Organisasi: OECD

  • Tim peneliti usul pembentukan lembaga pengawas tata kelola kelistrikan

    Tim peneliti usul pembentukan lembaga pengawas tata kelola kelistrikan

    Mengusulkan kepada Presiden Prabowo Subianto agar membentuk lembaga independen yang mengawasi tata kelola kelistrikan nasional sesuai dengan standar OECD.

    Jakarta (ANTARA) – Tim peneliti kajian aksesi Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) mengusulkan kepada Presiden Prabowo Subianto agar membentuk lembaga independen yang mengawasi tata kelola kelistrikan nasional sesuai dengan standar OECD.

    Kepala Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Sarjiya menjelaskan, lembaga independen tersebut akan berfungsi sebagai pengawas dan penghubung antarkementerian/lembaga (K/L) dalam proses penyesuaian standar kelistrikan OECD.

    Usulan itu disampaikan dalam media briefing di Jakarta, Jumat, sebagai bagian dari strategi percepatan proses aksesi Indonesia menjadi anggota OECD.

    “Lembaga ini nanti di bawah siapa pun ya, ini kan mesti harus bertanggung jawab kepada Presiden dan kemudian memiliki independensi yang kemudian bisa menyampaikan isu-isu permasalahan. Dan dari sisi teknis, ekonomi, kemudian juga legal yang kemudian bisa harapannya menjadi media untuk menjawab poin-poin nanti di dalam penguatan (sektor kelistrikan),” ujarnya.

    Melalui hasil studi ‘Penguatan Tata Kelola Sektor Ketenagalistrikan’ itu, Sarjiya memaparkan bahwa lembaga independen tidak akan menggantikan peran K/L atau PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), melainkan melengkapi fungsi pemerintah dan operator. Struktur keanggotaannya dirancang berbasis meritokrasi dengan melibatkan akademisi, pelaku usaha di bidang kelistrikan, hingga perwakilan pemerintah.

    Sebagai perbandingan, model serupa telah diterapkan di negara anggota OECD, seperti Spanyol dan Korea Selatan, serta di Thailand yang juga sedang dalam proses aksesi.

    “Misalnya di Thailand, mereka anggotanya tadi ada akademisi, ada perwakilan bisnis, ada dari pemerintah, dan kemudian memang itu diarahkan bisa menunjukkan independensinya,” ujarnya pula.

    Senada, Ketua Umum Purnomo Yusgiantoro Center Filda C Yusgiantoro mengatakan, pembentukan lembaga itu menjadi langkah strategis untuk memperkuat tata kelola kelistrikan dalam proses aksesi OECD.

    “Di Asia Tenggara itu belum ada negara-negara yang masuk OECD, jadi ini salah satu daya saing Indonesia untuk masuk OECD dalam hal untuk menguatkan kembali tata kelola ketenagalistrikan,” katanya lagi.

    Adapun Indonesia resmi menjadi kandidat aksesi OECD, setelah menerima peta jalan aksesi pada 2 Mei 2024 di Paris. Proses aksesi ditargetkan rampung dalam tiga hingga empat tahun ke depan.

    OECD sebagai organisasi yang beranggotakan negara-negara maju menekankan pentingnya tata kelola publik yang transparan, kompetitif, dan berbasis aturan. Sektor ketenagalistrikan menjadi salah satu fokus utama untuk mendorong target transisi energi dan pembangunan ekonomi hijau Indonesia.

    Pewarta: Bayu Saputra
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Investasi Asing Mengalir ke RI Tembus Rp 212,2 Triliun

    Investasi Asing Mengalir ke RI Tembus Rp 212,2 Triliun

    Jakarta

    Realisasi investasi RI pada kuartal III tahun 2025 mencapai Rp 491,4 triliun. Dari jumlah tersebut, Penanaman Modal Asing (PMA) berkontribusi sebesar Rp 212,2 triliun atau 43,1%.

    Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Perkasa Roeslani mengatakan, jumlahnya memang lebih rendah dibandingkan dengan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang mencapai Rp 279,4 triliun atau sebesar 56,9%.

    “PMA-nya Rp 212 triliun dan memang kita lihat di tengah tantangan yang masih berlangsung, geopolitik, ekonomi, tetapi kalau kita lihat tren ke depannya telah direvisi meningkat dari World Bank atau OECD dan kita harapkan akan terus meningkat,” kata Rosan dalam acara Konferensi Pers Capaian Realisasi Investasi Triwulan III Tahun 2025 di Kantor Kementerian Investasi, Jakarta, Jumat (17/10/2025).

