Organisasi: PBNU

  • Eks Menag Yaqut Dipanggil KPK, Kuasa Hukum Pastikan Hadir

    Eks Menag Yaqut Dipanggil KPK, Kuasa Hukum Pastikan Hadir

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap mantan Menteri Agama Yaqut Cholil pada hari ini. Pemeriksaan tersebut dikonfirmasi langsung oleh kuasa hukum Yaqut, Mellisa Anggraini.

    Mellisa memastikan kliennya akan memenuhi panggilan penyidik KPK. “Hadir, mba,” ujar Mellisa saat dikonfirmasi melalui pesan tertulis, Selasa (16/12/2025).

    Yaqut diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi terkait penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama tahun 2023-2024.

    Pemeriksaan hari ini merupakan agenda kedua bagi Yaqut. Sebelumnya, ia telah menjalani pemeriksaan pada Senin (1//9/2025). Saat itu, penyidik mendalami perbedaan aturan dalam pembagian tambahan kuota haji untuk periode 2023-2024.

    Materi pemeriksaan serupa juga didalami melalui staf khusus Yaqut yang juga Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Ishfah Abidal Aziz. Ishfah telah diperiksa sebagai saksi pada hari yang sama.

    Tambahan kuota haji tersebut diperoleh setelah Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) melakukan pertemuan bilateral dengan Putra Mahkota sekaligus Perdana Menteri Kerajaan Arab Saudi, Mohammed bin Salman Al-Saud, pada 19 Oktober 2023.

    Berdasarkan Pasal 64 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8% dari total kuota haji Indonesia.

    Kuota tersebut terdiri atas jemaah haji khusus dan petugas haji khusus. Sementara itu, sebanyak 92% kuota diperuntukkan bagi jemaah haji reguler. Dengan tambahan kuota haji sebanyak 20.000, seharusnya 18.400 kuota dialokasikan untuk haji reguler dan 1.600 kuota untuk haji khusus.

  • Muara Perseteruan PBNU Bisa ke Ranah Hukum

    Muara Perseteruan PBNU Bisa ke Ranah Hukum

    JAKARTA – Pengamat politik yang juga seorang tokoh NU amat prihatin dengan perseteruan yang tak kunjung reda di PBNU. Dr. Muhammad AS Hikam, MA, APU menduga jika tak jua ada islah atau titik temu antara kubu yang bertikai, persoalan akan bermuara ke meja hijau. Jadi persoalan diselesaikan secara hukum. Kalau jalan ini yang dipilih akan memakan energi yang banyak dan waktu yang panjang. Masing-masing pihak harus paham konsekwensi ini. Saat persoalan masih bergulir masa bakti kepengurusan sudah selesai.

  • Said Aqil Curigai Izin Tambang dari Jokowi: Awalnya Apresiasi, Lama-lama Terasa Jebakan

    Said Aqil Curigai Izin Tambang dari Jokowi: Awalnya Apresiasi, Lama-lama Terasa Jebakan

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siradj, melontarkan pandangan kritis terkait kebijakan pemberian izin tambang kepada organisasi kemasyarakatan.

    Ia melihat kebijakan tersebut berpotensi menjadi jebakan yang justru melemahkan daya kritis ormas, termasuk kalangan kampus, terhadap pemerintah.

    Said Aqil mengungkapkan, pada awalnya ia menyambut positif kabar bahwa Presiden ke-7, Jokowi, memberikan konsesi tambang kepada ormas.

    Baginya, kebijakan itu sempat ia pandang sebagai bentuk apresiasi negara terhadap peran ormas dalam sejarah perjuangan bangsa.

    “Barangkali itu merupakan penghargaan kepada ormas yang dulu berjuang sebelum lahirnya NKRI. NU, Muhammadiyah, dan sebagainya, apresiasi,” kata Said Aqil, dikutip dari Forum Keadilan TV, Senin (15/12/2025).

    Namun seiring waktu, Said Aqil mengaku mulai melihat sisi lain dari kebijakan tersebut.

    Setelah mempertimbangkan dampak jangka panjang, termasuk mencermati pandangan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra, ia menilai kebijakan itu justru menyimpan risiko besar.

