Organisasi: OECD

  • OECD Usul Ambang Batas PTKP Turun, Orang Kaya dan Kelas Bawah Sama-Sama Tekor

    OECD Usul Ambang Batas PTKP Turun, Orang Kaya dan Kelas Bawah Sama-Sama Tekor

    Bisnis.com, JAKARTA — OECD menyarankan pemerintah menurunkan ambang batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) agar penerimaan negara semakin meningkat. Kendati demikian, pakar menilai saran tersebut malah akan berdampak negatif ke semua kelompok masyarakat.

    Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar meyakini saran Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) tersebut masuk akal namun tidak cocok dengan keadaan sekarang ini.

    Fajry mencontohkan belakang terjadi penurunan daya beli dan jumlah kelas menengah. Apalagi, sambungnya, tingkat kepercayaan masyarakat saat ini sedang tidak baik.

    “Jika ini dijadikan opsi, saya yakin akan ramai penolakan. Waktunya tidak tepat,” jelasnya kepada Bisnis, Kamis (28/11/2024).

    Lebih lanjut, dia menjelaskan secara historis pemerintah sempat menaikkan ambang batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dari Rp36 juta per tahun menjadi Rp54 juta per bulan pada 2016. Fajry mengaku, CITA saat itu sempat menolak kebijakan PTKP tersebut karena akan lebih dinikmati kelompok berpendapat lebih tinggi.

    Contoh, jika PTKP naik dari Rp54 juta menjadi Rp60 juta per tahun maka orang berpenghasilan Rp54 juta per tahun tidak membayar pajak penghasilan (PPh 21) lagi sehingga kenaikan ini tidak memberikan manfaat tambahan.

    Di sisi lain, orang yang berpenghasilan Rp80 juta per tahun akan melihat pengurangan pajak atas Rp6 juta pertama yang kini bebas pajak.

    Ini karena PPh 21 bersifat progresif. Berdasarkan Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), ada lima lapisan penghasilan kena pajak:

    1. Penghasilan sampai dengan Rp60 juta per tahun kena tarif pajak 5%

    2. Penghasilan Rp60 juta sampai Rp 250 juta per tahun kena tarif pajak 15%

    3. Penghasilan Rp250 juta sampai Rp500 juta per tahun kena tarif pajak 25%

    4. Penghasilan Rp500 juta sampai Rp5 miliar per tahun kena tarif pajak 30%

    5. Penghasilan di atas Rp5 miliar per tahun kena tarif pajak 35%

    Dengan kenaikan PTKP menjadi Rp60 juta, orang berpenghasilan Rp80 juta mendapatkan pengurangan pajak sebesar Rp6 juta x tarif 5% = Rp300 ribu meski mereka masih membayar pajak besar di lapisan atas.

    Sebaliknya, jika ambang PTKP diturunkan maka kelompok masyarakat berpendapatan lebih rendah akan dikenai PPh 21. Begitu juga kelompok masyarakat berpendapatan lebih tinggi akan mendapati penambahan pajak per lapisannya.

    “Penurunan ambang batas PTKP, membuat kelompok berpendapatan tinggi paling worse-off, akan tetapi kebijakan ini juga akan berdampak pada kelompok menengah-bawah,” jelas Fajry.

    Usulan OECD

    Dalam laporan terbarunya bertajuk OECD Economic Surveys: Indonesia November 2024, lembaga tersebut menyatakan ambang batas pajak penghasilan (PPh 21) di Indonesia masih terlalu tinggi.

    OECD mencontohkan besaran PTKP adalah Rp54 juta per tahun atau Rp4,5 juta per bulan. Perhitungan OECD, jumlah tersebut setara dengan 65% produk domestik bruto per kapita Indonesia.

    “Akibatnya, kebanyakan kelas menengah yang sedang bertambah jumlahnya tidak kena pajak penghasilan,” jelas OECD dalam laporannya, dikutip Kamis (28/11/2024).

