Organisasi: OECD

  • Kemudahan Akses Pinjol dan Paylater Bikin Generasi Muda Boros – Page 3

    Kemudahan Akses Pinjol dan Paylater Bikin Generasi Muda Boros – Page 3

    Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat tingkat utang yang diambil oleh anak muda cukup besar. Termasuk dari penggunaan layanan buy now pay later (BNPL).

    Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi mengatakan persoalan paylater sudah menjadi perhatian di seluruh dunia.

    “Sebenarnya paylater itu, ini saya sampaikan ini juga sudah menjadi concern dari regulator di seluruh dunia, kan kita ada forum International Network on Financial Education yang OECD,” kata Friderica usai gelaran Literasi Keuangan Indonesia Terdepan (LIKE IT) 2024, OJK di Balikpapan, Kalimantan Timur, Sabtu (5/10/2024).

    Dia mengatakan, forum internasional soal edukasi keuangan itu menyoroti peran paylater terhadap anak muda. Misalnya, budaya penggunaan paylater ini mendorong besarnya utang yang diambil oleh anak muda.

    “Itu disitu udah dibahas juga bahwa kayak pay later itu kemudian membuat anak-anak muda ini nama kerennya itu over-indebtedness alias kebanyakan utang,” ujarnya.

    Besarnya penggunaan paylater di Indonesia juga dipotret OJK. Data yang dikumpulkan mencatat pengguna paylater mayoritas merupakan generasi zoomers (Gen Z) dengan rentang usia 26-35 tahun.

    Rinciannya, 26,5 persen pengguna paylater berusia 18-25 tahun. Lalu, 43,9 persen pengguna berusia 26-35 tahun, angka ini menjadikan yang paling banyak.

    Berikutnya, 21,3 persen berusia 36-45 tahun. Selanjutnya, 7,3 persen pengguna berusia 46-55 tahun, serta hanya 1,1 persen pengguna paylater berusia di atas 55 tahun.

    Data yang ditampilkan OJK juga mencatat penggunaan paylater sebagian besar untuk keperluan gaya hidup. Diantaranya, fesyen dengan 66,4 persen, perlengkapan rumah tangga dengan 52,2 persen, elektronik dengan 41 persen, laptop atau ponsel dengan 34,5 persen, hingga perawatan tubuh sebesar 32,9 persen.

  • Polemik Kenaikan Tarif PPN 12%, Kebijakan Tepat atau Hasrat Sesaat?

    Polemik Kenaikan Tarif PPN 12%, Kebijakan Tepat atau Hasrat Sesaat?

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah memastikan tetap akan mengerek tarif PPN menjadi 12%. Tarif itu efektif mulai berlaku pada awal Januari 2025. Keputusan pemerintah untuk tetap menaikan tarif PPN 12% itu terjadi di tengah polemik penurunan daya beli dan tren stagnasi pertumbuhan ekonomi yang selalu di kisaran 5%.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, misalnya, mengemukakan bahwa keputusan pemerintah untuk tetap menaikan tarif PPN menjadi 12% telah dibahas dengan cukup matang. Pemerintah, kata dia, bahkan berencana untuk memilih dan memilah barang yang akan dikenakan PPN. Khusus bahan kebutuhan pokok alias sembako, pemerintah tidak akan bebas PPN.

    Pernyataan Sri Mulyani itu sejatinya tidak ada yang baru. Apalagi, jika mengacu kepada UU No.42/2009 tentang PPN maupun UU No.7/2022 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan alias HPP, barang kebutuhan pokok seperti beras dan tetek bengeknya memang tidak dikenakan tarif atau tarifnya 0%. Artinya, tanpa pernyataan tidak akan dikenakan tarif 12%, sembako sudah sepantasnya tidak kena PPN.

    Soal PPN, memang menjadi persoalan pelik dari tahun ke tahun. PPN secara prinsip dikenakan kepada barang kena pajak alias BKP dan jasa kena pajak (JKP). Jadi setiap barang atau jasa yang masuk kategori BKP atau JKP wajib dikenakan PPN. Di berbagai negara, Vietnam misalnya, hampir semua barang kena PPN. Hanya saja di Indonesia, ada kecenderungan untuk barang atau kategori tertentu, memperoleh pembebasan pajak alias tax exemption. 

    Berbagai praktik pengecualian hingga pembebasan pajak itu seperti bumerang karena memicu gap dan ketidakelastisan dalam pemungutan pajak. Data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), menunjukkan bahwa selama 4 tahun terakhir, potensi kehilangan penerimaan akibat berbagai kebijakan pembebasan pajak maupun insentif perpajakan mencapai 1,59% hingga 1,73% produk domestik bruto.

    Pada tahun 2023, misalnya, pemerintah mengestimasi total belanja pajak mencapai Rp362,5 triliun atau tumbuh sekitar 6% dibandingkan dengan estimasi tahun sebelumnya yang di angka Rp341,1 triliun. Strukutur belanja pajak mayoritas juga digunakan untuk menyusubsidi kegiatan konsumsi yang tercermin dari tingginya belanja pajak PPN dan PPnBM. Porsinya mencapai 58% atau di angka Rp210,2 triliun.

