Organisasi: OPEC

  • Harga Minyak Melonjak Setelah AS Berlakukan Sanksi Ke Rusia

    Harga Minyak Melonjak Setelah AS Berlakukan Sanksi Ke Rusia

    Jakarta, FORTUNE – Harga komoditas minyak mengalami kenaikan dan menyentuh level tertinggi dalam empat bulan terakhir.

    Berdasarkan Trading Economics, Senin (13/1), pukul 14:52 WIB, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) diperdagangkan pada US$77,66 per barel, atau naik 1,42 persen dalam 24 jam terakhir.

    Sementara dalam sebulan terakhir, komoditas tersebut menguat 10,23 persen.

    Di sisi lain, minyak mentah Brent diperdagangkan pada US$80,56 per barel atau mengalami kenaikan 1,03 persen dalam sehari, dan meningkat 8,94 persen dalam sebulan terakhir.

    Analis mata uang dan komoditas, Lukman Leong, mengatakan lonjakan ini terjadi utamanya karena Amerika Serikat memperluas sanksi terhadap entitas yang berkaitan dengan perdagangan minyak Rusia.

    Pada Jumat lalu (13/1), AS memberlakukan sanksi kepada sejumlah kapal minyak Rusia. Sanksi tersebut menargetkan lebih dari 200 entitas kapal maupun tanker dan individu mencakup traders, perusahaan asuransi, serta ratusan kapal tanker minyak. Pembatasan ini secara signifikan membuat harga minyak melejit karena ada kekhawatiran menganggu pasokan.

    Dikutip dari Reuters, Goldman Sachs memperkirakan bahwa kapal-kapal yang menjadi sasaran sanksi baru tersebut mengangkut 1,7 juta barel minyak per hari (bpd) pada 2024, atau 25 persen dari ekspor Rusia.

    Kendati demikian, menurut Lukman, lonjakan harga minyak ini diperkirakan hanya bersifat sementara, karena negara importir sebisa mungkin akan mencari jalan keluarnya.

    “Terlebih apabila memang terjadi kekurangan pasokan, maka OPEC+ akan siap kembali menaikkan produksi,” katanya kepada Fortune Indonesia, Senin (13/1).

    Untuk prospek ke depannya, Lukman memperkirakan harga komoditas minyak ini masih sulit untuk naik lebih tinggi. Pasalnya, International Energy Agency (IEA) memproyeksikan akan terjadi peningkatan produksi dari Amerika Utara, dan pada saat bersamaan terjadi pelemahan permintaan Cina yang disebabkan oleh elektrifikasi kendaraan dan perekonomian Cina yang belum optimal.

  • Harga Minyak Dunia Anjlok, Tertekan Pengetatan Pasokan OPEC – Halaman all

    Harga Minyak Dunia Anjlok, Tertekan Pengetatan Pasokan OPEC – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia

    TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Harga minyak di perdagangan pasar global turun lebih dari 1 persen pada awal perdagangan, tertekan pengetatan pengetatan pasokan dari Rusia dan anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) lainnya.

    Mengutip data Business Standard, harga minyak mentah jenis Brent turun 1,16 persen ke level 76,23 dolar AS per barel. Sementara minyak mentah jenis West Texas Intermediate juga anjlok 1,25 persen ke posisi 73,32 dolar AS per barel, pada Kamis (9/1/2025).

    Adapun penurunan harga ini terjadi setelah investor mengalami tekanan atas pengetatan pasokan yang diterapkan OPEC termasuk Rusia. Imbas pengetatan tersebut Produksi minyak dari OPEC turun pada Desember 2024 setelah dua bulan sebelumnya meningkat.

    Laporan Bloomberg menyebutkan per Desember jumlah produksi minyak rata-rata di Rusia mencapai 8,971 juta barel per hari. Jumlah itu berada di bawah target negara tersebut.