    OECD pun membandingkan Indonesia dengan negara-negara kawasan. Pada 2017, hanya 10% warga yang bayar pajak penghasilan; sedangkan rata-rata warga negara-negara Asean mencapai 15%.

    Oleh sebab itu, lembaga ekonomi yang beranggota banyak negara maju tersebut menyarankan pemerintah menurunkan ambang batas PTKP. Artinya, OECD ingin pekerja dengan gaji di bawah Rp4,5 juta per bulan juga dikenai pajak—namun ambang batasnya terserah pemerintah.

    Sejalan dengan itu, masing-masing lapisan penghasilan kena pajak juga diturunkan. Misalnya, OECD menganggap tarif pajak 25% untuk lapisan penghasilan Rp250 juta—500 juta terlalu tinggi.

    “Ambang batas pajak penghasilan minimal harus dibekukan sehingga nilainya turun secara riil, sedangkan ambang batas yang lebih tinggi harus diturunkan nilainya,” jelas rekomendasi OECD.

    OECD meyakini jika rekomendasi reformasi pajak penghasilan tersebut dijalankan pemerintah maka akan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan meningkat 0,7% dalam jangka menengah.

  • Sekjen OECD: Joe Biden dan Perdana Menteri Inggris Dukung Indonesia Masuk OECD – Page 3

    Sekjen OECD: Joe Biden dan Perdana Menteri Inggris Dukung Indonesia Masuk OECD – Page 3

    Untuk diketahui, Presiden RI Prabowo Subianto menerima Sekretaris Jenderal (Sekjen) Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) Mathias Cormann di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (29/11/2024). Pertemuan ini membahas soal proses aksesi Indonesia masuk menjadi anggota OECD.

    “Ini bagian dari proses aksesi,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat mendampingi Prabowo dalam pertemuan di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis.

    Menurut dia, pertemuan ini juga untuk menyampaikan laporan ekonomi OECD. Airlangga mengaku optimisme target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,2 persen dapat tercapai pada tahun 2025.

    “Kemarin kan ada economic report OECD. Hasilnya baik dan optimis tahun depan target 5,2 persen sesuai APBN bisa dicapai,” ujarnya.

    Seperti diketahui, Indonesia saat ini menjadi negara aksesi OECD bersama dengan Argentina, Brasil, Bulgaria, Kroasia, Peru, Rumania, dan Thailand.

    Indonesia sedang dalam proses penilaian mandiri terhadap kebijakan, regulasi, dan standar nasional dibandingkan dengan instrumen OECD, untuk selanjutnya disampaikan dalam dokumen Initial Memorandum.

  • Prabowo: Saya Diejek Saat Canangkan Makan Bergizi Gratis, Dibilang Setengah Gila – Page 3

    Prabowo: Saya Diejek Saat Canangkan Makan Bergizi Gratis, Dibilang Setengah Gila – Page 3

    Presiden RI Prabowo Subianto menerima Sekretaris Jenderal (Sekjen) Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) Mathias Cormann di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (29/11/2024). Pertemuan ini membahas soal proses aksesi Indonesia masuk menjadi anggota OECD.

    “Ini bagian dari proses aksesi,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat mendampingi Prabowo dalam pertemuan di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis.

    Menurut dia, pertemuan ini juga untuk menyampaikan laporan ekonomi OECD. Airlangga mengaku optimisme target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,2 persen dapat tercapai pada tahun 2025.

    “Kemarin kan ada economic report OECD. Hasilnya baik dan optimis tahun depan target 5,2 persen sesuai APBN bisa dicapai,” ujarnya.

    Seperti diketahui, Indonesia saat ini menjadi negara aksesi OECD bersama dengan Argentina, Brasil, Bulgaria, Kroasia, Peru, Rumania, dan Thailand.

    Indonesia sedang dalam proses penilaian mandiri terhadap kebijakan, regulasi, dan standar nasional dibandingkan dengan instrumen OECD, untuk selanjutnya disampaikan dalam dokumen Initial Memorandum.