    Sementara itu, stimulus fiskal yang dikeluarkan untuk kegiatan produktif seperti tax holiday, tax allowance atau insentif di jenis pajak penghasilan atau PPh hanya di angka Rp129,8 triliun atau 35,8% dari total estimasi belanja pajak tahun 2023. Menariknya, pemerintah memproyeksikan estimasi belanja pajak akan terus mengalami kenaikan di angka 1,77% – 1,83% dari PDB pada tahun 2024-2025.

    Jumlah belanja pajak yang semakin melonjak itu memiliki konsekuensi baik struktur penerimaan pajak maupun terhadap daya pungut pajak yang kian melemah. Indikasi lemahnya kinerja pemungutan pajak itu tercermin dari rendahnya tax ratio alias rasio pajak. Rasio pajak Indonesia, saat ini hanya di kisaran 10%-11% dari PDB. Angka itu akan turun cukup dramatis, jika indikator yang dihitung hanya penerimaan pajak non migas.

    Pada tahun 2023, penerimaan pajak non migas pemerintah hanya di angka 8,4% dari PDB. Angka ini sekaligus menunjukkan bahwa, pemerintah hanya mampu memungut 8,4% penerimaan pajak dari keseluruhan aktivitas ekonomi selama tahun lalu. Jumlah yang sangat kecil dibandingkan dengan rata-rata tax ratio negara OECD di angka 34%.  

    Soal PPN, ada sejumlah simulasi untuk mengukur apakah kebijakan yang berlaku saat ini efektif atau tidak. Tentu saja, simulasi tersebut mengesampingkan kenaikan tarif PPN 12% yang sejatinya tidak terlalu berdampak signifikan untuk memperbaiki struktur dan daya pungut penerimaan pajak.

    Daya pungut PPN bisa diukur dari VAT Ratio, skema ini dihitung berdasarkan realisasi penerimaan PPN dengan PDB. Jika pada tahun 2023 lalu PDB Rp20.892,4 triliun dan realisasi PPN di angka 3,6%. Selain itu, efektif atau tidaknya daya pungut PPN juga bisa diukur menggunakan VAT gross collection ratio. Caranya dengan membandingkan antara penerimaan PPN dengan tarif PPN yang dikalikan konsumsi rumah tangga.

    Jika tarif PPN yang berlaku pada tahun 2023 sebesar 11% dan konsumsi rumah tangga di angka Rp11.109,6 triliun, maka akan diperoleh angka estimasi ideal penerimaan PPN sebesar Rp1.222,05 triliun. Artinya jika penerimaan PPN pada tahun 2023 sebesar Rp764,34 triliun yang merepresentasikan 61,7% total potensi penerimaan PPN. Ada gap penerimaan sebesar Rp467,7 triliun.

    Simulasi lain bisa menggunakan skema atau model VAT efficiency ratio, yang dihitung dengan membandingkan penerimaan PPN dengan tarif PPN plus PDB. Penerimaan PPN pada tahun 2023 di angka Rp764,34 triliun, sementara itu jika tarif PPN 2023 yakni 11% dikenakan kepada PDB sebesar Rp20.892,4 triliun, potensi ideal penerimaan PPN di angka Rp2.298,1 triliun.

    Artinya, jika menggunakan skema ini, penerimaan PPN 2023 sebesar Rp764,34 triliun, hanya merepresentasikan 33,2% dari total potensi penerimaan PPN atau terjadi gap di kisaran Rp1.533,7 triliun. Dengan gap PPN yang sangat lebar, efektivitas kenaikan tarif PPN menjadi tanda tanya besar, apakah itu sebuah kebijakan tepat atau hanya demi hasrat mengeruk penerimaan sesaat?

  • Batas Omzet UMKM Bebas Pajak Bakal Turun Jadi Rp 3,6 M

    Batas Omzet UMKM Bebas Pajak Bakal Turun Jadi Rp 3,6 M

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah berencana menurunkan ambang batas atau omzet usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang bisa memanfaatkan tarif pajak penghasilan (PPh) final dari yang saat ini di level Rp 4,8 miliar menjadi Rp 3,6 miliar per tahun.

    Sekertaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, rencana kebijakan penurunan threshold omzet PPh Final UMKM ini didasari dari rekomendasi Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan atau OECD.

    “Sebenarnya rencana penurunan sudah disampaikan Bu Menkeu (Sri Mulyani) dan Pak Menko (Airlangga) di beberapa kesempatan karena ada catatan rekomendasi OECD juga, untuk lebih disesuaikan thresholdnya dengan best practices negara lain, terkait keadilan dan perluasan tax base,” ucap Susiwijono di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (17/12/2024).

    Meski begitu, Susiwijono menegaskan bahwa rencana kebijakan ini baru sebatas kajian di internal pemerintahan, belum ada keputusan resmi terkait itu. Ia juga menekankan kebijakan ini tidak akan termasuk ke dalam paket kebijakan ekonomi yang dirilis pemerintah tentang kelanjutan PPh Final UMKM orang pribadi yang dapat memanfaatkan PPh Final 0,5% sampai dengan 2025.

    “Kemarin ini tidak disinggung karena konteksnya kan adalah insentif-insentif untuk meringankan UMKM dalam rangka adanya pemberlakuan PPN 12% per 1 Januari 2025. Tapi, setelah itu nanti pasti disampaikan,” ucap Susiwijono.

