Organisasi: OPEC

  • Harga Minyak Menguat, Pasar Menanti Keputusan OPEC+ – Page 3

    Harga Minyak Menguat, Pasar Menanti Keputusan OPEC+ – Page 3

    Sebelumnya, harga minyak anjlok sekitar 2% ke level terendah dalam empat bulan pada perdagangan Kamis, 2 Oktober 2025. Koreksi harga minyak ini memperpanjang penurunan hingga hari keempat akibat kekhawatiran kelebihan pasokan di pasar menjelang pertemuan OPEC+ pada akhir pekan lalu.

    Mengutip CNBC, Jumat (3/10/2025), harga minyak Brent turun USD 1,24 atau 1,9% dan ditutup ke posisi USD 64,11, yang merupakan level terendah sejak Juni. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) susut USD 1,30 atau 2,1%, dan ditutup ke posisi USD 60,48 per barel, level terendah sejak 30 Mei.

    OPEC+ kemungkinan akan menyepakati peningkatan produksi minyak hingga 500.000 barel per hari pada November, tiga kali lipat dari peningkatan pada Oktober, seiring upaya Arab Saudi untuk merebut kembali pangsa pasar, menurut tiga sumber yang mengetahui perundingan tersebut.

    Direktur pelaksana di Onyx Capital Group, Jorge Montepeque mengatakan beberapa bank, seperti Macquarie, telah memprediksi kelebihan pasokan super di pasar minyak, yang telah membebani sentimen.

    “Tanda-tandanya sudah jelas,” tulis firma riset investasi HFI Research dalam sebuah blogpost.

    “Persediaan minyak AS akan meningkat hingga akhir tahun, dan peningkatan persediaan global yang terlihat akan semakin besar. Ditambah lagi dengan peningkatan ekspor minyak mentah OPEC+, hasilnya adalah kondisi pasar minyak yang terus melemah,” tulis mereka.

     

  • Harga Minyak Menguat, Pasar Menanti Keputusan OPEC+ – Page 3

    Harga Minyak Menguat, Pasar Menanti Keputusan OPEC+ – Page 3

    Sebelumnya, harga minyak anjlok sekitar 2% ke level terendah dalam empat bulan pada perdagangan Kamis, 2 Oktober 2025. Koreksi harga minyak ini memperpanjang penurunan hingga hari keempat akibat kekhawatiran kelebihan pasokan di pasar menjelang pertemuan OPEC+ pada akhir pekan lalu.

    Mengutip CNBC, Jumat (3/10/2025), harga minyak Brent turun USD 1,24 atau 1,9% dan ditutup ke posisi USD 64,11, yang merupakan level terendah sejak Juni. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) susut USD 1,30 atau 2,1%, dan ditutup ke posisi USD 60,48 per barel, level terendah sejak 30 Mei.

    OPEC+ kemungkinan akan menyepakati peningkatan produksi minyak hingga 500.000 barel per hari pada November, tiga kali lipat dari peningkatan pada Oktober, seiring upaya Arab Saudi untuk merebut kembali pangsa pasar, menurut tiga sumber yang mengetahui perundingan tersebut.

    Direktur pelaksana di Onyx Capital Group, Jorge Montepeque mengatakan beberapa bank, seperti Macquarie, telah memprediksi kelebihan pasokan super di pasar minyak, yang telah membebani sentimen.

    “Tanda-tandanya sudah jelas,” tulis firma riset investasi HFI Research dalam sebuah blogpost.

    “Persediaan minyak AS akan meningkat hingga akhir tahun, dan peningkatan persediaan global yang terlihat akan semakin besar. Ditambah lagi dengan peningkatan ekspor minyak mentah OPEC+, hasilnya adalah kondisi pasar minyak yang terus melemah,” tulis mereka.

     

  • Top 3: Saling Balas Purbaya dan Bahlil – Page 3

    Top 3: Saling Balas Purbaya dan Bahlil – Page 3

    Harga minyak anjlok sekitar 2% ke level terendah dalam empat bulan pada perdagangan Kamis, 2 Oktober 2025. Koreksi harga minyak ini memperpanjang penurunan hingga hari keempat akibat kekhawatiran kelebihan pasokan di pasar menjelang pertemuan OPEC+ pada akhir pekan lalu.

