasus Tom Lembong saya cenderung ingin mengatakan politisasi dan itu beda dengan kriminalisasi. Kalau kriminalisasi itu orang tidak melakukan kesalahan tetapi dicari pasal agar menjadi salah. Kalau politisasi itu dipolitisir, seperti ini yang saya lihat di Tom Lembong ini,” ujarnya dalam forum itu.

    Dia melihat bahwa kasus Tom Lembong memunculkan persepsi negatif dan sarat akan balas dendam politik 

    Menurutnya penetapan tersangka mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong yang tengah menjadi atensi masyarakat akibat kasus dugaan korupsi impor gula itu dilakukan secara terburu-buru.

    Apalagi, kata Mahfud, Tom Lembong kerap berkonsultasi dengan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) terkait dengan pengambilan kebijakan soal impor pangan.

    “Tom lembong membuat kebijakan itu sudah lama, seumpama salah kenapa dibiarkan. Padahal sesudah Tom Lembong ada empat menteri lagi yang melakukan hal sama, itu yang menurut saya itu lebih ke politisasi bukan kriminalisasi,” tuturnya.

    Lebih lanjut, Mahfud mengatakan bahwa apabila proses hukum Tom Lembong berjalan benar, maka tentu aka nada tahapan-tahapan selanjutnya yang disertai penjelasan dan dasar-dasar pelaporan dari Kejaksaan Agung.

    “Sejauh ini belum ada penjelasannya. Apalagi unsur kerugian negara juga belum didapat dan diumumkan, kalau dia memperkaya orang lain atau melanggar aturan itu,” pungkas Mahfud.

  • BI: Neraca pembayaran Indonesia triwulan III-2024 alami surplus

    BI: Neraca pembayaran Indonesia triwulan III-2024 alami surplus

    Kinerja neraca pembayaran Indonesia pada triwulan III 2024 membaik sehingga mendukung ketahanan eksternal

    Jakarta (ANTARA) – Bank Indonesia (BI) mengatakan, neraca pembayaran Indonesia (NPI) triwulan III-2024 mengalami surplus sehingga menjaga ketahanan sektor eksternal.

    NPI pada triwulan III-2024 mencatat surplus sebesar 5,9 miliar dolar AS, dari sebelumnya defisit sebesar 0,6 miliar dolar AS pada triwulan II-2024.

    “Kinerja neraca pembayaran Indonesia pada triwulan III 2024 membaik sehingga mendukung ketahanan eksternal,” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso di Jakarta, Kamis.

    Ramdan menuturkan, surplus NPI ditopang oleh surplus neraca transaksi modal dan finansial yang meningkat serta defisit neraca transaksi berjalan yang lebih rendah.

    Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa meningkat dari sebesar 140,2 miliar dolar AS pada akhir Juni 2024 menjadi sebesar 149,9 miliar dolar AS pada akhir September 2024, atau setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

    Ia mengatakan, neraca transaksi berjalan mencatat penurunan defisit. Pada triwulan III-2024, neraca transaksi berjalan mencatat defisit sebesar 2,2 miliar dolar AS atau sebesar 0,6 persen dari produk domestik bruto (PDB), lebih rendah dibandingkan dengan defisit sebesar 3,2 miliar dolar AS atau 0,9 persen dari PDB pada triwulan II-2024.

    Kinerja neraca transaksi berjalan ditopang oleh surplus neraca perdagangan barang nonmigas yang berlanjut, didukung oleh pertumbuhan ekspor nonmigas seiring dengan kenaikan harga komoditas, di tengah impor yang tumbuh lebih tinggi sejalan meningkatnya aktivitas ekonomi domestik.

    Defisit neraca jasa menyempit didorong oleh meningkatnya surplus jasa perjalanan seiring naiknya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara. Defisit neraca pendapatan primer juga menurun dipengaruhi oleh lebih rendahnya pembayaran imbal hasil investasi kepada investor nonresiden.

