Organisasi: PERSEPSI

  • Ledakan di Kawasan Garis Pemisah Korut-Korsel, 1 Perwira Militer Luka

    Ledakan di Kawasan Garis Pemisah Korut-Korsel, 1 Perwira Militer Luka

    Jakarta

    Ledakan terjadi di sepanjang garis pemisah Korea Utara (Korut) dan Korea Selatan (Korsel), melukai seorang perwira militer Korsel yang sedang berpatroli. Kementerian Pertahanan Korsel mengatakan bahwa perwira tersebut saat ini dalam kondisi stabil.

    Ledakan yang belum diketahui penyebabnya itu, terjadi pada Kamis (20/11) pagi di garis depan barat Garis Demarkasi Militer (MDL), kata Kementerian Pertahanan Korsel dalam sebuah pernyataan.

    Perwira yang terluka tersebut “dievakuasi segera dengan helikopter darurat dan dalam kondisi stabil tanpa cedera yang mengancam jiwa”, kata Kementerian tersebut, dilansir kantor berita AFP, Kamis (20/11/2025).

    MDL terletak di dalam Zona Demiliterisasi (DMZ), sebuah wilayah penyangga sepanjang empat kilometer yang membentang 250 kilometer (160 mil) melintasi Semenanjung Korea.

    DMZ dikenal sebagai suaka margasatwa yang tidak disengaja sekaligus lokasi ranjau darat yang tak terhitung jumlahnya.

    Ledakan itu terjadi setelah Seoul minggu ini mengusulkan perundingan militer dengan Korea Utara — tawaran pertama semacam itu dalam beberapa tahun.

    Dalam usulannya, Seoul mengatakan banyak penanda MDL yang dipasang berdasarkan gencatan senjata 1953 telah menghilang seiring waktu. Ini menyebabkan “persepsi yang berbeda tentang batas wilayah di area tertentu oleh kedua belah pihak”.

    Seoul dan Pyongyang secara teknis masih berperang, karena gencatan senjata 1953 yang menghentikan pertempuran, tidak pernah diikuti oleh perjanjian damai.

    Seoul mengatakan ada sekitar 10 serangan oleh pasukan Korea Utara tahun ini.

    Sebelumnya pada tahun 2015, dua tentara Korea Selatan terluka parah oleh ranjau darat yang ditanam Korea Utara saat berpatroli di selatan perbatasan. Salah satu dari tentara tersebut kehilangan kedua kakinya dan yang lainnya diamputasi kakinya.

    Tonton juga video “Detik-Detik Israel Ledakan Gedung di Tayr Filsay Lebanon”

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • Terkuak! Rahasia Cepat di Balik Mekanisme Penghantaran Impuls Saraf Tubuh

    Terkuak! Rahasia Cepat di Balik Mekanisme Penghantaran Impuls Saraf Tubuh

    YOGYAKARTA – Pernahkah Anda bertanya-tanya bagaimana cara kerja tubuh yang dapat merespons secepat kilat? Jawabannya terletak pada mekanisme penghantaran impuls saraf.

    Mekanisme ini menjadi proses yang mendasar memungkinkan otak dan sistem saraf mengirimkan sinyal listrik dan kimiawi ke seluruh tubuh. Kecepatan transmisi sinyal ini sangat vital untuk setiap gerakan, respons indera, dan proses berpikir.

    Bersumber dari laman Psychology Town dan CK-12 Foundation, artikel ini akan membedah secara rinci bagaimana sinyal bergerak melalui neuron, melintasi celah sinaps, hingga memicu respons akhir.

    Apa Itu Impuls dan Neuron?

    Impuls saraf pada dasarnya adalah sinyal listrik yang merambat sepanjang neuron (sel saraf), dan memungkinkan komunikasi di dalam sistem saraf. Sinyal ini dihasilkan ketika terjadi gangguan pada keseimbangan muatan listrik di dalam dan luar neuron.

    Sinyal listrik ini, yang sering disebut “potensial aksi,” adalah dasar bagaimana sistem saraf mentransmisikan informasi dengan cepat melintasi jarak yang luas, memastikan segala sesuatu, mulai dari gerakan otot hingga persepsi sensorik, diproses secara efisien.

    Impuls adalah sarana transmisi informasi ke seluruh sistem saraf. Baik itu tindakan refleks sederhana, seperti menarik tangan dari benda panas, maupun pemikiran kompleks, impuls saraf terlibat. Berfungsi dengan baiknya impuls ini sangat penting untuk kelangsungan hidup.

