Organisasi: OPEC

  • Trump Ingin Harga Minyak di Bawah USD 60 per Barel, Lobi OPEC+ hingga Genjot Produksi – Page 3

    Trump Ingin Harga Minyak di Bawah USD 60 per Barel, Lobi OPEC+ hingga Genjot Produksi – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump di pekan pertama menjabat langsung meninta kepada organisasi negara pengekspor minyak dan sekutunya atau biasa disebut OPEC+ untuk menurunkan harga minyak mentah. Langkah ini guna mendorong pertumbuhan ekonomi AS. 

    Sementara itu, Menteri Ekonomi Arab Saudi, Faisal al-Ibrahim mengatakan bahwa mereka dan OPEC+ tengah mencari kestabilan harga minyak secara jangka panjang.

    “Posisi kerajaan, posisi OPEC, adalah tentang stabilitas pasar jangka panjang untuk memastikan ada cukup pasokan untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat,” kata Faisal dalam Forum Ekonomi Dunia di Davos, dikutip dari US News, Kamis (6/2/2025).

    Pengamat ekonomi dan energi FEB Univesitas Pandjajaran, Yayan Sakyati mengungkapkan, AS menggenjot produksi minyak dari 13,2 Juta barrel per day (bpd) di 2024 menjadi 13,5 juta bpd tahun 2025 dan berlanjut ke 13,6 bpd pada 2026.

    “Artinya AS akan terus menurunkan harga minyak sampai ke titik di bawah USD 70 barel,” kata Yayan kepada Liputan6.com di Jakarta, dikutip Kamis (6/2/2025).

    “Maka Jika Trump melobi OPEC saat ini, Trump tidak sabar ingin menurunkan harga minyak hingga USD 70 pada tahun 2025, dengan meningkatkan produksi minyak agar harga minyak segera turun,” paparnya.

    Upaya penurunan harga minyak dilakukan Trump untuk menurunkan biaya transportasi dan Global Value Chain sehingga berdampak terhadap penurunan inflasi di negara tersebut.

    “Tapi apakah negara OPEC mau, ini menjadi lobby politik Trump dengan negara-negara OPEC. Seberapa besar dampaknya? Saya kira relatif besar dengan harga minyak mentah hingga ditekan hingga di kisaran USD 60,” bebernya.

     

  • Dubes Iran Blak-blakan soal Ancaman “Tekanan Maksimum” Trump

    Dubes Iran Blak-blakan soal Ancaman “Tekanan Maksimum” Trump

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah Iran tidak ambil pusing terhadap kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mengambil langkah tekanan penuh terhadap negara itu. Hal ini disampaikan oleh Duta Besar Iran untuk Indonesia, Mohammad Boroujerdi, di sela-sela acara resepsi 46 tahun Revolusi Iran di Jakarta, dikutip Rabu (5/2/2025).

    Dalam pernyataannya, Boroujerdi menyebut Iran selama ini sudah terkena deretan macam sanksi yang dijatuhkan Washington dan sekutunya ke negara itu. Namun ekonomi Teheran tetap kokoh dan dapat bertahan.

    “Sudah 46 tahun mereka mengambil kebijakan keras terhadap Iran, namun kami bertahan dan justru mengarah lebih baik. Hari ini, kami lebih kuat dari 10 tahun lalu, 46 tahun lalu,” ujarnya.

    “Jadi kami percaya bahwa jika mereka memilih saling menghormati dan bukan tindakan keras, hal itu akan menjadi sesuatu yang lebih baik bagi mereka, kami, dan dunia,” tambahnya.

    Diketahui, Presiden Trump mengembalikan kampanye “tekanan maksimum”-nya terhadap Iran yang mencakup upaya untuk menekan ekspor minyaknya hingga nol untuk menghentikan Teheran memperoleh senjata nuklir.

    Menjelang pertemuannya dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Trump menandatangani memorandum presiden yang memberlakukan kembali kebijakan keras Washington terhadap Iran yang dipraktikkan sepanjang masa jabatan pertamanya.

