Organisasi: OPEC

  • Harga Minyak Merosot Jelang Pertemuan OPEC+ – Page 3

    Harga Minyak Merosot Jelang Pertemuan OPEC+ – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Harga minyak anjlok menjelang pertemuan OPEC+ yang akan menghasilkan kenaikan produksi yang substansial. Sementara itu,  ancaman tarif terbaru Presiden AS Donald Trump mengurangi minat terhadap risiko yang lebih luas.

    Mengutip Yahoo Finance, Sabtu (5/7/2025), harga minyak Brent turun 68 sen atau 0,98% ke posisi USD 68,43 per barel. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) turun di bawah USD 67 per barel, memperpanjang penurunan 0,7% pada Kamis pekan ini. Kartel itu mempertimbangkan untuk mempercepat pemulihan produksi minyak lebih jauh dan akan membahas kenaikan lebih dari 411.000 barel per hari untuk Agustus pada pertemuan Sabtu pekan ini, demikian disampaikan delegasi.

    Kebijakan perdagangan global juga menjadi fokus, mendorong saham di Asia dan wilayah lainnya turun. Presiden AS Donald Trump menuturkan, pemerintahannya akan mulai mengirimkan surat kepada mitra dagang untuk menetapkan tarif unilateral sebelum batas waktu 9 Juli dan pungutan baru akan mulai berlaku pada Agustus.

    Harga minyak mentah bergejolak dalam beberapa minggu terakhir, diguncang oleh kekhawatiran perang Israel-Iran akan menghambat pasokan.

    Pasar meski telah tenang, kekhawatiran masih ada atas negosiasi dengan Iran, pembicaraan perdagangan yang dipimpin AS, dan kebijakan yang berkembang oleh OPEC+.

    “Fundamental absolut pasar sedang mengambil alih,” ujar Senior Vice President Rystad Energy di Calgary, Susan Bell.

    “Premi risiko telah keluar dari pasar dan fundamentalnya cukup lemah,” ia menambahkan.

    Mengenai Iran, Washington berencana untuk memulai kembali pembicaraan nuklir, dan utusan Timur Tengah AS Steven Witkoff akan bertemu Menteri Luar Negeri Abbas Araghchi di Oslo minggu depan, Axios melaporkan. Sementara itu, AS mengambil langkah-langkah baru untuk membatasi perdagangan minyak Republik Islam, yang terus menekan Teheran.

    Di Kanada, kebakaran hutan terjadi di wilayah Fort McMurray, sekitar 20 kilometer (12 mil) dari lokasi produksi pasir minyak utama. Produksi dari Alberta turun ke level terendah dalam dua tahun pada bulan Mei, bersamaan dengan penurunan produksi dari Meksiko dan larangan pengiriman dari Venezuela untuk memperkuat harga minyak mentah yang tinggi.

  • Sri Mulyani Ramal Harga Minyak di Kisaran 66-94 Dolar AS per Barel

    Sri Mulyani Ramal Harga Minyak di Kisaran 66-94 Dolar AS per Barel

    JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksikan harga minyak dunia akan berada pada kisaran 66 hingga 94 dolar AS per barel pada semester II tahun 2025.

    Proyeksi ini mempertimbangkan dinamika geopolitik global, termasuk ketegangan di Timur Tengah serta arah kebijakan dari negara-negara produsen minyak.

    “Kami memperkirakan (harga minyak) cukup lebar antara 66 hingga 94 dolar AS per barel di semester II,” kata Sri Mulyani dilansir ANTARA, Rabu, 2 Juli.

    Meski demikian, dirinya mengakui outlook harga minyak ke depan masih diliputi ketidakpastian.

    Harga minyak dunia sendiri sempat melonjak akibat insiden pengeboman di Iran oleh Israel.

    Namun, Sri Mulyani yakin kondisi perlahan akan mereda dan mendorong keyakinan bahwa harga minyak tidak akan menembus angka psikologis 100 dolar AS per barel hingga akhir tahun.

    “Semoga tetap terjaga suasana kondusif dari sisi geopolitik dan perang di Timur Tengah,” ujarnya.