    Mengutip CNBC, Jumat (3/10/2025), harga minyak Brent turun USD 1,24 atau 1,9% dan ditutup ke posisi USD 64,11, yang merupakan level terendah sejak Juni. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) susut USD 1,30 atau 2,1%, dan ditutup ke posisi USD 60,48 per barel, level terendah sejak 30 Mei.

    Simak berita selengkapnya di sini

     

  • OPEC proyeksikan permintaan minyak global naik 23 persen pada 2050

    OPEC proyeksikan permintaan minyak global naik 23 persen pada 2050

    Almaty (ANTARA) – Permintaan global terhadap minyak, sebagai sumber energi utama, diprediksi akan meningkat sebesar 23 persen, naik dari 308 juta barel minyak ekuivalen per hari menjadi 378 juta barel pada 2050, menurut Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC), seperti dilaporkan oleh Kantor Berita Kazinform pada Kamis (2/10).

    Kepala Departemen Studi Minyak OPEC Behrooz Baikalizadeh saat memaparkan prospek OPEC tentang pasar minyak global dalam ajang Kazakhstan Energy Week 2025 dan Forum Eurasia KAZENERGY ke-16 di Astana, Kazakhstan, mengatakan bahwa kenaikan permintaan akan didorong oleh pertumbuhan populasi global yang diperkirakan akan meningkat dari 8,2 miliar menjadi 9,7 miliar jiwa.

    “Pada 2050, lebih dari 1,2 miliar orang akan tinggal di kota-kota. Biaya yang terus meningkat juga akan mempercepat pertumbuhan ekonomi negara-negara anggota Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (Organization for Economic Cooperation and Development/OECD),” ujarnya.

    Dia menambahkan bahwa meskipun kemajuan yang stabil di sektor perminyakan akan membantu meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya, tidak ada terobosan teknologi yang signifikan yang diperkirakan akan terjadi.

    Berdasarkan laporan prospek tersebut, energi terbarukan diproyeksikan akan mencakup 13,5 persen dari total bauran energi global pada 2050. Sementara itu, penggunaan batu bara dan sumber energi konvensional lainnya diproyeksikan turun sekitar 13 persen.

    Seiring dengan penghapusan bertahap penggunaan batu bara, pembangkit listrik berbahan bakar batu bara diperkirakan menyusut menjadi 3,2 terawatt jam. Kondisi ini akan mendorong peningkatan pangsa energi alternatif dari 24 persen menjadi 65,5 persen.

    Pewarta: Xinhua
    Editor: Ade irma Junida
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Purbaya Ngebet Bangun Kilang, Impor Minyak RI Tembus Rp350 Triliun per Agustus 2025

    Purbaya Ngebet Bangun Kilang, Impor Minyak RI Tembus Rp350 Triliun per Agustus 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa meminta Komisi XI DPR mendesak Danantara supaya meminta PT Pertamina (Persero) membangun kilang minyak baru, agar tidak terus-menerus mengimpor.

    Dalam catatan Bisnis, Indonesia adalah importir migas sejak tahun 2004 lalu. Sebelum tahun itu, Indonesia masuk dalam negara-negara pengekspor minyak alias OPEC. Pada dekade 1970-an, Indonesia bahkan pernah menikmati booming migas yang memberi kemakmuran sekaligus modal pemerintah untuk melakukan pembangunan secara massif.

    Namun demikian, kondisi tersebut bertolak belakang dengan saat ini. Neraca migas Indonesia tercatat terus defisit. Hal itu berarti bahwa jumlah importasi migas jauh lebih besar dibanding nilai ekspornya.

    Pada tahun 2024 lalu, Badan Pusat Statistik alias BPS mencatat neraca migas Indonesia defisit sebesar US$20,4 miliar. Defisit itu terjadi karena nilai ekspor hanya US$15,87 miliar, sedangkan impor menembus angka US$36,27 miliar. 

    Adapun jika dirinci, besarnya nilai impor migas itu disumbang oleh impor hasil minyak atau minyak jadi senilai US$25,92 miliar. Realisasi impor tersebut naik sebesar 5% dari tahun 2023 yang tercatat hanya US$24,68 miliar. 