    “Bagi saya, ini sangat sederhana: Iran tidak boleh memiliki senjata nuklir,” kata Trump. Ketika ditanya seberapa dekat Teheran dengan senjata nuklir, Trump berkata: “Mereka terlalu dekat,” katanya.

    Iran ‘secara dramatis’ mempercepat pengayaan uranium hingga mencapai kemurnian 60%, mendekati tingkat kemurnian senjata sekitar 90%, kata kepala pengawas nuklir PBB kepada Reuters pada bulan Desember. Teheran sendiri telah membantah ingin mengembangkan senjata nuklir.

    Sementara itu, menurut estimasi Badan Informasi Energi AS, ekspor minyak Teheran menghasilkan US$ 53 miliar (Rp 864 triliun) pada tahun 2023 dan US$ 54 miliar (Rp 880 triliun) setahun sebelumnya. Berdasarkan data OPEC, produksi selama tahun 2024 mencapai level tertinggi sejak 2018.

    (sef/sef)

  • Harga Minyak Dunia Melonjak Usai Trump Tetapkan Tarif Tinggi

    Harga Minyak Dunia Melonjak Usai Trump Tetapkan Tarif Tinggi

    Harga Minyak Dunia mengalami kenaikan pada hari ini, Senin (3/2) usai Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengenakan tarif tinggi terhadap berbagai produk impor dari Kanada, Meksiko, dan Cina.

    Mengutip Bloomberg, Senin (3/2), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman Maret 2025 di New York Mercantile Exchange (NYMEX) naik 1,79 persen menjadi 73,83 dolar AS per barel. Adapun harga minyak Brent untuk pengiriman April 2025 di ICE Futures mengalami kenaikan 0,70 persen menjadi 76,20 dolar AS per barel.

    Trump tetapkan tarif barang impor

    Sebelumnya, pada Sabtu (1/2), Trump telah menandatangani perintah eksekutif yang menetapkan tarif 25 persen untuk barang impor dari Kanada dan Meksiko. Selain itu, tarif 10 persen untuk produk asal Cina, dilansir dari The Business Times, Senin (3/2).

    Kebijakan tersebut bakal mulai berlaku pada Selasa (4/2). Khusus sumber daya energi dari Kanada, akan dikenakan tarif lebih rendah sebesar 10 persen.

    Picu perang dagang

    Dengan kebijakan tersebut, bakal memicu perang dagang yang bisa menghambat pertumbuhan global dan memicu kembalinya inflasi.

    “Tarif impor energi Kanada kemungkinan akan lebih mengganggu pasar energi dalam negeri dibandingkan tarif impor Meksiko, dan bahkan mungkin kontraproduktif terhadap salah satu tujuan utama presiden, yakni menurunkan biaya energi,” kata Analis Barclays, Amarpreet Singh dalam sebuah catatannya.

    Menurut Departemen Energi AS, Kanada dan Meksiko merupakan negara sumber utama impor minyak mentah bagi AS, yang bersama-sama menyumbang sekitar seperempat dari pengolahan minyak AS menjadi bahan bakar seperti bensin dan minyak pemanas. Untuk diketahui, bensin berjangka AS telah melonjak 2,6 persen menjadi 2,1128 dolar AS per galon sesudah mencapai 2,162 dolar AS sebelumnya, angka tertinggi sejak 16 Januari 2025 lalu.

    Adapun Analis Energi di MST Marquee, Saul Kavonic menilai bahwa tarif tersebut bersifat bullish atau kondisi ketika harga di pasar mengalami kenaikan untuk harga minyak jangka pendek. Hal ini dikarenakan terdapat risiko gangguan pasokan, terutama untuk jenis minyak yang lebih berat.

    Saul menambahkan, harga minyak mungkin bakal turun setelah kuartal berikutnya karena penerapan tarif ini menyebabkan prospek permintaan kian memburuk dan OPEC+ mendapat tekanan lebih besar dari Trump untuk mengurangi pengurangan produksi.