    Selain karena penurunan stok OPEC, melemahnya harga minyak dunia juga disebabkan oleh anjloknya persediaan minyak mentah yang turun sebanyak 959.000 barel dalam seminggu, berbanding terbalik dengan ekspektasi analis untuk penarikan sebanyak 184.000 barel.

    Sayangnya penurunan stok ini terjadi ditengah meningkatkan permintaan minyak pada bulan Januari yang diproyeksi meningkat sebesar 1,4 juta barel per hari. Hal ini yang mencerminkan kekhawatiran pasar akan pasokan yang lebih ketat di tengah  meningkatnya permintaan, terutama dari China.

    Analis JPMorgan memperkirakan permintaan minyak pada bulan Januari akan meningkat sebesar 1,4 juta barel per hari tahun-ke-tahun menjadi 101,4 juta barel per hari, terutama didorong oleh “peningkatan penggunaan bahan bakar pemanas di Belahan Bumi Utara”.

    “Permintaan minyak global diperkirakan tetap kuat sepanjang Januari, didorong oleh kondisi musim dingin yang lebih dingin dari biasanya yang meningkatkan konsumsi bahan bakar pemanas, serta dimulainya lebih awal aktivitas perjalanan di Tiongkok untuk liburan Tahun Baru Imlek,” kata para analis.

    Apabila pengetatan berlanjut dalam jangka waktu yang lama, hal ini tentunya akan membuat harga minyak rata-rata  turun tajam pada tahun ini, berbanding terbalik jika dibandingkan tahun 2024.

    “Kami mempertahankan perkiraan kami untuk minyak mentah Brent rata-rata 76 dolar AS per barel pada tahun 2025, turun dari rata-rata 80 dolar AS per barell pada tahun 2024.

  • Cek Kekuatan Ekonomi BRICS, Lebih Kuat Mana Dibanding G7?

    Cek Kekuatan Ekonomi BRICS, Lebih Kuat Mana Dibanding G7?

    Jakarta, CNN Indonesia

    Indonesia resmi menjadi anggota penuh blok ekonomi BRICS.

    Hal itu disampaikan oleh pemerintah Brasil yang memegang jabatan presiden blok tersebut pada 2025 dalam sebuah pernyataan pada Senin (6/1).

    “Indonesia berbagi dengan anggota kelompok lainnya mendukung untuk reformasi lembaga tata kelola global, dan berkontribusi positif terhadap pendalaman kerja sama di Global South,” kata pemerintah Brasil seperti diberitakan Reuters.

    BRICS merupakan blok ekonomi yang beranggotakan negara-negara berkembang. Nama BRICS sendiri diambil dari nama negara-negara yang menjadi anggota sekaligus inisiatornya yaitu Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan.

    Dilansir laman resmi Council on Foreign Relation, BRICS ini berfungsi untuk mengoordinasikan dan memuluskan kerja sama ekonomi negara-negara berkembang. Ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas ekonomi mereka agar berada sejajar dengan negara-negara maju.

    Blok ekonomi ini bukanlah organisasi formal seperti Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC), melainkan blok ekonomi non-Barat yang mengoordinasikan upaya ekonomi dan diplomatik untuk mencapai tujuan bersama.

    Negara-negara BRICS berupaya membangun alternatif terhadap dominasi sudut pandang Barat dalam kelompok multilateral utama, seperti Bank Dunia, dan G7.

    Sementara itu, G7 adalah Group of Seven merupakan organisasi internasional yang terdiri atas para pemimpin beberapa negara ekonomi terbesar di dunia. A Anggota G7 terdiri atas negara besar dengan ekonomi yang maju yakni Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat.

    Lantas, lebih besar ekonomi BRICS atau G7?

    Melansir berbagai sumber, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) mencatat BRICS menyumbang 37,3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) global pada 2024. Sedangkan G7 menyumbang 30 persen terhadap PDB global.

