Organisasi: OPEC

  • Harga Minyak Melambung Usai Potensi Pembatasan Ekspor dari Iran – Page 3

    Harga Minyak Melambung Usai Potensi Pembatasan Ekspor dari Iran – Page 3

    Sebelumnya, harga minyak mentah Amerika Serikat melonjak lebih dari 4% pada Rabu (9/4), mencatat kenaikan harian tertinggi sejak Oktober 2024. Kenaikan harga minyak ini terjadi setelah Presiden Donald Trump mengumumkan penurunan tarif impor untuk negara-negara selain China.

    Dikutip dari CNBC, kamis (10/4/2025), harga minyak mentah acuan AS (WTI) naik sebesar USD 2,77 atau 4,65%, dan ditutup pada level USD 62,35 per barel. Sementara itu, harga minyak Brent sebagai acuan global turut menguat USD 2,66 atau 4,23% ke posisi USD 65,48 per barel.

    Sebelumnya, harga WTI sempat anjlok hingga USD 55,12 per barel setelah China mengumumkan tarif sebesar 84% atas barang-barang asal AS sebagai balasan atas kebijakan tarif Trump. Tarif impor dari China ini mulai berlaku pada 10 April.

    Namun, pasar minyak berbalik arah setelah Trump secara tiba-tiba melunakkan kebijakan perdagangannya. Presiden AS tersebut menyatakan bahwa tarif impor sebesar 10% akan diberlakukan selama 90 hari untuk semua negara, kecuali China. Untuk China, tarif dinaikkan secara langsung menjadi 125%.

    Kekhawatiran Dunia

    Ketegangan perang dagang yang dikhawatirkan memicu resesi global menjadi kekhawatiran utama pelaku pasar, karena dapat menurunkan permintaan minyak dunia.

    Di sisi lain, OPEC+ telah sepakat untuk mempercepat peningkatan produksi mulai Mei, yang akan memperbesar pasokan di tengah potensi kelebihan suplai.

    “Perpaduan antara ketakutan resesi dan meningkatnya pasokan minyak adalah kombinasi berbahaya,” kata Helima Croft, Kepala Strategi Komoditas Global RBC Capital Markets, kepada CNBC.

    Sementara itu, AS dan Iran dijadwalkan menggelar pembicaraan di Oman pada Sabtu mendatang untuk membahas program nuklir Iran. Jika berhasil, perundingan ini berpotensi membuka kembali pasokan minyak Iran ke pasar global.

     

     

  • Harga Minyak Anjlok ke Level Terendah dalam 4 Tahun – Page 3

    Harga Minyak Anjlok ke Level Terendah dalam 4 Tahun – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) ditutup di bawah USD 60 per barel pada perdagangan Selasa (Rabu waktu Jakarta). Ini menjadi level terendah dalam empat tahun karena para pedagang khawatir bahwa tarif besar-besaran Presiden Donald Trump akan memicu perang dagang global besar-besaran.

    Dikutip dari CNBC, Rabu (9/4/2025) harga minyak mentah AS turun USD1,12 atau 1,85% menjadi USD 59,58 per barel, level terendah sejak April 2021. Sementara itu, patokan harga minyak mentah global Brent turun USD 1,39 atau 2,16% menjadi USD 62,82 per barel.

    Harga acuan AS naik sekitar 1,7% di awal sesi, tetapi turun kembali karena tarif Trump terhadap China membayangi pasar. Harga minyak turun lebih dari 15% sejak Rabu lalu ketika Trump mengumumkan putaran baru pajak impor.

    Kepala Strategi Komoditas Global RBC Capital Markets Helima Croft mengatakan, pasar minyak menghadapi “campuran racun” ketakutan akan resesi akibat tarif Trump dan keputusan OPEC+ untuk membawa lebih banyak barel kembali ke pasar, kata

    “Saat ini orang-orang menunggu untuk melihat apakah ada potensi jalan keluar dari sengketa perdagangan ini,” kata Croft.