    Sementara itu, pihak delegasi dari Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, sebuah kelompok yang dikenal sebagai OPEC+ mengatakan kepada Reuters pada Senin (3/2) bahwa kemungkinan mereka tak bakal mengubah rencana yang ada untuk meningkatkan produksi secara bertahap, meskipun terdapat tekanan dari Trump.

  • IMF Proyeksi Ekonomi RI Naik 5,1% di 2025, di Atas Cina!

    IMF Proyeksi Ekonomi RI Naik 5,1% di 2025, di Atas Cina!

    Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) memproyeksikan perekonomian Indonesia akan tumbuh sebesar 5,1 persen secara tahunan (year-on-year/YoY) pada 2025 dan 5,1 persen YoY pada 2026.

    Proyeksi ini tetap masih sama dengan proyeksi IMF pada periode Oktober 2024, sebagaimana tercantum dalam laporan pembaruan World Economic Outlook (WEO) Januari 2025.

    Secara rinci, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia pada 2025 tercatat hanya lebih rendah dari India (6,5%), Kazakhstan (5,5%), dan Filipina (6,1%). Sementara itu, posisi pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih tinggi dari Cina (4,6%), Malaysia (4,7%), hingga Thailand (2,9%).

    Revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi

    Dilansir laporan IMF, pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia akan mengalami peningkatan, meskipun masih lebih rendah dibandingkan dengan proyeksi yang dirilis pada Oktober 2024.

    Untuk Arab Saudi, IMF merevisi proyeksi pertumbuhannya turun 1,3 poin menjadi 3,3% YoY pada 2025. Hal ini disebabkan oleh perpanjangan pemangkasan produksi yang dilakukan oleh OPEC+. Namun, pada 2026, pertumbuhan ekonomi Arab Saudi diperkirakan akan kembali meningkat menjadi 4,1% YoY.

    Sementara itu, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Cina akan mencapai 4,6% YoY pada 2025, yang merupakan revisi naik sebesar 0,1 poin dibandingkan proyeksi Oktober 2024 yang sebesar 4,5% YoY. Pada 2026, ekonomi Cina diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,5% YoY.

    Di India, proyeksi IMF tetap sama dengan yang tercantum pada Oktober 2024, yaitu sebesar 6,5% YoY pada 2025 dan 6,5% YoY pada 2026.

    Proyeksi ekonomi di Eropa dan AS

    Di kawasan Eropa, IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan meningkat secara bertahap meskipun ketegangan geopolitik tetap menjadi faktor utama yang memengaruhi.

    Pada 2025, pertumbuhan ekonomi kawasan Eropa diperkirakan sebesar 1,0% YoY, turun 0,2 poin dibandingkan proyeksi Oktober 2024 yang sebesar 1,2% YoY. Namun, pada 2026, ekonomi Eropa diperkirakan akan tumbuh sebesar 1,4% YoY, tidak berubah dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya.

    Pada 2026, pertumbuhan ekonomi Eropa akan didorong oleh permintaan domestik yang kuat, kondisi keuangan yang longgar, serta meredanya ketidakpastian.

    Di Amerika Serikat (AS), IMF memperkirakan ekonomi AS akan tumbuh 2,7% YoY pada 2025, lebih tinggi 0,5 poin dibandingkan dengan proyeksi Oktober 2024. Pertumbuhan tersebut akan didorong oleh permintaan yang kuat, kebijakan moneter yang longgar, pasar tenaga kerja yang sehat, percepatan investasi, dan kondisi keuangan yang mendukung. Namun, pada 2026, pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan akan melambat menjadi 2,1% YoY.

    Secara global, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia akan mencapai 3,3% YoY pada 2025 dan 2026, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata historis periode 2000-2019 yang sebesar 3,7%. Inflasi global diperkirakan akan menurun menjadi 4,2% pada 2025 dan 3,5% pada 2026, kembali mendekati target yang lebih awal di negara-negara maju serta negara-negara berkembang.