    IMP memproyeksi negara-negara BRICS akan berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi global di masa depan. Prakiraan terbarunya menunjukkan bahwa China sendiri akan menyumbang 22 persen dari pertumbuhan global selama lima tahun ke depan.

    Jumlah tersebut melampaui kontribusi gabungan semua negara G7.

    Sementara itu, Goldman Sachs memperkirakan BRICS akan melampaui G7 dalam hal PDB pada 2050, bahkan tanpa anggota baru.

    Apakah proyeksi ini akan terwujud atau tidak masih belum dapat dipastikan, tetapi dengan BRICS yang berniat menambah lebih banyak anggota, blok ini kemungkinan akan melampaui PDB G7 dalam beberapa dekade mendatang.

    Sementara itu, untuk ekspor BRICS juga masih lebih unggul. Pada 2000 hingga 2023, BRICS+ meningkatkan pangsa ekspor barang globalnya dari 10,7 persen menjadi 23,3 persen. Sementara itu, pangsa G7 turun signifikan dari 45,1 persen menjadi 28,9 persen.

    (fby/sfr)

  • Ramalan Harga Komoditas Global 2025: Minyak Anjlok, Gas hingga Emas Perkasa – Page 3

    Ramalan Harga Komoditas Global 2025: Minyak Anjlok, Gas hingga Emas Perkasa – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Para ahli industri memperkirakan harga komoditas global sebagian besar akan turun pada tahun 2025 ini, karena prospek ekonomi global yang lesu dan dolar AS yang terus menguat.

    “Komoditas secara umum akan mengalami tekanan secara menyeluruh pada tahun 2025,” kata kepala analisis komoditas perusahaan riset BMI, Sabrin Chowdhury, dikutip dari CNBC International, Selasa (7/1/2024).

    Chowdhury mencatat, kekuatan dolar AS akan membatasi permintaan komoditas yang harganya dipatok dalam USD.

    Diperkirakan, harga minyak dunia akan anjlok tahun ini.

    Commonwealth Bank of Australia memperkirakan harga minyak Brent akan turun menjadi USD 70 per barel tahun ini. karena ekspektasi peningkatan pasokan minyak dari negara-negara non-OPEC+ yang akan melampaui kenaikan konsumsi minyak global.

    Dalam catatannya, BMI mengatakan bahwa paruh pertama tahun 2025 minyak dunia akan melihat kelebihan pasokan karena produksi baru yang substansial dari AS, Kanada, Guyana, dan Brasil mulai beroperasi.

    Selain itu, jika rencana OPEC+ untuk membatalkan pemotongan sukarela terwujud, kelebihan pasokan akan semakin menekan harga.

    “Permintaan minyak dan gas global masih belum pasti, dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan permintaan bahan bakar yang meningkat diimbangi oleh dampak perang dagang, inflasi, dan permintaan yang menurun di pasar maju,” bebernya.

    Patokan minyak mentah global Brent terakhir diperdagangkan pada USD 76,34 per barel, hampir sama dengan level tahun lalu pada awal Januari.

    Harga Gas Diramal Naik di 2025

    Sementara itu, harga gas alam dunia diperkirakan akan naik. Sejak pertengahan Desember 2024, harga gas alam telah meningkat didorong oleh cuaca dingin dan geopolitik, menurut catatan analis Citi.

    Penghentian aliran gas Rusia baru-baru ini oleh Ukraina ke beberapa negara Eropa pada Hari Tahun Baru telah menimbulkan ketidakpastian yang lebih besar pada pasar gas dunia.

    Selama penghentian tetap berlaku, harga gas kemungkinan akan tetap tinggi.

    Cuaca yang lebih dingin selama sisa musim dingin di AS dan Asia juga dapat membuat harga gas alam dunia tetap tinggi, ungkap Citi.

    BMI memperkirakan harga gas akan naik sekitar 40% pada tahun 2025 menjadi USD 3,4 per juta British thermal unit (MMbtu) dibandingkan dengan rata-rata USD 2,4 per MMbtu pada tahun 2024, didorong oleh meningkatnya permintaan dari sektor LNG dan ekspor pipa bersih yang lebih tinggi.