    Sementara itu, untuk komoditas minyak mentah, nilai importasinya turun sebesar 7,08% dari US$11,14 miliar (2023) menjadi US$10,35 miliar. 

    Pada tahun ini, setidaknya sampai dengan Agustus 2025, importasi migas sejatinya mengalami penurunan dibandingkan Januari-Agustus 2024. Jumlahnya bahkan cukup besar dari US$24,21 miliar (2024) menjadi US$21,1 miliar (2025). Nilai impor migas hingga Agustus 2025 itu setara Rp350 triliun.

    Pemicu penurunan impor migas itu terjadi karena anjloknya importasi hasil minyak dari US$17,21 miliar (Januari – Agustus 2024) menjadi hanya US$15,13 miliar pada periode yang sama tahun ini.

    Subsidi Tiap Tahun Naik

    Di sisi lain, kertegantungan Indonesia dengan impor migas itu bertolak belakang dengan jumlah subsidi energi naik terus dari tahun ke tahun. 

    “BBM tuh—solar, diesel—kita banyak impornya sampai puluhan miliar dolar per tahun. Sudah berapa tahun kita mengalami hal tersebut? Sudah puluhan tahun kan,” ungkap Menkeu Purbaya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Selasa (30/9/2025).

    Masalahnya, Pertamina tidak kunjung membangun kilang minyak baru. Purbaya mengaku Pertamina sudah pernah berjanji akan membangun tujuh kilang baru dalam lima tahun pada 2018.

    Menurutnya, janji itu disampaikan ketika investor China ingin membangun kilang minyak di Indonesia namun Pertamina harus membeli minyak dari mereka selama 30 tahun sebelum diambil alih. Hanya saja, Pertamina menolak karena sudah berencana membangun tujuh kilang baru.

    Ternyata, sambung Purbaya, sudah tujuh tahun berjalan namun Pertamina belum satupun membangun satupun kilang minyak baru. Oleh sebab itu, dia turut meminta DPR mendorong agar Pertamina membangun kilang minyak baru ketika melakukan rapat dengan Danantara.

    “Jadi kilang itu, bukan kita enggak bisa bikin atau kita nggak bisa bikin proyeknya, cuman Pertamina-nya males-malesan aja,” jelasnya.

  • Terungkap Biang Kerok Naiknya Harga Minyak

    Terungkap Biang Kerok Naiknya Harga Minyak

    Jakarta

    Harga minyak kembali naik dipicu potensi sanksi yang lebih ketat untuk negara-negara pengguna minyak Rusia. Sebelumnya, harga minyak sempat lesu imbas kekhawatiran kelebihan pasokan pasar karena banyak negara penghasil minyak yang meningkatkan produksi.

    Dilansir dari Reuters, Kamis (2/10/2025), minyak mentah berjangka Brent naik 37 sen, atau 0,57%, menjadi US$ 65,72 per barel. Lalu, minyak mentah West Texas Intermediate AS naik 34 sen, atau 0,55%, menjadi US$ 62,12 per barel.

    Meningkatnya risiko geopolitik dan spekulasi tentang sanksi yang lebih keras untuk penggunaan minyak Rusia membuat harga minyak naik.

    “Minat beli muncul ketika WTI mendekati level support $60, sementara meningkatnya risiko geopolitik dan spekulasi tentang sanksi yang lebih ketat terhadap minyak mentah Rusia juga memberikan dukungan,” kata Hiroyuki Kikukawa, kepala strategi di Nissan Securities Investment, sebuah unit dari Nissan Securities.

    Para menteri keuangan negara-negara G7 mengatakan pada hari Rabu bahwa mereka akan mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan tekanan terhadap Rusia dengan menargetkan negara yang terus meningkatkan pembelian minyak Rusia.

    Selain itu, ada kabar AS juga akan memberikan informasi intelijen kepada Ukraina untuk serangan rudal jarak jauh terhadap infrastruktur energi Rusia. Hal ini akan memudahkan Ukraina untuk menyerang kilang, jaringan pipa, dan infrastruktur lainnya dengan tujuan merampas pendapatan dan minyak Kremlin.