    Selain itu, peningkatan surplus neraca pendapatan sekunder yang didorong oleh penerimaan remitansi turut mendukung kinerja neraca transaksi berjalan.

    Lebih lanjut Ramdan menuturkan, surplus neraca transaksi modal dan finansial berlanjut. Neraca transaksi modal dan finansial mencatat surplus sebesar 6,6 miliar dolar AS pada triwulan III-2024, meningkat dibandingkan dengan surplus sebesar 3,0 miliar dolar AS pada triwulan II-2024.

    Investasi langsung membukukan peningkatan surplus, utamanya berasal dari penyertaan modal di sektor industri pengolahan, jasa kesehatan, serta transportasi, pergudangan, dan komunikasi, sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian nasional yang tetap terjaga.

    Aliran masuk modal asing ke berbagai instrumen investasi portofolio juga meningkat seiring dengan imbal hasil investasi yang tetap menarik. Di sisi lain, investasi lainnya mencatat kenaikan defisit didorong meningkatnya penempatan investasi swasta pada berbagai instrumen finansial luar negeri.

    Ke depan, BI senantiasa mencermati dinamika perekonomian global yang dapat mempengaruhi prospek NPI dan terus memperkuat respons bauran kebijakan yang didukung sinergi kebijakan yang erat dengan Pemerintah dan otoritas terkait guna memperkuat ketahanan sektor eksternal.

    NPI 2024 diprakirakan tetap baik dengan defisit neraca transaksi berjalan terjaga dalam kisaran rendah sebesar 0,1 persen sampai dengan 0,9 persen dari PDB.

    Neraca transaksi modal dan finansial diprakirakan tetap mencatatkan surplus didukung oleh peningkatan investasi langsung maupun investasi portofolio sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian nasional dan imbal hasil investasi yang menarik.

    Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
    Editor: Ahmad Buchori
    Copyright © ANTARA 2024

  • Membangun citra  politik, hukum, dan keamanan Indonesia di mata dunia

    Membangun citra politik, hukum, dan keamanan Indonesia di mata dunia

    Jakarta (ANTARA) – Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi model negara demokrasi yang sukses di dunia.

    Namun untuk mewujudkannya, tantangan di sektor politik, hukum, dan keamanan harus dijawab dengan langkah strategis yang konkret.

    Sebagai negara berpenduduk lebih dari 270 juta jiwa dengan beragam budaya, agama, dan etnis, Indonesia berada di pusat perhatian dunia.

    Peran strategis di kawasan Asia Tenggara, komitmen pada isu global, serta kiprah dalam forum internasional menjadi peluang untuk memperkuat citra Indonesia sebagai negara demokrasi yang stabil dan inklusif.

    Sejak Reformasi 1998, Indonesia telah menunjukkan kemajuan signifikan dalam membangun sistem demokrasi.

    Pemilihan umum langsung dan transisi kekuasaan yang damai menjadi salah satu indikator keberhasilan dalam menerapkan sistem politik yang lebih terbuka.

    Namun, berbagai tantangan seperti politik uang, polarisasi sosial, tebang pilih kasus hukum, dan korupsi masih menjadi isu yang harus diatasi.

    Keberhasilan Indonesia memimpin Perhimpunan Bangsa-Bangsa di Asia Tenggara (ASEAN) 2023 menjadi salah satu capaian besar dalam diplomasi politik.

    Indonesia berperan penting dalam menyuarakan resolusi terhadap krisis politik Myanmar, termasuk mendorong implementasi Konsensus Lima Poin ASEAN.

    Meskipun hasilnya belum optimal, inisiatif ini menunjukkan keberanian Indonesia untuk memimpin kawasan menuju stabilitas politik.

    Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar, Indonesia juga aktif dalam mendukung perjuangan Palestina.

    Di forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Indonesia secara konsisten mengadvokasi hak-hak rakyat Palestina, termasuk mendorong penyelesaian konflik dua negara yang adil.