    Bila nantinya hasil proses pembahasan threshold omzet PPh final UMKM diputuskan diturunkan menjadi Rp 3,6 miliar per tahun, Susiwijono memastikan, pemberlakuannya akan ditetapkan dengan mengubah PP, seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022.

    Perubahan PP itu ia akui pada akhirnya juga akan menjadi acuan batasan omzet untuk memberikan insentif PPh Final 0,5% bagi UMKM. Namun, ia kembali menegaskan bahwa rencana ini juga belum tentu menghasilkan keputusan threshold omzet pengusaha kena pajak yang senilai Rp 4,8 miliar akan ikut turun.

    “Kita lihat perubahan PP nya nanti ya, threshold yang mana ini kan harus ubah PP, nanti pasti pemerintah akan sampaikan hitung-hitungannya, kita perlu juga arah kajiannya bagaimana meski sudah ada ke sana terkait rekomendasi OECD, cuma konteks sekarang kan ke insentif PPh Final UMKM,” ungkap Susiwijono.

    Sebagai informasi, Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi atau OECD menganggap, batasan omzet usaha di Indonesia yang terbebas dari pajak pertambahan nilai (PPN) ketinggian. Penilaian ini tertuang dalam Survei Ekonomi OECD Indonesia edisi November 2024. Batasan omzet usaha yang dimaksud OECD ini ialah senilai Rp 4,8 miliar atau setara US$ 300.000.

    “Usaha beromzet kurang dari Rp 4,8 miliar (US$ 300.000) masih dibebaskan dari PPN. Ambang batas ini lebih tinggi daripada di kebanyakan negara OECD, dikutip dari survei OECD itu, Kamis (28/11/2024).

    OECD mencatat, negara-negara anggotanya yang memiliki batasan omzet bebas PPN tertinggi hanya di atas US$ 80.000 per tahun. Negara yang menerapkan batasan itu adalah Prancis, Irlandia, Italia, Jepang, Lithuania, Polandia, Republik Slovakia, Slovenia, Swiss, dan Inggris.

    Sementara itu, yang ambang batasnya US$ 40.000-US$ 80.000 per tahun adalah Australia, Austria, Republik Ceko, Estonia, Hungaria, Korea, Latvia, Luksemburg, dan Selandia Baru.

    Adapun di bawah US$ 40.000 ialah Belgia, Kanada, Denmark, Finlandia, Jerman, Yunani, Islandia, Israel, Belanda, Norwegia, Portugal, dan Swedia. Di antara negara-negara ini, tiga negara memiliki ambang batas yang sangat rendah di bawah US$ 10.000 adalah Denmark, Norwegia, dan Swedia.

    Dibanding negara tetangga seperti Thailand dan Filipina, batasan omzet yang terbebas PPN di Indonesia juga OECD sudah lebih melampaui. Sebab, Thailand dan Filipina hanya US$ 50.000.

    “Jauh lebih tinggi daripada Thailand dan Filipina, yang hanya sekitar US$ 50.000,” tulis OECD dalam surveinya.

    Oleh sebab itu, OECD menganggap, hal ini yang membuat setoran pajak di Indonesia menjadi rendah. Merekapun merekomendasikan supaya ambang batas omzet yang bebas PPN itu ditinjau ulang.

    “Penurunan ambang batas PPN, serta pengurangan jumlah sektor yang tidak dikenakan PPN, akan meningkatkan penerimaan PPN dari sektor-sektor yang baru maupun yang sudah dikenakan,” tulis OECD.

    (arj/mij)

  • Lemhannas Sinergi dengan Kemlu Perkuat Posisi Indonesia di Tengah Dinamika Global – Halaman all

    Lemhannas Sinergi dengan Kemlu Perkuat Posisi Indonesia di Tengah Dinamika Global – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) bersinergi dengan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dalam memperkuat ketahanan nasional melalui kajian geopolitik, diplomasi, serta pemantapan nilai-nilai kebangsaan.

    Gubernur Lemhannas, Ace Hasan Syadzily menyoroti pentingnya kolaborasi dengan Kemlu RI untuk memperkuat posisi Indonesia di tengah dinamika global.

    Menurut Ace, Lemhannas memiliki peran strategis dalam menyiapkan kader pemimpin tingkat nasional baik dari kalangan militer, Polri, maupun sipil dengan menitikberatkan pada wawasan geopolitik dan geostrategi. 

    “Potensi kolaborasi antara Lemhannas RI dan Kemlu RI sangat besar, khususnya dalam pemantapan nilai-nilai kebangsaan bagi warga Indonesia di luar negeri serta pelaksanaan kajian-kajian strategis yang bertujuan memperkuat kebijakan luar negeri Presiden,” kata Ace Hasan saat kunjungan kerja ke Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI di Jakarta, Senin (16/12/2024). 

    Hal lain yang dibahas saat pertemuan mencakup isu-isu penting seperti kerja sama BRICS, Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), dan kebijakan Amerika Serikat pasca pemilu.

    Selain itu, Ace juga menegaskan, Lemhannas RI siap memberikan masukan berbasis akademik untuk mendukung diplomasi Indonesia di tingkat bilateral, multilateral, maupun global, sehingga kebijakan luar negeri Indonesia memiliki landasan yang kuat.

    Sementara itu, Menteri Luar Negeri RI Sugiono menyatakan, Lemhannas RI memiliki nilai strategis sebagai lembaga yang mampu memberikan wawasan praktis dan akademik untuk mendukung politik luar negeri Indonesia.