    Harga gas alam Henry Hub AS, yang merupakan tolok ukur yang dirujuk BMI, saat ini diperdagangkan pada harga USD 2,95 per MMbtu.

    “LNG akan terus mendorong konsumsi baru, didukung oleh meningkatnya kapasitas ekspor dan permintaan yang kuat di Eropa dan Asia,” tulis analis BMI.

     

  • Harga Minyak Dunia Akhirnya Tergelincir setelah Naik Berhari-hari

    Harga Minyak Dunia Akhirnya Tergelincir setelah Naik Berhari-hari

    Houston: Harga minyak dunia menghentikan reli kenaikan karena ketatnya pasar minyak mentah fisik global yang mungkin sudah keterlaluan.
     
    Dikutip dari Yahoo Finance, Selasa, 7 Januari 2025, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun 0,5 persen dan ditutup di bawah USD74 per barel, membalikkan kenaikan sebelumnya setelah harga minyak berjangka tidak mampu menembus level psikologis USD75.
     
    Selisih harga WTI turun dari level tertinggi hampir tiga bulan menjadi 65 sen sebagai tanda memudarnya keyakinan pedagang atas permintaan melebihi pasokan.
     
    Indeks juga relatif menunjukkan harga berada pada level jenuh untuk beli, pembacaan yang mengindikasikan minyak mentah akan mengalami penurunan. Optimisme pasar dibatasi oleh ekspektasi kelebihan pasokan, kemungkinan bangkitnya kembali produksi OPEC+ yang terhenti, dan permintaan yang lesu dari importir utama Tiongkok.
     

     

    Trump bantah batasi kebijakan tarif impor
     
    Di pasar yang lebih luas, dolar Amerika Serikat (AS) anjlok setelah Washington Post melaporkan Presiden terpilih AS Donald Trump akan membatasi rencananya untuk mengenakan tarif.
     
    Dolar telah pulih dari sebagian kerugian setelah Trump membantah laporan tersebut hoaks di media sosial. Dolar yang lebih lemah membuat komoditas yang dihargakan dalam mata uang tersebut lebih menarik.
     
    Minggu lalu, minyak mentah keluar dari kisaran perdagangannya yang sempit karena persediaan AS turun untuk minggu keenam berturut-turut. Sementara persediaan di pusat penyimpanan penting Cushing, Oklahoma, bertahan pada titik terendah musiman dalam 17 tahun terakhir.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (HUS)

  • Harga Minyak Dunia Turun Dipengaruhi Ekonomi AS dan Jerman

    Harga Minyak Dunia Turun Dipengaruhi Ekonomi AS dan Jerman

    Jakarta, Beritasatu.com – Harga minyak dunia mengalami penurunan pada perdagangan Senin (6/1/2025) setelah data ekonomi dari Amerika Serikat (AS) dan Jerman memberikan sentimen negatif.

    Dilansir dari Reuters, harga minyak mentah dunia Brent tercatat turun 21 sen atau 0,3% menjadi US$ 76,30 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) AS turun 40 sen atau 0,5% menjadi US$ 73,56 per barel.

    Pada akhir pekan lalu, Brent mencapai level tertinggi sejak 14 Oktober 2024, sedangkan WTI mencatat rekor sejak 11 Oktober lalu. Lonjakan harga ini didorong oleh ekspektasi stimulus ekonomi Tiongkok yang bertujuan memulihkan pertumbuhan ekonomi negara tersebut.

    Pasar minyak memasuki 2025 dengan fundamental permintaan dan penawaran yang seimbang. Namun, harga minyak dunia tetap terangkat oleh ketegangan geopolitik.