    “Tapi secara negative thinking, bisa-bisa saya katakan jebakan, sehingga akhirnya nanti ormas ini lumpuh, tidak mampu untuk memberikan kritik atau apalah, masukan, ya, rekomendasi yang agak tajam kepada pemerintah,” ujarnya.

    Lebih jauh, Said Aqil mengaitkan polemik tersebut dengan konflik internal di tubuh PBNU yang mencuat pada akhir November 2025.

    Konflik antara Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) dan mantan Sekjen Saifullah Yusuf (Gus Ipul) disebutnya tidak lepas dari dinamika tersebut.

  • Isu Politik-Hukum Terkini: Perpol 10/2025 Disorot DPR

    Isu Politik-Hukum Terkini: Perpol 10/2025 Disorot DPR

    Jakarta, Beritasatu.com – Sejumlah isu politik dan hukum terkini selama 24 jam pemberitaan di Beritasatu.com sejak Sabtu (13/12/2025) hingga Minggu (14/12/2025) pagi menjadi perhatian pembaca.

    Beberapa di antaranya, yakni DPR yang menilai polemik Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 tentang anggota Polri yang melaksanakan tugas di luar struktur organisasi dinilai tak bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi, hingga Prof M Nuh resmi menjadi katib Aam PBNU.

    5 Isu Politik Hukum-Terkini

    Berikut ini adalah lima isu politik dan hukum terkini di Beritasatu.com yang dapat Anda ketahui:

    1. Polemik Perpol 10/2025, DPR Nilai Tak Bertentangan Putusan MK

    Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi Partai Golkar, Jamaludin Malik menegaskan Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 tentang anggota Polri yang melaksanakan tugas di luar struktur organisasi tidak bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi.

    Menurut Jamaludin, Perpol 10/2025 justru menjadi instrumen teknis untuk memastikan anggota Polri tetap menjalankan kewenangannya sesuai koridor hukum.

    “Perpol adalah instrumen teknis internal untuk menjalankan kewenangan yang sudah diberikan undang-undang kepada Polri. Jadi, keliru jika langsung dinilai menabrak putusan MK,” ujar Jamaludin, Sabtu (13/12/2025).

    Ia menjelaskan, putusan MK berada pada tataran prinsip konstitusional, seperti due process of law dan perlindungan hak warga negara. Sementara itu, Perpol 10/2025 berfungsi sebagai petunjuk teknis pelaksanaan kewenangan di lapangan.

    Jamaludin juga menegaskan setiap produk hukum memiliki asas presumptio iustae causa, yakni dianggap sah dan mengikat sejak diundangkan hingga ada putusan pengadilan yang membatalkannya. Oleh karena itu, keabsahan perpol tidak dapat digugurkan hanya melalui opini publik.

    2. Pakar Nilai Pilkada Lewat DPRD Berpotensi Perparah Demokrasi

    Pakar Politik Kontemporer Universitas Padjadjaran (Unpad), Prof Caroline Paskarina menilai wacana pemilihan kepala daerah (pilkada) melalui DPRD berpotensi memperparah persoalan demokrasi di Indonesia.

    Menurut Caroline, di tengah menurunnya kualitas demokrasi, melemahnya kepercayaan publik, serta menguatnya elitisme politik, pengalihan mekanisme pilkada dari rakyat ke DPRD justru berisiko mempersempit ruang partisipasi politik warga.

    “Dalam kondisi seperti ini, wacana pilkada oleh DPRD berpotensi memperdalam problem demokrasi, bukan menyelesaikannya,” ujarnya.

    Ia menilai mekanisme pilkada tertutup dapat menggerus legitimasi kepala daerah karena semakin menjauh dari basis dukungan publik secara langsung.

    3. Prabowo Pastikan Pantau Pemulihan Banjir dan Longsor di Sumut

    Presiden Prabowo Subianto memastikan pemerintah terus memantau dan mempercepat pemulihan wilayah terdampak banjir, banjir bandang, dan tanah longsor di Sumatera Utara.

    “Alhamdulillah, Sumatera Utara sudah lebih baik sejak terakhir saya datang. Saya akan terus memantau perkembangan dari hari ke hari,” ujar Prabowo saat meninjau pengungsian di Kabupaten Langkat, Sabtu (13/12/2025).

    Prabowo menegaskan seluruh kekuatan negara, termasuk TNI, Polri, dan Kementerian PUPR, akan dikerahkan untuk mempercepat pemulihan infrastruktur dan pemenuhan kebutuhan dasar warga terdampak.