    “Hubungan internasional yang dijalankan Kemenlu RI adalah garda terdepan dalam melihat secara langsung interaksi antara Indonesia dengan negara lain, baik di kawasan maupun secara global. Secara filosofis, kita perlu memahami bahwa kepentingan nasional dan hubungan luar negeri bangsa-bangsa di dunia selalu didasarkan pada pendekatan realistis,” ucap Sugiono.

    Untuk itu, Lemhannas RI, Kemenlu RI, dan lembaga lainnya harus memiliki pemahaman atau frekuensi yang sama untuk melindungi segenap bangsa Indonesia,” ujar Sugiono.

    Sugiono menegaskan diplomasi yang dilakukan oleh Kemlu RI harus selalu sejalan dengan visi pertahanan nasional. 

    Menurutnya, kolaborasi dengan Lemhannas RI akan memperkuat pengambilan kebijakan strategis yang berbasis pada kajian mendalam.

    Dalam pembahasan yang berlangsung, kedua pihak menyoroti isu geopolitik terkini, seperti dinamika kawasan Indo-Pasifik, Laut Tiongkok Selatan, serta peran Indonesia dalam forum-forum global.

  • Gubernur Lemhannas bahas tentang penguatan geopolitik dengan Menlu

    Gubernur Lemhannas bahas tentang penguatan geopolitik dengan Menlu

    Kita perlu memahami bahwa kepentingan nasional dan hubungan luar negeri bangsa-bangsa di dunia selalu didasarkan pada pendekatan realistis.

    Jakarta (ANTARA) – Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI) Ace Hasan Syadzily membahas tentang penguatan pembekalan di bidang geopolitik, diplomasi, dan penetapan nilai-nilai kebangsaan dengan Menteri Luar Negeri (Menlu) Sugiono.

    Pembahasan itu terjadi kala Ace bertandang ke Kantor Kementerian Luar Negeri untuk bertemu Sugiono, Senin.

    Dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, pertemuan tersebut bertujuan meningkatkan sinergitas antara Lemhannas dan Kemenlu dalam membangun bangsa di bidang diplomasi luar negeri.

    Menurut Ace, kerja sama ini sangat berguna mengingat Lemhannas merupakan tempat dicetaknya para pemimpin masa depan bangsa, baik dari kalangan sipil, militer, maupun kepolisian.

    Melalui kerja sama ini, Lemhannas dapat menitik beratkan tentang pendidikan di bidang diplomasi dan kajian luar negeri untuk para pemimpin yang sedang menimba ilmu di Lemhannas.

    “Potensi kolaborasi antara Lemhannas RI dan Kemlu RI sangat besar, khususnya dalam pemantapan nilai-nilai kebangsaan bagi warga Indonesia di luar negeri serta pelaksanaan kajian-kajian strategis yang bertujuan memperkuat kebijakan luar negeri Presiden,” kata Ace.

    Tidak hanya itu, dengan kolaborasi ini juga bisa meningkatkan pengetahuan para calon pemimpin bangsa di Lemhannas dalam beragam isu dan kajian internasional.

    “Kajian tersebut mencakup isu-isu penting seperti kerja sama BRICS, Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), dan kebijakan Amerika Serikat pasca pemilu,” jelas Ace.

    Bukan hanya menguntungkan Lemhannas, Ace juga memastikan pihaknya akan berkontribusi kepada Kemenlu dengan cara memberikan masukan akademik untuk memperkuat setiap kebijakan politik luar negeri Kemenlu.

    “Masukan berbasis akademik untuk mendukung diplomasi Indonesia di tingkat bilateral, multilateral, maupun global sehingga kebijakan luar negeri Indonesia memiliki landasan yang kuat,” jelas politikus Partai Golkar ini.

    Pada saat yang sama, Menlu Sugiono mengapresiasi terjadinya kerja sama antara pihaknya dan Lemhannas.

    Mantan prajurit Kopassus ini meyakini kerja sama antara Kemenlu dan Lemhannas dapat memperkuat Indonesia di mata internasional.

    “Kita perlu memahami bahwa kepentingan nasional dan hubungan luar negeri bangsa-bangsa di dunia selalu didasarkan pada pendekatan realistis,” ujar Sugiono.

    Untuk itu, Lemhannas RI, Kemenlu RI, dan lembaga lainnya, kata dia, harus memiliki pemahaman atau frekuensi yang sama untuk melindungi segenap bangsa Indonesia.

    Pewarta: Walda Marison
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2024

  • Bappenas harap pemerintah Jepang percepat negosiasi kerja sama

    Bappenas harap pemerintah Jepang percepat negosiasi kerja sama

    Saat ini, terdapat beberapa proyek kerja sama dengan pemerintah Jepang yang masih dalam tahap negosiasi. Kementerian PPN/Bappenas berharap proses tersebut dapat dipercepat sehingga kerja sama tersebut dapat segera dilakukan pada 2025

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Rachmat Pambudy mengharapkan proses negosiasi sejumlah proyek kerja sama dengan pemerintah Jepang dapat dipercepat agar dapat segera dilakukan pada 2025.