    Rosan mengatakan, posisi negara investor terbesar masih diduduki oleh Singapura dengan kontribusi sebesar US$ 3,8 miliar atau sebesar 28,8%. Singapura telah menempati posisi tertinggi sejak 10 tahun terakhir.

    “Kalau kita lihat kontribusi negara tidak berubah banyak cukup konstan, Singapura masih menjadi kontributor. Secara pencatatan investasi masuk lewat Singapura, 10 tahun terakhir Singapura menjadi negara no 1 yang masuk ke Indonesia,” ujarnya.

    Kemudian di posisi kedua, ada Hong Kong dengan kontribusi sebesar US$ 2,7 miliar atau 20,3% dari PMA. Di posisi ketiga ada China, yang pada kuartal III 2025 berinvestasi sebesar US$ 1,9 triliun atau 14,1%.

    “Tapi kalau kita combine 2 ini (investasi Hong Kong dan China), angkanya menjadi US$ 4,6 miliar, lebih besar dari Singapura,” ujar dia.

    Selanjutnya di posisi keempat negara investor terbesar RI pada kuartal III 2025, ada Malaysia dengan kontribusi sebesar US$ 1 miliar atau 7,4% dari PMA. Kelima, ada Amerika Serikat (AS) berkontribusi sebesar 5,8% atau US$ 0,8 miliar.

    (kil/kil)

  • Realisasi Investasi RI Kuartal III Tembus Rp 491,4 Triliun

    Realisasi Investasi RI Kuartal III Tembus Rp 491,4 Triliun

    Jakarta

    Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) melaporkan realisasi investasi melaporkan realisasi investasi kuartal II 2025 mencapai Rp 491,4 triliun. Angka ini meningkat secara tahunan (year-on-year/YoY) 13,9% yang sebesar Rp 431,5 triliun.

    Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani mengatakan, pencapaian ini memenuhi target sebesar 25,8% dari target investasi keseluruhan sebesar Rp 1.905,6 triliun.

    “Alhamdulillah pada triwulan III ini pencapaian investasi kami Rp 491,4 triliun atau kita bandingkan YoY 13,9% dari Rp 431,5 triliun pada tahun sebelumnya,” kata Rosan dalam acara Konferensi Pers Capaian Realisasi Investasi Triwulan III Tahun 2025 di Kantor Kementerian Investasi, Jakarta, Jumat (17/10/2025).

    Angka ini naik dari capaian triwulan I 2025 yang sebesar Rp 465,2 triliun dan capaian triwulan II 2025 sebesar Rp 477,7 triliun. Dengan demikian, sepanjang tahun atau periode Januari s.d September 2025 realisasi investasi mencapai Rp 1.434,3 triliun.

    “Yang paling penting buat kami penyerapan tenaga kerja yang dilaporkan dan kita verifikasi 696.478 orang peneyrapan dari hasil investasi triwulan III ini,” ujarnya.

    Sementara itu, berdasarkan sumbernya, realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) kuartal III 2025 mencapai Rp 212, triliun atau berkontribusi 43,1% pada realisasi investasi keseluruhan. Sedangkan penanaman modal dalam negeri (PMDN) mendominasi dengan kontribusi 56,9% atau Rp 279,4 triliun.

    “Memang kita lihat di tengah tantangan yang masih berlangsung, geopolitik, ekonomi, tetapi kalau kita lihat tren ke depannya telah direvisi meningkat dari World Bank atau OECD dan kita harapkan akan terus meningkat,” kata dia.

    Secara penyebarannya, investasi dari luar jawa masih lebih mendominasi dengan kontribusi sebesar 54,1% atau Rp 265,8 triliun. Sedangkan dari dalam Pulau Jawa sendiri, kontribusinya sebesar 45,9% atau Rp 225,6 triliun.

    Meski demikian, kontribusi tertinggi dari kontribusi PMA dan PMDN masih diduduki oleh Jawa Barat, menyusul DKI Jakarta di posisi kedua dalam hal PMDN. Sedangkan di PMA, posisi kedua ditempati oleh Sulawesi Tengah.

    “Kalau kita lihat kontribusi luar Jawa ada di Sulawesi Tengah dari segi hilirisasi mineral,” ujarnya.

    (shc/kil)

  • Prancis Krisis Fiskal, Bisakah Reformasi ala Italia Jadi Solusi?

    Prancis Krisis Fiskal, Bisakah Reformasi ala Italia Jadi Solusi?

    Jakarta

    Krisis politik di Prancis masih terus berlanjut. Perdana Menteri Sebastien Lecornu mengundurkan diri setelah hanya 27 hari menjabat. Hal ini membuat Prancis akan memiliki perdana menteri kedelapan dalam lima tahun terakhir.