    Peningkatan permintaan stok dari China yang merupakan importir minyak mentah terbesar dunia, juga menopang harga minyak dan membatasi penurunan.

    Namun, penutupan atau shutdown pemerintahan AS juga dinilai menjadi sedikit ancaman, itu memicu kekhawatiran tentang ekonomi global. Sementara ekspektasi peningkatan produksi oleh OPEC+ juga ikut membebani sentimen, membatasi kenaikan harga.

    (kil/kil)

  • Harga Minyak Mentah RI (ICP) Agustus 2025 Turun ke US,07 per Barel

    Harga Minyak Mentah RI (ICP) Agustus 2025 Turun ke US$66,07 per Barel

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesian crude price/ICP) Agustus 2025 pada level US$66,07 per barel. 

    Angka ini turun dari ICP Juli 2025 sebesar US$68,59 per barel. Penetapan ICP Agustus tertuang pada Keputusan Menteri ESDM Nomor 304.K/MG.03/MEM.M/2025 tentang Harga Minyak Mentah Bulan Agustus 2025 tanggal 10 September 2025.

    Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Laode Sulaeman menuturkan, penurunan ICP dan harga minyak mentah utama di pasar internasional Agustus 2025 dipengaruhi oleh kombinasi peningkatan produksi Amerika Serikat (AS) dan OPEC+ (supply surplus) serta melemahnya permintaan minyak seiring berakhirnya summer driving season. 

    “Potensi perlambatan ekonomi global akibat pengenaan tarif AS ke sejumlah negara juga berperan dalam memperlemah harga minyak mentah,” ujar Laode melalui keterangan resmi, Senin (15/9/2025).

    Dia menjelaskan, terkait pasokan minyak, OPEC melaporkan proyeksi peningkatan produksi tahun 2025. Untuk AS, terdapat proyeksi peningkatan sebesar 0,3 juta barel per hari year on year (yoy) menjadi 22,1 juta barel per hari, yang berasal dari peningkatan produktivitas sumur di seluruh shale basins. 

    Adapun, untuk China, peningkatan diproyeksikan sebesar 34.000 barel per hari yoy menjadi 4,6 juta barel per hari, yang berasal dari produksi offshore di Teluk Bohai dan Laut Cina Selatan.

    “Faktor lain yang memengaruhi penurunan harga minyak mentah bulan Agustus 2025 adalah peningkatan pengenaan tarif impor AS kepada India menjadi 50% sejak 27 Agustus 2025. Hal ini karena India tetap melakukan impor minyak dari Rusia, yang membuat pasar khawatir akan stabilitas ekonomi India sebagai salah satu negara konsumen minyak,” tambah Laode.

    Selain itu, kekhawatiran pasar menyusul rencana Presiden AS Donald Trump memberhentikan gubernur Federal Reserve AS. Hal ini berpotensi mengakhiri independensi Bank Sentral AS yang akan berakibat pada melemahnya kemampuan The FED dalam menjaga stabilitas harga yang menyebabkan konsekuensi, seperti peningkatan suku bunga dan ketidakstabilan perekonomian AS maupun global. 

    Untuk kawasan Asia Pasifik, penurunan harga minyak mentah selain disebabkan oleh faktor-faktor tersebut di atas, juga dipengaruhi oleh kehati-hatian kilang-kilang minyak di India dalam melakukan pembelian minyak mentah dari Rusia. 

    Menurut Laode, hal tersebut dilakukan seiring pengenaan tambahan tarif dagang oleh AS dan menunjukkan preferensi pembelian minyak mentah arbitrase dari negara-negara Barat. Tak hanya itu, sejumlah kilang di Asia juga memasuki periode pemeliharaan sehingga berdampak pada penurunan konsumsi minyak di kawasan Asia.

    Adapun, perkembangan harga rata-rata minyak mentah utama pada Agustus 2025 dibandingkan Juli 2025 mengalami penurunan, sebagai berikut:

    – Dated Brent turun sebesar US$2,78 per barel dari US$70,99 per barel menjadi US$68,21 per barel.

    – WTI (Nymex) turun sebesar US$3,22 per barel dari US$67,24 per barel menjadi US$64,02 per barel.

    – Brent (ICE) turun sebesar US$2,29 per barel dari US$69,55 per barel menjadi US$67,26 per barel.