    Tarif bea masuk AS terhadap Tiongkok akan meroket hingga 104%. Beijing tidak menunjukkan tanda-tanda akan mundur, dan bersumpah untuk “berjuang sampai akhir.”

    Menteri Keuangan Scott Bessent pada hari Selasa mengatakan bahwa China sedang bermain di posisi yang kalah.

    “Saya pikir eskalasi Tiongkok ini adalah kesalahan besar, karena mereka bermain dengan dua kartu,” kata Bessent.

    “Apa ruginya kita jika China menaikkan tarif pada kita? Kita mengekspor seperlima dari apa yang mereka ekspor ke kita, jadi itu adalah kekalahan bagi mereka,” tututp dia. 

  • Mengapa Rusia, Belarus, Kuba, dan Korea Utara Tak Kena Tarif Timbal Balik dari AS? – Halaman all

    Mengapa Rusia, Belarus, Kuba, dan Korea Utara Tak Kena Tarif Timbal Balik dari AS? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Sekretaris pers Gedung Putih Karoline Leavitt mengungkapkan alasan mengapa Rusia, Belarus, Kuba, dan Korea Utara tidak masuk dalam daftar tarif baru yang ditetapkan oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump.

    Karoline Leavitt mengatakan alasan pengecualian Rusia adalah karena sanksi ekonomi yang dijatuhkan kepada negara tersebut setelah invasinya ke Ukraina pada tahun 2022 sudah menghalangi perdagangan antara AS dan Rusia.

    Perdagangan tahunan AS-Rusia telah berkurang menjadi hanya $3,5 miliar per tahun sejak sanksi tersebut berlaku.

    “Kuba, Korea Utara dan sekutu utama Rusia, Belarus, tidak dimasukkan dalam daftar tarif baru Trump karena alasan yang sama,” kata Leavitt kepada Axios, Kamis (3/4/2025).

    Namun, Iran dan Suriah, yang juga menghadapi embargo dan sanksi berat, dikenakan tarif tambahan masing-masing sebesar 10 dan 40 persen, seperti diberitakan Newsweek.

    Rusia, yang berada di bawah lebih dari 28.595 sanksi Barat yang berbeda, telah mengklasifikasikan data perdagangan sejak dimulainya perang.

    Impor barang AS dari Rusia berjumlah $3,0 miliar pada tahun 2024, turun 34,2 persen dari tahun 2023, menurut kantor Perwakilan Dagang AS.

    Namun, bagi Rusia, risiko terbesar adalah potensi perlambatan permintaan global akibat perang tarif yang lebih luas dan dapat memengaruhi harga minyak, seperti diberitakan NBC.

    Bank sentral Rusia memperingatkan para pejabat awal tahun ini bahwa Amerika Serikat dan OPEC memiliki kapasitas untuk membanjiri pasar minyak dan menyebabkan terulangnya kejatuhan harga berkepanjangan tahun 1980-an yang menyebabkan jatuhnya Uni Soviet.

    Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif pada sekutu dan musuh termasuk Eropa, India, Jepang dan China.

    Sedangkan beberapa negara yang paling banyak dikenai sanksi di dunia – Rusia, Belarus, Kuba dan Korea Utara – mendapatkan perlakuan hukuman khusus.

    Saat dunia dilanda perang dagang, Trump mengenakan tarif sebesar 10 persen pada sebagian besar barang yang diimpor ke Amerika Serikat.

    China, pemasok barang terbesar ke AS, kini menghadapi tarif sebesar 54 persen pada semua ekspor ke konsumen terbesar di dunia.

    “Dalam menghadapi perang ekonomi yang tiada henti, Amerika Serikat tidak dapat lagi melanjutkan kebijakan penyerahan ekonomi sepihak,” kata Trump saat menyampaikan tarif pada hari Rabu (2/4/2025).

    Setelah Trump mengumumkan tarif baru, pasar saham di seluruh dunia anjlok pada hari Kamis.

    Sementara itu, para pemimpin negara lain kecewa dengan keputusan Donald Trump, termasuk negara anggota Uni Eropa yang kini menyiapkan pembalasan.