    Di sisi lain, Bendahara Negara itu mencermati sejumlah proyeksi dari lembaga global yang menunjukkan angka bervariasi.

    Lembaga Energi Dunia memperkirakan harga minyak bisa berada di level 66 dolar AS per barel, Bloomberg menempatkannya di angka 69 dolar AS, sementara Bank Dunia lebih konservatif dengan estimasi 64 dolar AS per barel.

    Sementara mengenai lifting minyak, pemerintah memperkirakan volume produksi minyak pada semester kedua berada di kisaran 593.000 hingga 597.000 barel per hari, termasuk tambahan dari lapangan minyak Banyu Urip.

    Kemudian, lifting gas diproyeksikan antara 976.000 hingga 980.000 barel setara minyak per hari.

    “Untuk lifting (minyak) tadi selain yang kami sampaikan di Rapat Paripurna DPR mengenai tambahan dari (lapangan minyak) Banyu Urip, ini adalah antara 593.000-597.000barel per hari. Sedangkan gas masih di bawah 1 juta, yaitu 976-980 dolar AS per BSMPH di semester II,” tutur Sri Mulyani

    Sri Mulyani dalam paparannya menjelaskan, pergerakan harga minyak mentah Indonesia (ICP) pada semester I tahun 2025 cenderung menurun, yang dipengaruhi oleh faktor permintaan global serta dinamika kebijakan luar negeri.

    Intervensi AS terhadap kebijakan OPEC+ untuk menaikkan produksi mulai Juli 2025, serta peluang kesepakatan dagang AS-China, turut memengaruhi ekspektasi pasar.

    Sementara untuk semester II harga masih akan dinamis, dengan potensi tren naik akibat gangguan suplai dari konflik Timur Tengah.

    Namun, menurutnya, tetap ada sinyal OPEC+ untuk melanjutkan rencana peningkatan produksi.

  • Menkeu proyeksikan harga minyak di kisaran 66-94 dolar AS per barel

    Menkeu proyeksikan harga minyak di kisaran 66-94 dolar AS per barel

    Kami memperkirakan harga minyak cukup lebar antara 66 hingga 94 dolar AS per barel di semester II

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksikan harga minyak dunia akan berada pada kisaran 66 hingga 94 dolar AS per barel pada semester II tahun 2025.

    Proyeksi ini mempertimbangkan dinamika geopolitik global, termasuk ketegangan di Timur Tengah serta arah kebijakan dari negara-negara produsen minyak.

    “Kami memperkirakan (harga minyak) cukup lebar antara 66 hingga 94 dolar AS per barel di semester II,” kata Sri Mulyani dikutip di Jakarta, Rabu.

    Meski demikian, dirinya mengakui outlook harga minyak ke depan masih diliputi ketidakpastian.

    Harga minyak dunia sendiri sempat melonjak akibat insiden pengeboman di Iran oleh Israel.

    Namun, Menkeu yakin kondisi perlahan akan mereda dan mendorong keyakinan bahwa harga minyak tidak akan menembus angka psikologis 100 dolar AS per barel hingga akhir tahun.

    “Semoga tetap terjaga suasana kondusif dari sisi geopolitik dan perang di Timur Tengah,” ujarnya.

    Di sisi lain, Bendahara Negara itu mencermati sejumlah proyeksi dari lembaga global yang menunjukkan angka bervariasi.

    Lembaga Energi Dunia memperkirakan harga minyak bisa berada di level 66 dolar AS per barel, Bloomberg menempatkannya di angka 69 dolar AS, sementara Bank Dunia lebih konservatif dengan estimasi 64 dolar AS per barel.

    Sementara mengenai lifting minyak, pemerintah memperkirakan volume produksi minyak pada semester kedua berada di kisaran 593 ribu hingga 597 ribu barel per hari, termasuk tambahan dari lapangan minyak Banyu Urip.

    Kemudian, lifting gas diproyeksikan antara 976 ribu hingga 980 ribu barel setara minyak per hari.