    Baca juga artikel yang membahas Mengejutkan! Ini Makanan yang Disukai Ibu Hamil Anak Laki-Laki, Mitos atau Fakta?

    Bagaimana Saraf Kita Berkomunikasi? Mengenal Mekanisme Penghantaran Impuls

    Bayangkan tubuh Anda sebagai jaringan kabel listrik yang kompleks. Agar Anda bisa bergerak, berpikir, atau merasakan, sinyal-sinyal listrik harus bergerak dengan cepat dari satu ujung kabel (sel saraf) ke ujung kabel berikutnya. Proses inilah yang disebut mekanisme transmisi saraf.

    Sinyal listrik (impuls saraf) bergerak sangat cepat di sepanjang satu sel saraf (neuron). Namun, masalah muncul ketika sinyal itu harus melompat ke sel saraf berikutnya. Kedua sel saraf ini tidak bersentuhan dan ada celah kecil di antaranya.

    Titik pertemuan atau persimpangan inilah yang disebut Sinaps. Sinaps adalah jembatan komunikasi yang memastikan pesan saraf diteruskan secara akurat dan selektif. Ada dua jenis sinaps yaitu:

    Sinaps Listrik (Jarang)

    Mirip kabel yang menempel, memungkinkan ion (partikel listrik) mengalir langsung dari satu sel ke sel lain. Transmisi sangat cepat dan digunakan untuk koordinasi serentak.

    Sinaps Kimia (Paling Umum)

    Kedua sel dipisahkan oleh celah sinaps. Sinyal listrik harus diubah menjadi pesan kimia (Neurotransmitter) untuk menyeberang.

    Mekanisme kunci sinaps kimia adalah saat sinyal listrik (impuls) tiba di ujung sel pengirim (terminal akson), ia memicu kantong (vesikel) berisi Neurotransmitter (misalnya, Dopamin) untuk dilepaskan ke celah sinaps.

    Neurotransmitter ini kemudian berenang melintasi celah dan mengikat reseptor (seperti gembok dan kunci) di sel penerima. Pengikatan ini membuka saluran ion, menciptakan sinyal listrik baru pada sel penerima, dan transmisi pun berlanjut.

    Neurotransmitter juga menentukan efek pesan, yaitu:

    Eksitasi (Memulai): Mendorong terciptanya sinyal baru (Contoh: Asetilkolin untuk gerakan otot).Inhibisi (Mencegah): Menghentikan atau meredam sinyal (Contoh: GABA).

    Mudahnya, transmisi saraf adalah proses di mana impuls listrik diubah menjadi pesan kimia di sinaps (Neurotransmitter) untuk menyeberangi celah dan diubah kembali menjadi sinyal listrik pada sel penerima.

    Selain pembahasan mengenai mekanisme penghantaran impuls, ikuti artikel-artikel menarik lainnya di  VOI, untuk mendapatkan kabar terupdate jangan lupa follow dan pantau terus semua akun sosial media kami! 

  • Risalah FOMC: The Fed Dorong Suku Bunga Stabil di Sisa 2025

    Risalah FOMC: The Fed Dorong Suku Bunga Stabil di Sisa 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Banyak pejabat Federal Reserve (The Fed) menilai suku bunga acuan sebaiknya dipertahankan stabil di sisa 2025.

    Hal tersebut terungkap melalui risalah rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada 28—29 Oktober 2025 yang dirilis di Washington pada Rabu (19/1/2025) waktu setempat.

    Dokumen tersebut juga menunjukkan bahwa beberapa pembuat kebijakan menolak pemangkasan suku bunga acuan pada pertemuan tersebut.

    “Banyak peserta menyarankan bahwa berdasarkan proyeksi ekonomi mereka, rentang target suku bunga kemungkinan tetap tidak berubah sepanjang sisa tahun ini,” demikian kutipan isi risalah sebagaimana dilansir dari Bloomberg pada Kamis (20/11/2025).

    Meski demikian, sejumlah peserta menyatakan bahwa pemangkasan lanjutan pada Desember 2025 masih mungkin sesuai jika kondisi ekonomi berkembang seperti yang mereka perkirakan sebelum pertemuan berikutnya.

    Dalam hierarki istilah teknis yang digunakan dalam risalah The Fed, kata “many” berada di bawah “most/majority”. Artinya, kelompok yang menilai pemangkasan suku bunga Desember 2025 tidak perlu masih berada dalam posisi minoritas pada saat pertemuan Oktober 2025 berlangsung.