    “Saat ini, terdapat beberapa proyek kerja sama dengan pemerintah Jepang yang masih dalam tahap negosiasi. Kementerian PPN/Bappenas berharap proses tersebut dapat dipercepat sehingga kerja sama tersebut dapat segera dilakukan pada 2025,” ujarnya dalam pertemuan dengan Duta Besar Jepang untuk Indonesia Masaki Yasushi, dikutip dari keterangan, di Jakarta, Senin.

    Ia turut berharap kolaborasi dengan pemerintah Jepang terus berlanjut dan selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, serta dokumen yang saat ini sedang disusun, yaitu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.

    “Kami yakin kolaborasi strategis Indonesia dan Jepang perlu terus diperkuat agar sejalan dengan Visi Indonesia Emas 2045, dengan fokus pada keberlanjutan, kemajuan ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat. Kami berharap kemitraan ini terus berkembang melalui dialog konstruktif dan memberikan dampak signifikan bagi kedua negara,” ucap Rachmat.

    Selain itu, Bappenas juga menginginkan kolaborasi dengan pemerintah Jepang dapat diperluas. Beberapa di antaranya ialah meningkatkan implementasi skema pembiayaan inovatif dari Japan International Cooperation Agency (JICA), lalu dukungan kapasitas dari Jepang di bidang pembangunan ekonomi, keuangan, fiskal, dan penganggaran untuk mendukung aksesi Indonesia dalam Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Kemudian juga skema Official Development Assistance (ODA) dengan persyaratan yang lebih lunak untuk mendukung wilayah tertinggal, hingga berbagi pengalaman dengan negeri Sakura dalam mendapatkan sumber pembiayaan swasta.

    Sejak 1954, kedua negara tersebut dikatakan telah bekerja sama yang bermula dari Development Cooperation Charter Jepang dengan fokus mengatasi tantangan global dan membangun kemitraan untuk pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan bersama.

    Kini, Jepang disebut sebagai salah satu mitra pembangunan bilateral terbesar bagi Indonesia, dengan proporsi terhadap total portofolio pinjaman luar negeri bilateral mencapai 49.81 persen atau sekitar 10.77 miliar dolar Amerika Serikat (AS) dengan sektor yang menjadi fokus JICA adalah transportasi dan infrastruktur.

    Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
    Editor: Ahmad Buchori
    Copyright © ANTARA 2024

  • Cerita Anak Satpam Singapura Bangun Sekolah Inspirasi di Sidoarjo – Page 3

    Cerita Anak Satpam Singapura Bangun Sekolah Inspirasi di Sidoarjo – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Data OECD memperlihatkan bahwa peringkat sistem pendidikan Indonesia berada jauh di bawah standar global selama bertahun-tahun. Hal ini berbeda dengan negara tetangga Singapura yang terus berada di peringkat atas.

    Hal ini yang menjadi dasar Jaspal Sidhu untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan di Indonesia. Awalnya, anak seorang satpam di Singapura ini meratau ke Bengkulu dan bekerja di sebuah perusahaan tambang.

    Ia jatuh cinta di dunia pendidikan saat harus berada rumah sakit selama berbulan-bulan karena kecelakaan. Lewat sebuah jendela, Jaspal melihat dari jauh anak-anak yang sangat gembira di sekolah.

    Mereka sangat gembira bersekolah meskipun dengan bangunan sekolah seadanya dan sarana dan prasarana yang pas-pasan.

    Setelah menelisik lebih jauh, ternyata kekuatan guru sangat tinggi. Guru yang memberikan pelajaran dengan menyenangkan menjadi keberhasilan sebuah pendidikan.

    Keinginannya untuk mendirikan sekolah diperkuat saat ia melihat adanya kesenjangan mendidikan di Indonesia. Untuk bisa memperoleh pendidikan yang layak memerlukan dana yang besar.

    “Di situ saya memiliki ide untuk membangun sekolah terjangkau,” jelas dia saat berkunjung ke redaksi Liputan6.com, ditulis Minggu (15/12/2024).

    Jaspal Sidhu mengakui bahwa dirinya mendirikan lembaga pendidikan bukan karena LSM jadi harus memberikan keuntungan.

    Untuk itu ia mengambil strategi membagi keuntungan dari sekolah untuk membangun sekolah lain dengan subsidi.

    ” Jadi saya bagi dua. Setelah sekolah yang pertama maju dan ada hasil, saya bagi dua untuk sekolah lain. Setelah itu saya bagi dua lagi dan seterusnya,” kata dia.

  • Ini Lho 4 Temuan Survei Sosial Emosional OECD

    Ini Lho 4 Temuan Survei Sosial Emosional OECD

    Kudus: Keterampilan sosial emosional seperti empati, kreativitas, dan kegigihan menjadi kunci keberhasilan individu dan masyarakat di tengah dunia yang kian kompleks dan penuh ketidakpastian. Menjawab tantangan ini, Bakti Pendidikan Djarum Foundation bersama Organisation for Economic Co-Operation and Development (OECD) meluncurkan temuan Survei Global Keterampilan Sosial dan Emosional (SSES).
     
    Survei OECD merupakan upaya internasional komprehensif untuk mendokumentasikan keterampilan sosial emosional siswa, serta kondisi dan praktik yang mendukung pengembangannya. Survei melibatkan lebih dari 70 ribu siswa berusia 10 dan 15 tahun, di 16 lokasi global; termasuk Helsinki (Finlandia), Gunma (Jepang), dan Delhi (India). Tahun ini menjadi momen penting bagi Indonesia, dengan bergabungnya Kudus wakil Indonesia.
     