    (Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)

  • Trump Terapkan Tarif 25 Persen bagi Negara Pembeli Minyak Venezuela – Halaman all

    Trump Terapkan Tarif 25 Persen bagi Negara Pembeli Minyak Venezuela – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump mengumumkan negara mana pun yang membeli minyak atau gas dari Venezuela akan dikenakan tarif 25 persen dalam perdagangan dengan AS.

    Dikutip dari Middle East Eye, kebijakan ini mulai berlaku pada Rabu (2/4/2025).

    Dalam unggahan di Truth Social, Trump menuduh Venezuela memicu migrasi ke AS dan menyebut negara tersebut “sangat bermusuhan” dengan Amerika Serikat.

    “Setiap negara yang membeli minyak atau gas dari Venezuela akan dipaksa membayar tarif sebesar 25 persen kepada Amerika Serikat atas setiap perdagangan yang mereka lakukan dengan negara kami,” tulis Trump.

    Tarif ini bertujuan menekan Venezuela serta negara pembelinya, termasuk China, Spanyol, Brasil, dan Turki.

    Tarif Tambahan dan Pembentukan Lembaga Baru

    Dalam rapat kabinet Gedung Putih, Trump juga mengumumkan rencana tarif baru pada produk farmasi, mobil, dan aluminium.

    Selain itu, mulai 2 April, mitra dagang AS akan menghadapi “tarif timbal balik” yang mencerminkan tarif negara lain terhadap produk AS.

    Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, menyebut 2 April sebagai “hari pembebasan Amerika” ketika dunia mulai memperlakukan AS dengan lebih hormat.

    Ia juga mengumumkan pembentukan External Revenue Service, lembaga baru yang bertugas memungut tarif dan pajak impor.

    Namun, para kritikus menyoroti kalau Customs and Border Protection AS sudah menangani tarif impor, sehingga pembentukan badan baru kemungkinan memerlukan persetujuan Kongres.

    Kampanye Tekanan terhadap Venezuela

    Pengumuman tarif ini melanjutkan kebijakan tekanan maksimum Trump terhadap Venezuela.

    Pada masa jabatan pertamanya (2017-2021), Trump memberlakukan sanksi berat terhadap pemerintahan Presiden Nicolas Maduro, yang dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia.

    Trump bahkan menawarkan hadiah $15 juta untuk informasi yang dapat mengarah pada penangkapan Maduro.

    Sebaliknya, Maduro menuduh AS berusaha menggulingkan pemerintahannya dan menyalahkan sanksi atas krisis ekonomi yang memburuk.

    Trump juga mengklaim Venezuela sengaja mengirim ribuan penjahat ke AS, termasuk anggota geng Tren de Aragua yang telah diklasifikasikan sebagai “Organisasi Teroris Asing” oleh pemerintah AS.

    Dampak Tarif terhadap Perdagangan Global

    Ancaman tarif ini dapat meningkatkan harga minyak dan produk lainnya bagi konsumen AS.

    Venezuela telah mengalami penurunan produksi minyak selama lebih dari satu dekade.

    Menurut Badan Informasi Energi AS, produksi minyak Venezuela turun dari 3,2 juta barel per hari pada tahun 2000 menjadi 735.000 barel per hari pada September 2023.

    OPEC memperkirakan ekspor minyak Venezuela mencapai $13,68 miliar pada tahun 2023.

    Sementara itu, krisis ekonomi dan penindasan politik telah menyebabkan eksodus sekitar 7,7 juta warga Venezuela, banyak di antaranya mencari suaka.

    Para kritikus memperingatkan kebijakan Trump dapat memperburuk hubungan perdagangan global dan meningkatkan ketidakpastian ekonomi.

    (Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

  • Harga Minyak Anjlok ke Level Terendah dalam 4 Tahun – Page 3

    Harga Minyak Mentah Naik Dampak Sanksi Iran dan Rencana OPEC+ Kendalikan Pasokan – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Harga minyak dunia naik pada perdagangan hari Jumat. Harga minyak mentah mencatat kenaikan mingguan kedua berturut-turut. Kenaikan harian dan mingguan ini terjadi setelah Amerika Serikat (AS) memberikan sanksi baru kepada Iran. Selain itu, harga minyak juga naik karena adanya rencana OPEC+ untuk memangkas produksi bagi tujuh anggota.