  • Bos OECD Ungkap Isi Pertemuan dengan Prabowo di Istana

    Bos OECD Ungkap Isi Pertemuan dengan Prabowo di Istana

    Jakarta

    Sekjen Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (Organization for Economic Cooperation and Development/OECD) Mathias Corman melakukan pertemuan untuk pertama kalinya dengan Presiden Prabowo Subianto. Corman merapat langsung ke Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat hari ini.

    Usai melakukan pertemuan dengan Prabowo, Corman menyampaikan pertemuannya dilakukan untuk membahas soal percepatan proses aksesi Indonesia untuk menjadi anggota OECD. Seperti diketahui, sejak akhir pemerintahan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi), Indonesia sudah masuk daftar kandidat aksesi untuk menjadi anggota OECD.

    Corman memaparkan langsung kepada Prabowo mengapa Indonesia harus menjadi anggota OECD. Dia mengatakan keanggotaan OECD dapat membantu Indonesia bisa lebih cepat untuk menjadi negara maju.

    “Yang dapat saya fokuskan adalah proses aksesi Indonesia ke OECD dan mengapa aksesi OECD dan keanggotaan OECD dapat membantu menguatkan agenda reformasi struktural Indonesia ke depannya. Termasuk untuk membantu mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang kuat, berkelanjutan, tangguh, dan inklusif serta berada di jalur menuju Indonesia menjadi ekonomi berpendapatan tinggi yang maju pada tahun 2045,” papar Corman usai bertemu Prabowo, Kamis (28/11/2024).

    Soal proses aksesi, Corman bilang tak ada masalah yang memberatkan Indonesia. Saat ini yang perlu dilakukan Indonesia adalah menyelesaikan proses aksesi saja.

    Sejauh ini pun, Corman bilang Indonesia telah memulai penyelarasan praktik-praktik terbaik internasional dalam pengelolaan ekonominya yang menjadi syarat utama untuk Indonesia bisa menjadi anggota OECD.

    “Dewan OECD telah memutuskan untuk membuka diskusi aksesi dengan Indonesia. Saat ini, apa yang telah ditunjukkan oleh Indonesia dalam permintaannya adalah komitmen untuk menyelaraskan dengan praktik terbaik global dan standar OECD untuk terus meningkatkan kinerja perekonomian Indonesia dan terus meningkatkan hasil ekonomi sosial dan lingkungan di Indonesia,” sebut Corman.

    “Saat ini kami sedang menjalani proses tersebut untuk membantu mendukung reformasi positif lebih lanjut bagi Indonesia di masa depan,” lanjutnya.

    Ketika ditanya kapan tepatnya Indonesia bisa menjadi anggota OECD, Corman bilang jangan terburu-buru. Sebab, menurutnya menjadi anggota OECD adalah upaya melakukan reformasi kebijakan ekonomi yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.

    “Yang penting adalah bahwa reformasi yang sedang diupayakan benar-benar memberikan manfaat bagi rakyat Indonesia yang bersama-sama kita upayakan untuk dicapai dalam hal peningkatan pendapatan dan standar hidup,” kata Corman.

    Di sisi lain, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan saat ini pemerintah sedang menyusun jadwal dan tindakan-tindakan lanjutan untuk mempercepat proses aksesi menjadi anggota OECD.

    Airlangga bilang Corman dan OECD telah memberikan beberapa masukan kepada Presiden Prabowo mulai dari cara-cara meningkatkan produktivitas ekonomi, hingga saran agar program unggulan Prabowo bisa dijalankan. Program yang dimaksud adalah ketahanan pangan dan energi hingga makan bergizi gratis.

    “Beberapa masukan dari hasil laporan tadi disampaikan apakah itu terkait dengan target mengenai produktivitas yang bisa ditingkatkan, dan juga beberapa sektor lain termasuk digital. Kemudian juga terkait dengan program unggulan Bapak Presiden yakni food security, energy security dan meal program,” beber Airlangga di tempat yang sama.

    “OECD dapat memberikan benchmarking daripada data-data dari negara yang tercakup di dalam OECD, kan ada 38 negara di sana,” pungkas Airlangga.

