Organisasi: OPEC

  • Selat Hormuz Ditutup Imbas AS Serang Iran, Ini Dampaknya bagi Indonesia – Page 3

    Selat Hormuz Ditutup Imbas AS Serang Iran, Ini Dampaknya bagi Indonesia – Page 3

    Yayan menambahkan, untuk mencegah lonjakan harga minyak yang lebih drastis, diperlukan langkah diplomasi segera. 

    “Untuk menstabilkan eskalasi dari kenaikan harga minyak ini, ya mungkin harus diajukan yaitu adanya gencatan senjata dan perdamaian antara Iran, Amerika Serikat, kemudian Israel,” ujarnya.

    Menurutnya, ketiga negara ini memang harus segera didamaikan, sehingga akan menciptakan stabilisasi pasar. Jika produksi minyak Iran menurun akibat eskalasi ini, Yayan memperkirakan negara-negara OPEC seperti Saudi Arabia dan Uni Emirat Arab akan meningkatkan produksinya guna menjaga keseimbangan suplai global.

  • Timteng Makin Ngeri! Iran Akan Tutup Selat Hormuz-Minyak Bahaya

    Timteng Makin Ngeri! Iran Akan Tutup Selat Hormuz-Minyak Bahaya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Situasi Timur Tengah makin tak menentu. Dalam update Senin (23/6/2025) pagi, dilaporkan bahwa Iran akan menutup Selat Hormuz, rute pengiriman minyak utama, setelah Amerika Serikat (AS) mengebom tiga fasilitas nuklir negeri itu Minggu.

    Parlemen Iran, dilaporkan laman Axios AS, telah mendukung langkah tersebut. Keputusan pasti akan menunggu dewan keamanan nasional Iran.

    Jika benar terjadi, langkah ini merupakan pertama kali dilakukan Iran sepanjang konflik Iran-Israel berlangsung sejak 1979. Selat Hormuz merupakan salah satu titik kritis dunia, yang dilalui oleh seperlima pasokan minyak dan gas dunia.

    Foto: Peta Selat Hormuz. (Dok. Googlemaps)
    Peta Selat Hormuz. (Dok. Googlemaps)

    Selat ini menghubungkan Teluk Persia dengan Laut Arab dan Samudra Hindia. Sebagian besar ekspor minyak dari negara-negara besar regional harus melewati jalur sempit ini, mulai dari Arab Saudi, Irak, UEA, Qatar, Iran, dan Kuwait.

    Di masa lalu, Barat, terutama AS dan Eropa, menjadi wilayah yang paling rentan terhadap gangguan aliran energi Teluk Persia itu. Tetapi kini China dan Asia akan menanggung beban jika penutupan terjadi.

    Minyak Bahaya 

    Mengutip CNBC International, upaya untuk memblokir jalur air sempit antara Iran dan Oman dapat menimbulkan konsekuensi yang mendalam bagi ekonomi global. Sekitar 20 juta barel minyak mentah per hari, atau 20% dari konsumsi global, mengalir melalui selat tersebut pada tahun 2024, menurut Badan Informasi Energi.

    Sementara itu, AS sendiri melalui Menteri Luar Negeri Marco Rubio meminta China untuk mencegah Iran menutup Selat Hormuz. China adalah pelanggan minyak terpenting Iran dan memelihara hubungan persahabatan dengan Republik Islam tersebut.

    “Saya mendorong pemerintah China di Beijing untuk menghubungi mereka mengenai hal itu, karena mereka sangat bergantung pada Selat Hormuz untuk minyak mereka,” kata Rubio dalam sebuah wawancara di Fox News.

    Rubio mengatakan akan menjadi “bunuh diri ekonomi” bagi Iran untuk menutup selat tersebut. Pasalnya ekspor minyak Republik Islam tersebut melewati jalur air tersebut.

    Iran adalah produsen minyak terbesar ketiga di OPEC, yang memproduksi 3,3 juta barel per hari. Negara itu mengekspor 1,84 juta barel minyak per hari bulan lalu.