    Mengutip CNBC, Sabtu (22/3/2025), harga minyak mentah Brent naik 16 sen atau 0,22% dan ditutup pada USD 72,16 per barel. Sedangkan harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik 21 sen atau 0,31% dan ditutup pada USD 68,28 per barel.

    Secara mingguan, harga minyak mentah Brent naik 2,24% dan harga minyak WTI naik 1,64%.

    Departemen Keuangan AS pada hari Kamis mengumumkan sanksi baru kepada Iran, yang untuk pertama kalinya menargetkan kilang minyak independen China di antara entitas dan kapal lain yang terlibat dalam memasok minyak mentah Iran ke China.

    Itu menandai putaran keempat sanksi Washington terhadap Iran sejak Donald Trump menduduki posisi Presiden AS. Pada  bulan Februari kemarin, Trump berjanji untuk memberlakukan kembali kampanye tekanan maksimum terhadap pemerintahan Teheran dan berjanji untuk mendorong ekspor minyak negara itu ke level nol.

    Analis di ANZ Bank memperkirakan pengurangan 1 juta barel per hari (bpd) dalam ekspor minyak mentah Iran karena sanksi yang lebih ketat ini.

    Layanan pelacakan kapal Kpler mematok ekspor minyak mentah Iran lebih dari 1,8 juta bpd pada bulan Februari, memperingatkan bahwa penyembunyian aktivitas kapal Iran karena sanksi dapat menyebabkan revisi pada angka-angka tersebut.

     

  • Harga Minyak Anjlok, Ini Gara-garanya – Page 3

    Harga Minyak Anjlok, Ini Gara-garanya – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Harga minyak turun sekitar 1% pada hari Selasa  (Rabu waktu Jakarta) saat Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin membahas langkah-langkah untuk mengakhiri perang tiga tahun di Ukraina, yang dapat mengakibatkan kemungkinan pelonggaran sanksi terhadap ekspor bahan bakar Rusia.

    Sebelumnya pada hari itu, harga minyak dunia mencapai titik tertinggi dalam dua minggu di tengah kekhawatiran bahwa ketidakstabilan di Timur Tengah dapat mengurangi pasokan minyak, dan harapan bahwa rencana stimulus ekonomi di China dan Jerman dapat meningkatkan permintaan bahan bakar di dua ekonomi terbesar dunia.

    Harga minyak Brent AS turun 51 sen atau 0,72% menjadi USD 70,56 per barel. Sementara minyak mentah West Texas Intermediate ASMinyak mentah (WTI) turun 68 sen, atau 1,01%, dan ditutup pada USD 66,90.

    Bahkan jika AS dan Rusia berhasil mencapai gencatan senjata di Ukraina, banyak analis mengatakan mereka memperkirakan akan memakan waktu lama sebelum ekspor energi Rusia meningkat secara signifikan.

    “Bahan bakar fosil Rusia mungkin pada tahap tertentu akan kembali melimpah tanpa belenggu sanksi, tetapi … (itu) tidak berarti kemurahan hati energi akan dicabut,” kata analis di pialang minyak PVM dalam sebuah catatan.

    Rusia memproduksi sekitar 9,2 juta barel per hari (bpd) minyak mentah pada tahun 2024, turun dari level tertinggi terbarunya sebesar 9,8 juta bpd pada tahun 2022 dan rekor 10,6 juta bpd pada tahun 2016, menurut data Badan Informasi Energi AS (EIA) sejak tahun 1997.

    Di Timur Tengah, Presiden AS Trump berjanji untuk melanjutkan serangan AS terhadap Houthi Yaman kecuali mereka mengakhiri serangan mereka terhadap kapal-kapal di Laut Merah.

