Organisasi: OECD

  • Di Depan Putin, Prabowo Curhat Pernah jadi Pengusaha Bersama Adiknya

    Di Depan Putin, Prabowo Curhat Pernah jadi Pengusaha Bersama Adiknya

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmen Indonesia untuk memperluas kerja sama ekonomi dan menjaga perdamaian dunia dalam forum bergengsi St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF) 2025 yang berlangsung di ExpoForum Convention and Exhibition Centre, Jumat (20/6/2025).

    Berbicara dalam sesi pleno di hadapan para pemimpin dunia, termasuk Presiden Rusia Vladimir Putin, Prabowo membuka pernyataannya dengan mengungkapkan latar belakangnya sebagai mantan pengusaha yang pernah menjalin hubungan erat dengan dunia bisnis Rusia.

    “Saya pernah berkarier sebagai pengusaha dan memiliki hubungan baik dengan korporasi Rusia—adik saya [Hashim Djojohadikusumo] sudah puluhan tahun aktif kerja sama. Kami menantikan partisipasi Rusia dalam ekonomi Indonesia,” ujar Prabowo.

    Lebih lanjut, Prabowo menekankan bahwa hubungan ekonomi antara Indonesia dan Rusia terus diperkuat melalui berbagai jalur diplomasi ekonomi dan negosiasi perdagangan.

    Saat ini, menurut Prabowo, Indonesia aktif dalam pembahasan sejumlah perjanjian strategis, seperti Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) dengan Uni Eurasia, CPTPP, CEPA dengan Uni Eropa, serta pengajuan keanggotaan dalam Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). Negara, kata Prabowo, harus beradaptasi dalam dunia yang semakin terkoneksi. 

    “Dunia semakin menyusut, dan Indonesia ingin bersama-sama membangun kerjasama damai dengan semua negara,” tegasnya.

    Dalam kesempatan tersebut, Prabowo itu juga menyinggung kondisi geopolitik global, khususnya meningkatnya ketegangan di kawasan Timur Tengah. Dia menyatakan keprihatinan atas eskalasi konflik dan menyerukan penyelesaian damai. 

    “[Kami] mengecam eskalasi konflik global khususnya di Timur Tengah dan berharap penyelesaian damai segera terwujud,” pungkas Prabowo.

  • Mengapa Prabowo Terbang ke Rusia & Absen dari Undangan PM Kanada ke G7?

    Mengapa Prabowo Terbang ke Rusia & Absen dari Undangan PM Kanada ke G7?

    Jakarta

    Undangan untuk menghadiri KTT G7 di Kanada tak dipenuhi Presiden Prabowo Subianto. Di waktu yang sama dengan gelaran KTT G7, Prabowo justru melakukan lawatan kenegaraan ke Singapura hingga Rusia. Prabowo memilih untuk memenuhi undangan dari pimpinan dua negara tersebut, baik dari PM Lawrence Wong maupun dari dari Presiden Vladimir Putin.

    Padahal, sebelumnya undangan untuk hadir di KTT G7 disampaikan langsung Perdana Menteri Kanada Mark Carney kepada Prabowo melalui sambungan telepon pada awal Juni lalu.

    Lantas mengapa Prabowo absen di G7 dan justru melakukan lawatan ke negara lain, khususnya Rusia?

    Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO) Hasan Nasbi mengatakan pada prinsipnya Prabowo, dan pemerintah Indonesia secara khusus, menghargai semua undangan yang diberikan kepada Indonesia.

    Hanya saja ternyata beberapa agenda waktunya bentrok, jadi mau tidak mau Prabowo tak bisa menghadiri semua acara bersamaan. Absennya Prabowo di G7 karena sebelum undangan ke G7 diberikan, Indonesia sudah menetapkan akan hadir di Singapura dan Rusia terlebih dahulu.

    “Undangan dari pemerintah Rusia untuk menghadiri St. Petersburg International Economic Forum mungkin sudah dari beberapa bulan yang lalu. Mungkin sudah dari bulan Maret atau April. Dan sudah dipersiapkan lama. Presiden juga akan berpidato di sana. Waktunya bentrok,” papar Hasan Nasbi di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (16/6/2025).

    “Dalam waktu yang juga hampir bersamaan, kita sudah dijadwalkan menghadiri, Presiden sudah dijadwalkan menghadiri annual retreat di Singapura. Waktunya beririsan dengan waktu pelaksanaan G7 Summit di Kanada,” sebutnya melanjutkan.

    Pemerintah, kata Hasan Nasbi, mendahulukan komitmen-komitmen pertemuan yang lebih awal sudah dibuat. Dalam hal ini undangan pertemuan antara Singapura dan Rusia lebih dulu ditetapkan daripada undangan Kanada.