  • Harga Minyak Dunia Terjun Bebas, Ini Gara-garanya – Page 3

    Harga Minyak Dunia Terjun Bebas, Ini Gara-garanya – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Harga minyak turun sekitar 2% pada hari Senin (Selasa waktu Jakarta), tertekan oleh kerugian di saham teknologi dan energi Wall Street. Harga minyak anjlok karena investor berlindung setelah berita tentang melonjaknya minat terhadap model kecerdasan buatan berbiaya rendah dari perusahaan rintisan China, DeepSeek.

    Harga minyak sudah turun di awal sesi karena data ekonomi yang lemah dari Tiongkok dan kekhawatiran bahwa tarif yang diusulkan Presiden AS Donald Trump dapat semakin menekan pertumbuhan ekonomi dan permintaan energi.

    Dikutip dari CNBC, Selasa (28/1/2025), harga minyak Brent turun USD 1,42 atau 1,81%, dan ditutup pada harga USD 77,08 per barel. Sedangkan harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun USD 1,49 atau 2%, dan ditutup pada USD 73,17.

    Para analis mengatakan harga minyak telah tertekan dalam beberapa hari terakhir menyusul seruan Presiden AS Donald Trump minggu lalu kepada Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk menurunkan harga minyak.

    “Presiden Trump terus memberikan tekanan pada OPEC … dengan meminta kelompok produsen itu untuk menurunkan harga guna membantu mengakhiri perang Rusia di Ukraina,” kata Bob Yawger, Direktur Energi Berjangka di Mizuho.

    OPEC dan sekutunya termasuk Rusia dalam kelompok OPEC+ belum bereaksi terhadap seruan Trump, dengan delegasi OPEC+ menunjuk pada rencana yang ada untuk mulai meningkatkan produksi minyak mulai April.

    Ancaman tarif Presiden Trump juga sebagian besar menekan harga minyak, yang memicu kekhawatiran bahwa perang dagang dapat merugikan pertumbuhan ekonomi global dan permintaan minyak.

    Presiden AS Donald Trump pada hari Kamis menyampaikan pidato di hadapan para pemimpin global di Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, menjanjikan masa jabatan keduanya akan mengabaikan norma-norma pasar bebas di dalam dan luar AS.

     

  • Harga Minyak Dunia Terjun Bebas, Ini Gara-garanya – Page 3

    Trump Tekan OPEC, Harga Minyak Jadi Makin Murah – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Harga minyak stabil pada perdagangan hari Jumat tetapi jika dihitung dalam sepekan ini harga minyak mengalami penurunan. Pelemahan harga minyak pada pekan ini menghentikan kenaikan dalam empat minggu berturut-turut.

    Harga minyak turun pada pekan ini setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan rencana besar untuk meningkatkan produksi dalam negeri sambil menuntut OPEC untuk menurunkan harga minyak mentah.

    Mengutip CNBC, Sabtu (25/1/2025), harga minyak mentah Brent berjangka naik 21 sen atau 0,27% ditutup pada USD 78,50 per barel. Sedangkan harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik 4 sen atau 0,05% dan ditutup pada USD 74,66 per barel.

    Harga minyak Brent telah kehilangan 2,83% sepanjang minggu ini dan harga minyak WTI turun 4,13%.

    Donald Trump pada hari Jumat menegaskan kembali seruannya kepada Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) untuk memangkas harga minyak guna merugikan keuangan Rusia yang kaya minyak dan membantu mengakhiri perang di Ukraina.

    “Salah satu cara untuk menghentikannya dengan cepat adalah dengan meminta OPEC berhenti menghasilkan begitu banyak uang dan menurunkan harga minyak. Perang itu akan segera berhenti,” kata Trump saat ia mendarat di North Carolina untuk melihat kerusakan akibat badai.

    Analis StoneX Alex Hodes dalam sebuah catatan pada hari Jumat menuliskan bahwa ancaman sanksi keras AS terhadap Rusia dan Iran, yang merupakan produsen minyak utama, dapat merusak tujuan Trump untuk menurunkan biaya energi.

    “Trump mengetahui hal ini dan telah menekan OPEC untuk menutupi kekosongan yang akan ditimbulkannya,” kata Hodes.