    4. Insiden Maut Kalibata, Polda Metro Kaji Ulang SOP Penarikan Kendaraan

    Polda Metro Jaya melakukan evaluasi menyeluruh terhadap standard operating procedure (SOP) penarikan kendaraan oleh penagih utang menyusul insiden pengeroyokan di Kalibata, Jakarta Selatan, yang menewaskan dua orang.

    Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Budi Hermanto menegaskan penarikan kendaraan seharusnya dilakukan melalui mekanisme administratif, bukan secara paksa di jalan.

    “Bukan mengambil atau memberhentikan secara paksa customer yang ada di jalanan,” tegasnya.

    5. Prof Mohammad Nuh Resmi Menjadi Katib Aam PBNU

    Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) resmi menunjuk Prof Dr Mohammad Nuh sebagai katib Aam PBNU menggantikan KH Akhmad Said Asrori. Keputusan tersebut diambil dalam rapat harian gabungan Syuriah dan Tanfiziah PBNU di Jakarta, Sabtu (13/12/2025).

    Menurut Wakil Ketua Umum PBNU Prof Mohammad Mukri, penunjukan tersebut merupakan bagian dari penyegaran organisasi serta konsolidasi internal PBNU menjelang pelaksanaan Musyawarah Nasional dan Muktamar NU mendatang.

  • Gus Yahya Keluarkan Pernyataan Sikap dan Serukan Islah

    Gus Yahya Keluarkan Pernyataan Sikap dan Serukan Islah

    Liputan6.com, Jakarta – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menegaskan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) NU mengatur pemberhentian pimpinan PBNU di tengah jalan dari masa jabatan, hanya bisa dilakukan melalui forum Muktamar Luar Biasa (MLB) dengan didasarkan pada pelanggaran berat yang terbukti.

    Selain menegaskan posisi hukumnya, Gus Yahya menyatakan tetap memilih jalan islah atau rekonsiliasi demi menjaga martabat dan keutuhan jamiyah NU, sejalan dengan nasihat para kiai sepuh NU yang disampaikan dalam pertemuan di Pondok Pesantren Ploso Kediri, dan Pondok Pesantren Tebuireng Jombang.

    Penegasan tersebut disampaikan melalui pernyataan sikap resmi yang ditandatangani langsung oleh KH Yahya Cholil Staquf selaku Ketua Umum PBNU, tertanggal 13 Desember 2025.

    “Dengan demikian, seluruh keputusan turunan yang dihasilkan dari proses tersebut, termasuk penunjukan Pejabat Ketua Umum PBNU, tidak sah dan ilegal,” kata Gus Yahya. Dikutip dari Antara, Minggu (14/12/2025).

    Pernyataan sikap itu diterbitkan sebagai respons terhadap keputusan Rapat Pleno yang digelar pada 9 Desember 2025, yang menyatakan pemberhentian dirinya telah final dan menunjuk pejabat Ketua Umum PBNU.

    Dalam dokumen resmi bernomor 4811/PB.23/A.II.07.08/99/12/2025 tersebut, Gus Yahya menegaskan dia bersama Rais ‘Aam PBNU Miftachul Akhyar merupakan pemegang mandat sah hasil Muktamar ke-34 NU di Lampung tahun 2021, dengan masa jabatan 5 tahun hingga Muktamar berikutnya.

    “Karena itu, keputusan yang lahir dari Rapat Harian Syuriyah pada 20 November 2025 tidak memiliki landasan hukum yang sah sesuai KemenkumHAM,” ucapnya.

    Gus Yahya mengimbau seluruh jajaran pengurus NU di semua tingkatan, dari pengurus wilayah hingga anak ranting, serta seluruh warga Nahdliyin agar tetap tenang, menjaga persatuan, dan mempererat silaturahmi.

    Dia juga meminta agar untuk sementara waktu tidak mengindahkan instruksi yang mengatasnamakan Pejabat Ketua Umum PBNU, demi menghindari kebingungan organisasi.

    Selain itu, Gus Yahya mengimbau pemerintah serta seluruh pemangku kepentingan agar tidak menindaklanjuti kebijakan yang berasal dari pihak yang tidak memiliki kewenangan sah, karena berpotensi menimbulkan persoalan hukum.