    “Untuk lifting (minyak) tadi selain yang kami sampaikan di Rapat Paripurna DPR mengenai tambahan dari (lapangan minyak) Banyu Urip, ini adalah antara 593 ribu-597 ribu barel per hari. Sedangkan gas masih di bawah 1 juta, yaitu 976-980 dolar AS per bsmph di semester II,” tutur Menkeu..

    Lebih lanjut, dalam paparannya, Sri Mulyani menjelaskan bahwa pergerakan harga minyak mentah Indonesia (ICP) pada semester I tahun 2025 cenderung mengalami penurunan, yang dipengaruhi oleh faktor permintaan global serta dinamika kebijakan luar negeri.

    Intervensi AS terhadap kebijakan OPEC+ untuk menaikkan produksi mulai Juli 2025, serta peluang kesepakatan dagang AS-China, turut memengaruhi ekspektasi pasar.

    Sementara untuk semester II harga masih akan dinamis, dengan potensi tren naik akibat gangguan suplai dari konflik Timur Tengah.

    Namun, menurutnya, tetap ada sinyal OPEC+ untuk melanjutkan rencana peningkatan produksi.

    Pewarta: Bayu Saputra
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Harga Minyak Merosot Jelang Pertemuan OPEC+ – Page 3

    Harga Minyak Stabil di Tengah Antisipasi Kenaikan Produksi OPEC+ – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Harga minyak dunia tetap stabil pada hari Selasa saat para investor mengevaluasi ekspektasi bahwa OPEC+ akan mengumumkan kenaikan produksi minyak untuk bulan Agustus dalam pertemuan mendatang serta perkembangan negosiasi perdagangan.

    Dikutipd ari CNBC, Rabu (2/7/2025), harga minyak mentah Brent naik 37 sen, atau 0,55%, menjadi USD 67,11 per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik 34 sen, atau 0,55%, menjadi USD 65,45 per barel.

    Fokus utama pasar saat ini adalah pada rencana kenaikan produksi sebesar 411.000 barel per hari yang diperkirakan akan diumumkan oleh OPEC+ dalam pertemuan tanggal 6 Juli, kata analis Saxo Bank, Ole Hansen.

    Namun, sentimen ini sebagian diimbangi oleh potensi kesepakatan dagang yang dapat meningkatkan prospek permintaan.

    Kekhawatiran Pasar

    Menurut Daniel Hynes, ahli strategi komoditas senior di ANZ, “Pasar kini khawatir bahwa aliansi OPEC+ akan terus melanjutkan laju percepatan peningkatan produksinya.”

    Empat sumber dari OPEC+ mengatakan kepada Reuters pekan lalu bahwa kelompok tersebut – yang mencakup OPEC dan sekutunya termasuk Rusia – berencana menaikkan produksi sebesar 411.000 barel per hari pada Agustus, menyusul kenaikan serupa pada Mei, Juni, dan Juli. Jika disetujui, total peningkatan pasokan OPEC+ tahun ini akan mencapai 1,78 juta barel per hari, setara dengan lebih dari 1,5% dari permintaan minyak global.

     

  • Menkeu proyeksikan harga minyak di kisaran 66-94 dolar AS per barel

    Pemerintah tetapkan asumsi harga minyak mentah dengan hati-hati

    Dari update terkini, Bapak Presiden Prabowo baru saja meresmikan peningkatan lifting minyak yang memberikan kontribusi 30 ribu barel per hari dari Lapangan Banyu Urib (Jawa Timur), Blok Cepu, Bojonegoro,

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyatakan, pemerintah menetapkan rentang asumsi harga Indonesian Crude Price (ICP) atau minyak mentah Indonesia dengan hati-hati.

    “Pemerintah menetapkan rentang asumsi ICP dengan hati-hati, agar asumsi harga minyak tidak menjadi sumber deviasi fiskal yang terlalu besar, terutama akan sangat mempengaruhi proyeksi pendapatan negara dan belanja subsidi serta kompensasi energi,” ujarnya dalam Sidang Paripurna DPR ke-21 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2024-2025 di Jakarta, Selasa.