    Presiden Emmanuel Macron diperkirakan akan segera menunjuk perdana menteri baru. Upaya ini bisa mencegah diadakannya pemilihan umum. Namun, ketidakstabilan politik Prancis tetap berdampak besar pada ekonomi negara.

    Seperti yang terjadi pada 2024, anggaran untuk 2026 mungkin tidak akan disetujui tepat waktu. Tahun lalu, karena situasi politik yang kacau, Prancis harus menggunakan anggaran lama sampai anggaran baru disetujui pada Februari.

    Meskipun langkah sementara ini mencegah pemerintah berhenti beroperasi seperti yang pernah terjadi di Amerika Serikat, masalah ekonomi jangka Panjang, seperti utang dan kondisi keuangan negara, tetap belum terselesaikan.

    Prancis dalam prahara utang

    Setelah pengunduran diri perdana menteri terbaru, lembaga pemeringkat memberikan peringatan baru mengenai masalah fiskal Prancis. Fitch, yang menurunkan peringkat Prancis menjadi A tunggal bulan lalu, mengatakan bahwa situasi politik membuat penyelesaian masalah fiskal negara itu tampak tidak mungkin.

    Sementara itu, S&P Global menekankan perlunya Prancis menerapkan anggaran yang memungkinkannya mematuhi kewajiban traktat Uni Eropa (UE), karena Prancis telah lama melanggar aturan pinjaman dan utang yang ketat dari Pakta Stabilitas dan Pertumbuhan UE.

    Sejak Mei 2017, selama masa jabatan Macron, pengeluaran publik meningkat signifikan, sementara ia juga memberlakukan pemotongan pajak besar. Akibatnya, utang nasional meningkat lebih dari €1 triliun (sekitar Rp19,173 kuadriliun), meskipun pertumbuhan PDB juga meningkat 30% selama periode tersebut.

    Prancis tidak pernah menyeimbangkan anggarannya selama beberapa dekade dan biasanya lebih boros dibandingkan negara OECD lain. Namun, krisis baru-baru ini, seperti pandemi COVID-19, perang Rusia di Ukraina, dan lonjakan harga energi, telah mendorong pengeluaran meningkat dan memperlebar defisit anggaran.

    Defisit, yang sebesar 3,4% saat Macron menjabat, kini mencapai 5,8% dan terus meningkat. Ketidakstabilan politik yang muncul setelah Macron mengadakan pemilihan mendadak pada musim panas 2024 untuk mencegah partai kanan sayap ekstrem National Rally (RN), membuat penyelesaian masalah fiskal semakin sulit.

    Pemilihan tersebut menghasilkan parlemen yang lebih terpecah, tanpa blok politik yang memiliki mayoritas absolut, sehingga ketidakstabilan semakin kuat.

    Alexandra Roulet, ekonom dari INSEAD Business School, mengatakan bahwa pengeluaran selama krisis baru-baru ini, dikombinasikan dengan pemotongan pajak, adalah alasan utama lonjakan utang.

    “Kebijakan ini terbukti mengecewakan dalam hal efeknya terhadap anggaran Prancis,” katanya kepada DW. “Harapannya adalah mendorong investasi dan meningkatkan ekonomi sedemikian rupa sehingga pendapatan fiskal meningkat meskipun tarif pajak turun, tetapi kita belum melihat hal ini terjadi.”

    “Pekerjaan Italia”

    Jika situasi politik Prancis akhirnya stabil, beberapa ahli melihat Italia sebagai model yang bisa diikuti untuk menata kembali keuangan fiskal.

    Meskipun negara tetangganya masih memiliki rasio utang terhadap PDB lebih tinggi daripada Prancis, yaitu 138%, Melanie Debono, ekonom senior Eropa di Pantheon Macroeconomics, mengatakan situasi fiskal Italia “telah membaik secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir,” menyoroti bahwa defisit anggarannya turun menjadi 3,4%, mendekati tingkat 3% yang ditetapkan UE.

    Perdana Menteri Italia, Giorgia Meloni, baru-baru ini mengumumkan bahwa ia memperkirakan defisit Italia akan turun menjadi 3% dari PDB tahun ini, memungkinkan Roma keluar dari program UE untuk negara dengan defisit berlebih lebih cepat dari perkiraan.

    Berbicara dengan DW, Debono mengatakan pemerintah Meloni telah “hati-hati,” memangkas bonus konstruksi dan berupaya mengumpulkan pajak yang belum dibayar, sambil tetap berhasil memangkas pajak penghasilan dan pajak bisnis.