    Dukungan Presiden Ke-7 RI Joko Widodo dan keuletan diplomasi Indonesia yang dipimpin oleh Menlu RI periode 2014–2024, Retno Marsudi, menempatkan Indonesia menjadi yang terdepan dalam menyuarakan kemerdekaan dan kedaulatan Palestina.

    Langkah ini tidak hanya memperkuat citra Indonesia di mata dunia Islam, tetapi juga mencerminkan komitmen terhadap keadilan global.

    Diplomasi global: Dari G20 hingga APEC

    Keterlibatan Indonesia di forum internasional seperti G20 dan APEC telah meningkatkan pengaruhnya di kancah global.

    Pada Presidensi G20 tahun 2022, Indonesia berhasil mendorong agenda-agenda penting, seperti pemulihan ekonomi pascapandemi, transisi energi hijau, dan digitalisasi ekonomi.

    Keberhasilan ini menjadi bukti bahwa Indonesia mampu menjadi jembatan antara negara maju dan negara berkembang.

    Di forum Asia-Pacific Economic Cooperation (APEC), Indonesia menegaskan komitmennya untuk mendorong perdagangan yang inklusif dan berkelanjutan.

    Isu integrasi ekonomi digital menjadi salah satu prioritas, sejalan dengan visi Indonesia untuk menjadi pusat ekonomi berbasis teknologi di Asia Tenggara.

    Diplomasi global Indonesia juga tercermin dalam keberhasilannya menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.

    Selama periode 2019–2020, Indonesia aktif mendorong dialog damai, termasuk dalam isu konflik di Timur Tengah dan Afrika.

    Hukum: Supremasi yang harus ditegakkan

    Sebagai negara hukum, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam memperkuat supremasi hukum.

    Laporan Transparency International 2023 menempatkan Indonesia pada peringkat ke-110 dalam Indeks Persepsi Korupsi.

    Angka ini menunjukkan perlunya reformasi hukum yang lebih serius untuk menciptakan sistem yang transparan dan akuntabel.

    Di sisi lain, keberhasilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani kasus-kasus besar tetap layak mendapat apresiasi internasional.

    Namun, konsistensi dalam penegakan hukum harus terus dijaga agar tidak hanya menjadi langkah simbolik rendah substansi.

    Dalam isu hak asasi manusia, penanganan konflik di Papua menjadi perhatian dunia. Kritik terhadap pendekatan keamanan yang dianggap represif sering mencuat di forum internasional.

    Oleh karena itu, Indonesia perlu mengedepankan pendekatan dialogis dan pembangunan berbasis kesejahteraan untuk menyelesaikan isu ini.

    Langkah positif lainnya adalah pengesahan Omnibus Law yang dirancang untuk meningkatkan iklim investasi.

    Meski menuai protes dari kelompok masyarakat sipil, kebijakan ini dipandang sebagai langkah maju untuk menyederhanakan regulasi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.

    Posisi geografis Indonesia yang strategis membuat negara kepulauan ini juga rentan terhadap berbagai ancaman keamanan, baik tradisional maupun nontradisional.

    Terorisme, kejahatan siber, jaringan narkoba dan judi online internasional, serta konflik perbatasan menjadi isu yang membutuhkan perhatian khusus.

    Di tingkat internasional, Indonesia telah mendapatkan pengakuan atas keberhasilannya dalam memberantas jaringan terorisme melalui kerja sama dengan negara lain. Program deradikalisasi menjadi salah satu inisiatif yang diakui dunia, termasuk oleh PBB dan Interpol.

    Namun, tantangan keamanan di Laut Natuna Utara tetap menjadi prioritas. Ketegangan dengan China terkait klaim di Laut China Selatan menuntut Indonesia untuk mengambil sikap tegas tanpa mengorbankan diplomasi.

    Termasuk salah satunya adalah sikap yang ditegaskan oleh Presiden Prabowo Subianto dalam kunjungan kenegaraannya baru-baru ini ke China dan Amerika Serikat (AS) terkait stabilitas di Indo-Pasifik.