    Pada hari Kamis, Trump mengatakan kepada Forum Ekonomi Dunia bahwa ia akan menuntut OPEC dan pemimpin de facto-nya, Arab Saudi, untuk menurunkan harga minyak mentah.

    OPEC+, yang di dalamnya ada Rusia, belum bereaks., Delegasi dari kelompok tersebut memastikan bahwa kesepakatan yang ada saat ini adalah untuk mulai meningkatkan produksi minyak mulai April 2025.

    “Saya tidak benar-benar berharap OPEC akan mengubah kebijakan kecuali ada perubahan fundamental,” kata analis komoditas UBS Giovanni Staunovo.

    “Pasar akan relatif tenang sampai kita mendapatkan kejelasan lebih lanjut tentang kebijakan sanksi dan tarif.”

     

     

     

  • Rupiah menguat 112 poin jadi Rp16.172 per dolar AS

    Rupiah menguat 112 poin jadi Rp16.172 per dolar AS

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Rupiah menguat 112 poin jadi Rp16.172 per dolar AS
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Jumat, 24 Januari 2025 – 17:23 WIB

    Elshinta.com – Nilai tukar rupiah (kurs) pada penutupan perdagangan Jumat menguat hingga 112 poin atau 0,69 persen menjadi Rp16.172 per dolar Amerika Serikat (AS) dari sebelumnya Rp16.284 per dolar AS.

    Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Jumat juga menguat menguat ke level Rp16.200 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.276 per dolar AS.

    “Presiden AS Donald Trump dalam pidatonya pada hari Kamis (23/1) di Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum) Davos, Swiss, mengatakan bahwa ia akan menuntut Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC) dan pemimpin de facto-nya, Arab Saudi, untuk menurunkan biaya minyak mentah dan mendesak bank-bank sentral global untuk menurunkan suku bunga,” ucap Pengamat mata uang Ibrahim Assuabi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.

    Selanjutnya, Trump juga telah mengumumkan keadaan energi nasional pada Senin (20/1) dengan mencabut pembatasan lingkungan pada infrastruktur energi sebagai bagian dari rencana besar-besaran untuk memaksimalkan produksi minyak dan gas dalam negeri.

    Presiden AS turut berjanji memberikan tarif impor sebesar 25 persen terhadap Kanada dan Meksiko, serta mempertimbangkan penerapan tarif kepada China 10 persen.

    Dolar AS juga melemah karena data klaim pengangguran AS mencapai 223 ribu, lebih tinggi dari perkiraan yang sebesar 220 ribu.

    “Klaim pengangguran tinggi bisa juga disebabkan oleh kebakaran di LA (Los Angeles) beberapa waktu lalu,” kata Analis mata uang Doo Financial Futures, Lukman Leong

    Berbagai faktor tersebut memberikan sentimen positif terhadap penguatan kurs rupiah pada hari ini.

    “Saat perhatian beralih ke jadwal (mungkin) bulan Februari untuk tarif baru yang ditetapkan oleh Trump, kehati-hatian kemungkinan akan tetap ada di pasar karena setiap pembatasan perdagangan baru akan membawa implikasi negatif bagi pertumbuhan global, yang berpotensi mengangkat dolar kembali digdaya,” ungkap Ibrahim.

    Sumber : Antara

  • Menkeu: Nilai tukar rupiah relatif lebih baik dari negara lain

    Menkeu: Nilai tukar rupiah relatif lebih baik dari negara lain

    Kalau dibandingkan dengan mata uang negara lain, seperti Korea won, peso Meksiko, real Brasil, yen Jepang, dan lira Turki, meskipun rupiah mengalami depresiasi 4,34 persen point-to-point, posisinya masih lebih baik

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan nilai tukar rupiah menunjukkan posisi yang relatif lebih baik dari negara lain meski mengalami pelemahan sebesar 4,34 persen pada 2024.

    Per 31 Desember 2024, nilai tukar rupiah tercatat berada pada level Rp16.095 per dolar AS.