    Ia melihat kemiripan antara situasi fiskal Italia dan Prancis “dalam hal keduanya menderita tantangan struktural terkait pengeluaran tinggi yang kronis dan meningkat, serta sisi pasokan yang lemah dalam ekonomi yang kesulitan menghasilkan cukup pendapatan untuk menutupi pengeluaran yang dijanjikan.”

    Namun, sementara situasi Italia membaik, situasi Prancis justru memburuk. “Defisit Prancis semakin melebar karena pengeluaran terus meningkat dan lemahnya pendapatan pajak,” katanya.

    Dalam hal pelajaran langsung dari Italia, ia menilai sistem politik yang berbeda membuat perbandingan menjadi sulit.

    “Tidak jelas bagi kami bahwa stabilitas relatif di Italia dapat dijadikan panduan bagi apa yang seharusnya dilakukan Prancis,” kata Debono. “Prancis tidak dibantu oleh sistem Republik Kelima, di mana presiden dan parlemen mudah bentrok ketika yang terakhir tidak memiliki mayoritas untuk mendukung kebijakan presiden.”

    Namun, ia mencatat bagaimana Italia telah menangani pensiun sejak krisis utang negara pada awal 2010-an, menaikkan usia pensiun tiga bulan setiap dua tahun, kecuali pada tahun-tahun tertentu ketika kenaikan dibekukan.

    Prancis bisa mengikuti contoh ini, kata Debono, tetapi menekankan bahwa Paris membutuhkan lebih dari sekadar reformasi pensiun untuk mendekati target 3% UE.

    “Prancis membutuhkan pemotongan pengeluaran yang radikal dan/atau peningkatan pajak.”

    Italia sebagai model reformasi?

    Selama bertahun-tahun setelah krisis utang zona euro, Italia dianggap sebagai “anak bermasalah” yang berpotensi memicu bencana keuangan berikutnya di Eropa. Pada 2018 dan 2019, kombinasi stabilitas politik yang terus-menerus goyah dan tingkat utang yang membingungkan merupakan kombinasi berbahaya yang kini akrab di telinga orang Prancis.

    Pada saat itu, kekuatan politik ekstrem, seperti Gerakan Bintang Lima (M5S) dan Lega, terang-terangan bermain dengan ide untuk menarik Italia keluar dari zona euro atau UE secara keseluruhan.

    Akhirnya, Meloni dan partainya, Brothers of Italy, memantapkan kekuasaan dan telah berkuasa sejak Oktober 2022. Pemerintahan Meloni dipuji karena disiplin fiskalnya, mengejutkan banyak pihak dengan bagaimana mereka membalikkan citra Italia dalam pengelolaan keuangan.

    Prancis juga telah menghadapi kekuatan besar dari pihak kanan yang mencoba berkuasa selama bertahun-tahun. Namun, Debono mengatakan jika National Rally akhirnya berkuasa, tidak ada jaminan bahwa mereka akan menerapkan disiplin fiskal.

    “RN memang pengurang pajak/pengeluaran sesuai program mereka, tetapi kemungkinan besar mereka hanya akan memotong pajak dan akan sangat sulit memotong pengeluaran,” katanya.

    Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Rahka Susanto

    Editor: Yuniman Farid

    (ita/ita)

  • Di Sidang OECD, MenPAN-RB sampaikan Komitmen Perkuat Pemerintahan Terbuka

    Di Sidang OECD, MenPAN-RB sampaikan Komitmen Perkuat Pemerintahan Terbuka

    Jakarta

    Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Rini Widyantini menegaskan komitmen Indonesia memperkuat pemerintahan terbuka sebagai upaya mendekatkan rakyat dengan pemerintah. Penerapan teknologi digital dinilai menjadi jembatan untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.

    “Tujuannya sangat manusiawi, memastikan bahwa akses ke kesehatan, pendidikan, perizinan, dan perlindungan sosial adalah hak yang setara, bukan hak istimewa, bagi setiap warga negara,” ujar Rini dalam keterangan tertulis, Jumat (10/10/2025)..

    Hal itu disampaikan Rini dalam pidato penutupnya pada pertemuan Kelompok Kerja Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) tentang Pemerintahan Terbuka di Vitoria-Gasteiz, Spanyol, Senin (6/10). Ia berbicara di hadapan Deputy Secretary-General OECD Mary Beth Goodman beserta jajaran terkait.

    Rini menjelaskan pemerintahan terbuka bukan sekadar reformasi teknis prosedur dan regulasi, melainkan agenda yang sangat manusiawi.