    – Basket OPEC turun sebesar US$1,26 per barel dari US$70,95 per barel menjadi US$69,69 per barel.
     
    – Rata-rata ICP minyak mentah Indonesia turun sebesar US$2,52 per barel dari US$68,59 per barel menjadi US$66,07 per barel.

  • Harga Minyak Melejit Usai Serangan Israel di Doha Qatar – Page 3

    Harga Minyak Melejit Usai Serangan Israel di Doha Qatar – Page 3

    Stok bensin AS naik sebesar 1,5 juta barel, dibandingkan dengan estimasi analis yang memperkirakan penurunan sebesar 200.000 barel. Stok distilat, yang mencakup solar dan minyak pemanas, naik sebesar 4,7 juta barel, dibandingkan dengan ekspektasi kenaikan sebesar 35.000 barel.

    “Laporan yang sangat pesimis. Berita utamanya adalah peningkatan stok minyak mentah, dan di atas itu terjadi penurunan besar pada bensin, jadi sekarang kami menunggu untuk melihat seberapa besar permintaan bensin akan turun drastis setelah musim mengemudi musim panas AS, dan tampaknya penurunannya akan substansial,” kata Mitra di Again Capital, John Kilduff.

    “Mengingat data ekonomi akhir-akhir ini yang menunjukkan indikasi perlambatan, terutama di pasar tenaga kerja, permintaan bensin yang lemah dan pola ekspor yang rendah ini dapat menjadi indikator lain dari perlambatan ekonomi di AS dan potensi perlambatan global,” Kilduff menambahkan.

    EIA memperingatkan pada Selasa kalau harga minyak mentah global akan berada di bawah tekanan signifikan dalam beberapa bulan mendatang karena meningkatnya persediaan seiring dengan peningkatan produksi kelompok OPEC+, yang mencakup anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya.

     

  • Harga Minyak Menguat, Pasar Menanti Keputusan OPEC+ – Page 3

    Harga Minyak Melonjak, Serangan Israel ke Doha Qatar jadi Pemicu – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Harga minyak dunia naik pada hari Selasa (Rabu waktu Jakarta) setelah militer Israel mengatakan pihaknya melakukan serangan terhadap kepemimpinan Hamas di ibu kota Qatar, Doha,.

    Qatar,  yang merupakan salah satu eksportir energi global utama, mengutuk serangan tersebut sebagai “pengecut” dan menyebutnya sebagai pelanggaran hukum internasional.

    Dikutip dari CNBC, Rabu (10/9/2025), harga minyak Brent naik 37 sen atau 0,56%, dan ditutup pada harga USD 66,39 per barel. Sedangkan harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik 37 sen atau 0,59%, dan ditutup pada USD 62,63 per barel.

    Serangan terhadap Qatar terjadi beberapa jam setelah Israel mengumumkan akan menghancurkan Kota Gaza. Para analis menyebutnya sebagai eskalasi besar kampanye militer Israel di Timur Tengah.

    “Eskalasi ini dapat memicu respons dari negara-negara Arab untuk mengambil sikap lebih keras terhadap Israel,” ujar Analis StoneX, Alex Hodes.

    Iran, Uni Emirat Arab, Turki, dan Arab Saudi, pemimpin de facto kelompok pengekspor minyak OPEC+ termasuk di antara negara-negara yang mengutuk serangan di Qatar.

    Israel sebelumnya telah melancarkan serangan terhadap Iran, Suriah, Lebanon, dan Yaman sebagai bagian dari kampanye hampir dua tahun di Palestina, yang telah menewaskan lebih dari 64.000 orang menurut otoritas setempat.

     

  • OPEC+ Percepat Penambahan Pasokan Minyak, Prioritaskan Pangsa Pasar

    OPEC+ Percepat Penambahan Pasokan Minyak, Prioritaskan Pangsa Pasar

    Bisnis.com, JAKARTA – Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya atau disebut OPEC+ sepakat mempercepat penambahan pasokan minyak yang selama ini ditahan dari pasar. Langkah tersebut sejalan dengan strategi OPEC+ yang kini lebih mengutamakan pangsa pasar ketimbang harga.