  • Ketika Kepemimpinan PBNU Diuji Waktu

    Ketika Kepemimpinan PBNU Diuji Waktu

    Ketika Kepemimpinan PBNU Diuji Waktu
    Yana Karyana merupakan penulis dan pengamat isu pendidikan, dengan fokus pada penguatan sumber daya manusia, kebijakan publik, dan peran guru sebagai fondasi peradaban bangsa. Berdomisili di Tangerang, Banten, ia menulis sebagai bagian dari komitmennya mendorong kehadiran negara yang berpihak pada dunia pendidikan.
    PRAHARA
    di tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memasuki babak baru setelah Pleno PBNU pada 9-10 Desember 2025, di Hotel Sultan Jakarta, menetapkan KH. Zulfa Mustofa, sebelumnya Wakil Ketua Umum PBNU, sebagai Pejabat Sementara (PJS) Ketua Umum PBNU hingga Muktamar 2026.
    Penetapan ini dinyatakan sebagai tindak lanjut Risalah Rais Aam PBNU tertanggal 20 November 2025, yang digelar di Hotel Aston Jakarta.
    Keputusan tersebut segera memantik perdebatan luas. Bukan semata soal figur, melainkan tentang cara PBNU membaca konstitusi organisasi, menafsirkan keadaan darurat, dan memaknai adab sebagai fondasi etik kepemimpinan.
    Pada titik ini, PBNU tidak hanya menghadapi persoalan struktural, tetapi juga ujian kebijaksanaan.
    Pihak yang mendukung penetapan PJS berargumen bahwa langkah itu diperlukan demi kesinambungan organisasi.
    Rujukan yang kerap dikemukakan adalah pandangan KH. Afifuddin Muhajir, Wakil Ketua Rais Aam PBNU, yang menilai bahwa dalam kondisi darurat, penyimpangan prosedural dapat dibenarkan.
    Pandangan ini berakar pada kaidah ushul fiqh
    Adh-dharurat tubihul mahzarat
    , darurat membolehkan hal-hal yang semula terlarang.
    Namun dalam tradisi ushul fiqh, kaidah darurat tidak pernah berdiri sendiri. Ia selalu dibatasi oleh kaidah
    Adh-dharuratu tuqaddaru bi qadarih
    a, darurat harus diukur sebatas kebutuhannya.
    Artinya, darurat bukan cek kosong untuk menanggalkan aturan, melainkan pengecualian yang bersifat sementara, proporsional, dan berorientasi mencegah kerusakan yang lebih besar.
    Pertanyaan kuncinya kemudian: apakah penetapan PJS benar-benar membatasi mudarat, atau justru memperluasnya?
    Di sisi lain, penolakan terhadap keputusan pleno berpijak pada argumen konstitusional yang tak kalah kuat.
    Rais Aam dan Ketua Umum PBNU sama-sama dipilih melalui Muktamar, sehingga memiliki legitimasi setara.
    Dalam kerangka ini, perubahan kepemimpinan tidak dapat dilakukan secara sepihak oleh salah satu unsur. Karena itu, risalah dan seluruh produk turunannya, termasuk penetapan PJS dipandang melampaui kewenangan konstitusional.
    Perdebatan menjadi semakin kompleks ketika hadir pandangan Nadirsyah Hosen, akademisi hukum Islam dan mantan Ketua PCINU Australia, yang mengingatkan bahwa NU bukan sekadar organisasi hukum, melainkan peradaban adab.
    Ketaatan tekstual pada AD/ART tanpa kebijaksanaan berisiko mengeringkan ruh keulamaan. Catatan ini penting sebagai pengingat bahwa hukum organisasi memerlukan etika agar tetap manusiawi.
    Masalahnya, diskursus PBNU belakangan seolah terjebak pada dikotomi keliru, memilih antara konstitusi atau adab.
    Dalam tradisi NU, keduanya tidak pernah dipertentangkan. Konstitusi lahir dari adab; adab menemukan bentuk operasionalnya melalui konstitusi.
    Ushul fiqh menyediakan jembatan melalui kaidah
    Al-umuru bi maqasidiha
    , setiap perkara dinilai dari tujuan akhirnya.
    Tujuan kepemimpinan PBNU bukan sekadar menjaga struktur, melainkan menjaga keteduhan umat dan kewibawaan ulama.
    Fakta menunjukkan, penetapan PJS belum sepenuhnya meredakan ketegangan. Polarisasi menguat, sementara seruan pengendalian diri dari para sesepuh di Ploso dan Tebuireng agar semua pihak menahan diri belum sepenuhnya direspons.