    “Hal ini terwujud dalam martabat seorang ibu yang menerima bantuan sosial tanpa hambatan birokrasi, keadilan yang dirasakan seorang petani saat melihat penggunaan dana desa, keadilan bagi warga penyandang disabilitas yang mengakses dokumen pemerintah secara daring, dan kepercayaan yang terbangun ketika warga tahu bahwa suara mereka benar-benar didengar dan ditindaklanjuti,” ujarnya.

    Sebagai negara aksesi OECD, Indonesia berkomitmen menyelaraskan tata kelola pemerintahan dengan standar global. Rini menilai pertemuan Index of Digital Trade Integration and Openness (INDIGO) OECD 2025 di Jakarta, menegaskan pentingnya integrasi antara transformasi digital, inovasi, dan pemerintahan terbuka adalah jalur terintegrasi menuju kepercayaan dan demokrasi yang lebih kuat.

    Rini menambahkan, teknologi kini memainkan peran besar dalam transformasi tata kelola pemerintahan. Oleh karena itu, digitalisasi dan pemanfaatan teknologi dalam pemerintahan menjadi bagian dari upaya reformasi.

    “Kami saat ini sedang membangun infrastruktur publik digital Indonesia yang mencakup identitas digital, pertukaran data, dan sistem pembayaran digital untuk mewujudkan pemerintahan yang lebih terintegrasi, transparan, dan efisien,” imbuhnya.

    “Kami sangat menantikan pertukaran praktik terbaik yang berkelanjutan, memperkuat ruang publik, dan memastikan janji pemerintahan terbuka terwujud di setiap negara,” jelasnya.

    (prf/ega)

  • Ketua BPK tegaskan kesiapan masuki pemanfaatan AI

    Ketua BPK tegaskan kesiapan masuki pemanfaatan AI

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Isma Yatun menegaskan bahwa pihaknya siap memasuki tahap pemanfaatan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) untuk meningkatkan efektivitas audit, transparansi, dan akuntabilitas publik.

    “Transformasi digital bukan sekadar adopsi teknologi, melainkan perubahan budaya dan cara pandang, yang menempatkan data sebagai aset strategis untuk memperkuat akuntabilitas publik,” ucapnya saat menjadi pembicara utama seminar internasional bertema “The Role and Challenges of Public Audits in Responding to Future Risks” di Seoul, Republik Korea, Selasa (30/9/2025), sebagaimana dikutip dari keterangan resminya di Jakarta, Senin.

    Pada kesempatan itu, Isma menekankan pentingnya transformasi digital bagi lembaga pemeriksa keuangan.

    Melalui strategi digital by default, lanjutnya, BPK berfokus pada pengembangan budaya digital, pemanfaatan teknologi, penyempurnaan proses, serta pengelolaan data sebagai aset strategis.

    “Sebagaimana filosofi Korea hongik ingan atau to broadly benefit humanity, SAI (supreme audit institution) perlu memastikan bahwa inovasi melayani kepentingan publik, adanya teknologi untuk memberdayakan dan bukan memecah-belah, serta data digunakan untuk memperkuat penilaian dan bukan menggantikan penilaian manusia,” ujar Isma.

    Pembicara utama lainnya dalam seminar tersebut berasal dari berbagai lembaga internasional, antara lain Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), US Council of the Inspectors General on Integrity and Efficiency (CIGIE), serta INTOSAI Development Initiative (IDI), yang membahas berbagai tantangan dan strategi institusi masing-masing dalam menghadapi risiko masa depan.

    Kehadiran para pemimpin lembaga pemeriksaan global dinilai semakin menegaskan peran aktif BPK dalam forum internasional.

    Sebelum seminar, Ketua BPK melaksanakan courtesy meeting dengan Ketua BAI Korea untuk membahas penguatan kerja sama bilateral dan kolaborasi dalam International Organization of Supreme Audit Institutions (INTOSAI), SAI20, dan MIKTA SAIs (Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, dan Australia Supreme Audit Institutions).

    Selain itu, delegasi teknis BPK juga telah melaksanakan diskusi bilateral dengan tim Board of Audit and Inspection (BAI) Korea tentang metodologi penyusunan rencana strategis dan berbagi praktik baik dalam penguatan kelembagaan.

    “Kunjungan BPK semakin mempererat hubungan antara BPK dan BAI Korea, sekaligus memperkuat kolaborasi antar SAI dan lembaga lainnya dalam menjawab tantangan tata kelola keuangan publik di masa depan,” kata Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Internasional BPK Teguh Widodo.

    Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Terungkap, Fakta Menyedihkan Penyebab Kematian Pemuda di RI-Korsel

    Terungkap, Fakta Menyedihkan Penyebab Kematian Pemuda di RI-Korsel

    Jakarta, CNBC Indonesia – Fenomena penyebab kematian di Indonesia dan Korea Selatan (Korserl) menunjukkan potret yang kontras, namun sama-sama menyimpan keprihatinan serius. Jika di Indonesia penyebab utamanya banyak dipicu oleh faktor perilaku sesaat seperti kecelakaan lalu lintas, di Korea Selatan justru angka bunuh diri kian mencuat hingga melampaui kanker pada kelompok usia produktif.

    Melansir The Korea Herald, Korea Selatan kini menghadapi krisis bunuh diri yang semakin dalam. Data pemerintah menunjukkan tindakan menyakiti diri sendiri secara sengaja telah melampaui kanker sebagai penyebab kematian utama di kalangan usia 40-an, untuk pertama kalinya sejak pencatatan dimulai pada 1983.

    Badan Pusat Statistik Korea mencatat 14.872 orang meninggal karena bunuh diri pada 2024, naik 6,4% dari tahun sebelumnya dan menjadi angka tertinggi dalam 13 tahun terakhir. Tingkat bunuh diri nasional mencapai 29,1 kematian per 100.000 orang, atau hampir tiga kali lipat rata-rata OECD sebesar 10,8.

    “Bunuh diri menyumbang 26 persen kematian tahun lalu, melampaui kanker yang mencapai 24,5%. Adapun di tahun 2023, kanker masih sedikit lebih tinggi dari bunuh diri di kelompok usia ini,” ungkap data resmi yang dipaparkan The Korea Herald, dikutip Sabtu (4/10/2025).

    Bahkan pada remaja, angka bunuh diri menyumbang 48,2% dari seluruh kematian tahun lalu, naik dari 46,1% di 2023. Untuk usia 30-an, proporsinya mencapai 44,4% dari sebelumnya 40,2%. Para ahli menilai kombinasi masalah kesehatan mental dan tekanan ekonomi menjadi pemicu utama.

    Di Indonesia: Kecelakaan Jadi Ancaman

    Sementara itu, di Indonesia, pola penyebab kematian pada generasi muda memperlihatkan tantangan berbeda. Data Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) yang diolah BPS menunjukkan, pada kelompok usia 15-24 tahun, faktor perilaku sesaat masih dominan: keputusan impulsif, tindakan berisiko, hingga kelalaian di jalan raya.

    Kecelakaan transportasi menjadi penyebab utama kematian usia muda, bahkan naik dari 31,20% (2010) menjadi 32,26% (2020). Hal ini menggambarkan tingginya kerentanan anak muda di jalan raya seiring meningkatnya mobilitas.

    Di sisi lain, penyakit infeksi pernapasan dan TBC pada perempuan cenderung menurun dari 13,11% menjadi 11,31%. Meski turun, penyakit menular masih menjadi ancaman serius.

    Penyebab lain juga patut diperhatikan: cedera tidak disengaja stabil di kisaran 10,5%, penyakit jantung naik dari 7,99% ke 8,73%, penyakit pencernaan sekitar 7,5%, serta tumor yang sedikit meningkat dari 5,48% ke 6,18%.

    Menariknya, kematian akibat melukai diri sendiri dan kekerasan interpersonal masih di kisaran 5,13%, menandakan isu kesehatan mental juga hadir, meski belum separah Korea Selatan. Pandemi Covid-19 turut tercatat dengan kontribusi 0,95% pada 2020.

    Jika Korea Selatan bergulat dengan angka bunuh diri yang melonjak, Indonesia berhadapan dengan risiko perilaku impulsif di jalan raya serta mulai terlihat dampak penyakit gaya hidup. Keduanya menegaskan bahwa kesehatan masyarakat bukan hanya soal medis, tetapi juga erat kaitannya dengan faktor sosial, ekonomi, hingga budaya.

    Oleh karena itu, pemerintah, sekolah, dan keluarga dituntut membangun ekosistem perlindungan generasi muda, mulai dari keselamatan transportasi hingga kesadaran gaya hidup sehat.

    (dce)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Tiba-tiba Luhut Minta Prabowo Tetap Optimistis Soal Ekonomi RI

    Tiba-tiba Luhut Minta Prabowo Tetap Optimistis Soal Ekonomi RI

    Jakarta, CNBC Indonesia – Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menanggapi proyeksi terbaru Asian Development Bank (ADB) yang memangkas pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini dari 5% menjadi 4,9%. Menurutnya, pemerintah tak perlu pesimis menghadapi revisi proyeksi tersebut.