    “Jadi di antara pilihan-pilihan ini, kemudian pemerintah lebih mendahulukan komitmen-komitmen yang memang sudah dibuat di awal. Karena komitmen dengan Rusia sudah dibuat jauh-jauh hari. Komitmen dengan pemerintah Singapura juga sudah dibuat. Ini kan jadwal tahunan dan juga sudah dipersiapkan lama,” beber Hasan.

    Di sisi lain, Hasan menepis anggapan ketidakhadiran Prabowo di Kanada karena Indonesia memilih untuk mendekati Rusia daripada negara barat. Menurutnya spekulasi seperti ini tidak benar, karena Indonesia menganut prinsip tidak condong pada blok manapun.

    Indonesia, katanya, akan bergabung dengan berbagai forum dan aliansi di dunia berdasarkan kepentingan nasional, bukan berdasarkan hubungan baik atau hubungan buruk dengan beberapa negara saja.

    “Kita kan tidak condong ke blok manapun. Kita tidak melihat dunia hitam putih. Jadi spekulasi-spekulasi semacam tadi, kayak cenderung ke blok ini, itu tidak ada,” sebut Hasan.

    Sebagai contoh saja, Indonesia saat ini sudah bergabung dengan BRICS yang digawangi Rusia dan China. Namun, di lain Indonesia juga terus mengupayakan untuk menjadi anggota OECD yang notabenenya berisi negara-negara barat.

    “Jadi kalau kita bergabung dengan BRICS misalnya, bukan berarti kita lebih condong ke salah satu blok. Karena dalam waktu yang bersamaan, kita baru saja awal Juni ini juga baru saja menyelesaikan satu step penting, satu milestone penting dalam proses keanggotaan kita menjadi calon anggota OECD. Kalau OECD kan ada Amerika, ada negara-negara Eropa di sana,” pungkas Hasan memaparkan.

    (hal/kil)

  • Penjelasan soal Prabowo Hadiri Undangan Putin dan Batal ke KTT G7

    Penjelasan soal Prabowo Hadiri Undangan Putin dan Batal ke KTT G7

    Jakarta

    Presiden Prabowo Subianto diagendakan akan memenuhi undangan khusus dari Presiden Rusia Vladimir Putin. Dengan begitu, Prabowo tak bisa menghadiri KTT G7.

    Adapun KTT G7 diketahui akan digelar pada 16 dan 17 Juni 2025. Adapun negara yang masuk dalam KTT G7 yakni Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat.

    Sementara, Prabowo juga sudah merencanakan dari jauh-jauh hari untuk mengunjungi Singapura, selain ke Rusia.

    Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi mengatakan waktu kegiatan KTT G7 itu bentrok dengan agenda ke Rusia dan Singapura. Namun, Hasan menyebut pemerintah menghargai undangan yang terus berdatangan ke Prabowo.

    “Presiden mendapatkan banyak sekali kehormatan dengan diundang ke dalam berbagai forum di dunia. Undangan-undangan ini ada yang waktunya pas, ada yang waktunya itu agak bentrok. Hampir bersamaan,” kata Hasan kepada wartawan di kantornya, Gedung Kwarnas Pramuka, Jakarta Pusat, Senin (16/6/2025).

    “Dengan jarak yang lumayan jauh itu titik-titiknya lumayan-lumayan jauh tuh. Ada yang di Kanada, ada yang di Singapura, ada yang di St. Petersburg. Pemerintah kita tentu menghargai undangan-undangan ini karena ini sebuah kehormatan terhadap pemerintah Indonesia,” lanjutnya.

    Sikap RI Tak ke Blok Mana Pun

    Foto: Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi (Eva/detikcom)

    Istana menegaskan sikap Indonesia tak bergabung ke blok mana pun. Hal ini karena Prabowo tidak bisa memenuhi undangan KTT G7 karena bentrok dengan agenda bertemu Putin.

    “Jadi tidak condong ke blok mana pun. Kita tidak melihat dunia hitam-putih. Jadi spekulasi-spekulasi semacam tadi, kayak cenderung ke blok ini, itu tidak ada,” kata Kepala Kantor Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi kepada wartawan di kantornya, Gedung Kwarnas Pramuka, Jakarta Pusat, Senin (16/6/2025).

    Hasan mengatakan Indonesia akan bergabung ke forum mana pun berdasarkan kepentingan nasional, bukan berdasarkan hubungan baik atau buruk negara-negara lain. Hasan mengambil contoh Indonesia yang tengah mengikuti aksesi BRICS dan di saat bersamaan juga ikut aksesi keanggotaan OECD.