    Wacana Muktamar Luar Biasa, sebagaimana disampaikan KH. Ma’ruf Amin, mengemuka sebagai opsi penjernihan. Ini menandakan bahwa kerusakan yang dikhawatirkan belum sepenuhnya terhindarkan.
    Di titik inilah, upaya segera rekonsiliasi (islah) menjadi keniscayaan. NU memiliki preseden sejarah yang relevan.
    Pada akhir 1970-an hingga awal 1980-an, NU pernah berada dalam ketegangan serius antara poros Cipete, yang merujuk pada kepemimpinan KH. Idham Chalid sebagai Ketua Umum PBNU dan Situbondo, yang merepresentasikan kegelisahan ulama pesantren untuk mengembalikan NU ke Khittah 1926.
    Dalam situasi genting tersebut, peran tiga ulama kunci menjadi penentu: KH. Achmad Siddiq, KH. Ali Maksum, dan KH. As’ad Syamsul Arifin.
    KH. Achmad Siddiq tampil sebagai perumus jalan tengah secara konseptual dan teologis, menggunakan bahasa fikih yang menenangkan untuk menyatukan pandangan.
    KH. Ali Maksum, sebagai Rais Aam PBNU, menjaga keseimbangan moral organisasi agar dinamika tidak keluar dari adab ulama.
    Sementara KH. As’ad Syamsul Arifin, kiai kharismatik Situbondo, berperan sebagai peneduh lapangan: meredam ketegangan, menguatkan komunikasi antar-kubu, dan mengajak semua pihak kembali pada kelapangan jiwa.
    Melalui kewibawaan dan kebesaran jiwa para ulama ini, konflik tidak diselesaikan dengan saling menyingkirkan, tetapi dikembalikan ke mekanisme tertinggi organisasi, berpuncak pada Muktamar NU ke-27 di Situbondo tahun 1984, rekonsiliasi besar yang menyelamatkan NU dari perpecahan.
    Preseden Cipete-Situbondo memberi pelajaran penting bagi PBNU hari ini. Bahwa konflik bukan hal asing di NU, tetapi cara menyikapinya menentukan apakah NU keluar sebagai organisasi yang lebih matang atau justru terluka.
    Dalam bahasa ushul fiqh, kaidah
    Dar’ul mafasid muqaddamun ‘ala jalbil masalih
    , menghindari kerusakan didahulukan daripada meraih kemaslahatan, menjadi kompas moral untuk menahan langkah yang memperbesar kegaduhan, sekalipun tampak sah secara formal.
    Pada akhirnya, prahara PBNU hari ini mengingatkan kita pada satu kenyataan mendasar: konstitusi memang perlu, tetapi tidak pernah cukup sendirian.
    AD/ART adalah pagar agar organisasi tidak liar, tapi adab dan kebijaksanaan (
    wisdom
    ) adalah jiwa yang membuat NU tetap hidup dan bermartabat.
    Tanpa adab, konstitusi mudah berubah menjadi alat pembenar; tanpa kebijaksanaan, prosedur berisiko melahirkan kemenangan yang kering dari keteduhan.
    Warisan para muassis dan kiai sepuh NU mengajarkan bahwa mengelola konflik bukan soal memenangkan tafsir hukum, melainkan menjaga perasaan jamaah dan kewibawaan ulama.
    Sejarah Cipete-Situbondo menunjukkan bahwa NU selamat bukan karena aturan ditegakkan secara kaku, tetapi karena para ulama memilih menurunkan ego, memperluas musyawarah, dan menempatkan maslahat di atas ambisi. Di sanalah adab memandu konstitusi, dan kebijaksanaan mengarahkan keputusan.
    Karena itu, ujian kepemimpinan PBNU hari ini bukan sekadar soal sah atau tidak sah, melainkan soal kebesaran jiwa.
    Apakah para pemangku mandat bersedia mengalah demi islah? Apakah mereka sanggup menahan langkah yang sah secara formal, tetapi berisiko melukai ketenangan umat?
    Pertanyaan-pertanyaan ini lebih menentukan masa depan NU daripada hasil keputusan apa pun.
    NU akan tetap besar bukan karena mampu mengunci keputusan, melainkan karena mampu menjaga warisan adab dan kebijaksanaan ulama dalam setiap badai konflik.
    Sebab pada akhirnya, NU bukan hanya milik struktur, tetapi milik jamaah dan sejarah yang menuntut para pemimpinnya setia pada konstitusi, tapi lebih setia lagi pada hikmah dan keluhuran adab.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Prof M Nuh Resmi Jadi Katib Aam PBNU, Gantikan KH Asrori