    “Itu akan menjadi luka yang ditimbulkan sendiri, memutus Selat akan menghentikan aliran ekspor minyak mentahnya ke China, menghentikan aliran pendapatan utama,” kata analis minyak utama di Kpler, Matt Smith.

    Harga minyak melonjak lebih dari 2% setelah serangan AS terhadap Iran. Ini menimbulkan kekhawatiran akan gangguan pasokan.

    “Harga minyak dapat melonjak di atas US$100 per barel jika selat tersebut ditutup untuk waktu yang lama,” kata Goldman Sachs dan firma konsultan Rapidan Energy.

    (sef/sef)

    [Gambas:Video CNBC]

  • AS dan Israel Gempur Iran, Harga Minyak Dunia Bisa Melonjak ke Level Ini – Page 3

    AS dan Israel Gempur Iran, Harga Minyak Dunia Bisa Melonjak ke Level Ini – Page 3

    Skenario terburuk untuk pasar minyak adalah upaya Iran untuk menutup Selat Hormuz, menurut analis energi. Sekitar 20 juta barel minyak mentah per hari, atau 20% dari konsumsi global, mengalir melalui selat tersebut pada tahun 2024, menurut Badan Informasi Energi.

    Media pemerintah Iran melaporkan parlemen Iran telah mendukung penutupan selat tersebut, mengutip seorang anggota parlemen senior. Namun, keputusan akhir untuk menutup selat tersebut berada di tangan dewan keamanan nasional Iran, menurut laporan tersebut.

    Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio telah memperingatkan Iran agar tidak mencoba menutup selat tersebut. “Itu akan menjadi “bunuh diri ekonomi” bagi Republik Islam tersebut karena ekspor mereka melewati jalur air tersebut,” ujar kata Rubio.

    “Kami memiliki opsi untuk mengatasinya,” kata Rubio kepada Fox News dalam sebuah wawancara pada Minggu.

    “Hal itu akan jauh lebih merugikan ekonomi negara lain daripada ekonomi kita. Menurut saya, itu akan menjadi eskalasi besar-besaran yang akan membutuhkan respons, tidak hanya dari kita, tetapi juga dari negara lain.”

    Iran memproduksi 3,3 juta barel minyak per hari pada Mei, menurut laporan pasar minyak bulanan OPEC yang dirilis pada Juni, yang mengutip sumber analis independen. Iran mengekspor 1,84 juta barel minyak per hari bulan lalu, dengan sebagian besar dijual ke China, menurut data dari Kpler.

    Rubio meminta China untuk menggunakan pengaruhnya guna mencegah Teheran menutup selat tersebut. Sekitar setengah dari impor minyak mentah China melalui perairan berasal dari Teluk Persia, menurut Kpler.

    “Saya mendorong pemerintah China di Beijing untuk menghubungi mereka mengenai hal itu, karena mereka sangat bergantung pada Selat Hormuz untuk minyak mereka,” kata Rubio.

     

  • APBN RI Bisa Tekor Banyak Jika Minyak Naik di Atas US per Barel

    APBN RI Bisa Tekor Banyak Jika Minyak Naik di Atas US$82 per Barel

    Jakarta, CNBC Indonesia – Memanasnya medan peperangan di Timur Tengah yang diperparah dengan keputusan Amerika Serikat (AS) untuk ikut menyerang Iran. Keputusan ini memicu gejolak di pasar global dan berisiko mendongkrak harga komoditas termasuk minyak.

    Harga minyak diperkirakan akan naik sebesar US$3 hingga US$5 per barel, setelah serangan udara AS yang menargetkan fasilitas nuklir Iran. Kenaikan harga komoditas, terutama minyak ini dapat memberikan tekanan kepada Indonesia.

    Adapun, saat ini, Brent ditutup pada harga US$ 77,01 per barel pada hari Jumat, dan West Texas Intermediate (WTI) milik AS pada US$ 73,84.

    Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. Josua Pardede mengemukakan kenaikan harga minyak ini menambah tekanan defisit neraca perdagangan Indonesia karena meningkatnya biaya impor energi. Kombinasi harga minyak yang tinggi dan pelemahan rupiah menambah beban fiskal berupa peningkatan subsidi energi yang signifikan.