    “Kalau OECD kan ada Amerika, ada negara-negara Eropa di sana. Nah di saat yang bersamaan kita menjadi anggota BRICS dan di saat yang bersamaan kita juga dalam proses menjadi anggota OECD. Jadi nggak condong ke mana pun, kita akan bergabung dengan klub yang, kalau klub-klub internasional itu, klub-klub multilateral itu memberikan keuntungan strategis kepada bangsa kita, kita akan join,” ujarnya.

    “Kalau tidak memberikan keuntungan strategis kepada kita, ya kita mungkin tidak akan join. Kita kan juga aktif dalam G20, G7 ini kan bagian dari G20 dan kita aktif. Kita juga aktif di dalam APEC. Di APEC itu ada China, ada RRC, ada Amerika Serikat. Jadi kita sama sekali dalam pendirian politik kita yang bebas aktif tidak akan condong ke salah satu blok. Kita akan bergabung ke blok ekonomi, ingat blok ekonomi,” lanjut Hasan.

    Hasan menyebut Indonesia tegas menganut politik bebas aktif. Oleh karena itu, ia berharap tidak ada spekulasi liar soal sikap politik Indonesia.

    “Kita nggak akan masuk ke dalam blok militer, blok pertahanan. Kita masuk dalam blok ekonomi selama itu menguntungkan buat bangsa kita. Jadi kira-kira itu. Jadi spekulasi kayak tadi harusnya kita taruh jauh-jauh dari pendirian politik luar negeri negara kita,” ujarnya.

    Pertemuan dengan Putin

    Foto: REUTERS/Pool/Maxim Shemetov

    Prabowo akan memenuhi undangan Putin untuk berkunjung ke negaranya pada 18-20 Juni mendatang. Sejumlah agenda bakal dijalani Prabowo dalam kunjungannya ke Saint Petersburg.

    “Bapak Presiden RI dan rombongan terbatas juga dijadwalkan akan melakukan kunjungan ke Saint Petersburg, Rusia pada tanggal 18-20 Juni mendatang,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Roy Sumirat kepada wartawan dalam jump pers di kantornya, Kamis (12/6/2025).

    Roy menjelaskan kunjungan Prabowo ke Rusia ini dalam rangka memenuhi undangan Putin. Selain itu, Prabowo dijadwalkan menghadiri Saint Petersburg International Economic Forum 2025.

    “Kunjungan ini dilakukan dalam rangka memenuhi undangan dari Presiden Rusia Vladimir Putin untuk melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Rusia. Dan juga sekaligus menghadiri Saint Petersburg International Economic Forum tahun ini yang sudah memasuki tahun berjalan sekitar berapa tahun,” jelasnya.

    Roy mengatakan kunjungan ini juga dilakukan dalam rangka peringatan 75 tahun hubungan diplomatik antara RI dan Rusia. Hal ini sangat penting dan memiliki makna penting bagi hubungan diplomatik kedua negara.

    “Dalam pertemuan bilateral nanti kunjungan ini juga diharapkan akan membahas perkembangan kerja sama bilateral. Serta melakukan tukar pikiran diantara para leaders terkait dengan isu-isu regional dan global yang menjadi common concern,” jelasnya.

    Roy menyampaikan kunjungan ini juga diharapkan menghasilkan sejumlah langkah konkret yang pada saatnya nanti akan disampaikan lebih lanjut.

    “Karena sampai saat ini masih memasuki tahap finalisasi akhir,” tuturnya.

    Sementara itu, dalam Saint Petersburg International Economic Forum, Prabowo diagendakan menyampaikan pidato pada sesi pembukaan serta mengikuti sesi pleno bersama Putin.

    Dalam rangkaian kunjungan Prabowo ke Rusia, sejumlah pejabat bakal turut mendampingi. Sebelum itu, Menteri Luar Negeri Sugiono juga akan melakukan pertemuan bilateral dengan Menlu Rusia di Moskow.

    “Dan juga sebelum rangkaian pertemuan di tingkat Presiden direncanakan juga bahwa Menteri Luar Negeri Indonesia akan melakukan pertemuan bilateral dengan Menlu Rusia di Moskow. Ini sebenarnya hal yang sudah pernah dijadwalkan sebelumnya hanya tertunda sehingga baru bisa terlaksana minggu depan bila tidak ada halangan,” tutupnya.

    Halaman 2 dari 3

    (azh/azh)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • PCO: Ketidakhadiran Prabowo di KTT G7 bukan soal blok

    PCO: Ketidakhadiran Prabowo di KTT G7 bukan soal blok

    “Presiden mendapat banyak sekali undangan kehormatan dari berbagai negara. Tapi beberapa di antaranya waktunya beririsan, dan lokasinya pun berjauhan—Kanada, Rusia, dan Singapura. Pemerintah tentu sangat menghargai semua undangan ini,”

    Jakarta (ANTARA) – Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi mengatakan ketidakhadiran Presiden Prabowo Subianto dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 di Kanada 15-16 Juni 2025 bukan disebabkan oleh keberpihakan terhadap blok negara tertentu.