    Peran Indonesia sebagai mediator yang netral dapat memperkuat stabilitas kawasan sekaligus menjaga kedaulatan nasional.

    Copyright © ANTARA 2024

  • Survei Indikator: Andi Sudirman – Fatmawati Sangat Sulit Terkejar Danny – Azhar

    Survei Indikator: Andi Sudirman – Fatmawati Sangat Sulit Terkejar Danny – Azhar

    Pada simulasi terbuka 4 nama calon, Andi Sudirman kembali menunjukkan dominasinya dengan capaian elektabilitas 55,7 persen, Danny Pomanto 21,1 persen, Fatmawati 3,4 persen dan Azhar Arzad 1,0 persen.

    Demikian pula survei Top of Mind calon gubernur, Andi Sudirman berada di puncak dengan 46,2 persen, Danny Pomanto 20,4 persen, Fatmawati 3,7 persen dan Azhar Arsyad 0,3 persen.

    Indikator juga mencatat kemungkinan responden yang sudah tidak lagi berubah pilihan yang sebanyak 80,5 persen, sedangkan pemilih yang masih goyah sebanyak 16,8 persen.

    Di samping itu, Prof. Burhanuddin Muhtadi juga memaparkan bahwa tingginya elektabilitas Andi Sudirman Sulaiman dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain karena Andi Sudirman dinilai sosok pemimpin yang peduli pada rakyat, putra asli daerah, jujur dan bersih dari praktik KKN, telah terbukti hasil kerjanya serta pintar dan berpendidikan.

    Survei ini juga memotret kecenderungan pemilih berdasar sentimen putra daerah. Hasilnya 53,6 persen responden memilih putra asli daerah dibanding 45,1 persen yang tidak mempersoalkannya.

    Dengan hasil survei ini terpotret bila paslon Andi Sudirman-Fatma sudah sangat sulit terkejar lagi mengingat waktu pencoblosan tersisa 7 hari lagi.

    Sebagai informasi, survei yang bertajuk “Peluang Menang Calon Calon Gubernur di Provinsi Sulsel”, ini ingin memotret sikap dan perilaku calon pemilih di Sulsel untuk mengetahui peta dukungan politik elektoral dan ingin mengetahui faktor-faktor penting apa yang berkaitan dengan pilihan-pilihan tersebut sekaligus melihat persepsi warga Sulsel terkait isu-isu mutakhir yang sedang mengemuka.

  • Jokowi Turun Gunung Dukung RIDO dan Luthfi-Taj Yasin, Ronny Talapessy: Tanda Elektabilitas RK dan Lutfi Memang Sedang Terancam

    Jokowi Turun Gunung Dukung RIDO dan Luthfi-Taj Yasin, Ronny Talapessy: Tanda Elektabilitas RK dan Lutfi Memang Sedang Terancam

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Langkah mantan Presiden RI, Joko WIdodo turun gunung mendukung pasangan Ridwan Kamil-Suswono di Pilgub Jakarta dan Luthfi-Taj Yasin di Pilgub Jateng tidak membuat PDIP khawatir.

    Pasalnya, kondisi itu semakin kenyataan dan persepsi yang mulai berkembang akhir-akhir ini kalau elektabilitas kedua pasangan cagub tersebut sedang mengalami kemunduran, sedang lawannya mengalami kenaikan.

    Pandangan tersebut disampaikan Ketua DPP PDI Perjuangan, Ronny Talapessy. Dia menilai elektabilitas pasangan calon Gubernur Jakarta Ridwan Kamil dan Ahmad Luthfi sedang mengalami kemunduran.

    Ronny mengungkapkan penilaian setelah melihat Presiden ketujuh RI Joko Widodo (Jokowi) dengan terang-terangan mendukung kandidat Ridwan Kamil-Suswono (RIDO) dan Luthfi-Taj Yasin pada Pilkada Jakarta serta Jawa Tengah 2024.