    “Berdasarkan sensitivitas fiskal, setiap kenaikan ICP sebesar US$ 1 di atas asumsi APBN (USD 82 per barel) menyebabkan tambahan beban neto sekitar Rp7 triliun, sehingga defisit anggaran berpotensi melebar lebih dekat ke batas 3% PDB. Kondisi ini memperberat tekanan terhadap rupiah melalui peningkatan risiko fiskal dan prospek pelebaran defisit transaksi berjalan (CAD),” kata Josua dalam catatannya kepada CNBC Indonesia, dikutip Senin (23/6/2025).

    Menurut analisis terbaru, kata Josua, peningkatan harga minyak global akibat konflik ini telah mencapai lebih dari 7%, dengan Brent mencapai sekitar US$ 74 per barel, dan berpotensi melonjak hingga di atas US$ 100 per barel jika konflik semakin meluas, terutama apabila jalur pasokan melalui Selat Hormuz terganggu.

    Adapun sejak konflik Israel dan Iran dimulai pada 13 Juni, dengan Israel menyerang fasilitas nuklir Iran dan rudal Iran menghantam gedung-gedung di Tel Aviv-harga Brent telah naik 11%, sedangkan WTI meningkat sekitar 10%.

    Sejauh ini kondisi pasokan yang stabil dan ketersediaan kapasitas produksi cadangan di antara anggota OPEC telah membatasi kenaikan harga minyak. Menurut analis di UBS Giovanni Staunovo risiko biasanya akan memudar jika tidak terjadi gangguan pasokan.

    “Arah pergerakan harga minyak selanjutnya akan bergantung pada apakah terjadi gangguan pasokan, yang kemungkinan besar akan menyebabkan harga naik, atau jika konflik mereda, yang akan menyebabkan premi risiko berkurang,” ujarnya.

    (haa/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Harga Minyak Melambung 2% Setelah Amerika Serang Iran – Page 3

    Harga Minyak Melambung 2% Setelah Amerika Serang Iran – Page 3

    Ketegangan juga meningkat di negara tetangga Irak, produsen OPEC terbesar kedua, tempat milisi pro-Teheran sebelumnya mengancam Washington, jika negara itu menargetkan pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei.

    Pada Minggu, Garda Revolusi Iran memperingatkan “pangkalan AS di wilayah tersebut bukanlah kekuatan mereka, melainkan kerentanan terbesar mereka” tanpa menyebutkan lokasi tertentu, demikian dikutip CNBC dari kantor berita Iran Fars.

    Hubungan diplomatik yang baru terbentuk, tetapi bangkit kembali antara mantan rival Iran dan Arab Saudi sementara itu dapat meredakan kemungkinan gangguan dalam pasokan eksportir minyak mentah terbesar di dunia.

    “Kerajaan Arab Saudi mengikuti dengan penuh kekhawatiran perkembangan di Republik Islam Iran, khususnya penargetan fasilitas nuklir Iran oleh Amerika Serikat,” kata kementerian luar negeri Saudi pada Minggu. Riyadh, sekutu dekat AS di Timur Tengah, telah membatasi keterlibatannya dalam serangan Iran-Israel.

    Kembali pada 2019, empat tahun sebelum melanjutkan hubungan diplomatik dengan Iran, fasilitas instalasi minyak Arab Saudi di Abqaiq dan Khurais mengalami kerusakan selama serangan yang diklaim oleh Houthi, tetapi Riyadh dan AS mengatakan Iran bertanggung jawab atas hal tersebut. Teheran membantah terlibat.

    Pada dimulainya kembali serangan Israel-Iran minggu lalu, kepala Badan Energi Internasional Fatih Birol mengatakan lembaga tersebut memantau perkembangan dan bahwa “pasar dipasok dengan baik hari ini tetapi kami siap bertindak jika diperlukan,” dengan 1,2 miliar barel stok darurat dalam keadaan siaga.