    Hasan, di Kantor PCO, Jakarta, Senin, menyebut alasan utama hal itu karena benturan jadwal dengan sejumlah undangan strategis lainnya yang telah lebih dahulu dikonfirmasi, termasuk kunjungan kenegaraan ke Rusia dan Singapura pada 16-20 Juni 2025.

    “Presiden mendapat banyak sekali undangan kehormatan dari berbagai negara. Tapi beberapa di antaranya waktunya beririsan, dan lokasinya pun berjauhan—Kanada, Rusia, dan Singapura. Pemerintah tentu sangat menghargai semua undangan ini,” katanya.

    Hasan Nasbi menjelaskan bahwa undangan yang diterima Presiden Prabowo untuk menghadiri berbagai forum global—termasuk St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF) di Rusia dan annual retreat bersama Singapura—telah dikirim dan dipersiapkan jauh lebih awal dibandingkan undangan G7 yang baru diterima pada awal Juni.

    Lebih lanjut, ia menekankan bahwa kehadiran Presiden di SPIEF merupakan bentuk penghormatan terhadap undangan Rusia yang telah direncanakan sejak Maret atau April 2025 dan Presiden dijadwalkan akan menyampaikan pidato penting dalam forum tersebut.

    Sementara itu, kunjungan ke Singapura juga dinilai strategis, karena berpotensi menghasilkan lebih dari 10 kerja sama bilateral yang bernilai tinggi bagi Indonesia.

    Hasan menegaskan bahwa posisi Indonesia dalam politik luar negeri tetap konsisten pada prinsip bebas dan aktif, tanpa condong ke blok manapun.

    “Jadi, Indonesia tidak condong ke blok manapun, kita tidak melihat dunia hitam putih. Jadi spekulasi-spekulasi semacam tadi, kayak cenderung ke blok ini, itu tidak ada. Kita baru saja menyelesaikan milestone penting menuju keanggotaan OECD, sementara juga aktif dalam BRICS, G20, dan APEC,” katanya.

    Menurutnya, partisipasi Indonesia dalam berbagai forum internasional, baik yang digawangi negara Barat maupun Timur, sepenuhnya didasarkan pada kepentingan nasional dan manfaat strategis bagi bangsa.

    “Kita nggak akan masuk ke dalam blok militer, blok pertahanan. Kita masuk dalam blok ekonomi selama itu menguntungkan buat bangsa kita. Jadi kira-kira itu,” kata Hasan menambahkan.

    Pemerintah berharap publik tidak terjebak pada narasi geopolitik yang menyudutkan posisi Indonesia, dan memahami bahwa keputusan kehadiran Presiden dalam forum internasional didasarkan atas pertimbangan matang dan jadwal komitmen yang telah ditetapkan sebelumnya.

    Pewarta: Andi Firdaus, Mentari Dwi Gayati
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Gabung OECD, Indonesia Dinilai Bakal Jadi Magnet Investasi Baru

    Gabung OECD, Indonesia Dinilai Bakal Jadi Magnet Investasi Baru

    Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia disebut akan mendapat sejumlah keuntungan ekonomi jika resmi menjadi bagian dari Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

    Wakil Menteri Urusan Ekonomi Luar Negeri Belanda, Michiel Sweers memaparkan pihaknya mendukung penuh upaya Indonesia untuk bergabung dengan OECD. Dia menyebut, Indonesia telah menyerahkan initial memorandum (IM) yang merupakan bagian dari proses aksesi Indonesia ke OECD sekitar 2 pekan lalu.

    Sweers mengatakan, Belanda telah menawarkan bantuan teknis kepada Indonesia untuk mengakselerasi proses aksesi. Menurutnya, Indonesia akan mendapat dampak positif dari keanggotaannya di OECD nantinya.

    Dia menambahkan, dampak tersebut juga akan dirasakan oleh negara-negara anggota OECD saat melakukan kerja sama atau kemitraan ekonomi, termasuk Belanda.

    “Karena keanggotaan OECD akan membuat iklim bisnis Indonesia lebih stabil dan menarik, itu berarti lebih banyak perdagangan dan investasi antara kita [Indonesia dan Belanda],” kata Sweers seusai acara Kick-Off Misi Ekonomi Belanda ke Indonesia pada Senin (16/6/2025) di Jakarta.

    Sweers menambahkan bahwa pemerintah Belanda berkomitmen untuk terus memberikan bantuan teknis kepada Indonesia selama proses aksesi OECD berlangsung. Dia menuturkan, Indonesia merupakan salah satu mitra utama Belanda yang memegang teguh prinsip multilateralisme dalam hubungan ekonomi.