    “Tanggapan saya melihat Jokowi turun gunung, itu tanda elektabilitas RK dan Lutfi memang sedang terancam dan merosot,” kata Ronny menjawab awak media melalui layanan pesan, Selasa (19/11).

    Menurut dia, survei dari berbagai lembaga juga sudah menunjukkan bahwa kandidat yang diusung PDIP di Jakarta dan Jateng mengalami peningkatan Elektabilitas.
    Diketahui, PDIP untuk Pilkada Jakarta mengusung Pramono Anung (Pram)-Rano Karno (Doel) dan Pilkada Jateng mendukung Andika Perkasa-Hendrar Prihadi. “Survei-survei terakhir, kan, memang hasilnya saling susul menyusul,” kata pria yang juga berprofesi sebagai pengacara itu.

    Ronny juga menilai strategi dan pendekatan PDIP pada Pilkada Jakarta dan Jateng 2024 terbukti ampuh setelah jagoan mereka mengalami peningkatan elektabilitas. “Jadi, kami akan terus bekerja keras menyapa rakyat, dari pintu ke pintu,” ujarnya.

  • 7 Alasan Perjalanan Pulang Terasa Lebih Cepat Dibandingkan Perjalanan Pergi

    7 Alasan Perjalanan Pulang Terasa Lebih Cepat Dibandingkan Perjalanan Pergi

    Jakarta: Pernahkah kamu merasa jika perjalanan pulang lebih cepat dari perjalanan pergi? Jika iya, fenomena tersebut dikenal sebagai “Return Trip Effect” atau efek perjalanan pulang, yang menggambarkan bagaimana perjalanan pulang sering kali terasa lebih singkat dibandingkan perjalanan pergi.

    Istilah ini merujuk pada persepsi waktu yang dipengaruhi oleh berbagai faktor psikologis dan kognitif. Efek ini menarik perhatian para peneliti karena menunjukkan bahwa cara kita merasakan waktu tidak selalu objektif, tetapi sangat bergantung pada pengalaman, emosi, dan cara otak memproses informasi.
    Perjalanan pulang yang terasa lebih cepat dibandingkan perjalanan pergi merupakan fenomena yang umum dialami banyak orang. Meski jarak yang ditempuh dan waktu yang dihabiskan sering kali sama, pengalaman subjektif seseorang terhadap waktu bisa berbeda.

    Fenomena ini dapat dijelaskan melalui beberapa mekanisme psikologis dan persepsi waktu yang memengaruhi cara kita merasakan durasi perjalanan. Berikut Medcom.id telah merangkum alasan kenapa perjalanan pulang terasa lebih cepat dibandingkan perjalanan pergi.

    7 Alasan Mengapa Perjalanan Pulang Terasa Cepat Dibandingkan Perjalanan Pergi 

    1. Familiaritas dengan Rute Perjalanan

    Saat berangkat, kita cenderung lebih fokus pada lingkungan sekitar karena rute yang dilalui mungkin belum sepenuhnya dikenal. Otak kita bekerja lebih keras untuk memproses informasi baru, seperti arah, tanda jalan, atau pemandangan yang belum familiar, sehingga waktu terasa berjalan lebih lambat.

    Sebaliknya, saat perjalanan pulang, otak kita tidak perlu lagi memproses informasi yang sama dengan intensitas tinggi karena rute sudah dikenal. Dengan beban kognitif yang lebih ringan, perjalanan terasa berlalu lebih cepat.  

    Baca juga: Sering Mabuk Perjalanan? Ini Penyebab dan Cara Mengatasinya

    2. Emosi dan Antisipasi

    Memainkan peran penting. Dalam perjalanan pergi, kita sering kali memiliki harapan atau kecemasan untuk mencapai tujuan, yang dapat meningkatkan fokus pada waktu dan memperlambat persepsi terhadapnya.