    “Keterampilan sosial emosional merupakan bekal penting yang membuat kita menjadi lebih ‘manusia’ di tengah gempuran teknologi, seperti artificial intelligence. Hal ini menjadi fondasi yang kokoh untuk berkontribusi pada dunia yang berkelanjutan. Meningkatnya keterampilan sosial emosional juga akan mengatrol sosial ekonomi. Sehingga menjadi penting untuk terus meningkatkan keterampilan tersebut pada siswa,” ungkap Direktur Pendidikan & Keterampilan OECD, Andreas Schleicher, dalam keterangan tertulis, Selasa, 10 Desember 2024.
    Peluncuran survei mengangkat tema “Menuju Generasi Cerdas Sosial Emosional: Temuan Global dan Praktik Baik Kudus untuk Indonesia”. Acara dihadiri oleh lebih dari 300 tamu undangan, yang mencakup berbagai pemangku kepentingan, termasuk guru, kepala sekolah, orang tua, pembuat kebijakan, akademisi, hingga pegiat filantropi. Pada sesi sore acara dilanjutkan dengan workshop yang diikuti 240 guru, memberikan ruang untuk pendalaman praktik baik dalam penerapan keterampilan sosial-emosional di sekolah.
     
    “Saya sangat mengapresiasi Kudus dan Indonesia atas komitmennya yang tinggi dalam mengedepankan pengembangan keterampilan sosial-emosional di sekolah. Saat berkunjung ke beberapa sekolah kemarin, saya merasakan sendiri suasana hangat di kelas dan hubungan yang dekat antara guru dan anak-anak didiknya,” kata dia.
     
     

     

    Beberapa temuan utama dalam survei global social emotional skills (SES) OECD meliputi:

    Kunci Keberhasilan Holistik: Keterampilan sosial dan emosional siswa merupakan prediktor signifikan terhadap nilai sekolah, kesehatan, dan kesejahteraan, terlepas dari latar belakang, kelompok usia, maupun kota domisili.
    Penurunan Kreativitas dan Rasa Ingin Tahu di Masa Remaja: Keterampilan ini menurun secara signifikan pada siswa usia 15 tahun dibandingkan dengan siswa usia 10 tahun, terutama di kota-kota Asia.
    Komitmen Kuat Pendidik Indonesia: Di antara semua lokasi, pendidik di Kudus menunjukkan konsistensi tertinggi dalam mengintegrasikan keterampilan sosial emosional lintas mata pelajaran. Mereka juga paling memiliki kesamaan pola pikir tentang dampak keterampilan tersebut bagi hasil akademik dan kehidupan siswa, serta tanggung jawab sebagai pendidik untuk menumbuhkannya.
    Penciptaan Lingkungan Sekolah Aman untuk Keberhasilan Siswa: Perundungan masih menjadi kekhawatiran yang signifikan di semua lokasi termasuk di Kudus. Namun, di beberapa lokasi termasuk Kudus, sebagian besar kepala sekolah melaporkan tingkat penindasan yang rendah, sehingga hal ini menunjukkan adanya kekhawatiran normalisasi terhadap perilaku tersebut.
    Pemberian Umpan Balik Positif ke Siswa: Siswa yang menerima lebih banyak umpan balik guru memiliki keterampilan sosial dan emosional yang lebih tinggi. Di Kudus, menerima umpan balik guru yang lebih sering paling erat kaitannya dengan motivasi berprestasi, rasa ingin tahu, keramahan, kepercayaan, dan toleransi.

    Koordinator Nasional Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan, Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO, Ananto Kusuma Seta mengapresiasi temuan survei OECD, yang dinilai tepat waktu dan selaras dengan arah kebijakan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI, Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed untuk meningkatkan keterampilan sosial emosional siswa, dengan konsep pembelajaran yang mindful, meaningful, dan joyful.
     
    “Temuan survei OECD di Kudus menguatkan keterampilan sosial emosional itu sangat penting untuk menuntun para siswa sukses di masa depan. Keterampilan di abad 21 kini bukan hanya diukur dari skor PISA, tapi perlu juga dilihat dan komplementer dengan skor sosial emosional. Dari temuan ini, Kudus telah menorehkan awal yang bagus dan secara umum posisi kita di atas rata-rata. Pendidikan kita di Kudus masih lebih baik dari Singapura dan Jepang soal sosial emosional,” terang Ananto.
     
    Selain relevansi kebijakan pada tingkat nasional, temuan ini memiliki potensi untuk memperkuat dan memperluas praktik baik yang sudah ada di Kudus. Penjabat Bupati Kudus Muhammad Hasan Chabibie mengatakan, sebagai satu-satunya kota perwakilan Indonesia dalam survei global ini, Kudus telah menunjukkan komitmen terhadap pembelajaran sosial emosional melalui aneka program strategis, yang didukung oleh mitra seperti Djarum Foundation, sehingga membantu mempercepat penerapan praktik baik di sekolah.
     
    “Dalam sistem pendidikan yang terus berkembang, keterampilan sosial-emosional akan berpurwarupa menjadi salah satu hard skills yang dibutuhkan dunia. Bagi saya, ini merupakan suatu hal yang menggembirakan. Praktik-praktik baik yang sudah berjalan di Kudus ini perlu kita pertajam lagi sekaligus melakukan scale-up melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah ke sekolah-sekolah lain di seluruh daerah di Indonesia,” urai Muhammad Hasan Chabibie.
     