    Prof M Nuh Resmi Jadi Katib Aam PBNU, Gantikan KH Asrori

    Jakarta, Beritasatu.com – Rapat harian gabungan Syuriah dan Tanfidziah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) resmi menunjuk Prof Dr Mohammad Nuh sebagai katib aam PBNU. Prof Nuh menggantikan KH Akhmad Said Asrori dan sebelumnya menjabat sebagai rais syuriah PBNU.

    Keputusan tersebut diambil dalam rapat yang digelar di Gedung PBNU lantai 4, Jakarta Pusat, Sabtu (13/12/2025). Rapat dihadiri Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar, Wakil Rais Aam KH Afifuddin Muhajir, serta Pejabat Ketua Umum PBNU KH Zulfa Mustofa.

    Turut hadir dalam rapat tersebut Prof Mohammad Nuh, Ketua PBNU Chaerul Saleh Rasyid, Bendahara Umum PBNU Gudfan Arif, Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Imron Rosyadi Hamid, serta sejumlah pengurus lainnya.

    “Di antara hasil yang disepakati adalah reposisi katib aam. Sejak hari ini, katib aam PBNU yang ditetapkan melalui rapat gabungan adalah Prof Dr H Mohammad Nuh,” ujar Wakil Ketua Umum PBNU Prof Mohammad Mukri.

    Menurut Prof Mukri, rotasi kepengurusan ini merupakan bagian dari penyegaran organisasi, menyusul penunjukan KH Zulfa Mustofa sebagai pejabat ketua umum PBNU dalam rapat pleno sebelumnya.

    Selain reposisi katib aam, rapat juga menyepakati adanya penataan ulang sejumlah posisi pengurus lainnya. Namun, rincian reposisi tersebut akan dibahas lebih lanjut oleh tim khusus yang diketuai langsung rais aam PBNU bersama pejabat ketua umum.

    “Detail reposisi akan diserahkan kepada tim yang diketuai rais aam dan pj ketua umum PBNU,” jelas Prof Mukri.

    Rapat juga memutuskan pembentukan panitia musyawarah nasional (Munas) PBNU serta peringatan hari lahir (Harlah) 1 Abad Nahdlatul Ulama versi Masehi. Salah satu agenda utama munas nantinya adalah persiapan pelaksanaan Muktamar NU.

    “Terkait waktu dan tempat memang belum ditentukan, tetapi fokus kita menyiapkan muktamar NU yang akan datang,” katanya.

    Sementara itu, sejak hari pertama menjabat sebagai Pejabat Ketua Umum PBNU, KH Zulfa Mustofa langsung melakukan konsolidasi organisasi. Konsolidasi dilakukan dengan pengurus pusat, wilayah, cabang, hingga Pengurus Cabang Istimewa (PCI) NU, baik secara daring maupun melalui pertemuan langsung di berbagai daerah.

    Langkah konsolidasi tersebut menjadi bagian dari tindak lanjut rekomendasi rapat pleno PBNU, termasuk persiapan menuju muktamar NU mendatang.

  • Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        13 Desember 2025

    Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi Surabaya 13 Desember 2025

    Sikapi Polemik PBNU, Pengasuh Pesantren Tebuireng Ingatkan soal Pentingnya Musyawarah dan Qanun Asasi
    Tim Redaksi
    JOMBANG, KOMPAS.com
    – Menyikapi polemik yang terjadi di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Pengasuh Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, KH Abdul Hakim Mahfudz atau Gus Kikin, mengingatkan pentingnya menjaga tradisi musyawarah.
    Tradisi musyawarah
    , jelasnya, merupakan tradisi yang dijalankan para pendiri
    Nahdlatul Ulama
    .
    Tradisi itu juga menjadi bagian penting yang tercantum AD dan ART Nahdlatul Ulama, maupun Kitab Qanun Asasi karya KH Hasyim Asy’ari.
    Terkait polemik di PBNU,
    Gus Kikin
    memilih membiarkan setiap proses terus berjalan. Sebagai Ketua PWNU Jawa Timur, ia juga memilih menahan diri untuk mengambil sikap.
    Menurut cicit KH Hasyim Asy’ari tersebut, langkah yang paling penting dilakukan saat ini adalah terus membersamai dan menyatukan umat.
    “Bagi saya, NU itu lebih banyak dengan bagaimana kita menyatukan umat. Kalau soal di PBNU, di mana sekarang dinamikanya mengangkat Pj ketua umum, itu sih monggo saja,” kata Gus Kikin.
    “Memang kalau perlu dievaluasi ya dievaluasi. Baik itu prosedurnya dan lain sebagainya,” lanjut dia saat dikonfirmasi wartawan di Pesantren Tebuireng, Sabtu (13/12/2025).
    Menurut Gus Kikin, polemik yang terjadi di PBNU saat ini, dipicu banyaknya perbedaan dalam menafsirkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama, maupun Kitab Qanun Asasi. 
    Kitab Qanun Asasi yang disinggung Gus Kikin, merupakan kitab yang ditulis Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari pada satu abad yang lalu, saat mendirikan Organisasi Jam’iyah Nahdlatul Ulama. 
    Qanun Asasi mengandung tuntunan warga NU dalam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dan secara substantif merupakan pedoman pola pikir dan pola sikap dan perilaku warga NU. 
    “Karena memang banyak sekali penafsiran yang berbeda tentang AD/ART dan Qanun Asasi. Banyak penafsiran yang berbeda-beda,” kata cicit pendiri NU KH Hasyim Asy’ari tersebut.
    Menurut Gus Kikin, banyaknya perbedaan penafsiran terhadap AD/ART dan Qanun Asasi diperuncing dengan mulai terkikisnya tradisi musyawarah.
    “Tradisi NU itu dari dulu musyawarah. Itu yang sekarang banyak ditinggalkan sehingga banyak sekali dan macam-macam atau usulan yang berbeda-beda,” kata Ketua PWNU Jawa Timur tersebut.
    Dalam beberapa waktu terakhir, Gus Kikin mengaku sering melakukan turba ke cabang cabang NU di Jawa Timur. 
    Dalam kesempatan itu, dirinya selalu mengingatkan kepada pengurus cabang NU agar menjaga nilai-nilai perjuangan NU dan berpegang teguh pada AD ART organisasi NU.
    “Saat turba, selalu kita sampaikan bahwa NU itu punya Anggaran Dasar yang sangat kuat. Kalau itu kita ikuti, Insya Allah gak akan banyak masalahnya,” ujar Gus Kikin.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Gus Yahya Tegaskan Masih Ketum PBNU Sah, Serukan Islah demi Keutuhan Jam’iyyah

    Gus Yahya Tegaskan Masih Ketum PBNU Sah, Serukan Islah demi Keutuhan Jam’iyyah

    Jakarta (beritajatim.com) – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya, secara resmi menegaskan posisi hukumnya sebagai pemegang mandat sah kepemimpinan PBNU periode 2021-2026. Dalam pernyataan sikap yang dirilis pada Sabtu (13/12/2025), Gus Yahya merespons dinamika internal organisasi dengan menyerukan jalan islah atau rekonsiliasi demi menjaga keutuhan jam’iyyah, alih-alih memperuncing konflik pasca munculnya klaim pemberhentian dirinya.

    Gus Yahya menyatakan bahwa dirinya bersama Rais ‘Aam PBNU KH Miftachul Akhyar adalah pemimpin yang dipilih secara sah melalui Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama di Lampung pada 2021. Mandat tersebut bersifat mengikat selama lima tahun dan dilindungi oleh Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) organisasi. Ia menilai Rapat Pleno pada 9 Desember 2025 yang menunjuk pejabat pengganti dirinya tidak memiliki dasar konstitusional.