    Risalah tersebut menegaskan masih tingginya ketidakpastian mengenai peluang penurunan suku bunga bulan depan, seiring perbedaan pandangan internal The Fed terkait risiko terbesar bagi ekonomi AS—apakah inflasi atau pengangguran.

    Mayoritas panel pemungutan suara menyetujui pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin untuk kedua kalinya secara beruntun, meski dua pejabat menyampaikan perbedaan pendapat (dissenting vote).

    Gubernur Stephen Miran, pejabat yang baru ditunjuk Presiden Donald Trump, memilih pemangkasan setengah poin. Adapun, Presiden Fed Kansas City Jeff Schmid mendukung penahanan suku bunga.

    Dalam konferensi pers usai pertemuan, Ketua The Fed Jerome Powell mengejutkan pasar dengan menegaskan bahwa pemangkasan Desember bukan sesuatu yang sudah pasti.

    Tiga minggu setelah pertemuan tersebut, pejabat Fed yang lebih khawatir terhadap inflasi—dan kurang mendukung penurunan suku bunga pada Desember—lebih mendominasi percakapan publik mengenai arah kebijakan moneter.

    Ekspektasi investor terhadap pemangkasan suku bunga pada Desember 2025 pun kini turun menjadi sekitar 30%, berdasarkan harga kontrak federal funds futures.

    Dalam pembahasan mengenai risiko stabilitas keuangan, sejumlah pejabat menyoroti penilaian aset yang terlalu tinggi di pasar keuangan. Beberapa di antaranya memperingatkan potensi penurunan tajam harga saham, terutama jika terjadi perubahan persepsi secara mendadak terhadap prospek teknologi berbasis artificial intelligence (AI).

    Risalah juga menunjukkan bahwa “hampir semua peserta” menilai tepat untuk menghentikan pengurangan neraca (balance sheet runoff) The Fed pada 1 Desember 2025, atau setidaknya mendukung keputusan tersebut. 

    The Fed telah mengurangi neracanya sejak pertengahan 2022 dan pada pertemuan Oktober sepakat untuk mengakhiri proses itu mulai bulan depan.

    Di sisi lain, sebagian pelaku pasar khawatir The Fed terlalu lama menunggu untuk menghentikan runoff, sehingga tekanan likuiditas berpotensi memicu volatilitas pada suku bunga pendanaan overnight.

  • Disambati PPDB Saat Reses, Cahyo Harjo Dorong Ekosistem Pendidikan Tanpa “Sekolah Favorit”

    Disambati PPDB Saat Reses, Cahyo Harjo Dorong Ekosistem Pendidikan Tanpa “Sekolah Favorit”

     

    Surabaya (beritajatim.com) – Anggota Komisi E DPRD Jawa Timur, Cahyo Harjo Prakoso, menyerap berbagai keluhan warga soal pendidikan saat menggelar reses di Kelurahan Ploso, Kecamatan Tambaksari, Rabu (19/11/2025). Dia mengakui bahwa isu penerimaan peserta didik baru (PPDB) masih menjadi perhatian utama masyarakat setiap tahun ajaran.

    “Tadi waktu reses kami lebih fokus pada pendidikan. Jadi kami mendapatkan masukan dari warga Ploso tentang proses penerimaan murid baru yang selalu ada catatan-catatan miring,” ujar Ketua DPC Gerindra Surabaya ini.

    Cahyo menjelaskan bahwa ketika temuan di lapangan dikonfirmasi ke Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, seluruh proses PPDB sebenarnya sudah mengikuti ketentuan resmi. Menurut dia, mekanisme yang berjalan saat ini sudah sesuai standar Kementerian Pendidikan maupun dinas pendidikan di setiap daerah.

    “Catatan miring itu ketika kami konfirmasi kepada Dinas Pendidikan, sebetulnya semuanya sudah berjalan sesuai SOP dan berjalan dengan baik,” tutur Cahyo.

    Meski begitu, Cahyo menilai masih ada persoalan persepsi di masyarakat soal sekolah favorit. Hal inilah yang membuat banyak orang tua memaksakan anaknya masuk ke sekolah tertentu, meski peluang dan zonasinya terbatas.

    “Akhirnya masyarakat berlomba masuk ke satu sekolah tertentu. Ini menjadi tugas bersama untuk membangun ekosistem pendidikan yang setara,” ujarnya.