    Trump mengatakan ia akan meminta pertanggungjawaban Iran atas serangan yang dilakukan oleh kelompok Houthi yang didukungnya di Yaman. Jika AS bertindak melawan Iran, atau Houthi bertindak melawan produsen Arab lainnya, pasokan minyak global bisa menurun.

    Iran, anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), memproduksi sekitar 3,3 juta barel minyak mentah per hari pada tahun 2024, menurut EIA AS.

  • Harga Minyak RI (ICP) Februari 2025 Turun Jadi US$ 74,29/Barel

    Harga Minyak RI (ICP) Februari 2025 Turun Jadi US$ 74,29/Barel

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menetapkan rata-rata harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) pada bulan Februari 2025 sebesar US$ 74,29 per barel.

    Angka ICP Februari ini ditetapkan melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 90.K/MG.01/MEM/2025 tentang Harga Minyak Mentah Bulan Februari 2025 tanggal 11 Maret 2025.

    Bila dibandingkan dengan harga ICP pada bulan Januari 2025, harga ICP bulan Februari terhitung menurun dari bulan Januari. Hal itu terhitung turun sebesar US$ 2,52 per barel yang mana, ICP Januari 2025 sebesar US$ 76,81 per barel.

    Plt. Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Chrisnawan Anditya mengungkapkan, penurunan ICP selaras dengan penurunan harga minyak mentah utama di pasar internasional. Dia menilai, salah satu pengaruhnya adalah kekhawatiran pasar atas potensi penurunan permintaan minyak dunia akibat penetapan tarif Amerika Serikat (AS) untuk Kanada dan Meksiko.

    Selain itu, penurunan harga minyak mentah global juga didorong oleh meredanya risiko geopolitik akan adanya potensi berakhirnya perang antara Rusia dan Ukraina dan adanya indikasi potensi pengurangan sanksi terhadap Rusia, memicu kekhawatiran terjadinya oversupply.

    “Salah satu penyebab penurunan harga minyak mentah di pasar internasional, antara lain kekhawatiran pasar atas potensi penurunan permintaan minyak dunia akibat penetapan tarif AS untuk Kanada dan Meksiko yang direncanakan akan segera diberlakukan, serta potensi penetapan tarif impor AS untuk negara-negara Uni Eropa hingga 25%,” Ujar Chrisnawan dalam pernyataan resmi, Kamis (13/3/2025).

    Chrisnawan juga mengungkapkan bahwa pasca penetapan tarif oleh AS, Tiongkok turut menetapkan kebijakan tarif balasan untuk AS yang berlaku pada 10 Februari 2025 atas minyak mentah, kendaraan, dan mesin pertanian sebesar 10%, serta batu bara dan LNG sebesar 15%.

    Di sisi lain, International Energy Agency (IEA) dalam publikasi bulan Februari menyampaikan bahwa suplai negara non-OPEC mengalami peningkatan produksi hingga 200 ribu barel per hari, menjadi 14,31 juta barel.

    Sementara itu, untuk kawasan Asia Pasifik, penurunan harga minyak mentah, selain disebabkan oleh faktor-faktor tersebut, juga dipengaruhi kekhawatiran pasar atas kondisi perekonomian Tiongkok pascapublikasi Caixin Purchasing Manager Index Tiongkok sebesar 51 yang lebih rendah dari ekspektasi pasar.

    Juga terdapat unplanned shutdown pada Crude Distillation Unit di Kilang Kawasaki, Jepang dengan kapasitas 172,1 ribu barel per hari dan direncanakan akan dioperasikan kembali pada pertengahan Februari 2025.

    Simak perkembangan harga minyak mentah utama pada Februari 2025 dibandingkan Januari 2025 adalah sebagai berikut:

    Dated Brent turun sebesar US$ 4,08 per barel dari US$ 79,23 per barel menjadi US$ 75,16 per barel.
    WTI (Nymex) turun sebesar US$ 3,89 per barel dari US$ 75,10 per barel menjadi US$ 71,21 per barel.
    Brent (ICE) turun sebesar US$ 3,39 per barel dari US$ 78,35 per barel menjadi US$ 74,95 per barel.
    Basket OPEC turun sebesar US$ 2,56 per barel dari US$ 79,45 per barel menjadi US$ 76,89 per barel.
    Rata-rata ICP minyak mentah Indonesia turun sebesar US$ 2,52 per barel dari US$ 76,81 per barel menjadi US$ 74,29 per barel.