    “Saya pikir ini sangat penting bagi Indonesia. Ini akan semakin meningkatkan akses Indonesia ke pasar dunia,” tambahnya.

    Adapun, melansir dari keterangan resmi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Pemerintah Indonesia melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Airlangga Hartarto secara resmi menyerahkan dokumen Initial Memorandum (IM) yang merupakan bagian dari proses aksesi Indonesia ke OECD.

    Dokumen IM diserahkan langsung kepada Sekretaris Jenderal OECD Mathias Cormann pada 3 Juni 2025 di sela-sela rangkaian Pertemuan Tingkat Menteri OECD 2025 di Paris, Prancis.

    “Jadi sejalan dengan kebijakan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif, dan atas arahan Bapak Presiden Prabowo, Indonesia secara aktif bergabung dalam berbagai kesepakatan, serta organisasi internasional strategis, antara lain kita sudah menjadi anggota penuh dari BRICS, sedang berproses dalam aksesi CPTPP, dan OECD, yang ini merupakan sebuah perkumpulan ekonomi negara-negara maju,” ujar Airlangga.

    Proses aksesi tersebut menegaskan komitmen Indonesia untuk menjunjung tinggi prinsip-prinsip tata kelola global yang inklusif dan berbasis aturan. Airlangga menyampaikan, penyerahan IM menjadi langkah krusial menuju keanggotaan penuh Indonesia di OECD.

    “Momen ini tentu menjadi penting karena Indonesia menjadi negara Asia Tenggara pertama yang memasukkan aksesi dan juga menyelesaikan Initial Memorandum,” ujarnya.

    Adapun, dokumen IM mencakup 25 kebijakan prioritas yang diklasifikasikan dalam 32 topik dan merupakan hasil self-assessment Indonesia terhadap kesesuaian kebijakan nasional dengan instrumen OECD.

    Proses penyusunannya dilakukan secara menyeluruh oleh Tim Nasional Aksesi OECD, yang dibentuk oleh Pemerintah Indonesia pascaadopsi Roadmap Aksesi Indonesia pada 29 Maret 2024.

  • Prabowo Absen di KTT G7 dan Temui Putin, Istana: Kita Tak Condong ke Blok Manapun – Page 3

    Prabowo Absen di KTT G7 dan Temui Putin, Istana: Kita Tak Condong ke Blok Manapun – Page 3

    Di Rusia, Prabowo juga akan melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada 19 Juni 2025. Hasan pun menegaskan Indonesia tetap menganut politik bebas aktif dan tak berpihak ke blok manapun dalam diplomasi luar negeri.

    “Jadi tidak condong ke blok manapun. Kita tidak melihat dunia hitam putih. Jadi spekulasi-spekulasi semacam tadi, kayak cenderung ke blok ini, itu tidak ada,” jelasnya.

    Dia menyampaikan Indonesia akan bergabung ke berbagai forum dunia sesuai kepentingan nasional dan keuntungan strategis. Mulai dari, BRICS (Brazil, Rusia, India, China, Afrika Selatan), OECD (Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan), dan APEC (Kerja sama Ekonomi Asia-Pasifik).

    “Jadi enggak condong ke manapun, kita akan bergabung dengan klub yang, kalau klub-klub internasional itu, klub-klub multilateral itu memberikan keuntungan strategis kepada bangsa kita, kita akan join. Kalau tidak memberikan keuntungan strategis kepada kita, ya kita mungkin tidak akan join,” kata Hasan.

    “Kita akan bergabung ke blok ekonomi, ingat blok ekonomi. Kita nggak akan masuk ke dalam blok militer, blok pertahanan. Kita masuk dalam blok ekonomi selama itu menguntungkan buat bangsa kita,” sambung Hasan Nasbi.

  • Prabowo Batal Hadir di G7 Kanada, Istana Ungkap Alasannya

    Prabowo Batal Hadir di G7 Kanada, Istana Ungkap Alasannya

    Jakarta

    Presiden Prabowo Subianto absen untuk menghadiri KTT G7 di Kanada. Sebelumnya, undangan itu disampaikan langsung Perdana Menteri Kanada Mark Carney ke Prabowo melalui sambungan telepon pada awal Juni lalu.

    Prabowo absen dari gelaran KTT G7 yang dilakukan pada 16-17 Juni 2025 itu karena dirinya sedang melakukan lawatan ke negara lain. Hari ini dia memulai lawatan ke Singapura dan dilanjut langsung ke Rusia hingga akhir pekan ini.

    Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO) Hasan Nasbi mengatakan pada prinsipnya Prabowo dan pemerintah Indonesia secara khususnya menghargai semua undangan yang diberikan kepada Indonesia.