    Dia menegaskan perlunya penyebaran kualitas pendidikan yang merata agar tidak ada lagi istilah sekolah unggulan atau nonunggulan. Pemerataan infrastruktur, mutu layanan, dan kualitas tenaga pendidik harus menjadi fokus pemerintah.

    “Semua sekolah harus memiliki kualitas pelayanan dan infrastruktur sesuai harapan kita bersama,” kata dia.

    Cahyo menyebut masalah PPDB tidak hanya terjadi di Surabaya. Dia memastikan aspirasi serupa muncul dari berbagai daerah di Jawa Timur dan akan menjadi bahan rapat kerja bersama Dinas Pendidikan Jatim.

    “Masukan ini akan kami tampung dan tindaklanjuti dalam rapat kerja berikutnya dengan dinas terkait,” ucapnya.

    Selain soal pendidikan, warga Ploso juga mengeluhkan kondisi paving di beberapa titik permukiman. Cahyo menilai keluhan ini wajar karena pembangunan skala kampung berjalan bertahap.

    “Ini akan kami sampaikan ke Pemkot Surabaya atau ke kawan-kawan DPRD Surabaya agar segera ditindaklanjuti,” tegasnya.

    Dia menambahkan bahwa Pemkot Surabaya sebenarnya memiliki komitmen kuat dalam membenahi infrastruktur kampung. Namun jika masih ada kekurangan, hal itu harus segera direspons agar tidak menjadi masalah berlarut.

    “Kalau ada kekurangan, ini akan menjadi catatan yang segera kita diskusikan dengan pemerintah kota. Aspirasi ini akan menjadi pembendaharaan masalah untuk kita selesaikan bersama,” tutup Cahyo.[asg/aje]

  • TNI Pastikan Anak Buah KSAD Maruli Tak Bekingi Sengketa Lahan JK di Makassar

    TNI Pastikan Anak Buah KSAD Maruli Tak Bekingi Sengketa Lahan JK di Makassar

    Bisnis.com, JAKARTA — TNI telah membantah adanya kehadiran anak buah Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak di sengketa lahan terkait Jusuf Kalla di Makassar.

    Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Kolonel Inf Donny Pramono mengatakan Mayjen Achmad Karna Widjaja selaku Stafsus KSAD memang berada di Makassar. 

    Namun, kehadiran Mayjen Achmad dalam rangka lepas sambut Kapolda Sulawesi Selatan yang dihadiri rekan-rekan seangkatannya di Lemhannas. Alhasil, keberadaan Achmad murni karena agenda yang bersifat pribadi.

    “Tetapi murni dalam rangka menghadiri rangkaian acara bersifat pribadi, seperti lepas sambut Kapolda Sulawesi Selatan bersama rekan-rekan seangkatan Lemhannas beliau, serta pertemuan internal membahas rencana persiapan reuni mantan anggota Denintel Makassar,” ujar Donny saat dihubungi, Rabu (19/11/2025).

    Lebih lanjut, Donnye mengemukakan persepsi publik terkait Mayjen Achmad berada di kawasan sengketa lahan Jusuf Kalla dengan entitas anak usaha Lippo itu karena acaranya berdekatan.

    “Seluruh kegiatan tersebut kebetulan berlangsung di kawasan yang lokasinya berdekatan dengan area yang kemudian menjadi perhatian publik,” imbuhnya.

    Berdasarkan pendalaman internal, Donny mengungkap bahwa Mayjen Achmad tidak pernah masuk maupun terlibat dalam eksekusi sita lahan.

    “Dengan demikian, tuduhan bahwa yang bersangkutan membekingi salah satu pihak dalam sengketa lahan tersebut tidaklah benar,” pungkas Donny.

  • MUI minta pemerintah dan masyarakat bijak dalam bermedia sosial

    MUI minta pemerintah dan masyarakat bijak dalam bermedia sosial

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh meminta para pejabat publik dan masyarakat untuk bijak menjaga etika dalam bermedia sosial.

    Dia menilai ruang digital adalah ruang publik yang sarat tanggung jawab moral sehingga setiap unggahan dapat berpengaruh langsung pada persepsi dan ketenangan masyarakat. .

    Menurut Asrorun, pejabat publik seharusnya menjadi teladan dalam kehati-hatian, terutama saat menyampaikan pendapat di media sosial.