    Namun, dalam perjalanan pulang, perasaan lega dan harapan untuk segera sampai di rumah atau tempat yang nyaman cenderung mengalihkan perhatian kita dari penghitungan waktu, sehingga perjalanan terasa lebih singkat.  

    3. Persepsi Waktu dalam Psikologi

    Dari sudut pandang psikologi waktu, otak kita memproses waktu secara berbeda tergantung pada tingkat stimulasi yang kita alami. Dalam perjalanan pergi, kita mungkin terlibat dalam berbagai aktivitas yang menarik perhatian atau menuntut fokus, seperti mencari arah atau mengamati lingkungan baru.

    Aktivitas ini membuat waktu terasa berjalan lebih lambat. Sebaliknya, perjalanan pulang yang lebih rutin dan minim stimulasi memberikan kesan bahwa waktu berlalu lebih cepat.  

    4. Kondisi fisik dan mental

    Saat berangkat, energi kita biasanya masih penuh, sehingga kita lebih sadar terhadap durasi perjalanan. Namun, ketika pulang, kelelahan setelah aktivitas seharian membuat kita kurang memperhatikan waktu, memberikan kesan perjalanan yang lebih singkat.  

    5. Banyaknya Stimulasi

    Dalam perjalanan pergi, kita mungkin mengalami banyak hal baru atau menarik yang menarik perhatian kita. Hal ini bisa membuat perjalanan terasa lebih panjang dibandingkan saat pulang ketika stimulasi tersebut berkurang.

    Baca juga: Bacaan Arab Doa Perjalanan dalam Islam, Disertai Latin dan Arti

    6. Rutinitas Perjalanan

    Beberapa orang memiliki rutinitas tertentu saat pulang misalnya mendengarkan musik favorit atau berbicara di telepon, yang dapat membuat perjalanan terasa lebih cepat karena teralihkan dari penghitungan waktu.

    7. Pengalaman Sosial

    Perjalanan pergi mungkin melibatkan interaksi dengan orang lain atau menghadapi situasi baru yang memperlambat persepsi waktu. Di sisi lain, perjalanan pulang sering kali lebih tenang atau bahkan disertai rutinitas tertentu, seperti mendengarkan musik atau merenung, yang membantu waktu terasa berlalu dengan cepat. 

    Melalui fenomena “Return Trip Effect” ini, kita dapat melihat bagaimana otak kita bekerja dalam memproses pengalaman sehari-hari, termasuk perjalanan.

    Fenomena ini juga mengajarkan kita untuk lebih sadar terhadap bagaimana emosi, perhatian, dan kondisi fisik memengaruhi cara kita merasakan waktu, baik saat perjalanan pergi maupun pulang. Mungkin, dengan menyadari hal ini, kita bisa menikmati kedua perjalanan dengan cara yang lebih seimbang dan bermakna. (Angel Rinella)

    Jakarta: Pernahkah kamu merasa jika perjalanan pulang lebih cepat dari perjalanan pergi? Jika iya, fenomena tersebut dikenal sebagai “Return Trip Effect” atau efek perjalanan pulang, yang menggambarkan bagaimana perjalanan pulang sering kali terasa lebih singkat dibandingkan perjalanan pergi.

    Istilah ini merujuk pada persepsi waktu yang dipengaruhi oleh berbagai faktor psikologis dan kognitif. Efek ini menarik perhatian para peneliti karena menunjukkan bahwa cara kita merasakan waktu tidak selalu objektif, tetapi sangat bergantung pada pengalaman, emosi, dan cara otak memproses informasi.

    Perjalanan pulang yang terasa lebih cepat dibandingkan perjalanan pergi merupakan fenomena yang umum dialami banyak orang. Meski jarak yang ditempuh dan waktu yang dihabiskan sering kali sama, pengalaman subjektif seseorang terhadap waktu bisa berbeda.
     
    Fenomena ini dapat dijelaskan melalui beberapa mekanisme psikologis dan persepsi waktu yang memengaruhi cara kita merasakan durasi perjalanan. Berikut Medcom.id telah merangkum alasan kenapa perjalanan pulang terasa lebih cepat dibandingkan perjalanan pergi.