    “Kalau dibandingkan dengan mata uang negara lain, seperti Korea won, peso Meksiko, real Brasil, yen Jepang, dan lira Turki, meskipun rupiah mengalami depresiasi 4,34 persen point-to-point, posisinya masih lebih baik,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Jumat.

    Pada awal 2025, masih terjadi dengan penguatan indeks mata uang dolar AS terhadap nilai tukar mata uang. Hingga 23 Januari 2025, nilai tukar rupiah tercatat mengalami pelemahan sebesar 1,14 persen point-to-point. Pergerakan ini juga sejalan dengan tren nilai tukar mata uang regional lainnya.

    “Nilai tukar rupiah menguat terhadap mata uang kelompok negara maju di luar kawasan Amerika Serikat, dan relatif stabil terhadap mata uang kelompok negara berkembang,” tambah Menkeu.

    Perkembangan itu disebut sesuai dengan kebijakan stabilisasi Bank Indonesia (BI).

    Selain itu, kondisi tersebut didukung oleh aliran masuk modal asing yang masih berlanjut, imbal hasil instrumen keuangan domestik yang menarik, serta prospek perekonomian Indonesia yang tetap resilien dan baik.

    Adapun nilai tukar rupiah (kurs) pada penutupan perdagangan hari ini menguat hingga 112 poin atau 0,69 persen menjadi Rp16.172 per dolar Amerika Serikat (AS) dari sebelumnya Rp16.284 per dolar AS.

    Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Jumat juga menguat menguat ke level Rp16.200 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.276 per dolar AS.

    Berbagai faktor memberikan sentimen positif terhadap penguatan kurs rupiah pada hari ini.

    Salah satunya pidato Presiden AS Donald Trump yang menyatakan akan menuntut Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC) dan pemimpin de facto-nya, Arab Saudi, untuk menurunkan biaya minyak mentah dan mendesak bank-bank sentral global untuk menurunkan suku bunga.

    Presiden AS turut berjanji memberikan tarif impor sebesar 25 persen terhadap Kanada dan Meksiko, serta mempertimbangkan penerapan tarif kepada China 10 persen.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Faisal Yunianto
    Copyright © ANTARA 2025

  • WEF 2025: Begini Pernyataan Trump yang Desak Penurunan Suku Bunga dan Harga Minyak

    WEF 2025: Begini Pernyataan Trump yang Desak Penurunan Suku Bunga dan Harga Minyak

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden AS Donald Trump menuntut agar negara produsen migas (OPEC) menurunkan harga minyak. Trump juga mendesak negara-negara lain menurunkan suku bunga. Pernyataan ini disampaikan dalam pidatonya melalui video kepada para pemimpin bisnis dan politik global di Forum Ekonomi Dunia (WEF) di Davos, Swiss.

    “Saya akan menuntut agar suku bunga segera turun. Dan demikian pula, suku bunga global juga harus turun. Saya juga akan meminta Arab Saudi dan OPEC untuk menurunkan biaya minyak,” kata Trump dalam pidato yang dikutip dari Reuters, Jumat (24/1/2025).

    Penampilan Trump di Davos merupakan pernyataan pertamanya kepada para pemimpin dunia sejak masa jabatan keduanya dimulai empat hari lalu. Pernyataan ini menegaskan bahwa kebijakan Trump akan menghindari norma perdagangan bebas baik di dalam maupun luar AS.

    Meski menyampaikan ancaman tarif yang tegas, Trump tidak memberikan rincian lebih lanjut di tengah kegelisahan pasar atas rencananya.

    Harga minyak sempat berubah negatif selama Trump berbicara. Sementara itu, euro merosot, dan dolar AS berfluktuasi terhadap sekeranjang mata uang asing. Di sisi lain, indeks S&P 500 yang menjadi acuan saham AS mencatatkan kenaikan ke level tertinggi sepanjang masa.

    Trump juga menyinggung perubahan kebijakan besar sejak pelantikannya, termasuk terkait keberagaman, perubahan iklim, dan imigrasi. Namun, komentar Trump memicu beragam respons, termasuk kritik dari beberapa sekutu tradisional AS, seperti Kanada dan Uni Eropa.