    “Ya silahkan saja. Tapi kalau saya lihatnya ini kan dunia ini memang bergerak banyak ya. Jadi kita juga jangan terlalu pesimis melihat itu,” kata Luhut saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Jumat (3/10/2025).

    Ia menilai, dampak dari berbagai program pemerintah, termasuk Makan Bergizi Gratis (MBG), belum sepenuhnya terlihat saat ini. Namun, Luhut optimis hasilnya akan segera tercermin dalam pertumbuhan ekonomi.

    “Menurut saya, ini semua kan buah daripada makan bergizi ini kan belum kelihatan. Tapi akan segera kelihatan. Dan dana (Rp200 triliun ke perbankan) yang diberikan oleh Pak Menteri Keuangan itu kan juga belum semua mengalir,” ujarnya.

    Luhut menekankan, kondisi ini justru menjadi peluang besar atau golden opportunity bagi investasi, khususnya di sektor-sektor yang memiliki pasar jelas.

    “Kalau saya pribadi Anda tanya, saya pribadi. Jadi ini adalah golden opportunity untuk orang investasi di Indonesia kepada investasi-investasi yang captive. Misalnya listrik, makanan tadi seperti makan bergizi. Uang di bank kan banyak. Jadi peminjaman dari perbankan akan jadi mudah. Tentu tanpa menghilangkan masalah kehati-hatian,” jelasnya.

    Menurut Luhut, optimisme harus terus dijaga. Ia bahkan telah menyampaikan pandangan ini langsung kepada Presiden Prabowo Subianto.

    “Jadi kita sekalian harus optimis melihat itu. Bahwa saya melihat justru, saya lapor ke Presiden, Pak ini kita harus lihat dari sisi positif. Golden opportunity buat kita, buat bangsa Indonesia atau investor-investor muda Indonesia untuk investasi. Rp200 triliun sekarang digelontorkan di perbankan. Itu kan sangat bagus jalan di bawah,” ungkap dia.

    Saat ditanya soal proyeksi pertumbuhan ekonomi dari DEN, Luhut mengaku lembaga yang dipimpinnya masih melakukan kajian. “Kita belum, tapi kita akan segerakan,” katanya.

    Sebelumnya, ADB memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 menjadi 4,9% dari sebelumnya 5% dalam laporan Asian Development Outlook edisi September. Untuk 2026, proyeksi juga turun dari 5,1% menjadi 5%.

    Pemangkasan ini sejalan dengan tren di kawasan Asia Tenggara yang juga dipangkas dari 4,7% menjadi 4,3%. ADB menilai, tingginya tarif impor Amerika Serikat serta meningkatnya ketidakpastian perdagangan global menjadi faktor utama perlambatan.

    Kepala Ekonom ADB Albert Park menjelaskan, risiko lain juga datang dari ketegangan geopolitik, ketidakpastian pasar properti China, serta potensi gejolak pasar keuangan.

    “Tarif Amerika Serikat berada pada tingkat yang tinggi secara historis dan ketidakpastian perdagangan global masih sangat tinggi,” ujarnya.

    Meski demikian, proyeksi ADB berbeda dengan OECD yang justru menaikkan perkiraan pertumbuhan Indonesia. Dalam laporan terbarunya, OECD memperkirakan ekonomi RI bisa tumbuh 4,9% pada 2025 dan 2026. Proyeksi itu lebih tinggi 0,2 poin persentase dibanding laporan Juni 2025, dan untuk 2026 lebih tinggi 0,1 poin persentase.

    Alasan utama OECD, lantaran melihat laju pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih kencang dari perkiraan semula ialah tren suku bunga acuan yang semakin rendah, berpotensi turut mendorong laju aliran investasi di dalam negeri.

    “Pelonggaran kebijakan moneter dan investasi publik yang kuat diharapkan dapat mendukung perekonomian Indonesia, dengan pertumbuhan tahunan sebesar 4,9% yang diproyeksikan untuk tahun 2025 dan 2026,” dikutip dari laporan terbaru OECD itu, Rabu (24/9/2025).

    (haa/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Luhut nilai pemangkasan proyeksi ADB jadi kesempatan emas bagi RI

    Luhut nilai pemangkasan proyeksi ADB jadi kesempatan emas bagi RI

    Ya silakan saja (ADB pangkas proyeksi). Tapi kalau saya lihatnya ini kan dunia ini memang bergerak banyak ya. Jadi kita juga jangan terlalu pesimis melihat itu.

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menilai pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh Bank Pembangunan Asia (ADB) dari 5 persen menjadi 4,9 persen justru harus dilihat sebagai kesempatan emas (golden opportunity).