    Pada tahun 2026, pemerintah menetapkan rentang harga ICP antara 60-80 dolar Amerika Serikat (AS) per barel.

    Dalam kesempatan tersebut, Menkeu menyampaikan bahwa fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) memberikan masukan rentang asumsi yang lebih tinggi, yaitu pada harga 65-85 dolar AS per barel.

    Sebagai tanggapan, Sri Mulyani menerangkan ICP sangat dipengaruhi tiga faktor. Mulai dari stabilitas dan situasi politik di Timur Tengah, kebijakan produksi Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC), outlook permintaan global yang terutama dari Tiongkok, serta upaya seluruh dunia melakukan transisi energi.

    Pada sisi lifting minyak, lanjutnya, sangat tergantung terhadap berbagai langkah-langkah yang saat ini sedang terus dilakukan oleh kementerian terkait.

    Pemerintah sendiri disebut berupaya melakukan percepatan eksplorasi, perbaikan keekonomian proyek, dan memberikan insentif untuk mendorong investasi di bidang eksplorasi.

    “Dari update terkini, Bapak Presiden Prabowo baru saja meresmikan peningkatan lifting minyak yang memberikan kontribusi 30 ribu barel per hari dari Lapangan Banyu Urib (Jawa Timur), Blok Cepu, Bojonegoro,” katanya.

    Ini memberikan milestone baru agar lifting minyak nasional bisa terus ditingkatkan mendekati 900 ribu bahkan satu juta barel seperti yang diharapkan.

    Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
    Editor: Abdul Hakim Muhiddin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Harga Minyak Dunia Melemah Dampak OPEC+ Siap Tambah Produksi – Page 3

    Harga Minyak Dunia Melemah Dampak OPEC+ Siap Tambah Produksi – Page 3

    Di sisi lain, data dari perusahaan jasa energi Baker Hughes menunjukkan bahwa jumlah rig minyak aktif di Amerika Serika yang menjadi indikator produksi masa depan, turun sebanyak enam unit menjadi 432 rig, level terendah sejak Oktober 2021. Penurunan ini mengindikasikan bahwa produksi AS mungkin akan melambat dalam waktu dekat.

    Meskipun harga melemah minggu lalu yang merupakan terbesar sejak Maret 2023, harga minyak Brent dan WTI masih mencatat kenaikan bulanan lebih dari 5% untuk bulan Juni, menandai kenaikan dua bulan berturut-turut.

  • Harga BBM Terbaru di SPBU Pertamina, Shell hingga Vivo: Ada yang Naik? – Page 3

    Harga BBM Terbaru di SPBU Pertamina, Shell hingga Vivo: Ada yang Naik? – Page 3

    Sebelumnya, harga minyak mentah naik pada perdagangan hari Jumat tetapi mencatat penurunan mingguan tertajam dalam tiga tahun. Kinerja mingguan harga minyak anjlok karena tidak adanya gangguan pasokan yang signifikan dari konflik Iran-Israel menyebabkan premi risiko menguap.

    Mengutip CNBC, Sabtu (28/6/2025), harga minyak mentah Brent yang menjadi patokan harga minyak dunia naik 4 sen menjadi USD 67,77 per barel. Sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate AS naik 28 sen atau 0,43% menjadi USD 65,52 per barel.

    Selama perang 12 hari yang dimulai setelah Israel menargetkan fasilitas nuklir Iran pada tanggal 13 Juni, harga Brent naik sebentar menjadi di atas USD 80 per barel tetapi akhirnya merosot ke USD 67 per barel setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan gencatan senjata Iran-Israel.

    Brent mengakhiri minggu ini dengan penurunan 12%, minggu terburuk sejak Agustus 2022. Sedangkan untuk harga minyak mentah AS turun sekitar 11%, minggu terburuk sejak Maret 2023.

    “Pasar hampir sepenuhnya mengabaikan premi risiko geopolitik dari hampir seminggu yang lalu saat kita kembali ke pasar yang didorong oleh fundamental,” kata analis Rystad Janiv Shah.