    “Sepanjang tahun ini, pertumbuhan permintaan diperkirakan akan rendah, sementara pasokan baru, terutama dari AS dan OPEC, kemungkinan besar akan mendominasi pasar,” ujar laporan dari analis Eurasia Group.

    Sebelumnya pada sesi awal perdagangan, harga minyak dunia sempat menguat karena badai musim dingin yang melanda AS. Kenaikan permintaan energi untuk pemanas membuat harga gas alam melonjak hingga 10%, sementara harga solar berjangka mencapai level tertinggi sejak Oktober 2024.

    Melemahnya dolar AS sebesar 1,1% terhadap mata uang global juga mendukung kenaikan harga minyak dunia. Dolar yang lebih lemah membuat komoditas seperti minyak menjadi lebih murah bagi pembeli dengan mata uang lain. Namun, dolar kembali menguat setelah Presiden AS terpilih Donald Trump membantah kabar terkait tarif impor selektif.

    Dengan faktor geopolitik, kebijakan moneter, dan perubahan cuaca yang memengaruhi pasar, harga minyak dunia diperkirakan akan tetap volatil dalam beberapa pekan ke depan.

  • Harga Minyak Mentah Bangkit Imbas Kebijakan China dan Cuaca Dingin

    Harga Minyak Mentah Bangkit Imbas Kebijakan China dan Cuaca Dingin

    Jakarta, CNN Indonesia

    Harga minyak mentah merangkak naik pada perdagangan Senin (6/1) di tengah harapan pasar akan naiknya permintaan. Harga minyak bertahan pada level tertinggi sejak Oktober 2024.

    Investor tengah mengamati dampak cuaca dingin di belahan bumi utara, serta langkah-langkah stimulus ekonomi China pada permintaan bahan bakar global.

    Minyak mentah berjangka Brent naik 15 sen atau 0,2 persen menjadi US$76,66 per barel. Minyak mentah West Texas Intermediate AS naik 22 sen atau 0,3 persen ke level US$74,18 per barel.

    Beijing meningkatkan stimulus fiskal untuk merevitalisasi ekonomi yang goyah. Jumat lalu, pemerintah mengumumkan akan secara tajam meningkatkan pendanaan dari obligasi pemerintah jangka sangat panjang pada 2025 untuk memacu investasi bisnis dan inisiatif peningkatan daya beli konsumen.

    Selain itu, bank sentral China juga menyatakan akan memangkas rasio persyaratan cadangan bank dan suku bunga pada waktu yang tepat.

    Tahun lalu, pertumbuhan ekonomi China yang melambat mempengaruhi permintaan dari negara konsumen bahan bakar kedua terbesar dunia itu. Selain itu, China juga tengah melakukan transisi ke bahan bakar yang lebih bersih di sektor transportasi.

    Mengenai pasokan, Goldman Sachs memperkirakan produksi dan ekspor Iran akan turun pada kuartal kedua 2025 sebagai akibat kebijakan dan sanksi yang lebih ketat oleh pemerintahan Presiden AS Donald Trump.

    “Produksi di produsen OPEC tersebut dapat turun 300 ribu barel per hari menjadi 3,25 juta barel per hari pada kuartal kedua,” kata analis Goldman Sachs dikutip Reuters.

    (pta/pta)

  • Harga Minyak Mentah Naik pada Awal 2025 Didorong Optimisme Ekonomi China

    Harga Minyak Mentah Naik pada Awal 2025 Didorong Optimisme Ekonomi China

    Jakarta, Beritasatu.com – Harga minyak mentah dunia mencatat kenaikan lebih dari US$ 1 per barel pada Kamis (2/1/2025) di tengah optimisme investor terhadap ekonomi China dan peningkatan permintaan bahan bakar. Hal ini terjadi setelah Presiden Xi Jinping menjanjikan kebijakan yang lebih agresif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi pada tahun ini.