    (hal/rrd)

  • Sekjen OECD: Joe Biden dan Perdana Menteri Inggris Dukung Indonesia Masuk OECD – Page 3

    Prabowo Terima Sekjen OECD Mathias Cormann di Istana – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Presiden RI Prabowo Subianto menerima Sekretaris Jenderal (Sekjen) Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) Mathias Cormann di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (29/11/2024). Pertemuan ini membahas soal proses aksesi Indonesia masuk menjadi anggota OECD.

    “Ini bagian dari proses aksesi,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat mendampingi Prabowo dalam pertemuan di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis.

    Menurut dia, pertemuan ini juga untuk menyampaikan laporan ekonomi OECD. Airlangga mengaku optimisme target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,2 persen dapat tercapai pada tahun 2025.

    “Kemarin kan ada economic report OECD. Hasilnya baik dan optimis tahun depan target 5,2 persen sesuai APBN bisa dicapai,” ujarnya.

    Seperti diketahui, Indonesia saat ini menjadi negara aksesi OECD bersama dengan Argentina, Brasil, Bulgaria, Kroasia, Peru, Rumania, dan Thailand.

    Indonesia sedang dalam proses penilaian mandiri terhadap kebijakan, regulasi, dan standar nasional dibandingkan dengan instrumen OECD, untuk selanjutnya disampaikan dalam dokumen Initial Memorandum.

     

     

  • Presiden Prabowo Bertemu Sekjen OECD di Istana

    Presiden Prabowo Bertemu Sekjen OECD di Istana

    Jakarta, Beritasatu.com – Presiden Prabowo Subianto menerima Sekretaris Jenderal Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) Mathias Cormann di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (28/11/2024)

    Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto di Jakarta, Kamis. “Iya (mendampingi Presiden menerima Sekjen OECD),” ujar Menko Airlangga di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis dilansir Antara.

    Airlangga mengatakan, pertemuan Prabowo dengan OECD merupakan kelanjutan atas upaya Indonesia untuk masuk keanggotaan OECD. “Ya itu bagian dari proses aksesi,” ujar Airlangga.

    Menurut Airlangga, dalam pertemuan dengan Presiden Prabowo juga disampaikan laporan ekonomi OECD yang menyatakan optimisme pencapaian target pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,2%.

    Saat ini Indonesia tengah menjadi negara aksesi OECD bersama Argentina, Brasil, Bulgaria, Kroasia, Peru, Rumania, dan Thailand.

    Indonesia sedang dalam proses penilaian mandiri terhadap kebijakan, regulasi, dan standar nasional dibandingkan dengan instrumen OECD, untuk selanjutnya disampaikan dalam dokumen initial memorandum.

    Pada kesempatan sebelumnya, Menko Airlangga menyebutkan saat ini Indonesia gencar melakukan reformasi berbagai sektor yang dilakukan kementerian untuk menyesuaikan standar OECD. 

    Dalam rangka mewujudkan hal itu, Presiden Prabowo bertemu Sekjen OECD hari ini.

  • OECD Soroti Hal Ini Biar Indonesia Makin Serius Jadi Negara Maju

    OECD Soroti Hal Ini Biar Indonesia Makin Serius Jadi Negara Maju

    Jakarta: Survei Ekonomi OECD Indonesia 2024 atau OECD Economic Survey of Indonesia 2024 menyoroti peran Indonesia dalam perkembangan digitalisasi dan transisi hijau.
     
    Terkait digitalisasi, survei ini menggarisbawahi peran ekonomi digital Indonesia sebagai pendorong utama pertumbuhan dan inklusivitas, sejalan dengan upaya pemerintah dalam mendorong investasi di bidang ekonomi digital.
     
    “Sebagai negara kepulauan yang besar, pengembangan infrastruktur fisik dan aksesibilitas teknologi digital serta konektivitas menjadi salah satu tantangan utama. Oleh karena itu, kami terus berinvestasi di bidang tersebut,” kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Kamis, 28 November 2024.
    Adapun aspek digitalisasi yang disorot adalah pertumbuhan e-commerce Indonesia yang terbilang pesat, termasuk pengembangan ekosistem digital dengan peningkatan jumlah perusahaan startup.
     