    “Ya silakan saja (ADB pangkas proyeksi). Tapi kalau saya lihatnya ini kan dunia ini memang bergerak banyak ya. Jadi kita juga jangan terlalu pesimis melihat itu. Menurut saya, ini semua kan buah daripada makan bergizi ini (Makan Bergizi Gratis/MBG) kan belum kelihatan. Tapi akan segera kelihatan,” kata Luhut dalam konferensi pers di kantornya, di Jakarta, Jumat.

    Luhut menekankan, saat ini Indonesia sedang berada pada momentum penting karena beberapa program pemerintah, termasuk program MBG, mulai berjalan dan memberi dampak terhadap perputaran ekonomi masyarakat.

    Selain itu, dana pemerintah sebesar Rp200 triliun yang ditempatkan ke bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) diyakini bisa memperlancar pembiayaan kredit, sehingga menggerakkan ekonomi di tingkat bawah.

    Menurut Luhut, kondisi global yang penuh ketidakpastian justru membuka ruang lebih besar bagi investor untuk menanamkan modal di Indonesia.

    Dengan dukungan likuiditas perbankan dan arah kebijakan pemerintah yang menjaga keberlanjutan pertumbuhan, ia optimistis prospek ekonomi Indonesia akan tetap positif.

    “Dana yang diberikan oleh Pak Menteri Keuangan (Purbaya Yudhi Sadewa) itu kan juga belum semua mengalir. Kalau saya pribadi, ini adalah golden opportunity untuk orang investasi di Indonesia ke investasi-investasi yang captive. Misalnya (sektor) listrik, makanan tadi seperti (Makan Bergizi Gratis) gizi,” ujarnya lagi.

    Selain ADB yang memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia, Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) justru menaikkan proyeksi pertumbuhan Indonesia dari 4,7 persen menjadi 4,9 persen.

    “Kita harus lihat dari sisi positif, golden opportunity buat kita, buat bangsa Indonesia atau investor-investor muda Indonesia untuk investasi. (Dana) Rp200 triliun sekarang diturunkan di perbankan, itu kan sangat bagus untuk masyarakat,” katanya pula.

    Pewarta: Bayu Saputra
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Revisi UU 1987 Wujudkan KADIN Jadi Pejuang Keadilan Ekonomi Bangsa

    Revisi UU 1987 Wujudkan KADIN Jadi Pejuang Keadilan Ekonomi Bangsa

    UU Nomor 1 Tahun 1987 tentang KADIN sangat mendesak untuk direvisi menyeluruh agar sesuai dengan konteks pembangunan ekonomi yang sudah berubah drastis selama tiga dekade terakhir. Perubahan-Perubahan seperti percepatan transformasi digital, munculnya ekonomi inovasi, dan kompleksitas hubungan perdagangan global menuntut penataan kelembagaan KADIN yang mampu secara efektif menjawab kebutuhan zaman, sekaligus menjadi mitra strategis pemerintah.

    Hal ini sejalan dengan rekomendasi lembaga internasional sekaliber OECD (2025) dan laporan e-Conomy SEA (2024) yang menegaskan perlunya lembaga pengusaha adaptif menghadapi era digital ekonomi bernilai sangat besar. Revisi ini sangat bermanfaat bagi masyarakat, karena akan membuka peluang baru untuk pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, meningkatkan akses pasar dan teknologi, serta memperkuat daya saing pelaku usaha.

    Sebagai satu-satunya organisasi pengusaha yang secara hukum diakui, KADIN harus bertransformasi menjadi pusat penggerak pembangunan ekonomi nasional berkeadilan, inklusif, dan berkelanjutan. Saat ini, UU KADIN membatasi kontribusi strategisnya hingga hanya sebagai pelengkap konsultatif tanpa kewenangan kuat yang nyata dalam pengambilan kebijakan sehingga tidak mampu menjalankan fungsi representasi pengusaha dan akselerator pembangunan ekonomi yang progresif secara maksimal.

    Revisi UU KADIN bukan soal pergantian kepemimpinan, melainkan harus memberikan kewenangan penuh, jelas dan nyata agar siapapun Pimpinan KADIN dapat berkolaborasi secara efektif dengan pemerintah dalam menghadapi persoalan konkret seperti pengangguran 7,28 juta jiwa (BPS 2025), kemiskinan 23,85 juta jiwa (BPS 2025), pengembangan 65,5 juta UMKM (Kementerian UMKM 2025), pemberdayaan 80 ribu Koperasi Desa (Kementerian Koperasi 2025), penguatan daya saing perdagangan global, peningkatan investasi, untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi hingga 8% berkelanjutan (Kemenkeu 2025).