    (pgr/pgr)

  • Mengapa Arab Saudi Menjadi Pihak Penting dalam Perundingan Damai Ukraina? – Halaman all

    Mengapa Arab Saudi Menjadi Pihak Penting dalam Perundingan Damai Ukraina? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Upaya Ukraina untuk mengakhiri perang dengan Rusia semakin tidak menentu setelah perdebatan sengit antara Presiden Volodymyr Zelensky dan Presiden AS Donald Trump di Ruang Oval pada 28 Februari lalu.

    Kini, bukan lagi Amerika Serikat, melainkan Arab Saudi yang menjadi pihak penting dalam pembicaraan damai.

    Zelensky tiba di Jeddah pada Senin (10/3/2025) dan bertemu Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS), penguasa de facto Arab Saudi.

    Delegasi Ukraina dan AS dijadwalkan menggelar perundingan damai pada Selasa (11/3/2025).

    Saat berita ini ditulis, pembicaraan damai baru saja dimulai.

    Pembicaraan ini mempertemukan delegasi Ukraina yang mencakup Menteri Luar Negeri Ukraina Andriy Sybiha, Kepala Staf Zelensky Andriy Yermak, dan Menteri Pertahanan Rustem Umerov.

    Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio juga hadir di Jeddah.

    Selain bertemu mitra dari Ukraina, Departemen Luar Negeri AS menyatakan, Rubio juga dijadwalkan bertemu putra mahkota Saudi.

    Dalam pernyataannya sebelum kunjungan tersebut, Zelensky menegaskan, upaya diplomatik akan menjadi fokus utama, dengan mengatakan bahwa timnya terus berkomunikasi dengan pemerintahan Trump di berbagai tingkatan.

    “Topiknya jelas: perdamaian sesegera mungkin dan keamanan yang semaksimal mungkin,” ujar Zelensky.

    “Ukraina berkomitmen penuh pada pendekatan yang konstruktif.”

    Menurut analisis dari RFE/RL, pernyataan ini menunjukkan upaya mendamaikan setelah pertemuan di Ruang Oval, yang sebelumnya menempatkan diplomasi Ukraina dalam posisi sulit.

    Setelah pertemuan tersebut, pemerintahan Trump sempat menghukum Ukraina dengan menghentikan aliran informasi intelijen yang penting serta menangguhkan sementara bantuan militer AS.

    Namun, Trump kemudian menunjukkan sikap lebih optimistis terhadap prospek perundingan damai.

    “Saya pikir pada akhirnya, meskipun mungkin tidak dalam waktu dekat, kita akan melihat hasil yang cukup baik dari Arab Saudi minggu ini,” kata Trump kepada wartawan di Air Force One.

    Hubungan Dekat Arab Saudi dengan Trump

    Peran Arab Saudi dalam perundingan perdamaian mulai tampak sejak Februari, ketika pejabat diplomatik AS dan Rusia mengadakan putaran pertama perundingan untuk mengakhiri perang di Ukraina.

    Hasil dari perundingan itu adalah komitmen untuk sedikit melonggarkan hubungan antara Washington dan Moskow, termasuk kesepakatan awal untuk mulai memulihkan hubungan diplomatik.

    Namun, Ukraina tidak diundang dalam perundingan tersebut, menimbulkan kekhawatiran di Kyiv dan ibu kota Eropa bahwa AS dan Rusia mungkin merundingkan kesepakatan tanpa melibatkan Ukraina.

    Perdebatan sengit di Ruang Oval menunjukkan bahwa bernegosiasi dengan Trump bukan hanya persoalan diplomasi formal, tetapi juga bersifat sangat pribadi.