    Harga minyak mentah Brent naik US$ 1,29 atau 1,7% menjadi US$ 75,93 per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat (AS) meningkat US$ 1,41 atau 2% ke level US$ 73,13 per barel. Namun, lonjakan persediaan bensin dan sulingan di Amerika Serikat memberikan tekanan dan membatasi kenaikan lebih lanjut.

    Dilansir dari Reuters, dalam pidato tahun baru, Xi Jinping menyatakan komitmennya untuk menerapkan kebijakan yang lebih proaktif guna mempercepat pertumbuhan ekonomi Tiongkok. Data manufaktur China pada Desember 2024 yang dirilis Kamis menunjukkan perlambatan aktivitas pabrik. Meskipun demikian, beberapa analis menilai data ini dapat mendorong pemerintah Beijing untuk mempercepat stimulus ekonomi.

    Survei resmi sebelumnya menunjukkan sektor manufaktur Tiongkok nyaris stagnan pada akhir 2024, sementara sektor jasa dan konstruksi mencatat hasil yang lebih baik, menandakan mulai berjalannya efek stimulus kebijakan di beberapa sektor.

    Sementara itu, data dari Badan Informasi Energi AS (EIA) menunjukkan kenaikan signifikan dalam stok bensin sebesar 7,7 juta barel menjadi 231,4 juta barel, sementara stok sulingan naik 6,4 juta barel menjadi 122,9 juta barel. Sebaliknya, persediaan minyak mentah turun 1,2 juta barel, lebih kecil dari perkiraan penurunan 2,8 juta barel dalam survei Reuters.

    Faktor lainnya yang memengaruhi harga minyak mentah naik adalah kondisi geopolitik. Analis IG Tony Sycamore mencatat, risiko geopolitik yang meningkat dan kebijakan ekonomi Presiden AS Donald Trump, termasuk tarif perdagangan, menjadi faktor lain yang diperhitungkan oleh para pedagang.

    Harga minyak mentah diperkirakan akan tetap mendekati US$ 70 per barel sepanjang 2025. Jajak pendapat Reuters menunjukkan, lemahnya permintaan dari China dan meningkatnya pasokan global diperkirakan akan menekan upaya OPEC+ untuk menstabilkan pasar. 

  • Harga Minyak Turun 3% di 2024, Anjlok Dua Tahun Berturut-turut – Page 3

    Harga Minyak Turun 3% di 2024, Anjlok Dua Tahun Berturut-turut – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Harga minyak dunia turun sekitar 3% sepanjang perdagangan tahun 2024, dan membukukan pelemahan untuk tahun kedua berturut-turut.

    Pendorong merosotnya harga minyak dunia ini karena pemulihan permintaan pascapandemi terhenti, ekonomi Tiongkok yang menjadi importir utama minyak tak kunjung pulih, dan AS serta produsen non-OPEC lainnya memompa lebih banyak pasokan minyak mentah ke pasar global.

    Mengutip CNBC, Kamis (2/1/2025), harga minyak mentah Brent berjangka pada hari Selasa, hari perdagangan terakhir 2024, ditutup naik 65 sen atau 0,88% menjadi USD 74,64 per barel.

    Sedangkan harga minyak mentah West Texas Intermediate AS ditutup naik 73 sen atau 1,03% menjadi USD 71,72 per barel.

    Harga acuan Brent ditutup turun sekitar 3% dari harga penutupan akhir 2023 sebesar USD 77,04. Sementara harga WTI hampir tidak berubah dengan harga penutupan akhir tahun lalu.

    Pada September, harga minyak mentah Brent ditutup di bawah USD 70 per barel untuk pertama kalinya sejak Desember 2021, dan tahun ini Brent diperdagangkan secara luas di bawah harga tertinggi yang terlihat dalam beberapa tahun terakhir karena permintaan pascapandemi meningkat dan guncangan harga akibat invasi Rusia ke Ukraina pada tahun 2022 mulai mereda.