    Hanya saja ternyata beberapa agenda waktunya bentrok, jadi mau tidak mau, Prabowo tak bisa menghadiri semua acara bersamaan. Absennya Prabowo di G7 karena sebelum undangan ke G7 diberikan, Indonesia sudah menetapkan akan hadir di Singapura dan Rusia terlebih dahulu.

    “Undangan dari pemerintah Rusia untuk menghadiri St. Petersburg International Economic Forum mungkin sudah dari beberapa bulan yang lalu. Mungkin sudah dari bulan Maret atau April. Dan sudah dipersiapkan lama. Presiden juga akan berpidato di sana. Waktunya bentrok,” papar Hasan Nasbi di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (16/6/2025).

    “Dalam waktu yang juga hampir bersamaan, kita sudah dijadwalkan menghadiri, Presiden sudah dijadwalkan menghadiri annual retreat di Singapura. Waktunya beririsan dengan waktu pelaksanaan G7 Summit di Kanada,” sebutnya melanjutkan.

    Pemerintah, kata Hasan Nasbi, mendahulukan komitmen-komitmen pertemuan yang lebih awal sudah dibuat. Dalam hal ini undangan pertemuan antara Singapura dan Rusia lebih dulu ditetapkan daripada undangan Kanada.

    “Jadi di antara pilihan-pilihan ini, kemudian pemerintah lebih mendahulukan komitmen-komitmen yang memang sudah dibuat di awal. Karena komitmen dengan Rusia sudah dibuat jauh-jauh hari. Komitmen dengan pemerintah Singapura juga sudah dibuat. Ini kan jadwal tahunan dan juga sudah dipersiapkan lama,” beber Hasan.

    Di sisi lain, Hasan menepis anggapan ketidakhadiran Prabowo di Kanada karena Indonesia memilih untuk mendekati Rusia daripada negara barat. Menurutnya spekulasi seperti ini tidak benar, karena Indonesia menganut prinsip tidak condong pada blok manapun.

    Indonesia, katanya, akan bergabung dengan berbagai forum dan aliansi di dunia berdasarkan kepentingan nasional, bukan berdasarkan hubungan baik atau hubungan buruk dengan beberapa negara saja.

    “Kita kan tidak condong ke blok manapun. Kita tidak melihat dunia hitam putih. Jadi spekulasi-spekulasi semacam tadi, kayak cenderung ke blok ini, itu tidak ada,” sebut Hasan.

    Sebagai contoh saja, Indonesia saat ini sudah bergabung dengan BRICS yang digawangi Rusia dan China. Namun, di lain Indonesia juga terus mengupayakan untuk menjadi anggota OECD yang notabenenya berisi negara-negara barat.

    “Jadi kalau kita bergabung dengan BRICS misalnya, bukan berarti kita lebih condong ke salah satu blok. Karena dalam waktu yang bersamaan, kita baru saja awal Juni ini juga baru saja menyelesaikan satu step penting, satu milestone penting dalam proses keanggotaan kita menjadi calon anggota OECD. Kalau OECD kan ada Amerika, ada negara-negara Eropa di sana,” pungkas Hasan memaparkan.

    (hal/kil)

  • Tanpa Naikkan Tarif, Guru Besar UI Ungkap Cara Tambah Setoran Pajak

    Tanpa Naikkan Tarif, Guru Besar UI Ungkap Cara Tambah Setoran Pajak

    Jakarta, CNBC Indonesia – Tarif pajak yang tinggi, belum tentu dapat meningkatkan penerimaan negara. Berdasarkan teori Kurva Laffer, tarif pajak yang terlalu tinggi justru dapat menurunkan penerimaan negara karena mendorong penghindaran pajak.

    Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Telisa Aulia Falianty pun menjelaskan bahwa struktur ekonomi Indonesia masih didominasi oleh sektor informal yang sulit dijangkau oleh sistem perpajakan.Tantangan besar Indonesia adalah tingginya para pengemplang pajak pada sektor tersebut.

    “Sehingga, yang membayar pajak itu, yang itu-itu saja, yang patuh, bisa jadi kalau kita makin menaikkan, karena yang bayar itu hanya sebagian sektor formal saja, yang ada malah akan menurunkan penerimaan perpajakan,” ujar Telisa dalam program Evening Up CNBC Indonesia, dikutip Senin (16/6/2025).

    Telisa pun menjelaskan teori kurva Laffer bisa diterapkan di Indonesia jika sudah mencapai titik optimal perpajakan. Namun, menurutnya Indonesia masih jauh dari level optimal rasio pajak jika dibandingkan dengan negara-negara maju anggota OECD yang memiliki rasio pajak 15-30%. Sementara Indonesia pada tahun lalu hanya mencapai 10,08%.