    Putra mahkota Saudi memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Trump.

    Salah satu contohnya adalah MBS menjadi pemimpin asing pertama yang dihubungi Trump setelah dilantik pada Januari lalu.

    Dalam komunikasi tersebut, MBS menyampaikan rencananya untuk menginvestasikan 600 miliar dolar AS di Amerika Serikat dalam empat tahun ke depan.

    Selain itu, Trump juga telah mengumumkan rencana kunjungannya ke Arab Saudi dalam beberapa minggu mendatang.

    Di sisi lain, MBS juga memiliki hubungan erat dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

    Selama beberapa tahun terakhir, Rusia dan Arab Saudi telah menjalin kemitraan strategis, khususnya dalam kesepakatan produksi minyak OPEC+.

    MBS bahkan pernah menjadi tamu kehormatan Putin, terutama saat diterima dalam pembukaan Piala Dunia 2018.

    Dengan latar belakang ini, peran Arab Saudi dalam perundingan damai Ukraina dapat dipahami sebagai langkah strategis yang cermat dari MBS.

    Sebagai negara dengan pengaruh diplomatik yang besar, Arab Saudi dapat menyediakan forum negosiasi yang lebih tertutup dari sorotan media internasional.

    Pada akhirnya, keterlibatan Arab Saudi dalam perundingan ini dapat semakin memperkuat posisi MBS sebagai salah satu pialang kekuasaan utama di dunia internasional.

    Meski resolusi akhir dari konflik Ukraina-Rusia masih belum terlihat, pertemuan ini menegaskan betapa pentingnya peran Arab Saudi dalam dinamika geopolitik global.

    Ukraina Siap Melakukan Segalanya Demi Perdamaian

    Mengutip The Telegraph, Ukraina siap melakukan apa pun demi perdamaian, ujar negosiator utama utusan Volodymyr Zelensky menjelang perundingan dengan AS di Arab Saudi.

    “Tidak ada yang lebih menginginkan perdamaian selain rakyat Ukraina,” kata Andriy Yermak, Kepala Staf Volodymyr Zelensky, kepada wartawan.

    “Ukraina siap untuk mencapai tujuan ini, karena itulah yang paling diinginkan rakyat Ukraina setelah lebih dari tiga tahun menghadapi invasi besar-besaran Rusia.”

    Serangan Drone Besar-Besaran di Rusia

    Sementara itu, beberapa jam sebelum perundingan damai ini, Ukraina melancarkan serangan pesawat nirawak terbesarnya terhadap Rusia pada Selasa (11/3/2025) dini hari.

    Sekitar 337 pesawat nirawak diluncurkan oleh Ukraina ke berbagai wilayah di Rusia, termasuk hampir 100 ke Moskow.

    Serangan tersebut, menewaskan sedikitnya dua pekerja dan melukai 18 orang lainnya di sebuah gudang daging di ibu kota, menurut pejabat setempat.

    Serangan berskala besar ini juga menyebabkan penutupan sementara empat bandara utama di Moskow.

    Ukraina tidak secara langsung mengonfirmasi serangan itu, meskipun Rusia mengeklaim bahwa serangan ini menunjukkan Ukraina mulai terdesak di medan perang.

    (Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

  • Harga Minyak Anjlok ke Level Terendah dalam 4 Tahun – Page 3

    Harga Minyak Dunia Melambung Usai Trump Ancam Rusia – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Harga minyak dunia naik pada perdagangan hari Jumat setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengancam akan memberikan sanksi baru kepada Rusia jika gagal mencapai kesepakatan gencatan senjata dengan Ukraina.

    Donald Trump menuliskan dalam sebuah posting di Truth Social bahwa ia sangat mempertimbangkan sanksi terhadap bank-bank Rusia dan tarif mahal terhadap produk-produk Rusia karena angkatan bersenjatanya terus melakukan serangan di Ukraina.

    Mengutip CNBC, Sabtu (8/3/2025), harga minyak mentah Brent naik USD 1,04 atau 1,5% menjadi USD 70,50 per barel. Harga minyak mentah West Texas Intermediate AS naik 68 sen atau 1,02% dan ditutup pada USD 67,04 per barel.