    E-government pun dinyatakan berkembang pesat dalam meningkatkan layanan kepada masyarakat dan mengurangi biaya operasional.
     
    Sementara terkait transisi hijau, kebijakan Indonesia dalam upaya pensiun dini atas sejumlah pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) serta meningkatkan investasi pembangkit energi berkelanjutan telah menempatkan Indonesia sebagai salah satu pihak yang proaktif dalam aksi pengendalian iklim global. Hal itu juga diyakini membantu Indonesia dalam mencapai Net Zero Emission pada 2060 atau lebih cepat.
     
    “Dalam transisi hijau, kami menempatkannya sebagai salah satu prioritas, sebagaimana disebutkan dalam KTT Pemimpin G20. Kami tetap berkomitmen pada transisi hijau di Indonesia, khususnya dalam memilih lebih banyak energi terbarukan,” jelas Sri Mulyani.
     

     

    Tarik minat investor ke Indonesia

    Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi atau OECD adalah organisasi kerja sama antarpemerintah yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, kemakmuran, dan pembangunan berkelanjutan.
     
    Meski belum menjadi anggota, Indonesia telah menjadi mitra utama OECD sejak 2007 dan telah menjalin kerja sama melalui penandatanganan Framework of Cooperation Agreement (FCA) OECD-Indonesia pada 2012.
     
    Pelaksanaan Survei Ekonomi 2024 ini merupakan bagian dari program kerja sama Indonesia-OECD Joint Work Programme (JWP) 2022-2025, dan Survei Ekonomi ini telah dilaksanakan secara periodik sebanyak tujuh kali dalam periode 2008-2021.
     
    Bagi Indonesia yang kini tengah menjalani proses aksesi untuk menjadi anggota OECD, Survei Ekonomi OECD Indonesia 2024 diharapkan dapat menyoroti sisi positif dalam menarik investor ke Indonesia.
     
    Survei Ekonomi OECD Indonesia 2024 juga diharapkan dapat menunjukkan berbagai upaya Indonesia dalam menjaga stabilitas perekonomian, melindungi masyarakat rentan, dan mempertahankan keberlanjutan fiskal di tengah dinamika dan volatilitas perekonomian global serta tantangan perubahan iklim.
     
    Selain itu, rekomendasi dari OECD dapat digunakan dalam upaya mencapai tujuan nasional yang bermanfaat bagi masyarakat.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (HUS)

  • Usulan OECD Turunkan PTKP, Pengamat: Lebih Baik Kejar Pajak Orang Kaya

    Usulan OECD Turunkan PTKP, Pengamat: Lebih Baik Kejar Pajak Orang Kaya

    Bisnis.com, JAKARTA — Organisation for Economic Co-operation and Development atau OECD memberikan rekomendasi kepada pemerintah Indonesia untuk menurunkan ambang batas pendapatan tidak kena pajak alias PTKP, demi mengerek penerimaan negara.

    Saat ini, pemerintah menetapkan PTKP senilai Rp54 juta per tahun atau dengan pendapatan Rp4,5 juta per bulan. Sementara pajak dengan tarif 5% mulai berlaku bagi individu yang menerima upah Rp60 juta per tahun.

    OECD menilai bahwa ambang batas tersebut sangat tinggi atau sekitar 65% dari produk domestik bruto (PDB) per kapita. Selain itu, golongan pajak dengan tarif 25% dimulai pada pendapatan di atas Rp250 juta atau 300% dari PDB per kapita.

    Menurut EOCD, kebijakan tersebut ‘melindungi’ kelas menengah yang tengah tumbuh sehingga terbebas dari pajak penghasilan (PPh).

    Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono melihat memang ada opsi penurunan PTKP untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) maupun UMKM—yang juga diusulkan OECD. Namun, pada kenyataannya, pemerintah memilih untuk menambah tarif PPh orang pribadi di 35% untuk lapisan penghasilan kena pajak di atas Rp5 miliar. 