    Ia mengatakan pasar juga mengawasi pertemuan kelompok produsen minyak OPEC+ pada 6 Juli, di mana kemungkinan besar akan ada pengumuman kenaikan produksi sebesar 411.000 barel per hari. Pelaku pasar juga tengah memantau indikator permintaan bahan bakar minyak (BBM) di musim panas.

  • Kerja Sama Migas RI – Rusia, Prabowo Diminta Tak Gentar Hadapi Sanksi Barat

    Kerja Sama Migas RI – Rusia, Prabowo Diminta Tak Gentar Hadapi Sanksi Barat

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengusaha menilai pemerintah tak perlu khawatir jika ingin bekerja sama dengan Rusia sektor energi, khususnya peningkatan produksi minyak dan gas bumi (migas). Meski Rusia masih mendapat sanksi negara Barat, Indonesia merupakan negara non blok.

    Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal mengatakan, sebagai negara non blok, Indonesia berhak bermitra dengan negara mana saja, selama sama-sama menguntungkan.

    “Hal-hal tersebut tidak perlu khawatir, tapi memang perlu disikapi. Ya ada caranya lah. Misalkan pembiayaan,” ucap Moshe kepada Bisnis, Selasa (24/6/2025).

    Dia menjelaskan, banyak perusahaan-perusahaan Rusia punya afiliasi atau punya perusahaan-perusahaan di luar dari negeri. Oleh karena itu, walaupun induknya masih di Rusia, tapi RI bisa bertransaksi dengan perusahaan-perusahaan di luar negerinya.

    “Itu semua bisa disikapi, diantisipasi. Jadi itu tidak ada masalah,” katanya.

    Moshe juga menjelaskan, saat ini memang banyak sekali negara-negara Barat yang memberikan sanksi kepada Rusia. Sanksi itu seperti embargo dan lain sebagainya.

    Kendati demikian, Rusia tetap tidak terisolir. Transaksi Rusia dengan India justru setelah perang Ukraina malah meningkat. Selain itu, transaksi Rusia dengan negara-negara Eropa Timur justru meningkat juga. 

    Moshe menyebut, sampai sekarang Eropa juga masih membeli gas Rusia. Dia mencatat, pada 2024 justru ada peningkatan transaksi beli gas dari Eropa.

    “Di mana Eropa itu membeli gasnya itu lebih besar, naik sekitar 20% dari tahun 2023. Kalau mereka bisa bertransaksi, kenapa kita tidak?” tutur Moshe.

    Lebih lanjut, Moshe manilai prospek kerja sama Indonesia dengan Rusia cukup besar. Apalagi, Negeri Beruang Merah merupakan salah satu negara yang terdepan di produksi migas. Rusia juga merupakan bagian dari OPEC+.

    Dia juga berpendapat bahwa keterlibatan teknologi Rusia untuk membantu Indonesia meningkatkan produksi migas sangat besar. 

    “Jadi semoga ini bisa terjalin dengan erat, untuk bisa dikembangkan kemudian hari ini,” kata Moshe.

    Sebelumnya, Indonesia-Rusia menjajaki peluang kerja sama untuk mengerjakan proyek eksplorasi dan produksi gas alam cair atau (liquefied natural gas/LNG) hingga pasokan minyak usai kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke negara itu.

    Presiden Rusia Vladimir Putin menginisiasi langkah modernisasi infrastruktur migas. Adapun, modernisasi yang dimaksud mencakup pemanfaatan teknologi terkini untuk mengoptimalkan sumur yang selama ini dianggap kurang produktif.

    “Kami bersedia memodernisasi infrastruktur supaya mendongkrak produksi minyak dari ladang tua,” ujar Putin saat konferensi pers beberapa waktu lalu.

    Asal tahu saja, relasi Indonesia-Rusia telah terjalin kuat lewat kolaborasi di sektor energi, mulai dari di migas, batu bara, ketenagalistrikan, energi baru dan terbarukan (EBT), serta efisiensi energi.

    Salah satunya, rencana pembangunan kilang minyak dan kompleks petrokimia di Jawa Timur. Model kolaborasi ini diharapkan pemerintah Indonesia menjadi pijakan bagi proyek-proyek migas masa depan, sekaligus menyuntikkan investasi teknologi tinggi ke dalam industri nasional.