    Pada perdagangan awal, harga minyak Brent melonjak menjadi USD 71,40 sementara harga minyak WTI mencapai USD 68,22. Kenaikan harga minyak ini terjadi setelah Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak mengatakan kepada wartawan bahwa kelompok produsen OPEC+ akan melanjutkan kenaikannya pada bulan April tetapi kemudian dapat mempertimbangkan langkah-langkah lain, termasuk mengurangi produksi.

    “Jika Anda tidak menyukai harga minyak saat ini, tunggu sebentar,” kata analis senior Price Futures Group Phil Flynn.

    Sanksi Rusia

    Flynn mengatakan, kenaikan harga minyak yang dipicu oleh sentimen OPEC+ dan kemungkinan sanksi ke Rusia mengalahkan berita lainnya, termasuk penundaan pembicaraan gencatan senjata permanen antara Israel dan Hamas.

    “Saya pikir berita Rusia telah mengalahkan berita itu,” kata Flynn.

    “Semuanya Rusia, Rusia, Rusia.” tambah dia.

    “Kehati-hatian yang diungkapkan oleh Wakil Perdana Menteri Rusia Novak hanyalah cara lain untuk menegaskan kembali klausul persyaratan OPEC+ yang terkait dengan kondisi pasar. Kondisi ini akan menentukan apakah mereka akan mematuhi rencana untuk secara bertahap mengurangi pemotongan sukarela mereka,” kata analis Onyx Capital Group Harry Tchilinguirian.

    Harga minyak Brent yang menjadi patokan harga minyak dunia turun ke level terendah sejak Desember 2021 pada hari Rabu setelah persediaan minyak mentah AS meningkat dan OPEC+ mengumumkan keputusannya untuk meningkatkan kuota produksi.

    Kelompok tersebut mengatakan bermaksud untuk melanjutkan peningkatan produksi yang direncanakan pada April, dengan menambahkan 138.000 barel per hari ke pasar.

     

  • Harga Minyak Melambung Usai Potensi Pembatasan Ekspor dari Iran – Page 3

    Harga Minyak Menguat Tipis Imbas Ketidakpastian Tarif Trump hingga Kenaikan Produksi OPEC+ – Page 3

    Sebelumnya, harga minyak mengalami penurunan selama tiga sesi berturut-turut pada hari Rabu. Anjloknya harga minyak mentah dunia ini dipicu oleh kekhawatiran investor terhadap keputusan OPEC+ untuk meningkatkan produksi mulai April, serta ketegangan perdagangan yang meningkat akibat tarif yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump terhadap Kanada, China, dan Meksiko.

    Dikutip dari CNBC, Kamis (6/3/2025), berikut data terbaru harga minyak Brent dan WTI:

    -Minyak Brent turun USD 1,80 atau 2,53% menjadi USD 69,24 per barel.

    -Minyak WTI (West Texas Intermediate) turun USD 2,05 atau 3% menjadi USD 66,21 per barel.

    Harga minyak sempat mencapai titik terendah dalam beberapa tahun sebelum akhirnya sedikit pulih:

    -Brent turun hingga USD 68,33, level terendah sejak Desember 2021.

    -Minyak mentah AS turun ke USD 65,22, level terendah sejak Mei 2023.

    Pernyataan Pejabat AS Memberikan Harapan Pasar

    Harga minyak sedikit pulih setelah Kepala Departemen Perdagangan AS, Howard Lutnick, mengatakan di Bloomberg TV bahwa Trump akan membuat keputusan akhir terkait kemungkinan pemberian keringanan tarif bagi industri tertentu.

    Menurut sumber terpercaya, tarif 25% terhadap Kanada dan Meksiko akan tetap berlaku, namun ada pertimbangan untuk menghapus tarif 10% pada impor energi Kanada, seperti minyak mentah dan bensin, selama memenuhi aturan asal dalam Perjanjian AS-Meksiko-Kanada (USMCA).