    “Keputusan pemerintah lebih rasional karena [memajaki orang kaya] dapat meningkatkan penerimaan pajak lebih signifikan dari penurunan PTKP,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (28/11/2024).

    Prianto berpandangan penurunan PTKP akan menambah PPh di tarif 5%. Selain itu, biaya administrasi di kantor pajak juga akan meningkat karena akan lebih banyak WPOP dan UMKM melaporkan SPT PPh tahunan, tetapi pajak yang disetor relatif kecil ketimbang dari individu berpenghasilan di atas Rp5 miliar.

    Meskipun pada dasarnya segala usulan kebijakan yang terlontar dari organisasi internasional tersebut sangat mungkin untuk pemerintah terapkan, tetapi Prianto menekankan bahwa pemerintah harus mengumpulkan segala perspektif terkait dengan kebijakan yang sudah diusulkan oleh OECD sebelum mengambil keputusan.

    Di mana pemerintah harus mendengarkan perspektif masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya yang terkait dengan kebijakan pajak tersebut.

    Untuk diketahui, sebelum adanya Undang-Undang (UU) Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), individu dengan penghasilan lebih dari Rp300 juta per tahun dikenakan tarif PPh tertinggi, yakni 30%.

    Kini, pemerintah menambahkan kategori penghasilan kena tarif 30% untuk penghasilan Rp500 juta hingga Rp5 miliar. Sementara individu dengan penghasilan lebih dari Rp5 miliar, dikenakan tarif PPh 35%.

    Dengan kata lain, Prianto melihat keputusan pemerintah lebih baik dengan mengejar pajak dari orang kaya ketimbang memburu pajak dari lapisan masyarakat kelas menengah dengan menurunkan PTKP.

    “Iya keputusan pemerintah dengan tarif 35% lebih tepat [ketimbang rekomendasi OECD]. Lebih mengejar pajak orang kaya,” ujarnya. 

  • Waduh, OECD Usul Pemerintah Turunkan Ambang Batas Pajak Penghasilan

    Waduh, OECD Usul Pemerintah Turunkan Ambang Batas Pajak Penghasilan

    Bisnis.com, JAKARTA – Organization for Economic Co-operation and Development atau OECD menyarankan agar pemerintah menurunkan ambang batas minimal penghasilan tidak kena pajak (PTKP) agar penerimaan negara semakin meningkat.

    Dalam laporan terbarunya bertajuk OECD Economic Surveys: Indonesia November 2024, lembaga tersebut menyatakan ambang batas pajak penghasilan (PPh 21) di Indonesia masih terlalu tinggi.

    OECD mencontohkan besaran penghasilan tidak kena pajak (PTKP) adalah Rp54 juta per tahun atau Rp4,5 juta per bulan. Perhitungan OECD, jumlah tersebut setara dengan 65% produk domestik bruto per kapita Indonesia.

    “Akibatnya, kebanyakan kelas menengah yang sedang bertambah jumlahnya tidak kena pajak penghasilan,” jelas OECD dalam laporannya, dikutip Kamis (28/11/2024).

    OECD pun membandingkan Indonesia dengan negara-negara kawasan. Pada 2017, hanya 10% warga yang bayar pajak penghasilan; sedangkan rata-rata warga negara-negara Asean mencapai 15%.

    Oleh sebab itu, lembaga ekonomi yang beranggota banyak negara maju tersebut menyarankan pemerintah menurunkan ambang batas PTKP. Artinya, OECD ingin pekerja dengan gaji di bawah Rp4,5 juta per bulan juga dikenai pajak—namun ambang batasnya terserah pemerintah.

    Sejalan dengan itu, masing-masing lapisan penghasilan kena pajak juga diturunkan. Misalnya, OECD menganggap tarif pajak 25% untuk lapisan penghasilan Rp250 juta—500 juta terlalu tinggi.