    “Kalau imam hanya model tenar, namun tidak mengikatkan diri pada aturan sebagai imam yang layak, maka dia bukan hanya tidak boleh diikuti, bahkan ketika mengikuti dia hukumnya batal,” Kata Asrorun saat menghadiri diskusi “Fatwa Bermuamalah di Media Sosial pada Era Post Truth: Fatwa, Etika, dan Sikap Kita” yang digelar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam siaran pers yang diterima di Morowali, Rabu

    Tidak hanya harus memiliki sikap hati-hati, Asrorun menilai pejabat juga harus mengedepankan sikap tabayyun sebelum menyebarkan informasi lewat media sosial.

    Menurut dia, hal itu harus dilakukan agar informasi yang disebarkan tidak menyesatkan masyarakat dan membuat gaduh di media sosial

    “Dalam konteks ruang digital hari ini, satu unggahan bisa menyebar ke mana-mana dalam hitungan detik, dan efeknya bisa jauh lebih besar daripada yang dibayangkan pembuatnya,” katanya.

    Kondisi semakin diperparah, kata dia, karena saat ini prinsip viral telah menjadi penentu cara berpikir masyarakat sehingga kesalahan informasi dapat menggiring opini publik pada arah yang berbahaya.

    “Dalam era post-truth, orang sering percaya pada sesuatu bukan karena benar, tapi karena viral. Ini tantangan besar bagi kita semua, terutama pejabat yang unggahannya selalu ditafsirkan sebagai sikap resmi,” ujarnya.

    Oleh karena itu, dia meminta pejabat sebagai sosok yang dipandang masyarakat dapat memiliki sikap yang bijak untuk menyebarkan informasi di media sosial.

    Tidak hanya para pejabat saja, dia menekankan masyarakat juga harus memiliki kesadaran untuk memilah informasi dan tidak asal menyebarkan kabar yang belum teruji kebenarannya.

    “Ini kerja bersama. Pemerintah membuat regulasi, platform mengatur ekosistemnya, tetapi pengguna adalah garda terdepan. Tanpa tanggung jawab dari pengguna, apa pun aturannya akan sulit diterapkan,” tutup dia.

    Pewarta: Walda Marison
    Editor: Laode Masrafi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Respon Putusan MK, Kapolri Tarik Anggota Aktif dari Jabatan Sipil

    Respon Putusan MK, Kapolri Tarik Anggota Aktif dari Jabatan Sipil

    Bisnis.com, JAKARTA — Mabes Polri menjelaskan kans anggota kepolisian yang menjabat di luar struktur ditarik dari jabatan sipil usai putusan MK.

    Kadiv Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho mengatakan keputusan penarikan itu dilakukan setelah Kapolri mendapatkan laporan dari tim kelompok kerja (pokja).

    “Ya untuk masalah keputusan nanti Bapak Kapolri akan mendapatkan laporan khusus dari tim pokja tersebut tentang apa yang akan dikerjakan oleh polri,” ujar Sandi di Mabes Polri, dikutip Selasa (18/11/2025).

    Dia menambahkan, tim pokja bakal ditugaskan berkoordinasi dengan sejumlah pihak untuk menyamakan persepsi soal putusan MK nomor 114/PUU-XXIII/2025 agar tidak multitafsir.

    Pihak yang dilibatkan yaitu Kemenpan RB, Badan Kepegawaian Nasional (BKN), Kemenkum, Kemenkeu hingga Mahkamah Konstitusi (MK). Sementara, pokja Mabes Polri yang dilibatkan berasal dari tim As SDM dan Divisi Hukum.

    “Bahwa tim Pokja membuat kajian percepatan tadi bisa menjadi landasan kita dengan berkolaborasi, berkonsultasi, dan berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait,” imbuhnya.

    Adapun, Sandi menekankan bahwa kepolisian pasti akan menghormati apapun keputusan MK sesuai dengan amanat undang-undang yang ada.

    “Yang pasti, bahwa Kepolisian sangat mengapresiasi dan menghormati putusan dari MK dan akan menindaklanjuti keputusan MK tersebut,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, MK telah memutuskan untuk menghapus frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. 

    Hal itu tertuang dalam Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025. Putusan itu dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pleno di Gedung MK, Jakarta, Kamis (13/11/2025). Adapun, putusan ini kemudian menimbulkan persepsi soal anggota Polri tidak bisa menduduki jabatan sipil.

  • Telaah Dua Putusan Kontroversial MK, dari IKN hingga Rangkap Jabatan Polri

    Telaah Dua Putusan Kontroversial MK, dari IKN hingga Rangkap Jabatan Polri

    Bisnis.com, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi akhir-akhir mengeluarkan dua putusan yang sangat kontroversial di Indonesia yakni terkait IKN dan rangkap jabatan Polri.