  • Harga Rata-Rata Minyak Mentah RI Turun per Mei 2025 – Page 3

    Harga Rata-Rata Minyak Mentah RI Turun per Mei 2025 – Page 3

    Untuk di kawasan Asia Pasifik, selain faktor-faktor yang disebutkan sebelumnya, penurunan harga minyak mentah juga dipengaruhi oleh proyeksi penurunan permintaan minyak.

    Sehingga berlanjut ke loading atau periode pengiriman di Juli 2025, karena kilang memasuki periode turn around atau berhenti operasi sementara waktu.

    Berikut rincian perkembangan harga minyak mentah utama pada Mei 2025 dibandingkan April 2025:

    1. Dated Brent turun sebesar USD 3,56 per barel, dari USD 67,79 per barel menjadi USD 64,22 per barel.

    2. WTI (Nymex) turun sebesar USD 2,03 per barel, dari USD 62,96 per barel menjadi USD 60,94 per barel.

    3. Brent (ICE) turun sebesar USD 2,45 per barel, dari USD 66,46 per barel menjadi USD 64,01 per barel.

    4. OPEC Basket turun sebesar USD 5,34 per barel, dari USD 68,98 per barel menjadi USD 63,64 per barel.

    5. Rata-rata ICP minyak mentah Indonesia turun sebesar USD 2,54 per barel, dari USD 65,29 per barel menjadi USD 62,75 per barel

  • Harga Minyak RI Turun Jadi US$ 65,29 per Barel, Ini Pemicunya

    Harga Minyak RI Turun Jadi US$ 65,29 per Barel, Ini Pemicunya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan Harga Rata-Rata Minyak Mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) bulan Mei 2025 sebesar US$ 62,75 per barel.

    Hal itu seperti yang tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 208.K/MG.03/MEM.M/2025 tentang Harga Minyak Mentah Bulan Mei 2025 yang ditandatangani pada 10 Juni 2025. Angka tersebut terpantau turun dibandingkan ICP bulan April 2025 sebesar US$ 65,29 per barel.

    Plt. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Tri Winarno mengungkapkan penurunan harga minyak mentah RI bulan Mei 2025 seiring dengan penurunan harga minyak mentah utama di pasar internasional.

    Hal itu disebabkan oleh kesepakatan negara-negara penghasil minyak (OPEC +) untuk meningkatkan suplai sebesar 410 ribu barel per hari (bph). Tri mengatakan terdapat pula informasi potensi OPEC+ juga akan kembali meningkatkan produksi di bulan Juli 2025 hingga 411 ribu barel per hari.

    “Faktor lain yang menyebabkan penurunan harga minyak mentah bulan Mei 2025 adalah stok minyak mentah komersial Amerika Serikat (AS) di akhir Mei 2025 yang mengalami peningkatan sebesar 2,8 juta barel bila dibandingkan akhir April 2025,” kata Tri dalam keterangan resmi, dikutip Rabu (18/6/2025).

    Selain itu, untuk kawasan Asia Pasifik, penurunan harga minyak mentah selain disebabkan oleh faktor yang sama, juga dipengaruhi oleh proyeksi penurunan permintaan minyak di kawasan Asia Pasifik yang berlanjut ke loading atau periode pengiriman di bulan Juli karena kilang memasuki periode turn around atau berhenti operasi sementara waktu.

    Adapun rincian perkembangan harga minyak mentah utama pada Mei 2025 dibandingkan April 2025 sebagai berikut:

    1. Dated Brent turun sebesar US$ 3,56/barel dari US$ 67,79/barel menjadi US$ 64,22/barel.

    2. WTI (Nymex) turun sebesar US$ 2,03/barel dari US$ 62,96/barel menjadi US$ 60,94/barel.

    3. Brent (ICE) turun sebesar US$ 2,45/barel dari US$ 66,46/barel menjadi US$ 64,01/barel.

    4. OPEC Basket turun sebesar US$ 5,34/barel dari US$ 68,98/barel menjadi US$ 63,64/barel.

    5. Rata-rata ICP minyak mentah Indonesia turun sebesar US$ 2,54/barel dari US$ 65,29/barel menjadi US$ 62,75/barel

    (pgr/pgr)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Ancam ketahanan energi dan stabilitas ekonomi Indonesia