    “Ambang batas pajak penghasilan minimal harus dibekukan sehingga nilainya turun secara riil, sedangkan ambang batas yang lebih tinggi harus diturunkan nilainya,” jelas rekomendasi OECD.

    OECD meyakini jika rekomendasi reformasi pajak penghasilan tersebut dijalankan pemerintah maka akan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan meningkat 0,7% dalam jangka menengah.

    Sebagai informasi, Berdasarkan Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), tarif pajak penghasilan diatur secara progresif. Artinya, jika semakin besar penghasilannya maka semakin besar pajak yang wajib dibayar.

    Berikut ini lapisan penghasilan kena pajak:

    1. Penghasilan sampai dengan Rp60 juta per tahun kena tarif pajak 5%

    2. Penghasilan Rp60 juta sampai Rp 250 juta per tahun kena tarif pajak 15%

    3. Penghasilan Rp250 juta sampai Rp500 juta per tahun kena tarif pajak 25%

    4. Penghasilan Rp500 juta sampai Rp5 miliar per tahun kena tarif pajak 30%

    5. Penghasilan di atas Rp5 miliar per tahun kena tarif pajak 35%

  • Visi Indonesia Emas 2045 Bisa Tercapai dengan Keanggotaan Indonesia di OECD

    Visi Indonesia Emas 2045 Bisa Tercapai dengan Keanggotaan Indonesia di OECD

    Jakarta, Beritasatu.com – Keanggotaan Indonesia dalam Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memiliki peran penting dalam mendukung pencapaian visi Indonesia Emas 2045. Hal itu diungkap oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

    “Saya ingin mengucapkan terima kasih atas peluncuran Indonesia Report oleh OECD. Sebagian besar isu yang dibahas dalam laporan tersebut sudah saya sampaikan kepada Presiden, dan kami berharap banyak poin di dalamnya sejalan dengan rencana pemerintah, termasuk peta jalan untuk energi hijau,” ujar Airlangga dikutip dari Antara, Rabu (27/11/2024).

    Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann, dalam kunjungan kerja ke Indonesia pada 25-28 November 2024. Dalam kunjungan tersebut, Cormann turut menghadiri jamuan makan siang bersama Airlangga.

    Saat ini, Indonesia berada dalam proses aksesi keanggotaan OECD bersama Argentina, Brasil, Bulgaria, Kroasia, Peru, Rumania, dan Thailand. Proses ini melibatkan evaluasi kebijakan, regulasi, serta standar nasional, yang nantinya akan disusun dalam dokumen Initial Memorandum.

    Airlangga menjelaskan, Indonesia terus melakukan reformasi di berbagai sektor melalui kolaborasi kementerian terkait untuk menyelaraskan kebijakan nasional dengan standar OECD. Reformasi ini juga mencakup penyesuaian anggaran dan struktur kementerian agar sesuai dengan kebutuhan gugus tugas OECD.

    Merespons sambutan dari Menko Airlangga, Cormann menyatakan bahwa proses aksesi ini akan memberikan manfaat besar bagi Indonesia dan OECD. Ia menyoroti sektor ekonomi digital, dengan Indonesia, yang dianggap sebagai pelopor melalui ASEAN Digital Economy Framework Agreement.

    Cormann juga optimistis bahwa upaya Indonesia untuk menjadi anggota OECD dapat mendukung transformasi negara menuju status ekonomi berpendapatan tinggi pada 2045.

    “Kami yakin dapat bekerja sama untuk mendorong Indonesia menjadi lebih maju. Proses aksesi ini mencakup evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Fokus utamanya adalah mengidentifikasi praktik kebijakan terbaik berdasarkan pengalaman global,” ucap Cormann.

    Sebelumnya, Cormann juga menghadiri peluncuran OECD Economic Survey of Indonesia 2024 pada 26 November 2024. Survei ekonomi ini adalah publikasi rutin OECD yang bertujuan memperkuat dialog kebijakan antara negara-negara maju dan berkembang, termasuk Indonesia dalam proses aksesi keanggotaan OECD.