    “Tapi, ide ini kita setuju bahwa kalau kita melewati titik optimal tertentu, takutnya tarif pajak dinaikkan itu malah akan menurunkan. Apalagi di negara yang seperti Indonesia, yang sektor formalnya sangat tinggi, tadi kemampuan membayar pajak masyarakat di sektor informal,” ujarnya.

    Maka dari itu, ia menyarankan pemerintah dapat fokus pada kebijakan perpajakan yang lebih inklusif. Seperti skema PPh final untuk UMKM dengan tarif rendah dan regulasi lebih mudah.

    “Karena UMKM kan bayar pajak tuh repot lah kalau dengan hitungan-hitungan yang rumit gitu kan. Cukup simpel aja kan, sekian persen dari omset atau sekian persen dari laba final,” ujarnya.

    Selain itu, menurut Telisa memberikan insentif kepada perusahaan-perusahaan yang membayar pajak dengan baik juga dapat meningkatkan penerimaan pajak. Dengan adanya penghargaan dan kemudahan membayar pajak, masyarakat dapat memberikan kontribusi besar kepada perpajakan.

    “Kalau bayar pajak itu nanti bayar listriknya dimudahkan, bayar listriknya dapat diskon, dan lain sebagainya. Jadi, pemerintah bisa bikin semacam program bundling gitu, supaya orang lebih sadar untuk membayar pajak dan bisa meningkatkan basis pajak,” ujarnya.

    Mendorong digitalisasi sistem perpajakan pun juga akan sangat membantu mendongkrak penerimaan pajak. Telisa mengambil contoh negara India yang dapat meningkatkan penerimaan pajak melalui pelacakan digital.

    “Apabila semua transaksi itu sudah didigitalkan, orang kan juga akan sulit untuk menghindar dari kewajiban pajaknya,” ujarnya.

    (haa/haa)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Kucuran paket stimulus Rp24,44 triliun, Amin Ak: Belum menyasar akar persoalan  

    Kucuran paket stimulus Rp24,44 triliun, Amin Ak: Belum menyasar akar persoalan  

    Sumber foto: Efendi Murdiono/elshinta.com.

    Kucuran paket stimulus Rp24,44 triliun, Amin Ak: Belum menyasar akar persoalan  
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Kamis, 12 Juni 2025 – 16:05 WIB

    Elshinta.com – Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI, Amin Ak, mengkritisi peluncuran paket stimulus ekonomi senilai Rp24,44 triliun oleh pemerintah yang berjalan pada Juni–Juli 2025. Menurutnya, meskipun niat membantu konsumsi masyarakat dan melindungi kelompok rentan patut diapresiasi, pendekatan ini tetap bersifat jangka pendek dan belum menyasar akar persoalan fundamental ekonomi nasional.

    “Kita menghadapi situasi ekonomi yang kompleks pertumbuhan melambat, daya beli turun, PHK melonjak. Yang dibutuhkan bukan sekadar diskon dan subsidi, tapi strategi menyeluruh untuk memperkuat fondasi ekonomi dan melindungi kelas menengah yang semakin terhimpit,” tegas Amin dalam keterangan pers yang disampaikan kepada Efendi dari media ini, Kamis (12/06/2025).

    Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I/2025 hanya mencapai 4,87 persen, turun dari 5,11 persen pada periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, konsumsi rumah tangga yang selama ini menjadi tulang punggung pertumbuhan hanya tumbuh 4,89 persen.

    “Angka ini menandakan bahwa stimulus-stimulus sebelumnya tidak cukup efektif untuk menggerakkan konsumsi. Deflasi 0,37 persen pada Mei lalu adalah sinyal lemahnya permintaan agregat,” tambah Amin.

    Anggota Komisi VI DPR RI itu juga menyoroti lonjakan PHK lebih dari 470.000 pekerja sejak 2023, dengan tambahan 70 ribu PHK dalam 6 bulan terakhir, mayoritas di sektor manufaktur dan teknologi.
    Menurut Amin, program reskilling dan perlindungan sosial masih jauh dari memadai. Koefisien Gini yang naik dari 0,381 (2022) menjadi 0,388 (awal 2025) memperkuat bukti bahwa ketimpangan semakin besar.

    Fraksi PKS meminta pemerintah lebih fokus pada reformasi struktural jangka panjang. Reformasi perpajakan yang progresif, untuk meningkatkan penerimaan tanpa membebani kelompok rentan. Realisasi penerimaan pajak saat ini baru 14,7 persen dari target.

    Investasi besar-besaran pada sumber daya manusia, terutama pendidikan vokasional dan pelatihan ulang bagi korban PHK.

    Peningkatan perlindungan kelas menengah, yang kini terjepit antara kenaikan harga kebutuhan dan stagnasi upah riil.