    Temuan Survei Sosial Emotional Skills OECD di Kudus turut memperlihatkan akar budaya yang kuat dapat memberi pengaruh positif bagi keterampilan sosial emosional siswa di masa depan. Menempatkan pendidikan sebagai budaya dan membudayakan pendidikan, merupakan fondasi dalam menumbuhkan keterampilan sosial emosional pada siswa. Ibarat pohon dengan masa depan yang selalu berganti, keterampilan sosial emosional merupakan akar yang menguatkan untuk terus tumbuh dan beradaptasi dengan kondisi dunia yang penuh ketidakpastian.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (AHL)

  • Survei OECD: Keterampilan Sosial Emosional Siswa Berdampak Pada Nilai, Kesehatan dan Kesejahteraan – Halaman all

    Survei OECD: Keterampilan Sosial Emosional Siswa Berdampak Pada Nilai, Kesehatan dan Kesejahteraan – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com Eko Sutriyanto 

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Di tengah dunia yang kian kompleks dan penuh ketidakpastian, keterampilan sosial emosional seperti empati, kreativitas, dan kegigihan menjadi kunci keberhasilan individu dan masyarakat. 

    Survei global social emotional skills Organisation for Economic Co-Operation and Development (OECD) menemukan keterampilan sosial emosional siswa berpengaruh terhadap nilai, kesehatan, dan kesejahteraan  terlepas dari latar belakang, kelompok usia, maupun kota domisili.

    Survei melibatkan juga melibatkan Bakti Pendidikan Djarum Foundation dilakukan terhadap 70.000 siswa berusia 10 dan 15 tahun, di 16 lokasi global termasuk Helsinki (Finlandia), Gunma (Jepang), dan Delhi (India) dan Kudus mewakili Indonesia.

    “Temuan OECD yang dalam survei, keterampilan sosial ini menurun secara signifikan pada siswa usia 15 tahun dibandingkan dengan siswa usia 10 tahun, terutama di kota-kota Asia,” kata  Andreas Schleicher, Direktur Pendidikan & Keterampilan OECD saat acara peluncuran hasil survei bertema Menuju Generasi Cerdas Sosial Emosional: Temuan Global dan Praktik Baik Kudus untuk Indonesia di Kudus Jawa Tengah belum lama ini.

    Andreas Schleicher menyebutkan, di antara semua lokasi yang disurvei, pendidik di Kudus menunjukkan konsistensi tertinggi dalam mengintegrasikan keterampilan sosial emosional lintas mata pelajaran. 

    Mereka juga paling memiliki kesamaan pola pikir tentang dampak keterampilan tersebut bagi hasil akademik dan kehidupan siswa, serta tanggung jawab sebagai pendidik untuk menumbuhkannya. 

    Sama halnya di Kudus, kasus perundungan pelajar menjadi kekhawatiran yang signifikan namun sebagian besar kepala sekolah melaporkan tingkat penindasan yang rendah sehingga hal ini menunjukkan adanya kekhawatiran normalisasi terhadap perilaku tersebut.

    “Siswa yang menerima lebih banyak umpan balik guru memiliki keterampilan sosial dan emosional yang lebih tinggi. Di Kudus, menerima umpan balik guru yang lebih sering paling erat kaitannya dengan motivasi berprestasi, rasa ingin tahu, keramahan, kepercayaan, dan toleransi,” katanya.

    Andreas menambahkan, keterampilan sosial emosional merupakan bekal penting yang membuat kita menjadi lebih ‘manusia’ di tengah gempuran teknologi, seperti artificial intelligence dan ini menjadi fondasi yang kokoh untuk berkontribusi pada dunia yang berkelanjutan.

    “Meningkatnya keterampilan sosial emosional juga akan mengatrol sosial ekonomi. Sehingga menjadi penting untuk terus meningkatkan keterampilan tersebut pada siswa,” ungkap Andreas.

    Peluncuran survei mengangkat tema “Menuju Generasi Cerdas Sosial Emosional: Temuan Global dan Praktik Baik Kudus untuk Indonesia dihadiri lebih dari 300 tamu undangan, yang mencakup berbagai pemangku kepentingan, termasuk guru, kepala sekolah, orang tua, pembuat kebijakan, akademisi, hingga pegiat filantropi.

    Koordinator Nasional Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan, Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO, Ananto Kusuma Seta mengapresiasi temuan survei OECD, yang dinilai tepat waktu dan selaras dengan arah kebijakan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI, Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed untuk meningkatkan keterampilan sosial emosional siswa, dengan konsep pembelajaran yang mindful, meaningful, dan joyful.

    “Temuan survei OECD di Kudus menguatkan bahwa keterampilan sosial emosional itu sangat penting untuk menuntun para siswa sukses di masa depan. Bahwa keterampilan di abad 21 kini bukan hanya diukur dari skor PISA, tapi perlu juga dilihat dan komplementer dengan skor sosial emosional. Dari temuan ini, Kudus telah menorehkan awal yang bagus dan secara umum posisi kita di atas rata-rata. Pendidikan kita di Kudus masih lebih baik dari Singapura dan Jepang soal sosial emosional,” terang Ananto.