    Ancam ketahanan energi dan stabilitas ekonomi Indonesia

    Foto: Efendi Murdiono/Radio Elshinta

    Perang Israel-Iran, DPR RI Dapil Jatim IV: Ancam ketahanan energi dan stabilitas ekonomi Indonesia
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Selasa, 17 Juni 2025 – 16:05 WIB

    Elshinta.com – Konflik bersenjata antara Israel dan Iran yang kian memanas dinilai tidak hanya berdampak pada stabilitas keamanan global, tetapi juga berpotensi mengganggu ketahanan energi dan perekonomian Indonesia. 

    Anggota BAKN DPR RI, Amin Ak, menyoroti kerentanan Indonesia sebagai negara pengimpor minyak bersih yang sangat bergantung pada stabilitas harga energi global.

    “Indonesia harus waspada. Setiap kenaikan US$1 harga minyak dunia berarti tambahan beban subsidi Rp3,1 triliun bagi APBN. Jika konflik ini berkepanjangan dan harga minyak mencapai US$100–150 per barel, tekanan inflasi dan defisit anggaran akan makin berat,” tegas Amin dalam keterangan resminya, Selasa (17/6), seperti dilaporkan Kontributor Elshinta, Efendi Murdiono.

    Berdasarkan analisis terkini, serangan Israel dan Iran yang saling membidik infrastruktur energi—seperti kilang minyak Haifa di Israel dan lapangan gas South Pars di Iran—telah memicu lonjakan harga minyak Brent lebih dari 10%. 

    Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI itu mengingatkan, gangguan pasokan melalui Selat Hormuz (yang mengalirkan 20% minyak dunia) akan memperparah ketidakpastian. Ia menyebut sejumlah dampak yang mesti diwaspadai. 

    Pertama, kenaikan harga BBM. Indonesia berisiko menghadapi kenaikan harga bahan bakar impor jika gejolak terus berlanjut, berpotensi memicu inflasi dan penyesuaian subsidi energi.

    Kedua, ketergantungan impor minyak. Dengan produksi minyak nasional yang stagnan (sekitar 700.000 barel/hari) dan konsumsi mencapai 1,6 juta barel/hari, Indonesia sangat rentan terhadap fluktuasi pasar global.

    Ketiga, potensi munculnya krisis listrik.  Biaya pembangkit listrik berbasis BBM dan gas akan melonjak, berpotensi membebani keuangan PLN dan pemerintah.

    Oleh karena itu, Amin mendesak menteri terkait mengambil langkah antisipatif. Indonesia harus memperkuat cadangan energi, dengan optimalisasi stok minyak nasional (termasuk kerja sama dengan negara produsen) dan penguatan infrastruktur penyimpanan (storage) BBM.

    Sedangkan dalam upaya mitigasi dampak Inflasi, mendesak dilakukan koordinasi antara Kementerian ESDM, BI, dan Kemenkeu untuk menyiapkan skenario penahanan inflasi, termasuk pengendalian harga pangan dan insentif fiskal sektor padat karya.

    “Indonesia harus aktif mendorong perdamaian di forum internasional seperti OPEC dan G20, sembari menjamin pasokan energi melalui kerja sama dengan negara netral,” tambah Amin.

    Dalam jangka menengah, Indonesia harus mempercepat Diversifikasi Energi. Pemerintah harus menggenjot pengembangan EBT (energi baru terbarukan) dan mengurangi ketergantungan pada impor minyak melalui percepatan proyek kilang GRR (Grass Root Refinery) dan hilirisasi batubara.

    “Kami mendorong pemerintah untuk segera berkoordinasi dengan DPR guna menyusun skenario terburuk (worst-case scenario). Krisis ini adalah pengingat bahwa ketahanan energi adalah pondasi ketahanan nasional,” pungkas Amin.

    Sumber : Radio Elshinta

  • Serangan Balasan Iran Dorong Harga Minyak Mentah Naik 7 Persen

    Serangan Balasan Iran Dorong Harga Minyak Mentah Naik 7 Persen

    Jakarta, Beritasatu.com – Harga minyak melonjak 7 persen karena Israel dan Iran saling serang lewat serangan udara. Investor khawatir pertempuran itu dapat mengganggu ekspor minyak dari Timur Tengah.