    Prospek 2025

    Harga minyak mentah kemungkinan akan diperdagangkan sekitar USD 70 per barel pada tahun 2025 karena permintaan Tiongkok yang lemah dan pasokan global yang meningkat, mengimbangi upaya yang dipimpin OPEC+ untuk menopang pasar.

    Prospek permintaan yang lebih lemah di Tiongkok khususnya memaksa Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan Badan Energi Internasional (IEA) untuk memangkas ekspektasi pertumbuhan permintaan minyak mereka untuk tahun 2024 dan 2025.

    IEA melihat pasar minyak memasuki 2025 dengan surplus, bahkan setelah OPEC dan sekutunya menunda rencana mereka untuk mulai meningkatkan produksi hingga April 2025 dengan latar belakang harga yang turun.

    Produksi minyak AS naik 259.000 barel per hari ke rekor tertinggi 13,46 juta barel per hari pada bulan Oktober, karena permintaan melonjak ke level terkuat sejak pandemi, data dari Badan Informasi Energi AS menunjukkan pada Selasa kemarin.

    Menurut IEA, produksi akan naik ke rekor baru 13,52 juta barel per hari tahun ini.

     

  • Akhir 2024, Harga Minyak Dunia Merangsek Naik

    Akhir 2024, Harga Minyak Dunia Merangsek Naik

    Houston: Harga minyak dunia mengalami kenaikan pada perdagangan di akhir 2024 (Rabu WIB). Namun demikian, secara tahunan, harga minyak global tersebut justru terpangkas sebanyak tiga persen.
     
    Mengutip Yahoo Finance, Rabu, 1 Januari 2025, harga minyak mentah Brent ditutup naik 65 sen, atau 0,88 persen, menjadi USD74,64 per barel. Sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS ditutup naik 73 sen, atau 1,03 persen, menjadi USD71,72 per barel.
     
    Adapun, harga minyak turun sekitar tiga persen pada 2024, merosot untuk tahun kedua berturut-turut, karena pemulihan permintaan pascapandemi terhenti, ekonomi Tiongkok sedang berjuang, dan Amerika Serikat (AS) serta produsen non-OPEC lainnya memompa lebih banyak minyak mentah ke pasar global yang pasokannya mencukupi.
     
    Harga acuan Brent turun sekitar tiga persen dari harga penutupan akhir 2023 sebesar USD77,04. Sementara WTI hampir stabil dengan harga penutupan akhir tahun lalu.
     
    Pada September 2024, harga minyak mentah Brent ditutup di bawah USD70 per barel untuk pertama kalinya sejak Desember 2021, dan tahun ini Brent diperdagangkan secara luas di bawah harga tertinggi yang terlihat dalam beberapa tahun terakhir karena permintaan pascapandemi kembali pulih dan guncangan harga akibat invasi Rusia ke Ukraina di 2022 mulai memudar.
     

     

    Harga minyak bakal di kisaran USD70 di 2025
     
    Minyak kemungkinan akan diperdagangkan sekitar USD70 per barel pada 2025 karena permintaan Tiongkok yang lemah dan meningkatnya pasokan global, mengimbangi upaya yang dipimpin OPEC+ untuk menopang pasar.
     
    Prospek permintaan yang lebih lemah di Tiongkok khususnya memaksa Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan Badan Energi Internasional (IEA) untuk memangkas ekspektasi pertumbuhan permintaan minyak mereka untuk 2024 dan 2025.
     
    IEA memperkirakan pasar minyak memasuki 2025 dengan surplus, bahkan setelah OPEC dan sekutunya menunda rencana mereka untuk mulai meningkatkan produksi hingga April 2025 dengan latar belakang penurunan harga.
     
    Produksi minyak AS naik 259 ribu barel per hari ke rekor tertinggi 13,46 juta barel per hari pada Oktober, karena permintaan melonjak ke level terkuat sejak pandemi. Produksi akan meningkat ke rekor baru sebesar 13,52 juta barel per hari pada tahun depan, kata EIA.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (HUS)