    “Kelas menengah adalah mesin pertumbuhan. Jika mereka kehilangan daya beli, maka ekonomi tidak akan pulih, apa pun stimulus jangka pendek yang diberikan,” ujar Amin.

    Organisasi Internasional OECD telah menurunkan proyeksi pertumbuhan Indonesia dari 4,9% ke 4,7%, serta memperingatkan bahwa tanpa reformasi struktural, Indonesia rentan terhadap volatilitas eksternal dan stagnasi produktivitas.

    Amin juga menyoroti belum adanya peta jalan reformasi struktural yang jelas dari para menteri bidang ekonomi.

    “Kelas menengah sedang terluka, tapi yang disasar justru permukaan. Para menteri ekonomi belum punya peta jalan reformasi struktural yang terintegrasi,” tegasnya.

    Lebih lanjut, Amin mendesak adanya sinergi antara kebijakan fiskal, moneter, dan ketenagakerjaan yang lebih terintegrasi. Kebijakan moneter akomodatif Bank Indonesia yang menurunkan suku bunga menjadi 5,50 persen dinilai belum cukup karena bunga pinjaman tetap tinggi dan perbankan masih enggan menyalurkan kredit.

    “Stimulus hanya efektif bila diikuti keberanian reformasi struktural dan arah kebijakan yang jelas. Pemerintah jangan hanya menambal, tapi harus menyusun cetak biru kebijakan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan,” pungkasnya.

    Sumber : Radio Elshinta

  • 1
                    
                        Prabowo Dianggap Tepat Pilih Putin daripada ke KTT G7: Di Rusia Jadi Tamu Utama, di Kanada Jadi Pendengar
                        Nasional

    1 Prabowo Dianggap Tepat Pilih Putin daripada ke KTT G7: Di Rusia Jadi Tamu Utama, di Kanada Jadi Pendengar Nasional

    Prabowo Dianggap Tepat Pilih Putin daripada ke KTT G7: Di Rusia Jadi Tamu Utama, di Kanada Jadi Pendengar
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia,
    Hikmahanto Juwana
    , menilai langkah Presiden
    Prabowo Subianto
    untuk menghadiri undangan Presiden
    Rusia
    , Vladimir Putin, ketimbang hadir dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 sudah tepat.
    Menurut Hikmahanto, setidaknya ada tiga alasan mengapa langkah Prabowo dinilai tepat dan menguntungkan posisi Indonesia di kancah global.
    “Pertama, kalau Presiden ke Kanada, seolah-olah Indonesia berpihak ke negara-negara barat yang tergabung dalam OECD (Organization for Economic Co-operation and Development). Nah, kalau ke Rusia, akan dipersepsikan Indonesia (serius) ke BRICS (organisasi ekonomi Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan),” kata Hikmahanto kepada Kompas.com, Kamis (12/6/2025).
    Untuk diketahui, saat ini Indonesia telah tergabung sebagai anggota BRICS Plus.
    Alasan kedua, langkah Prabowo ke Rusia akan memberikan kesempatan lebih besar untuk membicarakan nasib rakyat Palestina di Gaza.
    “Ini penting karena AS selalu berada di belakang Israel. Pengimbangnya hanya Rusia dan China,” imbuhnya.
    Alasan ketiga, Indonesia bukan bagian dari negara
    KTT G7
    dan hanya diposisikan sebagai negara berkembang dalam forum tersebut.
    Substansi dan daya tawar Indonesia jauh lebih baik dalam kunjungan ke Rusia, karena bisa jadi akan ada kesepakatan-kesepakatan bilateral yang baru antar kedua negara.
    “Kunjungan Presiden ke Rusia akan menjadi tamu utama, tidak kalau kunjungan ke Kanada (KTT G7),” ucapnya.
    “Kehadiran Presiden hanya sekadar mendengarkan perspektif negara berkembang, meski Kanada menjanjikan penerimaan Presiden (Prabowo) sebagai tamu kehormatan,” ucapnya.
    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto tidak menghadiri undangan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7 di Kanada sebagai tamu dan memilih menghadiri undangan Presiden Rusia, Vladimir Putin.
    Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Ruliansyah (Roy) Soemirat, mengatakan bahwa Presiden Prabowo lebih memilih pergi ke Rusia karena Putin lebih dulu mengundangnya.
    Sedangkan forum KTT G7 yang akan digelar di Kanada berbarengan dengan undangan yang disampaikan Putin.
    Selain itu, Prabowo juga mendapat undangan dari Singapura untuk menghadiri Anual Leaders Retreat yang berbarengan dengan KTT G7.
    “Jadi undangannya sudah datang duluan, dan Bapak Presiden sudah komit untuk hadir dan memenuhi tanggal-tanggal yang ditawarkan oleh kedua pihak (Rusia dan Singapura),” kata Roy.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.