    Prinsip yang dipegang oleh MK merilis dua putusan baru adalah taat pada UUD 1945, patuh terhadap konstitusi negara, hingga memperhatikan hak-hak masyarakat adat yang selama ini sering sekali terpinggirkan. Sebab, UUD 1945 adalah pedoman tertinggi dalam penyelenggaraan pemerintah.

    Adapun putusan pertama yakni MK menghapus hak 190 tahun atas hak guna usaha (HGU) di IKN, karena menentang UUD 1945. MK menilai bahwa UU IKN yang diteken oleh Presiden RI ke-7 Joko Widodo, khususnya pasal 16A telah melanggar UUD 1945.

    Kini, majelis hakim merilis mekanisme penggunaan Hak Atas Tanah (HAT), agar penggunaan tanah di IKN sesuai dengan konstitusi negara. Pembaruan ini juga bisa untuk menjaga hak-hak masyarakat adat yang berada di Kalimantan.

    Kali ini, MK memberikan tafsir baru atas pengaturan jangka waktu Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai (HP). Tafsir yang dikeluarkan MK terkait IKN ini menegaskan bahwa mekanisme penggunaan HAT harus mengikuti tahapan pemberian, perpanjangan, dan pembaruan, bukan diberikan sekaligus dalam dua siklus sebagaimana frasa yang tercantum dalam UU IKN.

    Ketua MK Suhartoyo menyatakan dalam sidang pembacaan bahwa amar Putusan Nomor 185/PUU-XXII/2024 bertentangan dengan konstitusi. Dia juga mengatur bahwa HGU diberikan waktu paling lama menjadi 35 tahun, perpanjangan hak paling lama 25 tahun, dan pembaruan hak paling lama 35 tahun, sesuai dengan kriteria dan tahapan evaluasi.

    Suhartoyo juga membacakan dua amar serupa untuk HGB dan HP, masing-masing dengan jangka waktu maksimal 30 tahun untuk pemberian, 20 tahun untuk perpanjangan, dan 30 tahun untuk pembaruan.

    Ambiguitas 190 Tahun dan Respon Kepala BPN

    UU IKN yang menyebutkan bahwa angka 190 tahun, menimbulkan makna yang ambigu, sehingga bisa disalahartikan oleh pihak-pihak lain.

    Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan alasan di balik keputusan tersebut. Menurut dia, ketentuan Pasal 16A ayat (1) UU 21/2023 menimbulkan ambiguitas karena menyebutkan HGU diberikan melalui satu siklus dan dapat diberikan kembali untuk satu siklus kedua, yang jika dijumlahkan mencapai 190 tahun.

    “Sehingga hal demikian menimbulkan norma yang ambigu yang berpeluang disalahartikan,” ujarnya. 

    Kendati begitu, Enny menegaskan MK tetap mengakui mekanisme tiga tahapan yakni pemberian, perpanjangan, dan pembaruan yang selama ini menjadi praktik pertanahan nasional dan telah ditegaskan dalam putusan MK sebelumnya.

    Dia mengungkapkan bahwa pemberian HAT sekaligus dalam dua siklus tidak sesuai dengan prinsip evaluasi berkala yang wajib dilakukan negara. Karena itu, frasa tentang “siklus pertama” dan “siklus kedua” harus dibatalkan.

    “Artinya, batasan waktu paling lama 95 tahun dimaksud dapat diperoleh sepanjang memenuhi persyaratan selama memenuhi kriteria dan tahapan evaluasi,” ujarnya.

    Dalam kesempatan terpisah, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengaku menghormati segala bentuk keputusan MK mengenai aturan tersebut.

    Menurutnya, keputusan ini bisa menjadi landasan penting dalam memperkuat kepastian hukum, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah Penajam Paser Utara (PPU).

    “Kami menghormati dan siap melaksanakan sepenuhnya putusan MK. Ini adalah landasan penting untuk memperkuat kepastian hukum, transparansi, dan tata kelola pertanahan yang lebih baik dalam pembangunan IKN,” jelas Nusron dalam keterangannya, Minggu (16/11/2025).

    Pada saat yang sama, Nusron juga menilai ketetapan ini sejalan dengan amanat Pasal 33 UUD 1945 mengenai prinsip penguasaan negara atas sumber daya alam.

    Lebih lanjut, dia menyampaikan bahwa putusan MK menjadi momentum untuk memperkuat fungsi sosial tanah, terutama perlindungan terhadap masyarakat lokal dan adat. Dia berpandangan, keseimbangan antara pembangunan dan keadilan sosial menjadi prinsip utama yang terus dijaga pemerintah.