  • Harga Minyak Dunia Melemah Dampak OPEC+ Siap Tambah Produksi – Page 3

    Harga Minyak Dunia Hari Ini 24 Juni 2025 Tergelincir, Apa Penyebabnya? – Page 3

    Media pemerintah Iran melaporkan pada Minggu, parlemen Iran telah mendukung penutupan selat itu. Namun, keputusan akhir untuk menutup selat itu berada di tangan dewan keamanan nasional Iran, menurut menurut laporan itu.

    Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio telah memperingatkan Iran agar tidak berupaya menutup selat itu. “Itu akan menjadi bunuh diri ekonomi bagi Iran karena ekspor mereka melewati Selat Hormuz itu,” ujar Rubio.

    “Kami masih memiliki opsi untuk mengatasinya,” Rubio menambahkan.

    “Itu akan lebih merugikan ekonomi negara lain daripada ekonomi kami. Saya pikir, itu akan menjadi eskalasi besar-besaran yang akan membutuhkan respons, tidak hanya dari kami, tetapi juga dari negara lain,” ia menambahkan.

    Berdasarkan data Kpler, Iran mengekspor 1,84 juta barel per hari bulan lalu, dengan sebagian besar dijual ke China. Adapun menurut laporan pasar minyak bulanan OPEC yang dirilis pada Juni, Iran memproduksi 3,3 juta barel per hari pada Mei.

    Rubio meminta China memakai pengaruhnya untuk mencegah Teheran menutup selat itu. Sekitar setengah dari impor minyak mentah China melalui perairan berasal dari Teluk Persia, menurut Kpler.

    “Saya mendorong pemerintah China di Beijing untuk menghubungi mereka tentang hal itu karena mereka sangat bergantung pada Selat Hormuz untuk minyak mereka,” kata Rubio.

  • Ada Gangguan di Selat Hormuz, Goldman Sachs Prediksi Harga Minyak Sentuh Level Segini – Page 3

    Ada Gangguan di Selat Hormuz, Goldman Sachs Prediksi Harga Minyak Sentuh Level Segini – Page 3

    Ketegangan juga meningkat di negara tetangga Irak, produsen OPEC terbesar kedua, tempat milisi pro-Teheran sebelumnya mengancam Washington, jika negara itu menargetkan pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei.

    Pada Minggu, Garda Revolusi Iran memperingatkan “pangkalan AS di wilayah tersebut bukanlah kekuatan mereka, melainkan kerentanan terbesar mereka” tanpa menyebutkan lokasi tertentu, demikian dikutip CNBC dari kantor berita Iran Fars.

    Hubungan diplomatik yang baru terbentuk, tetapi bangkit kembali antara mantan rival Iran dan Arab Saudi sementara itu dapat meredakan kemungkinan gangguan dalam pasokan eksportir minyak mentah terbesar di dunia.

    “Kerajaan Arab Saudi mengikuti dengan penuh kekhawatiran perkembangan di Republik Islam Iran, khususnya penargetan fasilitas nuklir Iran oleh Amerika Serikat,” kata kementerian luar negeri Saudi pada hari Minggu. Riyadh, sekutu dekat AS di Timur Tengah, telah membatasi keterlibatannya dalam serangan Iran-Israel.

    Kembali pada 2019, empat tahun sebelum melanjutkan hubungan diplomatik dengan Iran, fasilitas instalasi minyak Arab Saudi di Abqaiq dan Khurais mengalami kerusakan selama serangan yang diklaim oleh Houthi, tetapi Riyadh dan AS mengatakan Iran bertanggung jawab atas hal tersebut. Teheran membantah terlibat.

    Saat dimulainya kembali serangan Israel-Iran minggu lalu, kepala Badan Energi Internasional Fatih Birol mengatakan lembaga tersebut memantau perkembangan dan bahwa “pasar dipasok dengan baik hari ini tetapi kami siap bertindak jika diperlukan,” dengan 1,2 miliar barel stok darurat dalam keadaan siaga.