    7 Alasan Mengapa Perjalanan Pulang Terasa Cepat Dibandingkan Perjalanan Pergi 

    1. Familiaritas dengan Rute Perjalanan

    Saat berangkat, kita cenderung lebih fokus pada lingkungan sekitar karena rute yang dilalui mungkin belum sepenuhnya dikenal. Otak kita bekerja lebih keras untuk memproses informasi baru, seperti arah, tanda jalan, atau pemandangan yang belum familiar, sehingga waktu terasa berjalan lebih lambat.
     
    Sebaliknya, saat perjalanan pulang, otak kita tidak perlu lagi memproses informasi yang sama dengan intensitas tinggi karena rute sudah dikenal. Dengan beban kognitif yang lebih ringan, perjalanan terasa berlalu lebih cepat.  

    2. Emosi dan Antisipasi

    Memainkan peran penting. Dalam perjalanan pergi, kita sering kali memiliki harapan atau kecemasan untuk mencapai tujuan, yang dapat meningkatkan fokus pada waktu dan memperlambat persepsi terhadapnya.
    Namun, dalam perjalanan pulang, perasaan lega dan harapan untuk segera sampai di rumah atau tempat yang nyaman cenderung mengalihkan perhatian kita dari penghitungan waktu, sehingga perjalanan terasa lebih singkat.  

    3. Persepsi Waktu dalam Psikologi

    Dari sudut pandang psikologi waktu, otak kita memproses waktu secara berbeda tergantung pada tingkat stimulasi yang kita alami. Dalam perjalanan pergi, kita mungkin terlibat dalam berbagai aktivitas yang menarik perhatian atau menuntut fokus, seperti mencari arah atau mengamati lingkungan baru.
     
    Aktivitas ini membuat waktu terasa berjalan lebih lambat. Sebaliknya, perjalanan pulang yang lebih rutin dan minim stimulasi memberikan kesan bahwa waktu berlalu lebih cepat.  

    4. Kondisi fisik dan mental

    Saat berangkat, energi kita biasanya masih penuh, sehingga kita lebih sadar terhadap durasi perjalanan. Namun, ketika pulang, kelelahan setelah aktivitas seharian membuat kita kurang memperhatikan waktu, memberikan kesan perjalanan yang lebih singkat.  

    5. Banyaknya Stimulasi

    Dalam perjalanan pergi, kita mungkin mengalami banyak hal baru atau menarik yang menarik perhatian kita. Hal ini bisa membuat perjalanan terasa lebih panjang dibandingkan saat pulang ketika stimulasi tersebut berkurang.

    6. Rutinitas Perjalanan

    Beberapa orang memiliki rutinitas tertentu saat pulang misalnya mendengarkan musik favorit atau berbicara di telepon, yang dapat membuat perjalanan terasa lebih cepat karena teralihkan dari penghitungan waktu.

    7. Pengalaman Sosial

    Perjalanan pergi mungkin melibatkan interaksi dengan orang lain atau menghadapi situasi baru yang memperlambat persepsi waktu. Di sisi lain, perjalanan pulang sering kali lebih tenang atau bahkan disertai rutinitas tertentu, seperti mendengarkan musik atau merenung, yang membantu waktu terasa berlalu dengan cepat. 

    Melalui fenomena “Return Trip Effect” ini, kita dapat melihat bagaimana otak kita bekerja dalam memproses pengalaman sehari-hari, termasuk perjalanan.
     
    Fenomena ini juga mengajarkan kita untuk lebih sadar terhadap bagaimana emosi, perhatian, dan kondisi fisik memengaruhi cara kita merasakan waktu, baik saat perjalanan pergi maupun pulang. Mungkin, dengan menyadari hal ini, kita bisa menikmati kedua perjalanan dengan cara yang lebih seimbang dan bermakna. (Angel Rinella)

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (WAN)