    Melansir Bloomberg pada Senin (8/9/2025), dalam pertemuan virtual bulanan yang hanya berlangsung 11 menit, anggota kunci OPEC+ menyetujui pengembalian produksi sebesar 137.000 barel per hari mulai Oktober. 

    Volume ini merupakan bagian awal dari total 1,65 juta barel per hari yang semula dijadwalkan kembali ke pasar pada akhir tahun depan, mencerminkan optimisme hati-hati terhadap prospek pasar.

    Langkah ini mengikuti keputusan mengejutkan OPEC+ beberapa bulan terakhir yang mengembalikan 2,2 juta barel per hari setahun lebih cepat dari jadwal, demi merebut kembali pangsa pasar meski ada kekhawatiran kelebihan pasokan. Pemulihan itu telah selesai tanpa menyebabkan harga jatuh ataupun lonjakan stok minyak di pasar Barat, pusat patokan harga global.

    Dalam pernyataannya, OPEC+ menegaskan bahwa pengembalian pasokan 1,65 juta barel akan dilakukan bertahap sesuai kondisi pasar, bahkan bisa dihentikan atau dibalik jika diperlukan. Sejumlah delegasi menyebut tambahan pasokan akan berlangsung bulanan hingga September 2026. 

    Adapun, pertemuan OPEC+ berikutnya dijadwalkan pada 5 Oktober mendatang.

    Harga minyak mentah telah turun 12% sepanjang tahun ini akibat peningkatan produksi dari negara-negara OPEC+ dan lainnya, serta dampak perang dagang Presiden AS Donald Trump yang menekan permintaan. 

    Namun, pasar relatif tahan dengan perubahan strategi ini, memberi keyakinan tambahan bagi Arab Saudi dan sekutunya untuk menambah pasokan.

    Menurut seorang delegasi, kelompok ini berharap peningkatan volume penjualan dapat mengimbangi penurunan harga, menandai pergeseran dari strategi menjaga harga yang dianut sejak OPEC+ terbentuk hampir satu dekade lalu.

    Tambahan produksi ini diperkirakan akan disambut baik Trump, yang berulang kali menekan agar harga minyak lebih rendah guna meredam inflasi, sekaligus sebagai tekanan terhadap Rusia untuk mengakhiri perang di Ukraina. 

    Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman dijadwalkan mengunjungi Washington pada November untuk bertemu Presiden AS.

    Meski demikian, realisasi volume tambahan kemungkinan lebih rendah dari yang diumumkan. Sejumlah anggota OPEC+ harus mengompensasi kelebihan pasokan sebelumnya atau tidak memiliki kapasitas cadangan yang cukup. 

    Hal tersebut berpotensi menyoroti kesenjangan kapasitas produksi antarnegara anggota, di mana sebagian tidak mampu meningkatkan produksi meski kuota ditambah, sekaligus menghadapi tekanan harga lebih rendah.

    Keputusan OPEC+ ini muncul di tengah peringatan meningkatnya risiko kelebihan pasokan global setelah berakhirnya musim berkendara musim panas di belahan bumi utara

    Badan Energi Internasional (IEA) di Paris memperkirakan surplus pasokan mencapai rekor tahun depan seiring konsumsi China yang melemah serta lonjakan produksi di Amerika Serikat, Kanada, Brasil, dan Guyana. Goldman Sachs bahkan memproyeksikan harga Brent bisa anjlok ke level US$50-an pada 2026.

    Sebelumnya, OPEC+ telah menyetujui pemulihan 2,2 juta barel per hari antara April–September, setahun lebih cepat dari jadwal awal

    Para pejabat memberi berbagai alasan untuk membuka keran produksi, mulai dari menindak anggota yang kelebihan pasokan seperti Kazakhstan, hingga memenuhi permintaan Trump agar harga lebih rendah dan merebut kembali volume penjualan dari pesaing seperti produsen shale oil AS.

    Bagi pasar global, langkah terbaru OPEC+ sekaligus mengikis jaring pengaman pasokan cadangan yang selama ini berfungsi meredam guncangan tak terduga

    Keputusan hari Minggu juga menjadi kejutan lain dari Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman, yang dikenal kerap membuat langkah tak terduga untuk mengecoh spekulan.