    Harga minyak mentah Brent berjangka ditutup pada US$ 74,23 per barel, naik US$ 4,87 atau 7,02 persen, setelah sebelumnya melonjak lebih dari 13 persen ke level tertinggi intraday US$ 78,50, level terkuat sejak 27 Januari. Sementara minyak mentah Brent menguat 12,5 persen lebih tinggi dari seminggu yang lalu.

    Minyak mentah West Texas Intermediate AS ditutup pada US$ 72,98 per barel, naik US$ 4,94 atau 7,62 persen. Selama sesi tersebut, WTI melonjak lebih dari 14 persen ke level tertinggi sejak 21 Januari di US$ 77,62. WTI naik 13 persen ke levelnya seminggu yang lalu.

    Melansir Reuters, Sabtu (14/6/2025), kedua minyak tersebut mengalami pergerakan intraday terbesar sejak 2022, ketika invasi Rusia ke Ukraina menyebabkan lonjakan harga energi.

    Israel mengatakan akan menargetkan fasilitas nuklir Iran, pabrik rudal balistik, dan camp militer. Iran pun membalas dengan serangan rudal ke beberapa wilayah Israel. Rudal Iran menghantam gedung-gedung di Tel Aviv, Israel.

    Perusahaan Penyulingan dan Distribusi Minyak Nasional Iran mengatakan, fasilitas penyulingan dan penyimpanan minyak tidak rusak dan terus beroperasi. Iran, anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), saat ini memproduksi sekitar 3,3 juta barel per hari (bph), dan mengekspor lebih dari 2 juta bph minyak dan bahan bakar. 

    Investor khawatir  tentang gangguan di Selat Hormuz, jalur pelayaran penting. Arab Saudi, Kuwait, Irak, dan Iran memang melalui jalur tersebut untuk ekspor.

    Sekira seperlima dari total konsumsi minyak dunia melewati selat tersebut, atau sekitar 18 hingga 19 juta barel per hari (bpd) minyak, kondensat, dan bahan bakar.

  • Harga Minyak Mentah Tertahan Menunggu Pertemuan Amerika dan China

    Harga Minyak Mentah Tertahan Menunggu Pertemuan Amerika dan China

    Jakarta, Beritasatu.com – Harga minyak mentah tidak mengalami perubahan drastis, seiring dengan investor yang menunggu pembicaraan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dengan China yang akan diadakan di London.

    Melansir Reuters, Senin (9/6/2025), Harga minyak mentah Brent berjangka masih bertahan pada US$ 66,47 per barel. Sementara minyak mentah West Texas Intermediate AS meningkat naik 1 sen menjadi US$ 64,59.

    Prospek perdamaian perang dagang antara AS dan China telah menopang harga minyak. Tiga utusan Donald Trump akan bertemu dengan pejabat dari China di London, hari ini, Senin (9/6/2025). Ini merupakan pertemuan pertama konsultasi ekonomi perdagangan AS dan China.

    Laporan pekerjaan AS menunjukkan pengangguran Mei tetap stabil, meningkatkan kemungkinan penurunan suku bunga Federal Reserve. Sementara data dari China memberikan harapan akan permintaan minyak mentah terbesar mengalami kenaikan.

    Pada sisi lainnya, data ekonomi dan prospek kesepakatan perdagangan mendukung pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan permintaan minyak, mengalahkan kekhawatiran tentang peningkatan pasokan OPEC+, setelah kelompok tersebut mengumumkan kenaikan produksi besar untuk Juli.

    HSBC memperkirakan OPEC+ akan meningkatkan kenaikan pasokan pada Agustus dan September, yang kemungkinan akan meningkatkan risiko penurunan harga. HSCBC memperkirakan harga minyak mentah Brent akan mencapai US$ 65 per barel mulai kuartal keempat tahun 2025. Peneliti Capital Economics percaya bahwa laju peningkatan produksi OPEC+ ini akan bertahan lama.