    “Keputusan yang lahir dari Rapat Harian Syuriyah pada 20 November 2025 tidak memiliki landasan hukum yang sah. Dengan demikian, seluruh keputusan turunan yang dihasilkan dari proses tersebut, termasuk penunjukan Pejabat Ketua Umum PBNU, tidak sah dan ilegal,” tegas Gus Yahya dalam dokumen resmi bernomor 4811/PB.23/A.II.07.08/99/12/2025.

    Menurutnya, pemberhentian ketua umum di tengah masa jabatan memiliki mekanisme ketat yang hanya bisa dilakukan melalui Muktamar Luar Biasa (MLB) jika terbukti ada pelanggaran berat. Hingga detik ini, Gus Yahya juga memastikan namanya masih tercatat sebagai Ketua Umum PBNU dalam Surat Keputusan Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia.

    Meski memegang legitimasi hukum yang kuat, Gus Yahya memilih pendekatan persuasif untuk meredam gejolak. Ia menegaskan komitmennya untuk menempuh jalur damai sesuai arahan para ulama senior (kiai sepuh) yang sebelumnya telah bertemu di Pondok Pesantren Ploso, Kediri, dan Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang.

    Sikap islah ini diambil untuk mencegah perpecahan di akar rumput dan menjaga marwah Nahdlatul Ulama sebagai ormas Islam terbesar. Gus Yahya meminta seluruh jajaran pengurus, mulai dari tingkat Wilayah (PWNU), Cabang (PCNU), hingga Anak Ranting, untuk tetap tenang dan solid.

    “Saya mengimbau agar untuk sementara waktu tidak mengindahkan instruksi yang mengatasnamakan Pejabat Ketua Umum PBNU demi menghindari kebingungan organisasi,” imbaunya.

    Gus Yahya juga mengingatkan pihak eksternal, termasuk pemerintah dan mitra strategis PBNU, untuk berhati-hati dalam merespons situasi ini. Ia meminta agar tidak ada tindak lanjut atas kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak yang tidak memiliki otoritas sah, guna menghindari potensi sengketa hukum di kemudian hari.

    Menutup pernyataannya, Gus Yahya mengajak seluruh warga Nahdliyin untuk mendoakan agar badai internal ini segera berlalu dengan solusi yang bermartabat. Ia menekankan pentingnya menjaga persatuan dan mempererat tali silaturahmi di tengah ujian organisasi. [beq]

  • Kisruh PBNU Menguat, Tokoh NU Nilai Muktamar Luar Biasa Bisa Jadi Jalan Terbaik

    Kisruh PBNU Menguat, Tokoh NU Nilai Muktamar Luar Biasa Bisa Jadi Jalan Terbaik

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Tokoh Nahdlatul Ulama, Herry Haryanto Azumi, menyampaikan keprihatinannya atas konflik yang terjadi di tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Hal itu ia sampaikan disela diskusi publik dan konferensi pers Gerakan Kebangkitan Baru Nahdlatul Ulama di Sofyan Hotel, Jakarta Selatan, Jumat (12/12/2025).

    Herry menegaskan bahwa NU adalah organisasi yang lahir dari ulama dan tidak dapat meninggalkan peran ulama dalam setiap prosesnya. Namun, sebagai organisasi besar, NU juga tidak terlepas dari dinamika internal.

    “Kami pastinya prihatin dengan adanya konflik di tubuh PBNU, karena kami yakin NU itu adalah ulama, NU tidak bisa meninggalkan ulama, tapi NU adalah organisasi, inilah terjadi komplekstasi yang harus kita terima,” ujar salah satu Inisiator Gerakan Kebangkitan Baru NU ini.

    Ia menekankan pentingnya orientasi pada solusi untuk meredakan ketegangan di internal PBNU. Menurutnya, banyak kiai dan tokoh NU yang menyerukan agar organisasi kembali ke jalur konstitusional.

    “Artinya apa, kita harus berorientasi pada solusi, bagaimana kita bisa keluar dari situasi yang membuat kita semua secara emosi menjadi haru biru, banyak kyai yang menyatakan keprihatinannya, banyak tokoh yang menginginkan ayo kembali ke jalan yang benar,” kata Herry.

    Ketua PP ISNU bidang Investasi ini juga memandang bahwa perbedaan pendapat dalam organisasi harus diselesaikan melalui mekanisme resmi. Karena itu, ia menilai wacana islah hanya dapat berjalan baik jika dilakukan secara konstitusional.