    Selain relevansi kebijakan pada tingkat nasional, temuan ini memiliki potensi untuk memperkuat dan memperluas praktik baik yang sudah ada di Kudus.

    Penjabat Bupati Kudus Dr. Muhammad Hasan Chabibie, S.T., M.Si mengatakan, sebagai satu-satunya kota perwakilan Indonesia dalam survei global ini, Kudus telah menunjukkan komitmen terhadap pembelajaran sosial emosional melalui aneka program strategis, yang didukung oleh mitra seperti Djarum Foundation, sehingga membantu mempercepat penerapan praktik baik di sekolah.

    “Dalam sistem pendidikan yang terus berkembang, keterampilan sosial-emosional akan berpurwarupa menjadi salah satu hard skills yang dibutuhkan dunia,” kata Hasan.

  • Airlangga harap perluasan kerja sama RI-India di berbagai sektor lain

    Airlangga harap perluasan kerja sama RI-India di berbagai sektor lain

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto berharap, kerja sama ekonomi antara Indonesia dan India kian diperluas dalam berbagai sektor mulai dari sektor digital, UMKM, kesehatan, termasuk pengembangan vaksin dan produk farmasi, telekomunikasi, hingga sektor strategis lainnya.

    India sendiri merupakan mitra penting bagi Indonesia. Kedua negara memperdagangkan sekitar 27 miliar dolar AS pada tahun 2023 dan tumbuh sekitar 20 persen setiap tahun.

    “Bagi Indonesia, India merupakan mitra strategis tidak hanya dalam perdagangan tetapi juga dalam investasi. Indonesia perlu membangun jembatan dengan India yang menghubungkan antara made in Indonesia dan made in India,” kata Airlangga di India-Indonesia Synergy Investment Forum, Jakarta, Jumat.

    Dalam konteks hubungan internasional, Indonesia berupaya membuka pasar baru dengan dengan mempunyai komitmen terhadap kebijakan luar negeri dengan menjadi bagian dari G20, APEC, ASEAN, Indo-Pasifik Economic Framework (IPEF), Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP), Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), dan BRICS.

    Pemerintah Indonesia juga aktif menjalin kerja sama bilateral dengan berbagai negara mitra, termasuk India, untuk memaksimalkan potensi ekonomi Indonesia yang diprediksi tumbuh 5 persen pada 2024 dan 5,2 persen pada 2025.

    Adapun pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan mencapai 8 persen pada tahun 2029. Menilik capaian selama tahun 1986 hingga 1997, Indonesia bahkan mampu tumbuh sebesar 8,2 persen pada tahun 1995 dengan kondisi ICOR (Incremental Capital Output Ratio/ rasio modal terhadap output) Indonesia sekitar 4 persen.

    Untuk mencapai target pertumbuhan antara 5,2 persen hingga 8 persen dalam lima tahun ke depan, Pemerintah melakukan transformasi ekonomi melalui hilirisasi industri, penguatan ekonomi digital, pengembangan ekonomi baru seperti ekosistem semikonduktor, serta transisi energi.

    “Untuk mencapai target pertumbuhan tersebut diperlukan pendanaan untuk melaksanakan program pembangunan dan investasi menjadi kunci untuk mendanai pembangunan. Indonesia akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk optimalisasi infrastruktur untuk mengurangi ICOR sehingga investasi dan produktivitas akan menjadi sektor utama,” ungkap Airlangga.

    Lebih lanjut, Airlangga menjelaskan bahwa melalui nilai tambah manufaktur dan hilirisasi mampu meningkatkan pertumbuhan di kawasan.

    Ia mengatakan bahwa saat ini Indonesia memiliki Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dengan 22 sektor yang berada di KEK dan 7 sektor sedang dalam proses, untuk hilirisasi, pendirian pusat kesehatan (health center), pusat pendidikan, serta pusat data digital.

    Airlangga dalam kesempatan tersebut juga menjelaskan bahwa ekspor nikel Indonesia meningkat dari 4 miliar dolar AS pada 2015 menjadi mendekati 35 miliar dolar AS pada 2023.

    “Jadi, pembelajaran dari hilirisasi nikel ini juga bisa dikembangkan pada komoditas lain termasuk sektor pertanian. Indonesia merupakan penghasil minyak sawit atau minyak nabati terbesar di dunia dengan produksi sekitar 50 juta ton per tahun,” ungkapnya.

    Perlambatan ekonomi di beberapa negara mitra, seperti China, berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun Airlangga mengatakan bahwa fundamental ekonomi Indonesia masih kuat. Rendahnya inflasi Indonesia sebesar 1,71 persen secara tahunan (yoy) mencerminkan efektivitas kebijakan Pemerintah dalam menjaga stabilitas harga dan juga daya beli masyarakat.

    Rasio utang Indonesia juga kurang dari 40 persen produk domestik bruto (PDB). Melihat fundamental ekonomi Indonesia yang kuat tersebut Airlangga dalam India-Indonesia Synergy Investment Forum mendorong kemitraan Indonesia-India untuk memperkuat ekonomi demi kesejahteraan masyarakat kedua negara.

    “Mari kita manfaatkan kesempatan yang ada untuk memperkuat kemitraan kita lebih lanjut dan menciptakan masa depan yang sejahtera bagi masyarakat kita,” pungkas Airlangga.

    Pewarta: Bayu Saputra
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2024