    “Presiden Prabowo memberi perhatian besar pada perlindungan masyarakat lokal dalam pembangunan IKN. Dengan putusan ini, negara semakin kuat dalam memastikan kepastian hukum sekaligus keadilan sosial,” tambahnya.

    Sebagai informasi, MK menetapkan untuk membatalkan Pemberian HAT lahan IKN Selama 190 tahun dalam putusan yang dibacakan pada Kamis (13/11/2025). 

    Respon Putusan MK, Polri Bentuk Tim Pokja 

    Baru-baru ini, MK telah memutuskan untuk menghapus frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. 

    Hal itu tertuang dalam Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025. Putusan itu dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pleno di Gedung MK, Jakarta, Kamis (13/11/2025). Adapun, putusan ini kemudian menimbulkan persepsi soal anggota Polri tidak bisa menduduki jabatan sipil.

    Dalam pertimbangannya, hakim konstitusi menjelaskan bahwa keberadaan frasa tersebut justru menimbulkan ketidakjelasan norma hukum dan mengaburkan ketentuan utama dalam Pasal 28 ayat (3) UU Polri.

    Akibatnya, terjadi kerancuan dalam tata kelola jabatan publik serta potensi pelanggaran terhadap prinsip persamaan di hadapan hukum sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. 

    Meskipun MK berupaya untuk mengikuti UUD 1945, Polri kini malah menindaklanjuti putusan tersebut dengan membuat Pokja. Tim Pokja akan terlebih dahulu untuk menyamakan persepsi terkait putusan MK dengan sejumlah pihak itu agar tidak multitafsir.

    Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah membentuk kelompok kerja untuk merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal anggota Polri duduk di jabatan sipil.

    Kadiv Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho mengatakan Kapolri Sigit telah menggelar rapat dengan pejabat utama untuk membahas putusan itu. Hasilnya, Sigit telah memutuskan untuk membuat tim pokja untuk menindaklanjuti putusan MK.

    “Bapak Kapolri berdasarkan hasil putusan rapat tersebut bahwa Polri akan membentuk tim Pokja yang bisa membuat kajian cepat terkait dengan putusan MK tersebut,” ujar Sandi di Mabes Polri, Senin (17/11/2025).

    Pokja itu, kata Sandi, bakal berkoordinasi dengan pihak terkait seperti Kemenpan RB, Badan Kepegawaian Nasional (BKN), Kemenkum, Kemenkeu hingga Mahkamah Konstitusi (MK).

    “Sehingga tidak menjadi multitafsir harapannya ke depannya. Karena hal ini juga menyangkut adanya beberapa hal yang berkaitan dengan kementerian lembaga lainnya,” imbuhnya.

    Adapun, Sandi menekankan bahwa kepolisian pasti akan menghormati apapun keputusan MK sesuai dengan amanat undang-undang yang ada.

    “Yang pasti, bahwa Kepolisian sangat mengapresiasi dan menghormati putusan dari MK dan akan menindaklanjuti keputusan MK tersebut,” pungkasnya.

  • Kapolri Bentuk Pokja untuk Kaji Putusan MK Soal Polisi Duduki Jabatan Sipil

    Kapolri Bentuk Pokja untuk Kaji Putusan MK Soal Polisi Duduki Jabatan Sipil

    Bisnis.com, JAKARTA — Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah membentuk kelompok kerja untuk merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal anggota Polri duduk di jabatan sipil.

    Kadiv Humas Polri, Irjen Sandi Nugroho mengatakan Kapolri Sigit telah menggelar rapat dengan pejabat utama untuk membahas putusan itu. Hasilnya, Sigit telah memutuskan hntuk membuat tim pokja untuk menindaklanjuti putusan MK.

    “Bapak Kapolri berdasarkan hasil putusan rapat tersebut bahwa Polri akan membentuk tim Pokja yang bisa membuat kajian cepat terkait dengan putusan MK tersebut,” ujar Sandi di Mabes Polri, Senin (17/11/2025).

    Pokja itu, kata Sandi, bakal berkoordinasi dengan pihak terkait seperti Kemenpan RB, Badan Kepegawaian Nasional (BKN), Kemenkum, Kemenkeu hingga Mahkamah Konstitusi (MK).

    Pada intinya, tim Pokja akan terlebih dahulu untuk menyamakan persepsi terkait putusan MK dengan sejumlah pihak itu agar tidak multitafsir.