    “Kami akan menuntut rasa hormat dari negara lain. Kanada. Kami memiliki defisit yang sangat besar dengan Kanada. Kami tidak akan memilikinya lagi,” ujar Trump.

    Lebih lanjut, Trump juga mengkritik kebijakan pendahulunya, Joe Biden, dan beberapa isu seperti perubahan iklim. Mantan Menteri Luar Negeri AS John Kerry, yang hadir dalam forum tersebut, tampak meringis saat mendengarkan.

    Trump menegaskan komitmennya untuk mengurangi inflasi dengan kombinasi kebijakan tarif, deregulasi, dan pemotongan pajak. Dia juga berencana memperluas produksi energi domestik untuk menjadikan AS sebagai negara adikuasa manufaktur.

    “Amerika Serikat memiliki jumlah minyak dan gas terbesar di antara negara mana pun di Bumi, dan kami akan menggunakannya. Ini tidak hanya akan mengurangi biaya hampir semua barang dan jasa, tetapi juga akan menjadikan Amerika Serikat sebagai negara adikuasa manufaktur,” kata Trump.

    Selain itu, Trump berencana berbicara dengan Presiden Rusia Vladimir Putin mengenai perang di Ukraina. Trump juga ingin mengupayakan kerja sama dengan Rusia dan China untuk mengurangi senjata nuklir.

    Di akhir pidatonya, Trump menyampaikan rencana-rencana lain, seperti perubahan nama Teluk Meksiko menjadi Teluk Amerika dan ancaman tarif tinggi untuk Uni Eropa, China, Meksiko, serta Kanada.

  • Aksi Donald Trump Tekan OPEC dan Arab Saudi Bikin Harga Minyak Mentah Turun

    Aksi Donald Trump Tekan OPEC dan Arab Saudi Bikin Harga Minyak Mentah Turun

    Jakarta, Beritasatu.com – Harga minyak mentah global turun pada Kamis (23/1/2025) setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meminta Arab Saudi dan OPEC untuk menurunkan harga minyak dalam pidatonya di Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss.

    Ketidakpastian terkait dampak kebijakan energi dan tarif perdagangan yang diajukan Trump terhadap pertumbuhan ekonomi global, serta permintaan energi turut memberikan tekanan pada harga minyak.

    Dilansir dari Reuters, minyak mentah Brent turun 71 sen (0,9%) menjadi US$ 78,29 per barel, sedangkan minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun 82 sen (1,09%) ke level $74,62 per barel.

    Pengaruh Kebijakan Donald Trump 
    Penurunan harga minyak terjadi segera setelah Trump menyatakan akan mendorong Arab Saudi dan OPEC untuk menurunkan harga minyak mentah. Menurut Clay Seigle, peneliti senior bidang keamanan energi di Pusat Studi Strategis dan Internasional, seruan Trump tersebut dapat diterima positif oleh konsumen dan pelaku bisnis, tetapi memunculkan kekhawatiran bagi industri minyak AS dan pemasok global lainnya.

    “Industri energi global saat ini membutuhkan peningkatan investasi dalam proyek-proyek minyak dan gas, tetapi turunnya harga minyak dapat menghambat pengembangan proyek baru,” kata Seigle.

    Priyanka Sachdeva, analis pasar senior di Phillip Nova, menyatakan, ketidakpastian terkait tarif perdagangan AS juga dapat semakin memperlemah permintaan minyak global. 

    Trump juga menyebut akan menambah tarif baru pada Rusia apabila negara tersebut tidak menyetujui kesepakatan untuk mengakhiri konflik di Ukraina. Selain itu, ia mengancam Uni Eropa dengan tarif baru serta mengenakan bea masuk 25% pada Kanada dan Meksiko.

    Menurut Kelvin Wong, analis pasar senior di Oanda, kebijakan perdagangan Donald Trump yang tidak jelas dan peningkatan pasokan minyak AS dapat memicu fluktuasi harga minyak mentah yang lebih tajam dalam waktu dekat.