    “Sehingga tidak menjadi multitafsir harapannya ke depannya. Karena hal ini juga menyangkut adanya beberapa hal yang berkaitan dengan kementerian lembaga lainnya,” imbuhnya.

    Adapun, Sandi menekankan bahwa kepolisian pasti akan menghormati apapun keputusan MK sesuai dengan amanat undang-undang yang ada.

    “Yang pasti, bahwa Kepolisian sangat mengapresiasi dan menghormati putusan dari MK dan akan menindaklanjuti keputusan MK tersebut,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, MK telah memutuskan untuk menghapus frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. 

    Hal itu tertuang dalam Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025. Putusan itu dibacakan oleh Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pleno di Gedung MK, Jakarta, Kamis (13/11/2025). Adapun, putusan ini kemudian menimbulkan persepsi soal anggota Polri tidak bisa menduduki jabatan sipil.

    Dalam pertimbangannya, hakim konstitusi menjelaskan bahwa keberadaan frasa tersebut justru menimbulkan ketidakjelasan norma hukum dan mengaburkan ketentuan utama dalam Pasal 28 ayat (3) UU Polri.

    Akibatnya, terjadi kerancuan dalam tata kelola jabatan publik serta potensi pelanggaran terhadap prinsip persamaan di hadapan hukum sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. 

  • Pelanggaran Helm dan Knalpot Brong di Madiun Jadi Target Utama Operasi Zebra Semeru 2025

    Pelanggaran Helm dan Knalpot Brong di Madiun Jadi Target Utama Operasi Zebra Semeru 2025

    Madiun (beritajatim.com) – Menjelang puncak arus mobilitas akhir tahun, Polres Madiun resmi memulai Operasi Zebra Semeru 2025.

    Apel gelar pasukan digelar di Lapangan Tri Brata Polres Madiun, Senin (17/11/2025), dipimpin langsung oleh Kapolres Madiun AKBP Kemas Indra Natanegara.

    Berbeda dengan tahun sebelumnya, operasi kali ini menekankan penindakan terhadap pelanggaran kasat mata yang paling sering memicu kecelakaan fatal.

    Polres Madiun menyebutkan bahwa pada beberapa bulan terakhir, tren kecelakaan di wilayah kabupaten menunjukkan peningkatan, terutama yang melibatkan pengendara motor tanpa helm dan pengemudi di bawah umur.

    “Operasi Zebra bukan sekadar agenda rutin, tapi langkah antisipatif memasuki masa libur akhir tahun dan menjelang Operasi Lilin,” tegas Kapolres dalam amanatnya.

    Apel yang melibatkan personel TNI, Satpol PP, Dishub, BPBD, serta seluruh jajaran Polsek tersebut juga dimanfaatkan untuk mengecek kesiapan kendaraan taktis, perlengkapan tilang elektronik, hingga sarana patroli malam.

    Polres Madiun memetakan tiga pelanggaran yang paling sering ditemukan di wilayah hukum Kabupaten Madiun selama beberapa pekan terakhir, antara lain, Pengendara tak mengenakan helm berstandar SNI, Penggunaan knalpot tidak sesuai spesifikasi dan Penggunaan ponsel saat berkendara.

    Selain itu, pelanggaran lain seperti melawan arus, kendaraan ODOL, dan pengemudi di bawah umur turut menjadi fokus penertiban.

    Kapolres menegaskan seluruh anggota agar saat bertugas tetap menjaga etika pelayanan. Ia meminta personel bekerja profesional dan humanis, namun tetap tegas pada pelanggaran yang jelas membahayakan.

    “Kita ingin masyarakat merasakan manfaat operasi, bukan justru muncul persepsi negatif. Langkah preventif, edukatif, dan komunikasi harus dikedepankan,” ujarnya.

    Dalam pelaksanaannya, seluruh instansi terkait diminta memperkuat koordinasi. Dishub akan membantu pengaturan lalu lintas di titik rawan penumpukan kendaraan, sementara Satpol PP akan menertibkan pelanggaran-pelanggaran non-lalu lintas yang mengganggu kelancaran jalan.

    Operasi Zebra Semeru 2025 sendiri berlangsung selama dua pekan, mulai 17 hingga 30 November 2025.

    Dengan operasi ini, Polres Madiun berharap angka kecelakaan serta tingkat fatalitas korban dapat ditekan menjelang periode akhir tahun yang biasanya diwarnai peningkatan mobilitas warga. (rbr/ted)